"Biar Mama yang angkat, Pa," ucap Anna setelah menelan makanannya.Antonio memegang tangan wanita yang sudah bertahun-tahun mendampingi hidupnya, dan berkata,"Biarkan saja, Ma. Peraturan Papa tetap berlaku, meskipun kita makan di luar rumah."Tidak ada yang berani membantah perintahnya. Semua kembali menikmati makanan yang ada di piring masing-masing. Suara dering telpon dalam ruangan itu tak kunjung usai. Suaranya bertambah nyaring dan mengganggu kenyamanan mereka. Merasa kesal, pria paruh baya itu pun meletakkan sendok dan garpunya. Kemudian dia beranjak dari duduknya, berjalan penuh kemarahan menghampiri pesawat telpon tersebut, dan mengangkatnya. Akan tetapi, dia tidak menjawabnya. Gagang telpon itu diletakkan di atas meja, sehingga tidak bisa lagi berbunyi.Seluruh anggota keluarga yang ada di ruangan tersebut, berusaha menahan tawanya. Bahkan suara sang penelpon dari seberang sana dapat terdengar oleh mereka."Kenapa dia sibuk sekali cari muka di hadapanku?" gumam Antonio semb
Melihat ketiga dokter tersebut diam membisu, membuat pria paruh baya yang mereka takuti, semakin menatap tajam."Apa semua amplop itu milik Dave dan Sean?" tanyanya dengan tegas, dan menunjuk amplop di tangan sang direktur dengan menggunakan dagunya.Sontak saja pandangan ketiga dokter tersebut, beralih pada amplop yang berada di tangan sang direktur. Selang beberapa detik kemudian, mereka tersadar jika tujuan mereka datang menemuinya untuk memberikan hasil tes tersebut."Iya, benar, Tuan. Ini semua hasil dari tes yang telah dilakukan oleh Tuan Dave dan Tuan Sean. Kami datang ke sini untuk memberikannya secara langsung pada Tuan Antonio," tutur sang direktur rumah sakit tersebut, sembari berjalan menghampiri sang presdir perusahaan Mayer.Antonio menerima semua amplop yang diberikan olehnya, seraya berkata,"Apa ini sudah semua?" "Sudah, Tuan. Tadinya kami tidak mau mengganggu Tuan dan keluarga dengan datang langsung ke mari. Sebelumnya kami sudah menghubungi lewat telpon kamar ini,
"Aku tidak akan menceraikan Celine. Sampai kapan pun dia akan tetap jadi istriku," ucap Sean dengan tegas."Tidak! Aku akan tetap menggugat cerai! Keputusanku sudah bulat, dan aku tidak mau mundur lagi!" sahut Celine tidak kalah tegas darinya.Sean menatap tajam pada sang istri, seolah sedang memperingatkannya. Akan tetapi, dari tatapan dan ekspresinya, Celine tahu betul jika suaminya sedang marah saat ini.Namun, kini dia tidak lagi takut. Jika dulu dia selalu merayu dan membujuk sang suami ketika kesal atau marah padanya, kini Celine hanya diam saja. Dia sudah tidak peduli dengan perasaan suaminya. Yang dipedulikannya saat ini adalah kebahagiaannya bersama dengan sang buah hati."Apa semua ini karena Dave?!" tanya Sean sembari menatap ke arah sang kakak."Jangan sangkut pautkan masalah kita dengan orang lain!" ujar sang istri dengan meninggikan suaranya.Antonio hanya memperhatikan perdebatan suami istri tersebut. Dia ingin tahu, sejauh mana sang putra bisa menyelesaikan masalahnya.
Semua pasang mata beralih menatap ke arah Antonio. Pria paruh baya yang menjadi penguasa dalam keluarganya itu, kini telah mengeluarkan keputusannya.Sean, putra kedua dari keluarga tersebut, merasa tidak terima dengan keputusan papanya. Dia semakin merasa terbuang dari keluarga Mayer. "Dari dulu Papa selalu pilih kasih. Hanya Dave yang Papa perhatikan. Hanya Dave yang menjadi anak emas dan kebanggaan Papa. Lalu, buat apa Sean ada di keluarga ini?! Bukankah kalian yang menginginkan kehadiran putra kedua? Kenapa malah kalian acuhkan dan selalu tidak adil padaku?!" ujar sang putra kedua yang meluapkan kekesalannya dengan menggebu-gebu."Hentikan omong kosong mu it u! Kami tidak pernah membeda-bedakan anak! Kami selalu memberikan yang terbaik untuk kalian berdua. Dan kami selalu memberikan yang sama untuk kalian berdua! Tapi, kenyataannya memang Dave lebih unggul dari mu! Dia selalu bisa membuat kami bangga padanya! Sedangkan kamu hanya bisa membuat masalah,
Di dalam bangunan mewah yang ber interior dan ber eksterior eropa, duduklah seluruh anggota keluarga Mayer di ruang tengah, tempat mereka biasanya berkumpul. Tak terkecuali Celine dan Hero yang harus ikut pulang bersama dengan mereka. Bahkan dia tidak memiliki alasan yang tepat untuk untuk menolak permintaan mertuanya."Di mana Sean, Pa? Kenapa jam segini dia masih belum juga pulang?" tanya sang nyonya besar rumah tersebut pada suaminya."Dia masih berada di jalan," jawab sang suami, sembari meletakkan ponselnya di atas meja.Seketika dahi wanita paruh baya itu mengernyit, dan kembali bertanya pada sang suami."Di jalan? Pergi ke mana dia?" Antonio hanya menggerakkan kedua bahunya untuk menjawab pertanyaan sang istri. Anna tahu betul, jika suaminya hanya menjawab tanpa menggunakan kata-kata, sudah bisa dipastikan jika suaminya itu enggan membahasnya.Namun, Anna tidak menyerah begitu saja. Dia kembali bertanya pada pria yang duduk di sampingnya."Apa Sean baik-baik saja?"Antonio men
Pikiran Sean bertambah rumit saat ini. Pasalnya sudah beberapa jam lalu dia memberikan perintah pada asistennya untuk mencari tahu tentang perusahaan yang mengambil alih seluruh proyek kerja samanya dengan beberapa perusahaan ternama, tapi hingga detik ini tidak ada info apa pun didapatnya.Pandangan matanya mengarah pada jam yang melingkar di tangan kanannya. Seketika dia menghela nafasnya, menyadari waktu yang telah berlalu begitu saja, tanpa ada hasil diperolehnya. "Sepertinya percuma saja aku berada di sini. Tidak ada satu pun yang dapat aku selesaikan," gumam sang CEO, sembari mengacak-acak rambutnya.Sean beranjak dari duduknya, dan mengambil jas yang diletakkannya pada punggung kursi. Entah mengapa hatinya enggan untuk melangkah. Pandangan matanya tertuju pada meja kerja yang penuh akan tumpukan map.Rasa kesal dan amarahnya kembali menyesakkan dada dan memenuhi kepalanya. Tanpa sadar tangannya pun bergerak seolah membersihkan meja terseb
Sean menatap wanita paruh baya yang ada di hadapannya dengan tatapan datar. Dia merasa kecewa pada wanita yang telah melahirkannya. Dari hatinya yang paling dalam, dia berharap jika sang mama mau membelanya. Namun, harapannya sirna. Orang tua perempuannya hanya diam, seolah tidak bisa memilih antara membela putra pertamanya atau putra keduanya. Dari sudut Sean, dialah yang dirugikan dan tidak mendapatkan keadilan saat ini. Sedangkan Dave, kakaknya selalu saja beruntung dan mendapatkan semua yang diinginkannya. Bahkan istri dan anak Sean pun telah direbut oleh sang kakak. Anna berjalan menghampiri sang putra. Wanita paruh baya tersebut menatapnya dengan penuh kekhawatiran, dan mengusap perlahan lengannya, seraya berkata, "Kenapa penampilanmu seperti ini, Sean? Apa ada orang yang mengganggumu? Atau--" Sean menghempaskan tangan wanita paruh baya tersebut, dan berlalu begitu saja, tanpa berpamitan atau pun mengatakan sesuatu padanya. Anna mengerti perasaan putranya. Dia men
Seketika pasangan paruh baya tersebut terkesiap, setelah mendengar keinginan si penelpon. Tidak ada keputusan yang diberikan oleh Antonio padanya."Bagaimana, Pa? Apa yang harus kita lakukan? Apa kita menyetujuinya?" tanya sang istri dengan cemas.Antonio menghela nafasnya. Sungguh keputusan yang sangat berat baginya jika harus menyetujui keinginan dari penelpon tersebut. Dia tahu betul betapa liciknya si penelpon itu. Bahkan semua informasi tentangnya, sudah dikantongi oleh sang Tuan Besar Mayer."Papa tidak ingin berhubungan atau pun melihatnya lagi," ujar Antonio tanpa ragu."Tapi, Pa. Bagaimana jika yang dikatakannya benar? Bukankah dia penyebab dari semua ini?" tanya sang istri kembali, seolah mengingatkan Antonio atas kejadian yang menimpa putra keduanya. Antonio menatap serius pada istrinya, dan berkata,"Pasti ada jalan keluar lain yang bisa menolongnya.""Apa itu, Pa? Bukankah dokter mengatakan jika kemungkinannya sangat kecil?" tanya sang istri dengan rasa ingin tahunya.An
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in