Sang perawat menatap kedua orang yang sedang berdiri di hadapannya. Seorang wanita dan seorang pria yang memakai jas putih. Dari name tag yang dipakainya, bisa dipastikan jika mereka berdua adalah seorang dokter. Melihat sang perawat yang masih diam memperhatikan mereka berdua, dokter wanita yang berusia tidak muda lagi itu, melangkah maju mendekatinya, dan tersenyum ramah padanya. Kemudian dia berkata,"Kami dokter yang bertugas untuk mengurus bayi ini dan ibunya. Bisa kami bawa bayinya?" Perawat itu pun memberikan bayi yang digendongnya pada dokter wanita tersebut, seraya berkata,"Apa bayi ini akan baik-baik saja di sini?"Sang dokter tersenyum sembari mengambil alih bayi dalam gendongan perawat tersebut. Dia pun berkata,"Kami akan merawatnya sebaik mungkin. Tenang saja, ada ibunya di sini.""Tapi, bukankah ibunya sedang ada gangguan mental, dok? Apa bayi ini akan baik-baik saja jika ada bersamanya?" tanya sang perawat tanpa sadar.Sang dokter kembali tersenyum. Dia menoleh ke a
Celine menatap muak pada pria yang kini sedang berlutut di hadapannya. Bahkan semua perkataannya seolah menjadi belati tajam yang menggores tepat di hatinya.Dengan keras dia menghempaskan tangan suaminya, dan berkata,"Bangunlah. Ini bukan seperti dirimu yang biasanya. Sean Mayer tidak akan pernah melakukan ini pada siapa pun."Sean meraih kembali tangan istrinya, seraya berkata,"Tidak. Kamu adalah istriku, belahan jiwaku. Kamu wanita spesial dalam hidupku. Jadi, aku harus berlutut di hadapanmu untuk meminta pengampunan mu."Sekali lagi Celine menghempaskan tangan sang suami, seraya berkata,"Terlambat! Ke mana saja kamu selama ini?! Apa kamu tidak ingat seberapa banyak dan dalamnya selama ini kamu menyakitiku?!"Sean melihat kemarahan yang begitu besar dari wajah istrinya. Amarah, kecewa, dan rasa kesal terlihat jelas dari wajahnya saat ini. Bahkan tatapan matanya penuh dengan kebencian pada sang suami yang masih berlutut di hadapannya."Maaf. Maafkan aku, Sayang. Aku tahu jika sem
Sesuai dengan arahan dokter yang menangani Raisa. Para perawat tidak ada yang berani mendekatinya, sebelum dia bersikap tenang. Akan tetapi, jika dalam keadaan darurat, mereka akan sigap untuk menolongnya. Hanya saja, dalam kondisi goncangan mentalnya saat ini, Raisa yang terkenal licik itu, tidak mempunyai pikiran untuk melakukannya. Jika dia menjadi Raisa yang biasanya, sudah pasti akan melakukan berbagai macam trik untuk mengelabuhi semua orang, demi tercapai keinginannya.Kini, dia hanya bisa pasrah, hingga ada orang yang datang membuka pintu ruangannya. "Sialan, kalian. Lihat saja. Aku akan membalasnya, lebih dari ini," gumam Raisa dengan mengeratkan gigi-giginya dan mengepalkan kedua tangannya.Di tempat lain, tepatnya di sebuah bangunan kuno yang ditempati oleh segerombolan pria-pria berbadan kekar dan bertato di beberapa bagian tubuhnya, seorang pria yang dijadikan tahanan mereka sedang berjuang untuk tetap bertahan hidup. Para pria tersebut tidak akan menyiksanya, tanpa peri
Brak!Semua benda yang berada di atas meja kerja Sean telah menjadi pelampiasan amarahnya. "Bodoh! Apa kamu tidak bisa bekerja dengan baik?!" bentak sang CEO perusahaan MY pada pria yang selama ini telah menjadi asistennya."Kita sudah berusaha sebaik mungkin, Pak. Tapi, kerugian kita begitu besar, sehingga saya hanya bisa menyarankan satu-satunya cara untuk lepas dari kebangkrutan," tutur Rendy, sang asisten yang merangkap sebagai sekretaris pribadi Sean selama memimpin perusahaan tersebut."Apa hanya cara itu saja yang bisa kalian sarankan?!" tanya sang CEO dengan berapi-api.Semuanya hanya menunduk ketakutan. Tidak berani menatap mata sang CEO yang sedang dipenuhi dengan amarah."Apa sebenarnya kerja kalian selama ini?!""Kenapa semua orang tidak becus bekerja?!""Apa selama ini kalian makan gaji buta?!""Di mana otak kalian semua, hah?!" "Percuma saja menggaji besar kalian kalau kerja kalian gak becus seperti ini!"Makian-makian dari sang CEO membuat semua yang ada di ruangan te
Pertanyaan yang tidak dijawab oleh sang kakak, membuat Sean semakin penasaran. Pasalnya, situasi perusahaan dan kehidupan rumah tangganya sedang di ujung tanduk. "Shit! Apa sebenarnya rencana dia?!" Sean mengumpat kasar dan menjambak rambutnya sebagai pelampiasan kemarahan. Dia beranjak dari duduknya, dan berseru,"Kenapa ini semua terjadi padaku?!" Ruangan menjadi hening seketika. Tidak ada yang menjawab pertanyaannya. Tidak ada pula manusia yang ada di dalam ruangan tersebut. Dia menatap nanar pada sebuah plakat yang tergeletak di lantai bersama dengan beberapa map dan kertas-kertas yang berserakan di sekitarnya. Diambilnya plakat yang tertera namanya sebagai CEO dari perusahaan tersebut, dan ditatapnya dengan lekat, seraya berkata,"Apa aku harus melepaskannya, dan merelakan semua ini?"Tidak ada kata ikhlas atau pun rela dalam hatinya saat ini. Akan tetapi, semua seolah memaksanya untuk bisa melepaskan semua yang dimilikinya. Dibawanya plakat nama itu duduk di kursi kebesarann
Celine merasa seolah menjadi tawanan saat ini. Rencana yang sudah disusun dengan baik, tidak bisa dilakukannya begitu saja. "Aku harus mencari cara agar bisa keluar dari sini. Bagaimanapun caranya, aku harus bisa bertemu dengannya," gumam Celine sembari berjalan mondar-mandir di dalam kamarnya.Terdengar suara celotehan dari sang putra. Bayi mungil yang menjadi kebanggaan keluarga Mayer dan Federick itu, terlihat sangat bahagia. Kedua tangan dan kakinya bergerak-gerak lincah diiringi dengan tawa riang di atas ranjang sang mama. Seketika perhatian wanita yang sedang kebingungan itu, tertuju pada sang bayi. Tanpa sadar, bibirnya melengkung ke atas melihat betapa riang dan bahagianya sang buah hati. "Hero, Sayang. Tolong bantu Mama untuk segera bisa menyelesaikan semua ini. Mama janji akan membuatmu selalu bahagia dan tidak akan pernah kekurangan sedikit pun," ucapnya lirih, seraya mengusap lembut dan perlahan pipi mulus sang buah hati.Bayi mungil nan berparas tampan itu tersenyum me
Ternyata sang menantu tidak bisa menipu mertuanya. Anna, mengendus sesuatu ketika sang menantu kesayangan meminta ijin padanya. Perhatian wanita paruh baya tersebut tidak lepas dari layar ponselnya. Pertanyaan seputar sang pria yang sedang bersama dengan menantunya, membuat sang nyonya besar kecewa padanya.Tentu saja dia tidak melepas pria tersebut begitu saja. Orang kepercayaannya telah diutus untuk mencari tahu segala sesuatu tentang sang pria.Merasa tidak tenang, sang nyonya besar pun beranjak dari duduknya, dan menjinjing tas branded yang berada di sampingnya."Mama akan pergi ke mana?" Pertanyaan dari seorang pria, membuat kaki wanita paruh baya tersebut membatalkan niatnya untuk melangkah. "Mama mau menjemput Celine dan Hero di rumah orang tuanya," jawab sang nyonya besar, sembari merapikan pakaiannya. "Mereka ada di sana?" tanya kembali Dave dengan rasa ingin tahunya.Sang mama menganggukkan kepalanya, seraya berkata,"Sudah beberapa jam yang lalu mereka berangkat.""Lalu,
Kepala Sean serasa ingin meledak. Hatinya tersulut oleh api amarah yang sudah merajai hatinya. Sekuat tenaga dia mencoba untuk tidak meluapkan kemarahannya, tapi apa yang terjadi padanya seharian ini membuat kesabarannya semakin menipis. "Berhenti!" serunya ketika melihat sang istri berjalan meninggalkannya setelah mengatakan keinginan untuk bercerai. Namun, wanita yang masih berstatus sebagai istrinya itu seolah menulikan pendengarannya. Dia tetap saja berjalan masuk ke dalam rumah, tanpa menuruti perintah dari suaminya. "Ku bilang berhenti!" serunya kembali dengan amarahnya yang menggebu-gebu. "Celine!" "Berhenti!" Seruan-seruan dari putra kedua keluarga Mayer itu, tetap saja diabaikan oleh sang istri, hingga tanpa sadar kakinya melangkah mengikuti sang istri berjalan masuk ke dalam rumah, seraya kembali berseru, "Kenapa kamu tidak mendengarkan ku?!" "Ada apa ini?!" tanya wanita paruh baya yang sedang menonton tayangan televisi di ruang tengah. "Kenapa kamu berte
Suara detak jantung dari seorang pasien pria yang terbaring di atas tempat tidur pasien, terdengar menggema dalam ruang ICU setelah mendapatkan operasi selama beberapa jam. Deraian air mata dari beberapa orang yang berada di luar ruang tesebut, tidak dapat didengarnya, seolah dunia mereka kini berbeda. Wanita tua yang berpenampilan modis dan terlihat lebih muda dari usianya, sedang berdiri di depan jendela kaca ruang ICU. Pandangan matanya tidak lepas dari pasien yang ada di dalam ruangan tersebut. Mata sembabnya masih saja mengeluarkan air mata, seolah tidak bisa merelakan apa yang dilihatnya saat ini. "Kenapa nasib Sean bisa begini, Pa?!" tanyanya dengan suara serak pada sang suami yang ada di sebelahnya. "Sabar, Ma. Papa yakin, Sean akan baik-baik saja. Sean adalah seorang Mayer. Dia pasti kuat dan berusaha untuk bertahan, agar bisa kembali pulang bersama dengan kita," tutur Antonio yang berusaha menenangkan hati istrinya. Deraian air mata yang membasahi pipi Anna, membuat
"Mama?!" ujar Sera dengan suara yang bergetar.Perempuan muda itu berlari menghampiri seorang wanita paruh baya yang berpenampilan seksi, dan memakai makeup, lengkap dengan lipstik berwarna merah menyala. Dipeluknya wanita yang dipanggilnya dengan sebutan mama tersebut, dan berkata,"Sera takut, Ma."Air matanya menetes di pipi, dan mengenai baju wanita paruh baya yang dipeluknya. Hal yang paling dibenci oleh Raisa, kini dilakukan oleh putrinya. Raisa sangat marah jika bajunya terkena makeup orang lain pada saat berpelukan dengannya. Terlebih lagi jika air mata orang tersebut menempel di bajunya.Sang mama menjauhkan tubuh putrinya, dan memperhatikan penampilan perempuan muda tersebut yang masih sesenggukan mengeluarkan air mata. "Ada apa denganmu, Sera? Kenapa kamu seperti ini? Dan juga kenapa kamu berada di tempat ini?" tanya Raisa sembari menatap putrinya dengan heran.Sera menundukkan kepalanya, sembari mengusap kasar air mata yang menetes di kedua pipinya. Akan tetapi, dia tidak
"Semuanya sudah lengkap. Sepertinya masalah ini sudah bisa kita proses sekarang," ucap polisi yang sebelumnya telah bersitegang dengan Sean."Silahkan, Pak. Kami menyerahkan mereka pada pihak kepolisian," ujar seorang pria yang berasal dari arah belakangnya.Seketika putra kedua dari keluarga Mayer tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Sontak saja matanya terbelalak melihat sosok yang sangat familiar sedang berdiri bersama dengan dua orang pria yang diapit oleh beberapa polisi dan beberapa pria berpakaian serba hitam. "Om Sean," lirih perempuan yang saat ini sedang membuat Sean tercengang dengan penampilannya.Betapa tidak tercengang ketika Sean melihat keadaan putri dari wanita yang menjadi partner ranjangnya. Rambutnya berantakan dan terkesan acak-acakan. Wajahnya terlihat begitu lelah, dengan makeup yang luntur karena peluhnya. Dan satu hal membuat Sean tidak bisa berkata-kata yaitu penampilan Sera saat ini yang persis seperti ibunya.Ingatan Sean tertuju pada saat dirinya menja
Seketika dua orang pria dan seorang wanita terhenyak kaget, tatkala pintu kamar yang mereka tempati dibuka dengan kerasnya dari luar. Beberapa pria berpakaian serba hitam masuk ke dalam kamar tersebut, dan menangkap basah mereka bertiga dalam keadaan polos sedang bersenang-senang bersama. Kedua pria tersebut merupakan karyawan hotel yang bekerja pada bagian parkir, sehingga mereka berdua terlihat ketakutan saat ini.Berbeda dengan kedua pria itu. Sera yang usianya jauh lebih muda dari mereka berdua, terlihat sangat menikmati permainannya. Dia berada di atas tubuh seorang pria, dan pria yang satunya lagi memanjakannya dari belakang tubuhnya. Bahkan dia tidak mau menghentikan gerakannya. "Cepat lakukan! Aku sudah tidak tahan lagi! Jangan berhenti! Aku mohon!" ujar Sera dengan suara yang tertahan, diiringi dengan lenguhannya dan lebih mempercepat gerakannya.Hal itu membuat pria yang berada di bawah tubuhnya merasa tersiksa. Dia ingin menghentikannya, tapi hasratnya mengatakan tidak mau
Dave mengepalkan kedua tangannya ketika mendengar cerita dari sang putra tentang apa yang dilakukan oleh Sean padanya. Kilatan amarah terlihat dari mata pria paruh baya yang selalu membuat sang adik iri padanya. "Tidak pernah ku sangka dia akan berbuat senekat itu padamu," ujar Dave dengan penuh amarah. Hatinya kini dikuasai oleh amarahnya pada sang adik. Bahkan Dave telah berjanji dalam hatinya, dia akan memberi Sean pelajaran yang setimpal, jika berani menyentuh istri dan putranya, meskipun nyawanya menjadi taruhan. "Apa mungkin dia ingin menghancurkan kita, Dad?" tanya sang putra dengan ragu-ragu. Dave menoleh ke arah putranya. Dia memaksakan senyumnya, berusaha agar putra kesayangannya tidak mengkhawatirkan hal itu. "Jangan pikirkan hal itu, Hero. Daddy akan mengatasi semuanya. Kamu hanya perlu fokus pada kehidupan dan masa depanmu. Tetaplah waspada dan hati-hati pada siapa pun, meski orang tersebut kenal dan sangat dekat denganmu," tutur Dave, sembari menepuk-nepuk lirih
Hero menyeringai melihat si pengintai telah mendapatkan pelajaran dari sang asisten. Bahkan saat ini, gadis itu telah dibawa oleh dua orang pria yang sama sekali tidak dikenalnya. Mereka berdua diperintahkan oleh asisten Hero untuk memuaskan hasrat sang gadis di dalam kamar salah satu hotel tersebut.Sera pun tidak menolaknya. Dia sangat membutuhkan sentuhan dari pria untuk memuaskan hasratnya. Apalagi saat ini dia dalam pengaruh obat, sehingga bertindak aktif dan agresif ketika bersenang-senang dengan dua pria dewasa yang sangat berpengalaman.Pikirannya kosong. Hanya hasrat yang memburu sedang menguasai hati serta pikirannya. Senyuman dan lenguhannya menandakan kepuasan Sera akan perlakuan dan sentuhan dari kedua pria yang bermain dengannya. "Siapa sebenarnya dia?" tanya Hero pada sang asisten ketika si pengintai sudah keluar dari ruangan tersebut bersama dengan kedua pria suruhan mereka. "Dia suruhan dari pria yang menemui anda di ruang pesta," jawab sang asisten seraya memberika
Tepuk tangan meriah mengiringi pemasangan cincin di kedua jari pasangan yang sedang bertunangan. Hero dan Serena merupakan pasangan yang berbahagia pada hari ini. Semua keluarga besar, kolega, dan rekan kerja telah datang untuk menjadi saksi peristiwa penting tersebut, dan tentu saja mereka berbondong-bondong memberikan ucapan selamat pada pasangan yang sedang berbahagia.Setelah semua rangkaian acara selesai dilakukan, dan mengantarkan sang kekasih hati pulang bersama keluarganya, Hero meminta ijin pada kedua orang tuanya untuk beristirahat sejenak, meninggalkan pesta tersebut yang masih dipenuhi oleh tamu undangan."Tolong bawakan saya obat sakit kepala," perintah Hero pada asistennya, sembari berjalan keluar dari area pesta.Tanpa menunggu lama, sang asisten pun bergegas mengambilkan obat untuk sang bos, dan membawakan sebotol air mineral untuk dibawa ke ruang peristirahatan yang hanya digunakan pada saat pesta berlangsung.Di dalam ruangan itu, seorang pemuda berpenampilan rapi de
Perkataan Sean terngiang-ngiang di telinga Hero, hingga menyita pikirannya. Pemuda tersebut memikirkan panggilan Sean padanya. 'Putra? Kenapa pria tadi memanggilku sebagai putranya? Apa aku mirip dengan putranya?' batin Hero sembari membayangkan percakapannya bersama dengan Sean.Dirinya mengatakan bahwa tidak akan terpengaruh dengan perkataan pria asing tersebut. Akan tetapi, hatinya menolak untuk melupakannya. Kata "putra" masih saja membekas pada ingatannya. "Ada apa, Hero? Apa kamu gugup?" tanya seorang pria baya sembari terkekeh duduk di sampingnya.Sontak saja pemuda tampan yang menjadi sorotan dalam acara tersebut, menoleh ke arah sumber suara. Seketika dia terkejut tatkala melihat sosok pria yang menjadi panutannya selama ini."Papa?! Sejak kapan Papa berada di sini?"Dave tersenyum, dan menepuk-nepuk lirih pundak putranya, seraya berkata,"Apa yang sedang kamu khawatirkan? Bukankah seorang Hero tidak pernah sekali pun merasa khawatir?" Hero menghela nafasnya. Dia tersenyum
"Sean?!" celetuk Celine yang terkejut melihat sang mantan suami berdiri di hadapannya sambil tersenyum."Kamu bertambah cantik. Aku senang bisa melihatmu lagi, Sayang," tutur Sean sembari tersenyum, dan tatapan matanya seolah sedang menginginkan sang wanita.Celine menguatkan dirinya, agar terlihat tidak terpengaruh oleh kehadiran sang mantan. Sayangnya, ekspresi tubuhnya tidak mengatakan demikian. Dadanya bergerak naik turun seiring dengan nafasnya yang memburu menahan ketakutannya. 'Mimpi itu menjadi kenyataan. Tidak. Aku tidak boleh terlihat lemah dan takut padanya. Aku harus bersikap berani dan tidak terpengaruh dengan kehadirannya,' batin sang wanita dengan mencengkeram erat dress yang dipakainya."Kenapa kamu berada di sini?" tanya Celine yang berusaha terlihat berani di hadapan mantan suaminya.Sean menyeringai. Dia menatap lapar pada wanita cantik yang ada di hadapannya. Memang benar jika Sean semakin tertarik ketika melihat mantan istrinya. Dia tidak menampiknya, dan rasa in