Bukan hanya Celine saja yang terkejut dengan tempat yang mereka datangi saat ini. Kedua putra dari keluarga Mayer pun tidak mengira jika sang papa mengajaknya ke rumah sakit terbesar di pusat kota, yaitu rumah sakit yang sudah hampir sepuluh tahun disponsori oleh yayasan perusahaan keluarganya. "Apa lagi ini?" gerutu Sean diiringi helaan nafasnya, ketika keluar dari mobil yang dinaikinya bersama dengan sang kakak."Sepertinya Papa akan memberi kejutan bagi kita. Lihat saja, pasti akan ada pertunjukan yang akan diberikan olehnya," tutur Dave sembari menyeringai.Sean menoleh pada sang kakak yang sedang berdiri di sampingnya. Dia mengernyitkan dahinya, seraya berkata,"Apa maksudmu, Dave? Apa kamu mengetahui semua ini?""Tidak. Papa tidak akan pernah memberitahukan rencananya pada kita. Ingat pada saat kita berlibur? Bukankah aku dibawa secara paksa oleh mereka?" ujar Dave seraya menunjuk dengan dagunya pada beberapa orang yang berpakaian serba hitam.'Benar juga. Lalu, apa rencana Pap
Di hadapan Antonio Mayer kini berjejer tiga orang dokter yang merupakan petinggi dari rumah sakit tersebut. Salah satunya Dokter Fabian yang menjabat sebagai direktur rumah sakit sejak periode tahun lalu. "Apa ada hal penting yang ingin kalian sampaikan, sehingga kalian datang ke sini mengganggu kebersamaan kami?" tanya Antonio dengan memperlihatkan wajah dinginnya.Seketika senyum yang diberikan oleh ketiga dokter itu pudar. Mereka bertiga menundukkan kepalanya, seolah ketahuan telah melakukan kesalahan. "Maaf, Tuan. Kami hanya ingin memberitahukan hasil dari beberapa tes kesehatan yang telah dilakukan oleh Tuan Dave dan Tuan Sean," tutur sang direktur rumah sakit tersebut, seraya menundukkan kepalanya."Apa semua hasilnya sudah keluar? Bukankah tadi kalian mengatakan jika butuh waktu untuk mendapatkan hasil yang valid?" tanya Antonio kembali dengan tatapan menyelidik.Ketiga dokter tersebut saling menatap, seolah saling menentukan siapa yang akan menjawab pertanyaan dari Antonio M
"Biar Mama yang angkat, Pa," ucap Anna setelah menelan makanannya.Antonio memegang tangan wanita yang sudah bertahun-tahun mendampingi hidupnya, dan berkata,"Biarkan saja, Ma. Peraturan Papa tetap berlaku, meskipun kita makan di luar rumah."Tidak ada yang berani membantah perintahnya. Semua kembali menikmati makanan yang ada di piring masing-masing. Suara dering telpon dalam ruangan itu tak kunjung usai. Suaranya bertambah nyaring dan mengganggu kenyamanan mereka. Merasa kesal, pria paruh baya itu pun meletakkan sendok dan garpunya. Kemudian dia beranjak dari duduknya, berjalan penuh kemarahan menghampiri pesawat telpon tersebut, dan mengangkatnya. Akan tetapi, dia tidak menjawabnya. Gagang telpon itu diletakkan di atas meja, sehingga tidak bisa lagi berbunyi.Seluruh anggota keluarga yang ada di ruangan tersebut, berusaha menahan tawanya. Bahkan suara sang penelpon dari seberang sana dapat terdengar oleh mereka."Kenapa dia sibuk sekali cari muka di hadapanku?" gumam Antonio semb
Melihat ketiga dokter tersebut diam membisu, membuat pria paruh baya yang mereka takuti, semakin menatap tajam."Apa semua amplop itu milik Dave dan Sean?" tanyanya dengan tegas, dan menunjuk amplop di tangan sang direktur dengan menggunakan dagunya.Sontak saja pandangan ketiga dokter tersebut, beralih pada amplop yang berada di tangan sang direktur. Selang beberapa detik kemudian, mereka tersadar jika tujuan mereka datang menemuinya untuk memberikan hasil tes tersebut."Iya, benar, Tuan. Ini semua hasil dari tes yang telah dilakukan oleh Tuan Dave dan Tuan Sean. Kami datang ke sini untuk memberikannya secara langsung pada Tuan Antonio," tutur sang direktur rumah sakit tersebut, sembari berjalan menghampiri sang presdir perusahaan Mayer.Antonio menerima semua amplop yang diberikan olehnya, seraya berkata,"Apa ini sudah semua?" "Sudah, Tuan. Tadinya kami tidak mau mengganggu Tuan dan keluarga dengan datang langsung ke mari. Sebelumnya kami sudah menghubungi lewat telpon kamar ini,
"Aku tidak akan menceraikan Celine. Sampai kapan pun dia akan tetap jadi istriku," ucap Sean dengan tegas."Tidak! Aku akan tetap menggugat cerai! Keputusanku sudah bulat, dan aku tidak mau mundur lagi!" sahut Celine tidak kalah tegas darinya.Sean menatap tajam pada sang istri, seolah sedang memperingatkannya. Akan tetapi, dari tatapan dan ekspresinya, Celine tahu betul jika suaminya sedang marah saat ini.Namun, kini dia tidak lagi takut. Jika dulu dia selalu merayu dan membujuk sang suami ketika kesal atau marah padanya, kini Celine hanya diam saja. Dia sudah tidak peduli dengan perasaan suaminya. Yang dipedulikannya saat ini adalah kebahagiaannya bersama dengan sang buah hati."Apa semua ini karena Dave?!" tanya Sean sembari menatap ke arah sang kakak."Jangan sangkut pautkan masalah kita dengan orang lain!" ujar sang istri dengan meninggikan suaranya.Antonio hanya memperhatikan perdebatan suami istri tersebut. Dia ingin tahu, sejauh mana sang putra bisa menyelesaikan masalahnya.
Semua pasang mata beralih menatap ke arah Antonio. Pria paruh baya yang menjadi penguasa dalam keluarganya itu, kini telah mengeluarkan keputusannya.Sean, putra kedua dari keluarga tersebut, merasa tidak terima dengan keputusan papanya. Dia semakin merasa terbuang dari keluarga Mayer. "Dari dulu Papa selalu pilih kasih. Hanya Dave yang Papa perhatikan. Hanya Dave yang menjadi anak emas dan kebanggaan Papa. Lalu, buat apa Sean ada di keluarga ini?! Bukankah kalian yang menginginkan kehadiran putra kedua? Kenapa malah kalian acuhkan dan selalu tidak adil padaku?!" ujar sang putra kedua yang meluapkan kekesalannya dengan menggebu-gebu."Hentikan omong kosong mu it u! Kami tidak pernah membeda-bedakan anak! Kami selalu memberikan yang terbaik untuk kalian berdua. Dan kami selalu memberikan yang sama untuk kalian berdua! Tapi, kenyataannya memang Dave lebih unggul dari mu! Dia selalu bisa membuat kami bangga padanya! Sedangkan kamu hanya bisa membuat masalah,
Di dalam bangunan mewah yang ber interior dan ber eksterior eropa, duduklah seluruh anggota keluarga Mayer di ruang tengah, tempat mereka biasanya berkumpul. Tak terkecuali Celine dan Hero yang harus ikut pulang bersama dengan mereka. Bahkan dia tidak memiliki alasan yang tepat untuk untuk menolak permintaan mertuanya."Di mana Sean, Pa? Kenapa jam segini dia masih belum juga pulang?" tanya sang nyonya besar rumah tersebut pada suaminya."Dia masih berada di jalan," jawab sang suami, sembari meletakkan ponselnya di atas meja.Seketika dahi wanita paruh baya itu mengernyit, dan kembali bertanya pada sang suami."Di jalan? Pergi ke mana dia?" Antonio hanya menggerakkan kedua bahunya untuk menjawab pertanyaan sang istri. Anna tahu betul, jika suaminya hanya menjawab tanpa menggunakan kata-kata, sudah bisa dipastikan jika suaminya itu enggan membahasnya.Namun, Anna tidak menyerah begitu saja. Dia kembali bertanya pada pria yang duduk di sampingnya."Apa Sean baik-baik saja?"Antonio men
Pikiran Sean bertambah rumit saat ini. Pasalnya sudah beberapa jam lalu dia memberikan perintah pada asistennya untuk mencari tahu tentang perusahaan yang mengambil alih seluruh proyek kerja samanya dengan beberapa perusahaan ternama, tapi hingga detik ini tidak ada info apa pun didapatnya.Pandangan matanya mengarah pada jam yang melingkar di tangan kanannya. Seketika dia menghela nafasnya, menyadari waktu yang telah berlalu begitu saja, tanpa ada hasil diperolehnya. "Sepertinya percuma saja aku berada di sini. Tidak ada satu pun yang dapat aku selesaikan," gumam sang CEO, sembari mengacak-acak rambutnya.Sean beranjak dari duduknya, dan mengambil jas yang diletakkannya pada punggung kursi. Entah mengapa hatinya enggan untuk melangkah. Pandangan matanya tertuju pada meja kerja yang penuh akan tumpukan map.Rasa kesal dan amarahnya kembali menyesakkan dada dan memenuhi kepalanya. Tanpa sadar tangannya pun bergerak seolah membersihkan meja terseb