Celine merasa seolah menjadi tawanan saat ini. Rencana yang sudah disusun dengan baik, tidak bisa dilakukannya begitu saja. "Aku harus mencari cara agar bisa keluar dari sini. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa bertemu dengannya," gumam Celine sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.Terdengar suara celotehan dari sang putra. Bayi mungil yang menjadi kebanggaan keluarga Mayer dan Federick itu, terlihat sangat bahagia. Kedua tangan dan kakinya bergerak-gerak lincah diiringi dengan tawa riang di atas ranjang sang mama. Seketika perhatian wanita yang sedang kebingungan itu, tertuju pada sang bayi. Tanpa sadar, bibirnya melengkung ke atas melihat betapa riang dan bahagianya sang buah hati. "Hero, Sayang. Tolong bantu Mama untuk segera bisa menyelesaikan semua ini. Mama janji akan membuatmu selalu bahagia dan tidak akan pernah kekurangan sedikit pun," ucapnya lirih, seraya mengusap lembut dan perlahan pipi mulus sang buah hati.Bayi mungil nan berparas tampan itu tersenyum me
Ternyata sang menantu tidak bisa menipu mertuanya. Anna, mengendus sesuatu ketika sang menantu kesayangan meminta ijin padanya. Perhatian wanita paruh baya tersebut tidak lepas dari layar ponselnya. Pertanyaan seputar sang pria yang sedang bersama dengan menantunya, membuat sang nyonya besar kecewa padanya.Tentu saja dia tidak melepas pria tersebut begitu saja. Orang kepercayaannya telah diutus untuk mencari tahu segala sesuatu tentang sang pria.Merasa tidak tenang, sang nyonya besar pun beranjak dari duduknya, dan menjinjing tas branded yang berada di sampingnya."Mama akan pergi ke mana?" Pertanyaan dari seorang pria, membuat kaki wanita paruh baya tersebut membatalkan niatnya untuk melangkah. "Mama mau menjemput Celine dan Hero di rumah orang tuanya," jawab sang nyonya besar, sembari merapikan pakaiannya. "Mereka ada di sana?" tanya kembali Dave dengan rasa ingin tahunya.Sang mama menganggukkan kepalanya, seraya berkata,"Sudah beberapa jam yang lalu mereka berangkat.""Lalu,
Kepala Sean serasa ingin meledak. Hatinya tersulut oleh api amarah yang sudah merajai hatinya. Sekuat tenaga dia mencoba untuk tidak meluapkan kemarahannya, tapi apa yang terjadi padanya seharian ini membuat kesabarannya semakin menipis. "Berhenti!" serunya ketika melihat sang istri berjalan meninggalkannya setelah mengatakan keinginan untuk bercerai. Namun, wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu seolah menulikan pendengarannya. Dia tetap saja berjalan masuk ke dalam rumah, tanpa menuruti perintah dari suaminya. "Ku bilang berhenti!" serunya kembali dengan amarahnya yang menggebu-gebu. "Celine!" "Berhenti!" Seruan-seruan dari putra kedua keluarga Mayer itu, tetap saja diabaikan oleh sang istri, hingga tanpa sadar kakinya melangkah mengikuti sang istri berjalan masuk ke dalam rumah, seraya kembali berseru, "Kenapa kamu tidak mendengarkan ku?!" "Ada apa ini?!" tanya wanita paruh baya yang sedang menonton tayangan televisi di ruang tengah. "Kenapa kamu berte
"Tidak ada yang berjalan sesuai dengan keinginanku!" seru Sean sembari melempar bantal yang ada di ranjang ke sembarang arah.Bagaimana tidak frustasi, pasalnya masalah perusahaannya belum teratasi, ditambah lagi masalah Raisa yang masih saja mengganggu dengan caranya. Kini, sang istri kembali menginginkan perceraian, dan membawa Hero bersamanya."Kenapa kesialan bertubi-tubi mendatangiku?!" serunya kembali dengan frustasi.Dave, sang kakak mendengar seruan-seruan dari kamar adiknya. Dia pun menyaksikan perdebatan sang adik dengan istrinya. Jujur saja, dia tidak suka dalam situasi saat ini. Selain menyulitkannya, dia benci jika harus kehilangan atau pun tidak bisa melihat sang putra dan wanita yang telah melahirkan putra mereka."Apa sebaiknya aku juga ikut bertindak? Jika aku diam saja, kemungkinan besar aku akan kehilangan putraku," gumam Dave sembari menatap langit malam yang gelap, segelap hatinya.Sejenak Dave terdiam dan berpikir. Beberapa saat kemudian, dia telah menetapkan kep
"Mama?!" celetuk Dave ketika melihat sosok wanita yang sangat dikenalnya, sedang berdiri di tengah pintu, sembari menatap kaget padanya.Celine menghela nafasnya, merasa sedang dalam kesulitan saat ini. Apa yang dikhawatirkannya benarlah terjadi. Situasinya dengan Dave tidak seperti sebelumnya. Jika mereka terlihat sedang bersama, apalagi di dalam kamar, maka akan ada spekulasi dari orang yang melihatnya. Dia tidak ingin sang kakak ipar disalahkan atau terseret dalam masalah perceraiannya. Wanita yang sudah jatuh hati dalam pesona sang kakak iparnya itu, berusaha keras agar dua orang pria dalam hidupnya, Dave dan Hero, tidak menanggung citra buruk atas perceraiannya."Sedang apa kalian di dalam kamar ini?" tanya wanita paruh baya yang menatap curiga pada mereka berdua.Dave berjalan menghampiri mamanya, dan merangkul pundaknya, seraya berkata,"Dave hanya ingin melihat Hero, Ma. Tapi, percuma saja, dia sedang tidur nyenyak. Lebih baik Dave keluar saja. Ayo, Ma. Kita keluar dari sini.
"Apa masalahnya, Ma? Dia hanya pekerja kantor biasa. Mungkin saja mereka berteman sejak dulu. Tidak ada yang tahu, bukan?" Di luar perkiraan Anna. Dave, putra pertamanya itu hanya berkomentar biasa saja tentang profil pria yang bertemu dengan Celine di restoran. Akan tetapi, berbeda dengan yang dirasakan olehnya. Ada sesuatu hal yang tak bisa diungkapkannya. Semua itu hanya bisa dirasakannya semata."Teman apa? Kenapa mereka begitu akrab dan terlihat sangat dekat?" tanya sang mama yang mencoba mematahkan pendapat sang putra pertamanya."Entahlah, Ma. Dave tidak tahu tentang kehidupan Celine sebelumnya. Mungkin Sean yang tahu dan kenal teman-teman istrinya," jawab Dave tanpa beban.'Siapa pria itu sebenarnya? CF company? Menurut data tadi, dia bukan CEO nya. Lalu, kenapa dia bertemu dengan Celine? Apa temannya ada yang dari kalangan biasa?' batin Dave bertanya-tanya dengan gelisah.Anna masih saja membaca data pria yang dikirimkan oleh orang suruhannya. Wanita paruh baya itu mencoba m
Di dalam kamar, Celine sedang berpikir keras mengenai ucapan mertua laki-lakinya. Tidak ada satu pun di keluarga tersebut yang memihak padanya. Tentu saja, karena mereka semua berharap jika Hero tetap tinggal bersama dengan mereka. Terutama Dave. Pria berstatus duda itu hanya berharap bisa dekat dan melihat Hero dan ibunya. Sedangkan Sean, dia berharap masih bisa mendapatkan kembali hati istrinya yang berarti juga mendapatkan Hero sebagai putranya."Bagaimana ini? Apa yang harus aku lakukan? Tidak mungkin aku bisa membuktikan jika Hero bukan keturunan mereka," gumamnya sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.Celine memang sudah menduganya. Tidak akan mudah bagi mereka untuk bisa keluar dari kediaman keluarga Mayer. Hanya saja dia tidak berpikir akan sesulit ini. Antonio Mayer memang tidak bisa dilawannya. Karena itulah, selama ini dia banyak belajar darinya secara diam-diam untuk bisa mengembangkan perusahaan miliknya.Pikirannya pun melayang, mengingat akan perkataan sang m
Bukan hanya Celine saja yang terkejut dengan tempat yang mereka datangi saat ini. Kedua putra dari keluarga Mayer pun tidak mengira jika sang papa mengajaknya ke rumah sakit terbesar di pusat kota, yaitu rumah sakit yang sudah hampir sepuluh tahun disponsori oleh yayasan perusahaan keluarganya. "Apa lagi ini?" gerutu Sean diiringi helaan nafasnya, ketika keluar dari mobil yang dinaikinya bersama dengan sang kakak."Sepertinya Papa akan memberi kejutan bagi kita. Lihat saja, pasti akan ada pertunjukan yang akan diberikan olehnya," tutur Dave sembari menyeringai.Sean menoleh pada sang kakak yang sedang berdiri di sampingnya. Dia mengernyitkan dahinya, seraya berkata,"Apa maksudmu, Dave? Apa kamu mengetahui semua ini?""Tidak. Papa tidak akan pernah memberitahukan rencananya pada kita. Ingat pada saat kita berlibur? Bukankah aku dibawa secara paksa oleh mereka?" ujar Dave seraya menunjuk dengan dagunya pada beberapa orang yang berpakaian serba hitam.'Benar juga. Lalu, apa rencana Pap
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in