Saat Zia menoleh, ternyata ada sebuah mobil hitam, dan Zia mengenali mobil itu. Dan ingat dengan nomor mobilnya.“Bukannya mobil itu, yang selalu dibawa sama Mas Nazar?” Tanya Zia dalam hati.Saat Zia hendak menurunkan kaca mobil. Lampu hijau sudah menyala, mobil hitam langsung melesat pergi. Tiba-tiba, terlintas dalam pikiran Zia, untuk mengikuti mobil hitam itu. Zia, sedikit menjaga jarak, dengan mobil hitam itu.“Padahal, aku sudah minta izin sama Bos kamu. Agar kamu cuti dulu sampai 1 minggu,” ucap Nazar.“Aku nggak enak sama rekan kerja yang lain. Toh, penyakitku tidak serius-serius amat,” tukas Zahra.Nazar, menghilang nafasnya. Percuma memaksakan kehendaknya, Zahra memang keras kepala. Dan Nazar tidak mau berdebat lagi.“Aku masuk dulu……” tapi ucapan Zahra menggantung. “Romantis itu! Tidak usah diperlihatkan di muka umum! Pamer ya!” Sontak Nazar dan Zahra menoleh ke arah sumber suara. Ternyata Zia sudah berdiri di belakang Zahra.“Eh kak! Dengar ya. Jadi perempuan itu Jan
“Hei!!! Kalian bukannya kerja! Tapi malah bergosip! Aku bisa melaporkan kalian!” Bentak Zia.Para pelayan itu langsung menundukkan kepalanya. Tidak ada yang berani memandang ke arah Zia. Hati mereka langsung ketar-ketir.“Ada apa ini?” Tanya si pemilik butik, sambil memandangi mereka satu persatu. “Bilang sama pelayan kamu! Jangan banyak bergosip! Harusnya bekerja dengan benar!” Jawab Zia dengan suara keras. Si pemilik butik, yang sudah tahu dengan sikap Zia. Langsung mengibaskan tangannya ke arah para pegawainya. Sebagai kode, agar mereka segera bekerja kembali. “Aku minta maaf ya,” ucap si pemilik butik sambil menangkupkan kedua tangannya. “Kalau aku tidak melihat kamu, sudah aku pecat para pegawaimu,” ucap Zia.“Memangnya kamu pemilik butik ini? Huh! Dasar wanita sombong!” Geram si pemilik butik dalam hati.Saat Zia dan Dilan sedang berjalan ke arah luar pintu. “Selamat sore tuan,” ucap salah seorang pelayan dengan ramah. Zia dan Dilan terkejut, saat melihat Zahra dan Nazar s
Zahra langsung menoleh ke arah ke arah adiknya.“Apa?” Tanya Zahra. “Itu baju siapa?” Tanya Zia.Zahra langsung menaukan kedua alisnya. “ Pakai baju akulah.”“Boleh Zia lihat?” Zia lagi.Zahra sudah tahu dari gelagat Zia, langsung mengedipkan matanya sama Nazar, rupanya Zia ingin meminta salah satu baju yang ada di dalam paper bag itu. “Yu sayang,” ajak Nazar sambil merangkul bahu istrinya. “Sorry, kakak jalan duluan ya,” ucap Zahra sambil jalan mendekati mobil dan langsung masuk ke dalam mobil. Wajah Zia langsung berubah kesal. Kedatangannya ke butik hanya untuk fitting baju pengantin. Sedangkan kakaknya habis ngeborong baju-baju yang ada di butik itu. Zia gagal meminta baju dari kakaknya, padahal tadi sengaja, menunggu kakaknya keluar dari butik. Zia hampir tidak percaya, 10 kantong belanjaan yang berisi baju-baju dari butik itu. “Aneh, baju-baju di butik itu kan mahal, Kak Zahra sampai membeli sepuluh potong, sedangkan suaminya hanya seorang pemulung,” Zia terus aja bercelote
Semua para pelayan langsung menundukkan kepalanya, saat melihat Zahra digendong dari lantai atas.Entah apa maunya Nazar, sampai menggendong istrinya dari lantai atas. lalu berjalan menuju ruang makan.“Turunkan aku Mas!” Bisik Zahra sambil menyembunyikan wajahnya di leher meja. Terlihat wajahnya merona menahan malu. “Tuan Nazar dan istrinya, terlihat sangat romantis,” gumam mbok Minah.Zahra langsung di dudukan di atas kursi makan. Zahra benar-benar malu, mendapat perlakuan seperti ini. Para pelayan langsung membalikkan badan, dan berjalan ke arah dapur. “Mas, jangan seperti itu dong. Aku benar-benar malu,” ucap Zahra sambil membalikkan piring makan Nazar.Nazar terdiam, malah menyuruh Zahra mengambilkan lauk yang ada di atas meja.“Yang, tolong ambilkan ayam itu,” ucap Nazar.Zahra langsung mengambilkan sepotong ayam goreng. “ Mas kenapa sih, para penghuni rumah tidak disuruh makan bareng sama kita. Rasanya asik lho kalau makan banyak orang,” ucap Zahra.“Mbok Minah!” Nazar lang
Ternyata kedua adiknya Hanum datang, mereka terlambat datang ke acara pertemuan keluarga itu. Hanum mempunyai tiga orang adik, sedangkan yang dua orang baru datang. Adik yang satunya dari tadi cuma dia, tidak berbicara sedikitpun. Rupanya malas mendengar ocehan dari Bude Wati. “Duh, kenapa sih datang terlambat. Padahal dari tadi kami sudah datang lho,” ucap Bude Wati dengan nada bicara sedikit sinis.“Maaf Mbak Wati, beginilah kalau orang kecil, kami selalu dikejar-kejar cari uang untuk makan,” ucap adik Hanum yang kedua, sambil merendah. “Pasti,” tukas Bude Wati.Keluarga besar Hanum cuma terdiam, tempat mereka memang pendiam, tidak seperti keluarga dari Ahmad. “Jadi begini…..” Pakde Seno langsung berbicara sebagai orang tertua. Semua menyimak baik-baik, apa yang sedang disampaikan oleh Pakde Seno. “Jadi kita datang ke gedung tidak boleh terlambat, sebagai keluarga besar tentunya. Kita harus mendukung sepenuhnya acara pernikahan keponakan kita,” ucap Pakde Seno menutup pembicara
Ternyata suaminya bulek Rina baru datang dari sawah. Terlihat pakaiannya yang kotor, juga peralatan cangkul yang lainnya. “Eh ada tamu rupanya,” ucap pakle Tomo.“Iya paman,” Zahra langsung bangkit dari tempat duduk dan meraih tangan pakle Tomo. Nazar juga melakukan yang hal yang sama.“Maaf saya masih kotor, saya ke belakang dulu,” Pak Lek Tomo langsung berpamitan.Zahra langsung menganggukan kepalanya. “Ayolah sekarang bule, nanti di sana kan bule yang tahu, untuk ukuran baju,” ajak Zahra lagi. Bulek Rina merasa tidak enak juga kalau menolak ajakan keponakannya. “Sebentar, Bule pamit dulu ya sama Pak Le kamu,” ucap bule Rina sambil bangkit dari tempat duduknya.Zahra menatap ke sekeliling rumah adik ibunya. Yang terlihat sederhana, tapi rapi dan bersih. Zahra dulu selalu datang ke rumah ini, dan merasa betah. Sampai-sampai Zahra enggan diajak pulang sama orang tuanya. Tapi beda dengan Zia, yang tidak betah tinggal di rumah ini. Kadang mulut Zia lemes.“Ayo sekarang kita berang
“Sudah selesai?” Tanya Nazar dari ambang pintu. “Sudah Mas,” jawab Zahra sambil menatap ke arah suaminya. Matanya tak lepas dari baju yang dipakai sama Nazar.“Terima kasih Tuan, sudah datang kembali kesini,” ucap si pemilik toko dengan gaya kemayuNazar cuma mengangkat alisnya, lalu kembali keluar dari butik. Diikuti Zahra dan bulenya.“Mampir dulu sebentar ke toko roti,” ucap Nazar saat dalam perjalanan pulang. Zahra terdiam, karena hatinya masih bertanya-tanya. Kenapa baju suaminya bisa ganti, sedangkan tadi pakai memakai baju yang berbeda. Tadinya Zahra berniat, ingin bertanya tentang aktivitas aktivitas yang ada di media sosial itu.Tapi diurungkan niatnya, karena tidak sopan rasanya membahas di depan orang tua. Mobil berhenti di depan toko kue yang kemarin. Nazar langsung mengajak Zahra sama bule Rina.“Kalian saja yang turun,” Bulek Rina menolak, karena merasa sungkan. “Turun dulu Bulek, pilihkan makanan buat Pak Lek nanti. Saya tidak tahu kesukaan Pak Lek itu apa,” ucap N
Setelah mengucapkan salam, kedua adiknya bulek Rina, langsung diajak masuk ke dalam rumah. Wajah kedua perempuan itu langsung melebat. Saat mendengar cerita dari bulek Rina.“Pokoknya, suaminya Zahra itu baik sekali. Sudah ngasih makanan, ngasih amplop pula. Katanya sih uang sangu,” ucap bule Rina.“Iy, sifat Zahra jauh berbeda sekali dengan adiknya. Waktu kemarin datang saja, biasanya aku ingin buru-buru pulang dari rumah mbak Hanum,” ucap Lili.“Sama Mbak, aku gerah mendengar omongan Mbak Wati. Seakan-akan kita ini dianggap apa gitu,” tukas Rahma.“Mbak juga sebenarnya malu diajak seperti itu. Kapan kita kan orang tidak mampu. Beda sama keluarga Mas Ahmad, tapi kita juga harus menghormati mbak Hanum,” timpal Bude Rina.“Kalian tahu nggak, harga seragam yang dipesan Zahra di butik. Mbak sampai gemetar loh lihat harganya,” ucap bulek Rina sambil terkekeh.“Lah memangnya berapa?” Tanya Lili. “Kalau tidak salah, hampir 50 juta. Untuk keluarga kita semua,” jawab bulek Rina.“Hah! Apa t
setelah kejadian itu, Nazar kondisinya semakin membaik. Zia tidak berani lagi menampakan wajahnya di rumah Zahra, barang-barang Zia diantar ke rumah Ahmad sama Pak Karni. "besok ikut sama mas," ucap Nazar setelah makan malam. Zahra mengganggukan kepalanya, karena mulutnya sedang penuh dengan makanan. keesokan harinya Zahra terlihat sangat cantik sekali, Dia memakai gaun dengan perhiasan yang sederhana tapi terlihat Elegan. Nazar berkali-kali mencium pipi istrinya. "ayah sama ibu langsung datang ya mas," ucap Zahra saat mereka sedang dalam perjalanan menuju perusahaan. Ahmad dan Hanum diundang ke acara ulang tahun perusahaan di mana tempat Zahra dulu bekerja. ternyata perusahaan itu milik Nazar. Nazar sengaja mengundang kedua orang tua Zahra ke acara ulang tahun perusahaan itu. "ayah, bukannya perusahaan ini tempat dulu Zahra bekerja ya?" tanya Hanum sedikit heran. "iya, kenapa Kita diundang ke perusahaan ini ya?" Ahmad malah balik bertanya. "aduh Ibu juga kurang paha
Zia benar-benar kesal sekali, karena selalu gagal menjebak Nazar kakak iparnya. Zia ingin memiliki Nazar dan menyingkirkan kakak sendiri. dirinya sudah bercerai dengan Dilan, karena Dilan saat ini benar-benar bangkrut, dan hidup bersama kedua orang tuanya. malah Nazar semakin terlihat lengket sama Zahra. Nazar sering memamerkan kemesraan dengan Zahra, di depan semua penghuni rumah termasuk Zia.bibir Zia selalu tersenyum sinis, melihat kemesraan antara Nazar dan Zahra. Zia semakin iri hati sama kakaknya sendiri. "mas, bolehkan aku bertemu dengan teman-teman?" tanya Zahra meminta izin sama suaminya untuk bertemu dengan Sinta dan Nita. Nazar mengganggukan kepalanya, jari-jari tangannya masih terlihat lincah dia mengetik huruf yang ada di laptop. cup.... Zahra mengecup pipi Nazar dengan mesra.jam 04.00 sore, Zahra sudah nangkring di depan kantor tempat Shinta dan Nita bekerja. rupanya Zahra sengaja menjemput temannya itu ke kantor. rencananya mereka akan pergi ke sebuah restoran sa
Zia langsung berlari naik ke lantai atas, dia masih terisak menangis, Zia benar-benar seorang artis drama Korea. Zahra menghembuskan nafasnya secara kasar, adiknya sudah keterlaluan. sampai-sampai masuk ke dalam kamar pribadinya. "Maafkan Aku," ucap Zahra lalu berjalan dan masuk ke dalam kamar, diikuti Nazar dari belakang. Zahra duduk di atas tempat tidur, air matanya mengalir di pipi, matanya terpejam. hati dia sebenarnya tidak tega memarahi adiknya. tapi harus bagaimana lagi Zia benar-benar keterlaluan. mata Zahra menangkap laci meja riasnya terbuka. Nazar yang baru masuk ke dalam kamar menautkan kedua alisnya melihat Zahra berjalan ke arah meja rias. "yang, ada apa?" tanya Nazar. Zahra tidak menjawab, lalu memeriksa lagi yang sudah terbuka. mata Zahra langsung memeriksa isi laci meja rias itu. tangannya sedang memeriksa barang yang ada di laci meja itu. terdengar suara ketukan pintu kamar. "siapa?" tanya Nazar. "saya tuan," rupanya Mbok Minah yang ada di luar kamar.
"saudara Fatih, Anda dinyatakan bersalah, Anda dihukum seumur hidup," hakim langsung mengetuk palu, setelah memberikan keputusan buat Fatih. Fatih terdiam saja sambil menundukkan kepalanya, dia tidak mau naik banding atau apapun. dia akan menjalani hukuman ini dengan ikhlas. percuma saja ada pengacara juga, kalau toh akhirnya dia masih tetap dihukum. Nazar dan Zahra bernapas dengan lega, karena Fatih dihukum sesuai keinginan Nazar. Fatih langsung digiring ke mobil tahanan, tidak berniat sedikitpun untuk mendekati Nazar atau Mirna yang datang bersama Pakde Seno. Lukman datang seorang seorang diri, duduk di samping Nazar, matanya terpejam saat mendengar keputusan dari hakim tadi. rasa perih dan lupa di bisa digambarkan dari ekspresi wajahnya. "ya Allah, tolong kuatkan Fatih jaga selalu anakku ya Allah, hanya itulah yang hamba bisa doakan," gumam Lukman dalam hati. Mirna langsung memeluk k Pakde Seno, hatinya merasa sakit, anak kesayangannya divonis seumur hidup di balik jeruji
"dasar pelayan tidak tahu diri! kenapa harus ikut makan bersama di meja makan ini" Zia terus saja ngomel-ngomel di dalam hatinya. Nazar serta yang lainnya terlihat santai menikmati makan malam. bahkan Zahra sesekali bercanda dengan adik iparnya. selesai makan, Naima langsung masuk ke kamarnya. begitu pula dengan Nazar dan Zahra.sedangkan Zia sejak tadi sudah terlebih dahulu naik ke lantai atas, mungkin karena hatinya kesal."besok Mas mau ke kantor polisi, Mas mau lihat keadaan Fatih. katanya persidangan Fatih baru minggu depan digelar," ucap Nazar."baiklah Mas," tapi jawaban Zahra terlihat dingin. Nazar merasa ada yang sedang dipikirkan sama Zahra."Kamu kenapa sih sayang?" tanya Nazar. "mas, aku kan keluar kerja, terus bagaimana dengan hidupku?" tanya Zahra seperti orang kebingungan. Nazar kaget mendengar jawaban istrinya, karena merasa aneh di telinga Nazar. "maksud kamu apa sih sayang? ya tidak apa-apa keluar kerja juga, toh, aku masih bisa menafkahi kamu.""tapi....." waj
"kenapa kak? kok malah membentak aku. Aku kan tanya dia itu siapa," tanya Zia sama Zahra. Zahra rasanya tidak punya muka lagi di depan keluarga suaminya, itu semua karena tingkah Zia yang sangat memalukan itu. "Siapa kamu sebenarnya?" tanya Zia sama Naima dengan tatapan mata menyelidiki.Sari datang sambil membawakan pesanan Naima, siomay yang sudah dikasih bumbu. "non Naima, ini siomaynya," ucap Sari sambil meletakkan piring siomay di depan Naima."terima kasih Bik Sari," ucap Naima."Kak Zahra mau?" tanya Naima, yang tidak menghiraukan pertanyaan Zia."terima kasih," jawab Zahra singkat, Karena hati Zahra masih kesal dengan tingkah Zia.Naima langsung memasukkan potongan siomay ikut dalam mulutnya. Zia menatap Naima dengan tatapan tak suka. "hei! kenapa kamu tidak menjawab pertanyaanku!" Zia membentak Naima, karena merasa jengkel, Naima tidak menjawab pertanyaannya. "Zia! jaga sikap kamu! kamu ingin tahu siapa dia!" malah Zahra yang terlihat emosi. "dia adik mas Nazar, pa
Mbok Minah langsung menoleh ke arah sumber suara, ternyata Naima sudah berdiri di Mbok Minah. Naima langsung memeluk Mbok Minah, sepertinya anak itu setiap ketemu selalu memeluk asisten rumah yang sudah lama mengabdi di keluarganya. "nduk, sepertinya sedang mendapat kebahagiaannya?" tebak Mbok Minah, karena melihat wajah Naima berbinar. "ah si mbok bisa saja bicara," jawab Naima lalu melepaskan pelukannya, lalu menyalami Sari dan Nani. "Mbok bikin apa sih? harum banget?" tanya Naima sambil menatap penggorengan. "ini, Sari dan Ani pingin makan camilan yang manis-manis," jawab Mbok Minah "semanis diriku ya?" seloroh Naima. "tentu," sahut mbok Minah. Naima dan Nazar selalu bersikap sopan terhadap orang yang lebih tua. meskipun mereka hanya seorang pelayan di rumahnya. tapi kedua orang tua Naima selalu mendidik adab dan sopan. begitu pula dengan Nazar, selalu menghormati orang-orang yang lebih tua usianya. walaupun kadang beda pendapat dan beda pemahaman. "Mas Nazar
Mata Nazar langsung melebar saat melihat penampilan adik iparnya. Nazar buru-buru membuang mukanya ke samping. bagi Nazar itu pemandangan sangat memuakan sekali. Zia terlihat berjalan lenggak-lenggok mendekati mereka berdua. Zahra menata penampilan adiknya sampai tidak berkedip. "hai kak Zahra," sapa Zia sambil melambaikan tangannya. Nazar dan Zahra malah saling melempar pandangan, mereka benar-benar heran melihat penampilan Zia seperti itu. "kok bengong sih kak Zahra? bagaimana penampilanku Kak?" tanya Zia sambil memutar badan. "ba__bagus," jawab Zahra terbata-bata."tentu dong, Aku sengaja datang ke sini tanpa memberitahu kak Zahra sama Mas Nazar," ucap Zia yang langsung berdiri di samping Nazar.tangan Zia langsung melingkar di lengan Nazar tanpa rasa malu sedikitpun. Zahra risih melihat pemandangan seperti itu." apa yang sebenarnya Zia inginkan?" tanya Zahra dalam hati."kak, bagaimana kalau aku tinggal di sini. aku bantu kakak merawat Mas Nazar, aku merasa kasihan sekali
"Maafkan aku Naima, bilang aku lancang mengeluarkan isi hatiku. jujur saja, Aku sudah lama menyimpan rasa ini. tapi aku takut mengungkapkan semuanya."wajah Budi terlihat serius, sedangkan Naima menundukkan kepalanya, hatinya berdebar kencang. entah perasaan apa yang sedang dirasakan Naima saat ini. "Apakah kamu menerima cintaku?" tanya Budi. Naima mengangkat kepalanya, manik bola matanya terlihat menatap ke arah Budi. Naima tersenyum manis."aku tidak mau berangan-angan tapi terlalu jauh. Mas Budi sudah memberikan perhatian yang lebih terhadapku, aku sudah merasakan apa yang buat Budi rasakan," ucap Naima.hati Budi langsung berbunga-bunga, yang tadinya masih kuncup, sekarang bunga-bunga Cinta sudah mulai bermekaran di dalam hatinya. saat Budi meraih jemari tangan lentik Naima. tiba-tiba Naima menjauhkan jari tangannya. "belum halal Mas, kalau sudah halal mau dipegang apapun bebas," ucap Naima sambil terkikik.Budi buru-buru menarik tangannya, merasa malu dengan ucapan Naima."ka