“Lho, itu kan kakak ipar kamu Zia?” Tanya temen dia saat melihat Nazar, sedang mengorek-ngorek sampah. “Ah bukan, memangnya mana sih?” Jawab Zia, pura-pura tidak melihat kakak iparnya. “Itu lho, yang sedang ngorek-ngorek sampah,” jawab temannya sambil menunjuk ke arah Nazar.“Ah bukan, itu mungkin mirip,” jawab Zia.“Mataku masih normal Zia!,” ucap temannya yang merasa kesal. “Mana mungkin aku bohong,” lanjut temannya lagi. “Lho, memangnya aku mengatakan bohong? Tidak kan,” tukas Zia.“Sudah biarkan saja, mau kakak iparnya Zia, mau orang lain. Bukan urusan kita,” ucap temannya yang satu lagi. “Maksud aku nggak gitu sih, Aku cuma ngasih tahu Zia. Kalau ada kakak iparnya tadi,” tukas temannya.Saat Nazar keluar dari mobil. Zia bersama kedua temannya, juga melintas di jalan itu. Sedangkan Nazar, langsung mengorek-ngorek tong sampah, di tangannya ada karung kecil. Untuk mengumpulkan barang-barang rongsokan.“Mata kamu teliti juga ya, sampai bisa melihat orang itu kakak iparnya Zia,”
“Bukannya itu, calon ibu mertuamu?” Tanya temannya sambil menunjuk ke arah meja, yang diisi oleh 5 orang ibu-ibu. “Eh iya, ngapain ibu mertua gue ada di restoran ini ya,” jawab Zia.“Kamu tidak mau menyapanya?” Tanya teman Zia.“Ayo kita ke sana,” jawab Zia, lalu mengajak kedua temannya untuk mendekati calon ibu mertua Zia.“Ibu,” panggil Zia, setelah dihadapan ibunya Dilan. Ibunya Dilan langsung terperanjat, wajahnya tampak pucat pasi, karena melihat Zia, sedang berdiri tegak di hadapannya. “He, Zia! Lagi ngapain di sini?” Tanya ibu Dilan gugup.“Ini sama temen aku bu. Mereka berdua mengajak makan di sini,” jawab Zia, lalu meraih punggung tangan Ibu Dilan, dan menciumnya dengan takjim. “Oh.”“Jadi, ini calon menantunya?” Tanya salah seorang ibu-ibu. “Eh, iya,” jawab ibu Dilan masih kelihatan gugup. “ini lho, kami bareng-bareng makan di restoran ini, karena di traktir sama ibu Dilan,” celetuk salah seorang ibu-ibu.Wajah Zia sedikit nampak terkejut. “ Katanya tidak bisa membiay
“Mas,” panggil Zahra.“Iya,” jawab Nazar sambil menoleh ke arah istrinya. “Ada apa sayang?” Tanya Nazar. “Hmmmm, kalau aku nanya sesuatu mau dijawab nggak?” Tanya Zahra. “Mengenai apa?”“Tuh kan, kok wajahnya seperti orang kesal?” Tanya Zahra langsung merasa tidak enak. “Mau tanya apa sih?” Tanya Nazar sambil terkekeh. “Jujur saja mas……”Zahra malah menghentikan bicaranya, selalu menatap ke arah Nazar. Jantungnya berdetak keras, karena takut menyinggung perasaan Nazar. “Bicaralah,” ucap Nazar.“Anak-anak itu…..” Entah kenapa Zahra lidahnya begitu berat untuk bertanya. “Anak-anak yang mana?” Tanya Nazar sambil menoleh ke arah kanan dan kiri. “Ish, bukan itu yang aku tanyakan,” tukas Zahra.“Lalu anak-anak mana?” Tanya Nazar lagi. “Anak-anak yang di gedung itu mas. Kemarin aku melihat, Mas kasih makan sama mereka,” akhirnya Zahra menjawab pertanyaan suaminya. Wajah Nazar langsung berubah, matanya yang bulat itu, menatap tajam ke arah Zahra, seakan-akan siap memangsa musuhnya y
Ahmad mendengar suara ketukan pintu dari arah depan. “ Sebentar Bu, ayah lihat dulu, lagian malam-malam begini Siapa sih yang datang,” Ahmad sedikit menggerutu. Saat membuka pintu, Ahmad menautkan kedua alisnya heran. Karena tidak mengenali kamu yang ada di depan matanya.“Saya mau mengantarkan ini,”ucap pria yang ada di depan Ahmad. “Apa ini?” Tanya Ahmad sambil meneliti bungkusan yang diberikan pria itu. “Saya seorang kurir, Dan tolong tanda tangani ini, sebagai bukti barang itu sudah diterima,” ucap si pria itu sambil memberikan selembar kertas. Ahmad melihat nama si pengirim, ternyata dari Nazar dan Zahra. “Oh, ya sudah. Terima kasih,” ucap Ahmad. “Sama-sama Pak, kalau begitu saya permisi dulu,” ucap pria itu sambil berlalu dari hadapan Ahmad. Ahmad langsung menutup pintu, dan membawa bungkusan itu ke dalam kamarnya. “Siapa ayah?” Tanya Hanum saat melihat suaminya masuk. “Ini ada kurir yang mengantarkan paket, pengirimnya anak kita,” jawab Ahmad sambil memberikan bungkusa
Saat Zia menoleh, ternyata ada sebuah mobil hitam, dan Zia mengenali mobil itu. Dan ingat dengan nomor mobilnya.“Bukannya mobil itu, yang selalu dibawa sama Mas Nazar?” Tanya Zia dalam hati.Saat Zia hendak menurunkan kaca mobil. Lampu hijau sudah menyala, mobil hitam langsung melesat pergi. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran Zia, untuk mengikuti mobil hitam itu. Zia, sedikit menjaga jarak, dengan mobil hitam itu.“Padahal, aku sudah minta izin sama Bos kamu. Agar kamu cuti dulu sampai 1 minggu,” ucap Nazar.“Aku nggak enak sama rekan kerja yang lain. Toh, penyakitku tidak serius-serius amat,” tukas Zahra.Nazar, menghilang nafasnya. Percuma memaksakan kehendaknya, Zahra memang keras kepala. Dan Nazar tidak mau berdebat lagi.“Aku masuk dulu……” tapi ucapan Zahra menggantung. “Romantis itu! Tidak usah diperlihatkan di muka umum! Pamer ya!” Sontak Nazar dan Zahra menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Zia sudah berdiri di belakang Zahra.“Eh kak! Dengar ya. Jadi perempuan itu Jan
“Hei!!! Kalian bukannya kerja! Tapi malah bergosip! Aku bisa melaporkan kalian!” Bentak Zia.Para pelayan itu langsung menundukkan kepalanya. Tidak ada yang berani memandang ke arah Zia. Hati mereka langsung ketar-ketir.“Ada apa ini?” Tanya si pemilik butik, sambil memandangi mereka satu persatu. “Bilang sama pelayan kamu! Jangan banyak bergosip! Harusnya bekerja dengan benar!” Jawab Zia dengan suara keras. Si pemilik butik, yang sudah tahu dengan sikap Zia. Langsung mengibaskan tangannya ke arah para pegawainya. Sebagai kode, agar mereka segera bekerja kembali. “Aku minta maaf ya,” ucap si pemilik butik sambil menangkupkan kedua tangannya. “Kalau aku tidak melihat kamu, sudah aku pecat para pegawaimu,” ucap Zia.“Memangnya kamu pemilik butik ini? Huh! Dasar wanita sombong!” Geram si pemilik butik dalam hati.Saat Zia dan Dilan sedang berjalan ke arah luar pintu. “Selamat sore tuan,” ucap salah seorang pelayan dengan ramah. Zia dan Dilan terkejut, saat melihat Zahra dan Nazar s
Zahra langsung menoleh ke arah ke arah adiknya.“Apa?” Tanya Zahra. “Itu baju siapa?” Tanya Zia.Zahra langsung menaukan kedua alisnya. “ Pakai baju akulah.”“Boleh Zia lihat?” Zia lagi.Zahra sudah tahu dari gelagat Zia, langsung mengedipkan matanya sama Nazar, rupanya Zia ingin meminta salah satu baju yang ada di dalam paper bag itu. “Yu sayang,” ajak Nazar sambil merangkul bahu istrinya. “Sorry, kakak jalan duluan ya,” ucap Zahra sambil jalan mendekati mobil dan langsung masuk ke dalam mobil. Wajah Zia langsung berubah kesal. Kedatangannya ke butik hanya untuk fitting baju pengantin. Sedangkan kakaknya habis ngeborong baju-baju yang ada di butik itu. Zia gagal meminta baju dari kakaknya, padahal tadi sengaja, menunggu kakaknya keluar dari butik. Zia hampir tidak percaya, 10 kantong belanjaan yang berisi baju-baju dari butik itu. “Aneh, baju-baju di butik itu kan mahal, Kak Zahra sampai membeli sepuluh potong, sedangkan suaminya hanya seorang pemulung,” Zia terus aja bercelote
Semua para pelayan langsung menundukkan kepalanya, saat melihat Zahra digendong dari lantai atas.Entah apa maunya Nazar, sampai menggendong istrinya dari lantai atas. lalu berjalan menuju ruang makan.“Turunkan aku Mas!” Bisik Zahra sambil menyembunyikan wajahnya di leher meja. Terlihat wajahnya merona menahan malu. “Tuan Nazar dan istrinya, terlihat sangat romantis,” gumam mbok Minah.Zahra langsung di dudukan di atas kursi makan. Zahra benar-benar malu, mendapat perlakuan seperti ini. Para pelayan langsung membalikkan badan, dan berjalan ke arah dapur. “Mas, jangan seperti itu dong. Aku benar-benar malu,” ucap Zahra sambil membalikkan piring makan Nazar.Nazar terdiam, malah menyuruh Zahra mengambilkan lauk yang ada di atas meja.“Yang, tolong ambilkan ayam itu,” ucap Nazar.Zahra langsung mengambilkan sepotong ayam goreng. “ Mas kenapa sih, para penghuni rumah tidak disuruh makan bareng sama kita. Rasanya asik lho kalau makan banyak orang,” ucap Zahra.“Mbok Minah!” Nazar lang