Share

Bab 6

"Ayo, kita masuk ke dalam." 

Alih-alih menjawab rasa penasaran sang istri, Nazar justru menggamit tangan Zahra dan membuat gadis tersebut kehilangan kata-kata.

"Tapi, Mas," sambil berjalan Zahra memanggil suaminya.

Nazar menoleh dengan senyuman tipis tetapi memabukkan, "Kamu akan mendapatkan jawabannya nanti, Zahra."

Darah Zahra sampai berdesir, saat melihat senyuman manis di bibir suaminya.

Tiba di depan pintu rumah, dengan perlahan ngajar membuka pintu rumah. Wajah Zahra kembali terkejut, kini di hadapannya. Ada 4 orang yang sedang berdiri tegak. 

"Selamat datang nyonya Al Ghazali," semua pelayan itu mengangguk hormat, Zahra melihat salah satu diantaranya ada yang sudah berumur.

"Te-terima kasih," ucap Zahra gugup, sedangkan suaminya terlihat biasa-biasa saja, bahkan sepertinya tidak merespon, dengan penyambutan keempat orang itu. Setelah melewati keempat orang itu, Zahra lalu mengikuti suaminya naik ke lantai atas.

Dia benar-benar kagum melihat interior rumah ini. Banyak sekali ornamen-ornamen, yang terlihat sangat indah khas Timur Tengah.

Zahra sempat melihat beberapa foto keluarga, yang terpampang di dinding tembok. 

"Cantik," gumam Zahra saat foto itu, ada seorang gadis yang wajahnya mirip dengan Nazar. Dia berpikir, mungkin potret keluarga itu adalah keluarga suaminya, meski dia tidak menemukan wajah sang suami di dalam pigura tersebut.

Setelah melewati tangga yang cukup lumayan banyak. Nazar dan Zahra, berhenti di depan sebuah kamar. Nazar langsung membuka pintu. Zahra hampir menutup mulutnya, saat matanya melihat isi kamar yang begitu mewah dan luas.

Saat Zahra sibuk mengamati dekorasi, dia seketika terhenyak ketika menemukan sang suami sudah sibuk menghubungi seseorang melalui ponselnya.

Dilihat dari gestur tubuhnya, pandangan lelaki itu yang begitu serius, anggukan kepala, juga intonasi dingin dan tegas yang keluar dari bibir Nazar ... membuat pertanyaan di benak Nazar semakin mengular.

Zahra masih terdiam sambil berdiri mematung. Kakinya terasa gemetar, pikirannya jadi travelling ke mana-mana. "Siapakah sebenarnya suamiku? Banyak keanehan yang aku dapatkan, siapakah sebenarnya suamiku ini?" 

"Sudah jangan melamun saja, ayo duduk sekarang. Apakah kaki kamu tidak pegal?" ajak Nazar usai kegiatan meneleponnya selesai.

Zahra lantas berjalan menuju sofa, matanya terus saja menatap ke sekeliling kamar. Zahra lalu duduk di atas sofa.

"Empuk," gumam Zahra dalam hati. Sedangkan Nazar duduk  di samping Zahra. Tangannya masih asik bermain ponsel,  dan entah apa yang dilakukannya.

Zahra mendengar suara ketukan pintu, Nazar menoleh ke arah pintu, lalu menyuruh masuk. Ternyata ada dua orang di depan pintu, yang membawa dua koper Zahra. Yang satunya membawa minuman serta camilan lainnya.

"Taruh semuanya di sana," ucap Nazar sambil mengangkat dagunya. Para pelayan pun langsung menganggukkan kepalanya, salah seorang dari pelayan itu, mengganggukan kepalanya, saat meletakkan nampan di atas meja.

"Makanan telah siap, Tuan," ucap pelayan itu.

Nazar menganggukan kepalanya, mengangkat tangannya ke udara. Ketiga pelayan itu langsung mengerti, mereka bergegas meninggalkan kamar Nazar.

"Mas, boleh aku tanya?" Akhirnya Zahra memberanikan diri, rasa penasaran terus saja mengganggu pikirannya.

"Tentu," Nazar langsung meletakkan ponselnya.

"Kamu ini sebenarnya siapa Mas?" tanya Zahra, jantungnya berdetak sangat kencang, apalagi tatapan mata Nazar terlihat tajam. Nazar masih memasang wajah dingin.

"Aku? Bukannya kamu sudah tau kalau aku pemulung?" Sahutan santai Nazar tidak membuat Zahra puas.

"Lalu, rumah ini? Pegawai-pegawai yang begitu menghormati Mas?" todong Zahra lagi.

Nazar menatap Zahra dengan lekat. Dia terlihat begitu sabar meladeni pertanyaan sang istri yang begitu ingin tahu. "Tentu saja aku hanya diamanati untuk menjaga rumah ini, Zahra. Katakanlah, aku dibayar untuk mengurus rumah besar ini."

Zahra  cuma ber oh ria, dirinya tidak mau banyak bertanya lagi. Apalagi Nazar kembali meraih ponselnya.

Zahra benar-benar asing di kamar ini, walaupun kamar ini menyediakan semua fasilitas.

"Kalau mau mandi,  duluan saja. Biar bajumu dirapikan pelayan sini." Nazar bangkit dari tempat duduknya. "Aku masih harus melakukan hal lain." Lelaki itu pun langsung keluar dari kamar.

Zahra menghela nafasnya panjang, suaminya benar-benar penuh dengan misteri. Rasanya aneh kalau cuma seorang pegawai, keempat pelayan rumah tadi sampai membungkukkan badannya.

Beberapa puluh menit kemudian, saat Zahra telah mandi dan berpakaian rapi, pintu kamar kembali terbuka. 

Melihat suaminya masih menenteng ponsel di tangan, kembali membuat Zahra terpekur. Namun, Zahra tidak banyak bertanya dan hanya menatap suaminya yang bergegas masuk ke kamar mandi.

Rasa grogi berduaan di kamar dengan Nazar, terlebih pikirannya yang mulai tidak suci lagi karena membayangkan kemungkinan-kemungkinan yang bisa terjadi ketika sepasang suami istri berada di kamar membuat Zahra akhirnya memutuskan untuk keluar dari kamar.

Dia memilih untuk duduk di sofa yang terletak di depan kamar mereka. Kening Zahra mengerut ketika melihat kembali foto-foto yang menempel rapi di dinding.

Dengan raut penasarannya, dia melangkah mendekat.

"Loh, Mas Nazar?" gumamnya ketika menemukan sang suami ikut berfoto dengan orang yang dia lihat di ruang tamu tadi. "Katanya Mas Nazar seorang pegawai, tapi kenapa ada di dalam foto itu?"

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status