Share

Rahasia Besar Suami Pemulung
Rahasia Besar Suami Pemulung
Penulis: UmiPutri

Bab 1

"Antara kamu menikah dengan pilihanmu sendiri, atau kamu Ayah jodohkan dengan pilihan Ayah! Titik!"

Mengingat omongan sang ayah membuat Zahra Fatimah menghela napas.

Sebelum berangkat ke kantor pagi itu, Zahra mengalami perdebatan dengan kedua orang tuanya. Karena sang adik berencana untuk segera menikah tanpa melangkahi dirinya, Zahra sekarang dipojokkan dengan ekspektasi untuk segera menikah oleh kedua orang tuanya.

Yang jadi masalah, bagaimana mau menikah kalau pacar saja tidak punya? Zahra terlalu sibuk bekerja untuk mementingkan masalah percintaan!

Lagi pula, kalau sang adik ingin menikah, kenapa tidak langsung saja? Kenapa malah ikut membebaninya?!

Tradisi konyol!

Menggerutu dalam hati selagi memegang kemudi, mata Zahra tanpa sengaja menatap sosok seorang pemulung di pinggir jalan.

“Oh, ya ampun ....”

Kalimat itu terlontar dari bibir Zahra bukan karena kasihan maupun prihatin, tapi ... karena terkejut. Pemulung itu tampan, sangat tampan.

Meski wajahnya terlihat kumal oleh debu dan kotoran, terlihat pemulung itu memiliki hidung mancung dan garis rahang yang tegas. Pun dia juga mengenakan kaos longgar yang kusam, tapi tubuh tinggi dan tegapnya masih jelas terlihat. Bahkan, dari lengan kaos yang dilipat, lengannya kekar dan berotot, tidak kalah dengan pria-pria yang sering keluar-masuk pusat kebugaran!

Tiba-tiba, tanpa disangka … sepasang manik hitam pekat pemulung itu bergeser, balas menatap Zahra yang juga tengah menatapnya. Buru-buru, wanita itu pun mengalihkan tatapan dan bersiap untuk kembali melaju sebab lampu merah telah berubah hijau.

Namun, tanpa diduga … mesin mobil Zahra mati. Berkali-kali Zahra coba menstater, mobilnya tetap tidak mau menyala.

“Aduh, aku harus bagaimana?!” Wajah Zahra mulai terlihat kesal. Apalagi ketika sadar jika waktu sudah menunjukkan pukul 07.30 pagi.

Dia bisa telat ke kantor!

Suara klakson dari kendaraan di belakang Zahra mulai terdengar bersahutan, membuatnya semakin panik.

“Ah, sial!” Dia memukul stir mobilnya dengan kesal.

Tidak lama dari itu, kaca mobilnya diketuk dari luar. Seorang polisi datang untuk mencari tahu keadaan.

Zahra lalu membuka jendela mobil, dan berkata dengan wajah paniknya, “Maaf mobil saya mogok, Pak. Saya cari bantuan dulu untuk mendorong ke pinggir.”

Polisi itu terlihat membantu mengatur kendaraan agar tidak terjadi kemacetan.

Bergegas Zahra keluar dari mobil. Dia celingukan ke kanan dan ke kiri untuk mencari pertolongan.

Mata Zahra berbinar melihat seorang pemulung yang tadi dia lihat tengah berdiri di pinggir jalan.

Bergegas Zahra mendekati pemulung itu meski ada rasa ragu. “Mas, bisa nggak bantu saya?”

Seketika pemulung itu menoleh ke arah Zahra dan menatap secara intens.

Dari dekat, Zahra semakin bisa melihat guratan wajah tampan itu meski tertutup debu dan kotoran. Pakaian compang-camping yang dikenakan pun tidak menutup sisi maskulin si pria pemulung itu.

“Bisa, asal ada imbalannya,” jawab pemulung menatap dingin dan tajam, seolah dari tatapan itu saja bisa mengancam lawan bicara.

Zahra terlonjak, kaget. Dia juga sedikit kesal karena pemulung itu langsung meminta imbalan. Padahal, dia juga akan memberikan imbalan nanti—ketika mobilnya sudah benar-benar ditolong.

“Astagfirullah, tapi baiklah, nanti saya berikan imbalan, tolong cepat dorong mobil saya ke pinggir.”

“Imbalannya apa?” tanya pemulung itu lagi.

“Maunya Mas apa?” Zahra mulai kelihatan jengah.

“Mau menikah dengan saya?”

Jawaban si pemulung itu membuat mata Zahra melebar seketika. Apa pemulung ini mempermainkannya?

Namun, kemudian sebuah pemahaman muncul di otak Zahra. Ingin menggodanya? Tidak mempan!

Zahra pun langsung menganggukkan kepalanya. "Oke."

Si pemulung itu agak kaget, tapi kemudian dia tersenyum. “Kalau begitu, saya akan bantu, tapi ingat dengan imbalannya, ya.”

“Iya,” jawab Zahra menahan emosi.

Wanita itu berpikir jika ucapan pemulung tersebut hanya sebagai candaan. Makanya, dia dengan mudahnya mengiyakan saja permintaan aneh dan melunjak pemulung itu.

Yang penting saat ini adalah mobilnya bisa dipinggirkan dulu, pikirnya.

Berdua dengan si pemulung, Zahra akhirnya bisa mendorong dan membawa mobilnya ke pinggir jalan. Kemacetan yang sempat terjadi akhirnya perlahan terurai. Tidak lupa, dia juga menelepon bengkel langganannya untuk segera datang dan memperbaiki mobil.

Setelah itu, wanita itu mengeluarkan beberapa lembar uang untuk diberikan pada sang pemulung.

Dan Zahra begitu terkejut saat tangannya ditepis kasar oleh pemulung itu.

“Saya tidak butuh uang, saya butuh janji kamu,” kata pemulung itu tegas. “Bukannya kamu tadi sudah setuju dengan imbalan yang saya sebutkan?”

Mata Zahra tentu saja melotot! Bukan lupa. Akan tetapi, dia menganggap ucapan tadi sebagai guyonan saja.

“Maaf, Mas. Saya rasa ada kesalahpahaman di sini.” Tidak ingin kalah, Zahra menatap si pemulung dengan tatapan jengkelnya. “Saya pikir Mas tadi bercanda!”

Menikah saja belum ada di pikirannya untuk saat ini. Apalagi menikahi pemulung, tidak pernah terlintas sama sekali.

“Bercanda?” Pemulung itu menatap Zahra sinis, kemudian mendengus sebelum berlalu dengan gestur kesal dan kecewa.

Melihat hal itu, Zahra merasa sedikit bersalah. Bagaimanapun, kesalahpahaman ini berasal darinya.

Menggigit bibir, dia berpikir keras harus melakukan apa. Kemudian, terbersit sebuah ide di otaknya.

“Tunggu!” Zahra meraih lengan berotot lelaki tersebut. “Baiklah, mari kita menikah!" ucapnya, mengejutkan pemulung itu. "Tapi nanti, karena saya harus berangkat kerja dulu.”

Sekarang, jam sudah menunjuk ke angka delapan. Zahra sudah terlambat, dan akan semakin terlambat jika dia berdebat dengan pemulung itu.

“Baiklah, aku akan menunggu asal ada jaminan.” Si pemulung itu menengadahkan tangannya ke arah Zahra. “Namaku Nazar. Setiap hari mangkal di sini untuk mencari rongsokan.”

Dengan hati yang berat Zahra mengeluarkan kartu identitasnya dari dompet.

“Ini KTP saya, pegang sebagai jaminan.” Zahra mengulurkan tangannya ke arah si pemulung. “Sekalian, saya titip mobil, nanti ada orang bengkel yang akan ke sini. Saya berangkat dulu.”

Setelah jaminannya diterima oleh si pemulung, tanpa menunggu lelaki itu berkata apa pun lagi, Zahra segera menyetop sebuah taksi.

Masuk ke dalam mobil dan menutup pintu, Zahra pun duduk dan terdiam selagi menatap ke depan.

Di dalam hati, tanpa ada yang tahu, Zahra tengah berteriak kencang, "Aku pasti udah gila! Gimana bisa, aku menerima pinangan Pemulung itu, dan malah menolak calon pilihan Ayah!?"

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status