Semua pasang mata beralih menatap ke arah Antonio. Pria paruh baya yang menjadi penguasa dalam keluarganya itu, kini telah mengeluarkan keputusannya.
Sean, putra kedua dari keluarga tersebut, merasa tidak terima dengan keputusan papanya. Dia semakin merasa terbuang dari keluarga Mayer."Dari dulu Papa selalu pilih kasih. Hanya Dave yang Papa perhatikan. Hanya Dave yang menjadi anak emas dan kebanggaan Papa. Lalu, buat apa Sean ada di keluarga ini?! Bukankah kalian yang menginginkan kehadiran putra kedua? Kenapa malah kalian acuhkan dan selalu tidak adil padaku?!" ujar sang putra kedua yang meluapkan kekesalannya dengan menggebu-gebu."Hentikan omong kosong mu it u! Kami tidak pernah membeda-bedakan anak! Kami selalu memberikan yang terbaik untuk kalian berdua. Dan kami selalu memberikan yang sama untuk kalian berdua! Tapi, kenyataannya memang Dave lebih unggul dari mu! Dia selalu bisa membuat kami bangga padanya! Sedangkan kamu hanya bisa membuat masalah,Di dalam bangunan mewah yang ber interior dan ber eksterior eropa, duduklah seluruh anggota keluarga Mayer di ruang tengah, tempat mereka biasanya berkumpul. Tak terkecuali Celine dan Hero yang harus ikut pulang bersama dengan mereka. Bahkan dia tidak memiliki alasan yang tepat untuk untuk menolak permintaan mertuanya."Di mana Sean, Pa? Kenapa jam segini dia masih belum juga pulang?" tanya sang nyonya besar rumah tersebut pada suaminya."Dia masih berada di jalan," jawab sang suami, sembari meletakkan ponselnya di atas meja.Seketika dahi wanita paruh baya itu mengernyit, dan kembali bertanya pada sang suami."Di jalan? Pergi ke mana dia?" Antonio hanya menggerakkan kedua bahunya untuk menjawab pertanyaan sang istri. Anna tahu betul, jika suaminya hanya menjawab tanpa menggunakan kata-kata, sudah bisa dipastikan jika suaminya itu enggan membahasnya.Namun, Anna tidak menyerah begitu saja. Dia kembali bertanya pada pria yang duduk di sampingnya."Apa Sean baik-baik saja?"Antonio men
Pikiran Sean bertambah rumit saat ini. Pasalnya sudah beberapa jam lalu dia memberikan perintah pada asistennya untuk mencari tahu tentang perusahaan yang mengambil alih seluruh proyek kerja samanya dengan beberapa perusahaan ternama, tapi hingga detik ini tidak ada info apa pun didapatnya.Pandangan matanya mengarah pada jam yang melingkar di tangan kanannya. Seketika dia menghela nafasnya, menyadari waktu yang telah berlalu begitu saja, tanpa ada hasil diperolehnya. "Sepertinya percuma saja aku berada di sini. Tidak ada satu pun yang dapat aku selesaikan," gumam sang CEO, sembari mengacak-acak rambutnya.Sean beranjak dari duduknya, dan mengambil jas yang diletakkannya pada punggung kursi. Entah mengapa hatinya enggan untuk melangkah. Pandangan matanya tertuju pada meja kerja yang penuh akan tumpukan map.Rasa kesal dan amarahnya kembali menyesakkan dada dan memenuhi kepalanya. Tanpa sadar tangannya pun bergerak seolah membersihkan meja terseb
Sean menatap wanita paruh baya yang ada di hadapannya dengan tatapan datar. Dia merasa kecewa pada wanita yang telah melahirkannya. Dari hatinya yang paling dalam, dia berharap jika sang mama mau membelanya. Namun, harapannya sirna. Orang tua perempuannya hanya diam, seolah tidak bisa memilih antara membela putra pertamanya atau putra keduanya. Dari sudut Sean, dialah yang dirugikan dan tidak mendapatkan keadilan saat ini. Sedangkan Dave, kakaknya selalu saja beruntung dan mendapatkan semua yang diinginkannya. Bahkan istri dan anak Sean pun telah direbut oleh sang kakak. Anna berjalan menghampiri sang putra. Wanita paruh baya tersebut menatapnya dengan penuh kekhawatiran, dan mengusap perlahan lengannya, seraya berkata, "Kenapa penampilanmu seperti ini, Sean? Apa ada orang yang mengganggumu? Atau--" Sean menghempaskan tangan wanita paruh baya tersebut, dan berlalu begitu saja, tanpa berpamitan atau pun mengatakan sesuatu padanya. Anna mengerti perasaan putranya. Dia men
Seketika pasangan paruh baya tersebut terkesiap, setelah mendengar keinginan si penelpon. Tidak ada keputusan yang diberikan oleh Antonio padanya."Bagaimana, Pa? Apa yang harus kita lakukan? Apa kita menyetujuinya?" tanya sang istri dengan cemas.Antonio menghela nafasnya. Sungguh keputusan yang sangat berat baginya jika harus menyetujui keinginan dari penelpon tersebut. Dia tahu betul betapa liciknya si penelpon itu. Bahkan semua informasi tentangnya, sudah dikantongi oleh sang Tuan Besar Mayer."Papa tidak ingin berhubungan atau pun melihatnya lagi," ujar Antonio tanpa ragu."Tapi, Pa. Bagaimana jika yang dikatakannya benar? Bukankah dia penyebab dari semua ini?" tanya sang istri kembali, seolah mengingatkan Antonio atas kejadian yang menimpa putra keduanya. Antonio menatap serius pada istrinya, dan berkata,"Pasti ada jalan keluar lain yang bisa menolongnya.""Apa itu, Pa? Bukankah dokter mengatakan jika kemungkinannya sangat kecil?" tanya sang istri dengan rasa ingin tahunya.An
"Kenapa?" sahut Sean dengan cepatnya, ingin mengetahui alasan penolakan dari sang istri.Celine menatap malas pada suaminya. Dia sudah bosan mengulang-ulang jawaban yang sama padanya."Aku hanya ingin tahu alasannya," ucap Sean ketika melihat ekspresi sang istri."Apa perlu aku mengulanginya lagi? Harus berapa kali aku mengulangnya?" tanya Celine dengan kesalnya.Sean menyeringai, dan menatap sang istri seolah sedang menantangnya, seraya berkata,"Kenapa? Apa kamu lupa dengan alasan yang sudah kamu buat sendiri?" Pertanyaan dari Sean membuat sang istri meradang. Dia membalas tatapan suaminya dengan penuh kebencian, dan berkata,"Mengatakannya kembali sama saja dengan menguak kembali lukaku yang hampir sembuh. Aku tidak mau merasakan sakit dan kecewa yang teramat dalam seperti hari-hari kelamku saat itu. Apa salah jika aku ingin menutup dan menghilangkan lukaku dengan kebahagiaan?"Perkataan sang istri membuat Sean merasa bersalah. Akan tetapi, dia sangat membutuhkan istrinya untuk bi
Kondisi dalam ruangan kantor Sean saat ini mirip seperti kapal setelah terkena badai. Semua barang menjadi pelampiasan amarah sang CEO, hingga jatuh berantakan di lantai.Rendi, asisten yang juga merupakan sekretarisnya itu bergegas keluar dari ruangan tersebut, ketika Sean mulai meluapkan amarahnya pada semua benda di sekitarnya.Semua yang ada dalam daftar rencananya telah hancur berantakan. Putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, merasa tidak ada yang berjalan dengan mulus dalam kehidupannya. Tanpa sadar, air mata Sean pun menetes di kedua pipi. Kegagalannya dalam pekerjaan dan dalam rumah tangga membuat dunia sang CEO hancur seketika.Melihat keterpurukan sahabat sekaligus bosnya, Rendi tidak bisa membiarkannya begitu saja. Dia tahu betul jika Sean sangat mementingkan harga dirinya. Selain itu, dia juga tidak bisa membiarkan begitu saja perusahaan tempatnya mencari nafkah diambil alih oleh pihak bank. Dengan tekadnya yang kuat, Rendi memberanikan diri menemui sang presdir di k
"Rendi. Kamu tidak akan mengatakan semuanya pada si Bos, kan?" tanya salah satu di antara mereka, mencoba mengiba pada pria tersebut.Sang asisten dari bos mereka, hanya tersenyum tipis, dan melihat mereka satu per satu, seolah sedang menandai wajah mereka semua. "Jika kalian setakut ini, kenapa kalian tidak langsung menemui Bos dan memberitahukan hasil pertemuan kalian dengan perusahaan-perusahaan itu?" tanya Rendi sambil melipat kedua tangannya di depan dada.Mereka semua hanya saling menatap, tidak bisa menjawab atau pun menjelaskan kekhawatiran mereka ketika bertemu dengan sang CEO."Jika aku adalah kalian, lebih aku menghadapinya sekarang daripada nanti atau pun besok. Toh juga sama saja. Kalian juga nantinya berhadapan dengan beliau. Itu juga kalau kalian masih mau bekerja di sini. Jika kalian sudah tidak mau bekerja di sini, kalian tidak perlu lagi menghadap beliau," tutur Rendi sembari menahan senyumnya melihat ekspresi dari mereka semua.Seorang pria berkacamata, meletakkan
Mata Antonio Mayer dan Andra saling bertemu. Mereka berdua saling menatap, mencari tahu jawaban dari pertanyaan yang ada di dalam kepala masing-masing."Apa kita pernah bertemu sebelumnya?" tanya Antonio pada Andra yang masih beradu pandang dengannya."Saya rasa baru pertama kali ini. Apa mungkin wajah saya yang terlalu pasaran?" tanya balik Andra sembari terkekeh.Pria paruh baya yang duduk di hadapannya pun ikut terkekeh menanggapi lelucon yang diberikan olehnya. Setelah candaan mereka usai, Antonio mulai memberitahukan tujuannya mengadakan pertemuan dengan perusahaan CF.'Ada apa ini? Kenapa ini terkesan seperti sebuah hadiah bagi Bos Celine? Apa Tuan Mayer sengaja menjebak kami, atau memang beliau tidak tahu apa pun tentang kami? Sepertinya kami harus tetap waspada. Kami tidak boleh lengah sedikit pun. Tuan Mayer dan perusahaannya bukan lawan yang mudah untuk ditaklukan,' batin Andra yang terlihat kaget mendengar tawaran dari Antonio."Bagaimana? Apa anda bersedia menerima tawaran