"Hei!" pekik Zia saat melihat temannya sewaktu kuliah. "aku kira Kamu itu siapa," ucap temannya, lalu duduk di samping Zahra. Ratna teman kuliahnya Zia, tapi memang tidak terlalu akrab, cuma sebatas kenal. Zia sedikit menautkan kedua alisnya, karena melihat perubahan diri Ratna. dulu penampilan Ratna, jauh berbeda dengan yang sekarang. Ratna bajunya tidak pernah mengikuti mode, malah terkesan seperti ibu-ibu. tapi sekarang, Zia melihat penampilan Ratna sungguh jauh berbeda. wajahnya yang dulu kucel, sekarang terlihat glowing. bahkan pakaiannya walaupun berjilbab, terlihat sangat modis. "bagaimana kabarmu Ratna?" tanya Zia. "Alhamdulillah baik, bagaimana kabarmu?" Ratna balik nanya. "Ya seperti yang kau lihat, aku masih tetap seperti yang dulu kan, penampilanku masih modis dong," jawaban Zia seakan-akan menyindir Ratna. "iya juga, penampilan kamu masih tetap," tukas Ratna. "dan tetap angkuh dan sombong," lanjut Ratna di dalam hatinya. "eh, Aku pangling banget mel
"kalau nggak kenapa-kenapa, kok cemberut sih?" tanya Dilan lembut. "aku pingin jalan-jalan Mas," jawab Zia merengek."nanti kalau hutang mah sudah beres ya," ucap Dilan dengan wajah sedih. "kamu sih, terlalu banyak hutang. jadi ya begini jadinya," gerutu Zia."Maafkan aku sayang, Aku tidak menyangka kalau berakhir seperti ini," wajah Dilan muram."sudahlah kita sekarang cari solusi saja, besok aku akan bicara sama ayah dan ibu, Siapa tahu mereka dapat menolong,"ucap Zia.saat ini dia tidak ingin banyak bicara, apalagi seharian tadi hatinya begitu kesal. "Terima kasih sayang," ucap Dilan lalu pergi ke kamar mandi untuk membersihkan diri. "pokoknya besok kita harus datangi rumah istrinya si Dilan. Ibu benar-benar tidak terima dimarahi sama menantu kita tadi," ucap ibu Dilan yang kelihatan marah. "dia datangi saja Bu, pokoknya Dilan harus bisa membantu kita. usaha ayah saat ini lagi sedang bangkrut, kalau tidak sama Dilan sama siapa lagi,"tukas ayah Dilan."besok pagi-pagi kita ke s
"Apa! jangan kamu bela istrimu terus. sudah! Ibu tidak mau banyak bicara lagi, ibu datang ke sini minta uang. dan ingat satu hal, hutang-hutang kamu itu harus beres secepatnya, Ibu tidak mau terbebani lagi, mana uang itu!" bentak Ibu Dilan sambil mengangkat ke telapak tangannya. Dilan terlihat mendengus kesal. lalu mengeluarkan dompet dan mengambil 2 lembar uang berwarna merah. "kurang!" sentak Ibu Dilan sambil merebut dompet anaknya. "dasar anak kurang ajar! kamu pembohong! katanya kamu tidak punya uang! ini ada 7 lembar uang berwarna merah! kamu tega sekali Dilan sama ibu sendiri!" suara Ibu Dilan yang keras itu, membuat beberapa tetangga melihat ke arah rumah Ahmad. "Ibu jangan semua! itu buat bekal Dilan bekerja!" Dilan tidak terima kalau uangnya diambil semua. "sudah! diam!" bentak Ibu Dilan, langsung buru-buru pergi meninggalkan anaknya. Zia diam membeku, orang tua Dilan benar-benar menjengkelkan hati Zia."ayah, ada apa ribut-ribut di depan?" tanya Hanum. mereka berdua m
suara itu sangat menggelegar memenuhi ruangan kerja Zahra. rupanya si Bos berdiri di ambang pintu dengan tatapan nyalang. "kerja!" suara itu kembali menggelegar, rupanya si Bos perusahaan sedang berdiri di depan pintu dengan tatapannya langsung. semua karyawan terlihat panik, kembali ke meja masing-masing. semua yang ada di ruangan itu terdiam, mereka menundukkan kepalanya. tidak ada yang berani bicara bahkan mengangkat kepala. "kalau kalian memang masih betah bekerja di sini, tolong jangan berbicara yang tidak perlu. kalau kalian masih bersikap seperti tadi. silakan hubungi HRD, Saya tidak mau mempekerjakan orang yang banyak bicara," tegas si bos perusahaan. Zahra terlihat tenang-tenang saja, karena memang Zahra dari tadi juga diam. apalagi hatinya sekarang sedang merasa bahagia, ternyata Nazar tidak pernah mengkhianati cintanya. wanita yang selama ini disangka kekasih Nazar, ternyata adiknya sendiri, yang tinggal di rumah lain. semua karyawan di ruangan itu kembali bekerja
"Zahra sih terserah Ayah saja, kalau memang itu yang terbaik buat menolong Zia, Zahra sih setuju saja," ucap Zahra.bagi Zahra yang tidak mau ribet orangnya, Zahra selalu mendukung keputusan yang diambil ayahnya. karena menurut Zahra, ayah dan ibunya selalu mengambil keputusan yang baik. "baiklah kalau begitu, tapi Zia dia belum datang ya?" tanya Ahmad sambil melihat ke arah luar. "ke mana lagi tuh anak, padahal kami sudah menunggu dari tadi," imbuh Hanum.Tak lama kemudian, terdengar suara mobil memasuki halaman rumah, rupanya Dilan dan istrinya datang.saat masuk ke dalam rumah, mata Zia langsung menatap kakaknya. Zia langsung meraih lengan Dilan dengan mesra, karena melihat Zahra yang duduk di samping Nazar." kebetulan kamu sudah datang Zia, kami sudah menunggu kamu dari tadi," ucap Ahmad. "maaf, tadi di perjalanan sedikit macet," Dilan malah yang menjawab, sedangkan mata Zia terus saja menatap ke arah Zahra."Dilan, Zia kami sudah sepakat menolong kamu. dan mulai sekarang, AT
Zahra menghentikan langkahnya, lalu menoleh ke arah Zia. " ada apa?" tanya Zahra dingin. "Aku boleh ikut ke salon?" tanya Zia tidak tahu malu. Zahra menatap ke arah Nazar, suaminya langsung menganggukkan kepala. "baiklah," jawab nya Zahra sambil berjalan di samping suaminya, "ayo Mas kita ikut mobil Kak Zahra," ajak Zia sama suaminya. kedua orang tua Zahra, Pakde Seno dan Rina hanya bisa menggelengkan kepalanya melihat tingkah Zia. padahal tadi sikapnya judes bukan main sama kakaknya sendiri. tapi ketika suami Zahra mengajak ke salon, Zia langsung ingin ikut dengan mereka. Zia benar-benar merasakan, duduk nyaman di mobil mewah yang dikemudikan sama Nazar. "kak, ini mobil milik Mas Nazar ya?" tanya Zia mulai membuka obrolan. "bukan milik majikannya," jawab Zahra. "kok milik majikannya sebebas ini pakai mobil, memang majikan Mas Nazar orang kaya raya ya?" tanya Zia. "iya, mereka sekarang tinggal di luar negeri. Mas Nazar yang dipercaya untuk mengelola perusahaan
"Ayah tidak percaya kan?" tanya Zia, saat melihat wajah kedua orang tuanya terkejut, ketika Zia menceritakan. kalau Zahra dan Nazar mendatangi sebuah salon yang cukup mahal. "coba saja Ayah pikirkan, Masa sih seorang pemulung bisa melakukan perawatan sama hal itu. belum lagi makanan yang mereka beli, harganya hampir 3 juta lebih, bayangkan saja Ayah,"cerocos Zia. "sudahlah Zia, kamu jangan banyak bicara, Ayah tidak suka itu," tegur Ahmad sedikit kesal. Dilan dan Zia, langsung masuk ke dalam kamar. dan seperti biasa Zia selalu membuat story di aplikasi hijaunya."Terima kasih suamiku tercinta, membawa aku ke salon termahal, belikan makanan di restoran termahal pula," itulah isi caption yang ditulis Zia di aplikasinya. aplikasi orange, aplikasi biru Zia mengunggah story itu.dan seperti biasa, komentar-komentar dari netizen mulai bermunculan. "eh, pandai sekali berbohong kamu. Aku lihat tadi kamu datang ke salon itu sama kakakmu, bukannya kamu tidak kerja, kerja itu kan kakak ka
ternyata Budi, yang menyapa Zahra dari belakang. Zahra terkejut bukan main, lalu menoleh ke arah Budi. "sedang apa kamu di belakang saya?" tanya Zahra dengan tatapan curiga. "eh, tidak nyonya," jawab Budi gugup."kenapa kamu tidak bersama suami saya?" tanya Zahra sambil bersedekap tangan di dada. "saya masih ada pekerjaan lain nyonya," jawab Budi.Zahra langsung membalikkan badannya, dan kembali menaiki tangga, sedangkan Budi pergi entah ke mana. jam 06.00 sore, Nazar pulang ke rumah, dengan wajah yang kelihatan letih."Mas, mau disiapkan air panas?" tanya Zahra."boleh," jawab Nazar sambil menyandarkan tubuhnya di kursi sofa. "tapi.... nanti dulu deh Yang, ini aku kangen sama kamu," ucap Nazar sambil menepuk kursi. Zahra langsung duduk di samping suaminya, Nazar sangat erat memeluk tubuh Zahra."Mas benar-benar bahagia mempunyai istri seperti kamu," ucap Nazar dengan suara mesra. Zahra memejamkan matanya, meresapi ucapan suaminya sendiri. "kamu yang bisa membangkitkan semanga