Zahra yang mendengar semua kalimat itu menoleh ke arah Nazar. Dia yang sudah sangat kesal karena cemoohan karyawan sedari pagi, tiba-tiba menyetujui kalimat pengandaian tersebut.Namun, dia buru-buru mengelak, “Bangun, Zahra! Kamu bukan hidup di negeri dongeng“Sayang, terima kasih sudah datang menjemputku,” ucap Zahra mesraNazar yang sudah merasakan situasi yang sedang terjadi, langsung menyambut mesra ucapan Zahra.Cup….! Malah suara kecupan di bibir terdengar jelas di telinga teman Zahra.Sementara Zahra langsung merah merona setelah mendapat kecupan manis dari suaminya. Zahra tidak menyangka akan diperlakukan seromantis ini. Apalagi di depan umum.“Ayo sayang!” Ajak Nazar sambil menyodorkan lengannya. Zahra menerima uluran tangan suaminya, lalu….. Zahra mendekati temannya.“ Awas tuh mulut jangan terbuka terus, nanti lalat ada yang hinggap lho, lidah kan bukan landasan kapal terbang…,sorry,” ucap Zahra asal, lalu melambaikan tangan ke arah temannya.Mata temannya langsung mendeli
“Ada apa sayang?” Tanya Nazar usai Zahra menerima telepon dari orang tuanya. “Ayah menelpon Mas, beliau mengajak kita bertemu. Katanya sih ada yang harus dibicarakan, untuk pernikahan Zia,” jawab Zahra. “Oh,” jawab sambil menyibakkan selimutnya. Pria itu tidak berkomentar banyak, lebih memilih untuk berjalan menuju kamar mandi. Zahra memperhatikan setiap gerak-gerik suaminya. “Tidak ada yang aneh, seperti biasa dia pulang, dan kembali saat malam,” gumam Zahra dalam hati. Rasa kantuk menyerang Zahra, tapi cacing di perutnya meronta-ronta. Rupanya dia lupa makan, saking kecapean setelah pulang kerja.Waktu menunjukkan pukul 08.00 malam, Zahra bergegas membersihkan diri. Rencananya mau menyiapkan makan malam.“Bagaimana Mas, Ayah mengajak kita bertemu?” Tanya Zahra saat dia dan sang suami sudah berada di ruangan makan.“Tidak masalah,” jawab Nazar.“Tapi…..” Zahra menghentikan ucapannya, terlihat ragu-ragu.“Tapi apa?” Tanya Nazar cepat, matanya menatap ke arah Zahra.“Zia ingin ber
Baik Zahra maupun Nazar sebetulnya mendengar komentar nyinyir Zia. Namun, mereka tidak ingin merusak suasana, sehingga memilih untuk tidak menghiraukan dan kembali fokus pada tujuan utama mereka.“Terima kasih Nak, sudah meluangkan waktu untuk kami,” ucap Ayah Zahra setelah mereka duduk.Sikap sinis Zia masih terlihat, malah tidak menyapa kakak iparnya sedikitpun. Adik Zahra itu asik dengan ponsel di tangannya. Ternyata yang dilakukan oleh Zia adalah mengambil foto, lalu mengupload di semua media sosial. Bahwa dirinya sedang makan di sebuah restoran yang mewah. “Teman-temanku pasti memujiku, mereka pasti iri karena aku bisa makan di restoran semewah ini,” ucap Zia dalam hati, terlihat dari sikap sombongnya.“Sama-sama Ayah, ibu maaf kami baru ada waktu sekarang,” Nazar malah yang menjawabnya.“Yang namanya seorang pemulung, pasti tidak ada waktu lah. Ngurusin barang rongsokan juga kan tidak ada habisnya,” sindir Zia sinis.Mata Zahra langsung melotot ke arah adiknya, tapi di bawah m
Bab 13.“Ya gratis, apa aku harus ulang jawabanku?” Jawab Nazar sambil balik nanya, ekspresi wajahnya terlihat berubah menjadi dinginZia masih melongo, karena kaget mendengar ucapan kakak iparnya. “Mas Nazar! Kamu jangan bercanda deh, Dari mana kamu mendapatkan uang mas, kamu kan hanya seorang pemulung,” ejek Zia dengan suara cukup keras. Lalu tertawa sini ke arah kakak iparnya.Sedangkan Dilan, terlihat mengusap-usap tengkuk lehernya. Mungkin untuk menutupi rasa malunya. Zahra benar-benar jengkel dengan tingkah adiknya. Tapi di bawah meja, tangan Nazar terus menggenggam telapak tangan Zahra. Sebagai kode, agar Zahra tetap tenang.“Zia, kamu tenang Nak, duduklah,” Ayah Zahra menenangkan anak bungsunya. Beberapa pengunjung restoran, melihat ke arah meja mereka. Mungkin ada yang merasa terganggu dengan suara gaduh dari meja yang diisi oleh keluarga Zahra.Sambil mendengus kesal, Zia lalu duduk di samping Dilan. Bibirnya cemberut dan kedua tangannya bersedekap di dada.Ayahnya Zahra
“Ada apa sih dengan mereka berdua?” Tanya Zia dengan raut wajah kesal. Dilan terlihat mengangkat bahu, sedangkan kedua orang tuanya Zahra yang mengangkat kedua alisnya. Toh makanan sudah di bayar oleh menantunya.“Kita pulang Bu, urusan kita sudah selesai sama Zahra dan suaminya,” Ayah Zahra langsung mengajak istrinya pulang. Zia wajahnya terlihat cemberut, mungkin masih betah berlama-lama di restoran mewah ini. “Ayo Zia! Ngapain kita lama-lama di restoran ini!” Ucapan Ayah Zahra naik satu oktaf, mungkin karena kesal dengan sikap anak bungsunya. Ayah Zahra malu dengan sikap Zia semenjak datang ke restoran ini“Sebentar lagi Ayah,” Zia benar-benar keras kepala, tidak mau mengikuti perintah ayahnya.“Ayo Zia!” Akhirnya suara keras keluar dari mulut Ibu Zahra, karena merasa dipermalukan oleh anaknya. Terdengar suara dering telepon, semua menoleh ke arah telepon, ternyata ponselnya Dilan memanggil si pemiliknya.Dilan melihat ponselnya, lalu bergerak sedikit menjauh. Zia menautkan ked
Zahra tidak tahu, kenapa rekan kerjanya itu memberikan kode seperti tadi. Zahra benar-benar tidak mengerti. Rekan kerjanya itu asisten Bos Zahra."Eh Ra, kenapa tadi pak Randi? Kok mengedipkan matanya sebelah sama kamu?" Tanya teman kerja Zahra yang sikapnya selalu baik."Enggak tahu," jawab Zahra sambil mengangkat bahunya kembali. Karena memang tidak tahu, dan harus menjawab apa."Ra, aku merasa aneh deh," ucap teman Zahra, meja kerja mereka bersebelahan. Matanya tak lepas- lepas menatap terus ke arah perhiasan yang melekat di tubuh Zahra."Maksudnya?" Tanya Zahra heran."Entahlah, tapi aku merasa suami kamu itu aneh, kamu merasa aneh atau tidak?" Jawab temannya Zahra sambil balik nanya."Duh sorry deh, jangan bahas suami aku dulu, banyak pekerjaan yang harus aku kerjakan," jawab Zahra. Memang Zahra benar-benar malas kalau ada yang bertanya tentang suaminya. Zahra lalu kembali fokus, dengan pekerjaan yang ada di meja kerjanya. Sedangkan temannya malah mengangkat bahu sambil matanya
“Siapa Bik?” Tanya Zia sambil menatap intens ke arah art nya.“Kedua orang tuanya Mas Dilan, Non,” jawab bibik.Zia menautkan kedua alisnya, karena tidak biasanya calon mertua datang sore hari. Atau setidaknya memberikan kabar terlebih dahulu. “Ada apa dengan orang tua mas Dilan ya?” Tanya Zia dalam hati. “ Ya sudah bik ke belakang saja,” Zia langsung menyuruh art-nya untuk kembali ke belakang.Zia ia langsung bangkit dari tempat, lalu berjalan ke arah ruang tamu. Terlihat kedua calon mertuanya sudah duduk di kursi ruang tamu.Ibunya Dilan langsung menyapa calon menantunya. “ Assalamualaikum Zia.”“Waalaikumsalam,” jawab Zia sambil tersenyum, selalu mencium punggung tangan kedua calon mertuanya. Zia langsung duduk berseberangan.“Tumben ayah dan ibu datang kemari, ada apa ya?” Zia. Zia memang sudah biasa memanggil kedua orangtuanya Dilan dengan panggilan ayah dan ibu.“Ayah dan Ibu Zia ada?” Ibunya Dilan.Zia tambah heran, kenapa kedua orang tuanya Dilan, ingin bertemu langsung deng
“Atau kita apa, Zia?” Tanya Ibu Zahra.“Iya, cepat katakan!” Ucap Ayah Zahra.“Bagaimana kalau kita pinjam sama Kak Zahra?” Jawab Zia.“Apa!!!” Pekik kedua orang tua Zahra.“Kita pinjam sama kak Zahra, Dia mungkin banyak tabungan. Nikahnya kemarin secara sederhana kan, jadi kita pinjamkan uang saja sama kak Zahra. Dan untuk bayarnya kita limpahkan saja sama orang tuanya Mas Dilan,” ucap Zahra terlihat santai.“Apa kamu tidak salah bicara Zia, Masa sih harus pinjam ke kakak kamu. Kamu tahu sendiri kan suami Zahra seorang pemulung,” ujar ibu Zahra.“Siapa tahu Kak Zahra punya tabungan,”sambar Zia dengan wajah kesal.“Tapi, tetap saja Ayah tidak setuju. Hanya demi sebuah pesta pernikahan mewah. Kita harus pinjam sana sini, untuk menutupi rasa malu mereka,” ucap ayah Zahra cepat.Wajah Zia langsung ditekuk, hatinya benar-benar kesal. “ Masa sih pesta pernikahan asal-asalan, mau ditaruh di mana mukaku ini,” rutuk Zia dalam hati.“Pokoknya hari ini harus dibicarakan dengan baik-baik. Ayah t