‘’Kamu keguguran.’’Deg.Baru saja terbangun dan minum seteguk air putih, Vania mendapati segumpal daging berukuran sekepal tangan telah keluar dari rahimnya.Vania tak kuasa untuk tak menangis.Yura pun segera memeluk Vania. Ikut merasakan penderitaan menantunya itu. Padahal sudah membayangkan akan menimang cucu kedua yang sama lucunya seperti Gia. Tetapi suratan takdir tidak bisa dikalahkan oleh inginnya manusia.Yura buru-buru mengusap air mata yang refleks jatuh. Vania tidak boleh melihatnya ikut bersedih. Tugasnya sekarang ialah menghibur Vania. Setelah kehilangan suami akibat wanita lain, kini Vania harus kehilangan anak yang dikandungnya. Kalau bukan karena mertua yang menyayanginya, mungkin Vania tidak akan bertahan hingga sekarang.‘’Sabar, ya, Nak. Sabar.’’ Yura mengusap punggung Vania dengan perasaan pedih.Tetapi hanya anggukan tanpa suara sebagai balasan. Vania sudah sangat menderita. Terkadang berpikir mengapa cobaan tidak ada habisnya. Apakah Tuhan tidak mengizinkan
‘’Gavi, hentikan!’’ ‘’Kamu menyakitiku, Gavi.’’ Vania menarik tangannya tetapi masih belum terlepas juga.‘’Aku menyakitimu? Apa tidak terbalik?’’ desis Gavi. Tak mengindahkan Vania sama sekali.‘’Sakit,’’ lirih Vania sekali lagi.‘’Gavi berhenti. Vania baru saja keguguran. Dan itu anak kamu, Gavi.’’ Sandra terus mencoba berbagai cara agar Gavi sadar.Selang beberapa detik, kekerasan itu berhenti. Gavi disadarkan dengan kalimat Sandra yang memilukan.Bertahun-tahun menjalani pasang surut rumah tangga, baru kali ini Gavi bersikap kasar. Ternyata adanya Sandra memberikan pengaruh buruk untuk Gavi. Vania jadi penasaran, apa yang membuat Gavi seperti orang yang tidak Vania kenal begini?Padahal anak yang tiada itu adalah anak mereka. Tetapi tidak ada rasa kasihan sedikitpun Gavi pada Vania.Dalam kondisi lemah, Vania malah ditindas.‘’Kalau ini menjadi awal dari kekerasan-kekerasan lain, lebih baik kamu cerai saja aku sekarang!’’ teriak Vania.‘’Kamu berani berkata begitu? Wanita sialan
Suasana lengang.Hanya terdengar isak tangis dan napas memburu.Vania tidak bisa berlama-lama di sana. Kamar yang seharusnya menjadi tempat beristirahat, tidak bisa digunakan sebagaimana mestinya.Vania memberanikan diri turun dari tempat tidur, akan tetapi…‘’Mau kemana kamu?!’’Teriakan Gavi membuatnya benar-benar kaget setengah mati. Sentakan demi sentakan. Tatapan tak bersahabat. Ucapan yang menyakiti. Untuk apa lagi Vania di sana jika hanya mendengar itu semua?‘’Apa urusanmu?’’ Vania menatap nyalang. Walau disakiti luar dalam tapi keberaniannya tidak padam.‘’Kurang ajar! Kamu berani menantang?’’ Gavi tidak suka cara bicara seperti itu. Dirinya kemudian kembali mendekati Vania dan menarik rambut Vania untuk kedua kali.‘’Aaakkhh!’’ Susah payah melepaskan tangan Gavi yang mencengkram rambutnya erat.‘’Sakit!’’Rintihan Vania tidak membuat Gavi mengasihaninya. Pria itu kini menariknya hingga di ambang pintu. Menyeretnya tanpa hati.‘’Gav, secinta itu kah kamu padaku?’’ Sandra tak
Mengetahui berita menyedihkan hati atas gugurnya calon cucunya membuat Vira terus kepikiran.Apalagi sebelumnya Vania pernah mengalami hal serupa.Tak tunggu siang, Vira segera meninggalkan rumah untuk mendekap putrinya yang membutuhkan perannya sebagai ibu.‘’Vir, kamu kapan sampai?’’ Yura kaget melihat besannya sudah berada di depan rumah di jam tujuh pagi.‘’Baru saja. Sekarang mana, Vania, Yur?’’ Buru-buru Vira menanyakan setelah saling bersalaman juga berpelukan.‘’Ada di atas. Tapi kayaknya masih tidur. Ayo sarapan dulu,’’ ucap Yura sembari menggandeng sang besan.‘’Duh, Yur. Saya tidak bisa tidur waktu di telepon kamu. Makanya saya cepat-cepat datang ketika hari sudah berganti.’’Sebagai orang tua, Yura memahami kekhawatiran beralasan tersebut. Karena itu, Yura tidak lagi menahan Vira yang datang tanpa hiasan sedikitpun.‘’Yaudah, yuk, langsung ke kamarnya saja.’’Setibanya di depan kamar, Vira memutar pelan gagang pintu agar tak menimbulkan bunyi. Membukanya sedikit demi sedik
‘’Vira, tolong jangan bawa Vania. Dia masih belum pulih.’’ Yura menyetarakan langkahnya, akan tetapi Vira terus menyusuri tangga tidak mau mendengar.Yura berharap ada sedikit celah di hati Vira, agar Vania bisa tetap tinggal. Cukup lama bersama seatap dan tahu sebaik apa Vira, rasa sayang Yura semakin besar pada menantunya itu.Dan lagi, Vania masih butuh istirahat. Kondisinya belum sehat betul.‘’Sudah cukup aku mendengar cucuku meninggal. Aku tidak mau anakku yang berharga ini juga menyusul ke surga,’’ jelas Vira.‘’Tolonglah, Vir. Aku mohon. Jangan bawa menantuku pergi,’’ Rasanya begitu menyakitkan Vania dibawa paksa seperti ini. ‘’Mama,’’ Vania tidak tega melihat Yura memohon. Tanpa sadar Vania kembali menangis. Merasakan kasih sayang Yura begitu nyata.‘’Kamu anak mama. Kamu tidak di sini untuk dimadu apalagi disiksa.’’ Vira menghentak tangan Vania agar tidak terfokus pada Yura.Tetapi, mata Vania masih tertuju pada mertuanya yang baik hati dan masih berusaha menahannya.Yura
‘’Baru kali ini, Ma,’’ seru Vania. Menjawab pertanyaan sang mama.Gavi dengan sifat kasarnya membuat siapapun sulit menerima. Pria yang dikenal baik ternyata bertabiat buruk. Mata kepala menjadi saksi dan luka di tubuh Vania menjadi bukti.Vira terus mendekap putrinya tanpa mau melepas.Kemarin dirinya tidak bisa melindungi Vania, kini Vira akan berada dalam baris terdepan. Menempatkan Vania dalam pengawasannya.Vania tidak berkata apapun. Di tengah matahari yang kian menunjukkan sinarnya, ada kegelapan yang menyelimuti dirinya. Akankah dirinya bisa bahagia seperti dulu?Melihat Vania kembali menangis, air mata Vira pun turut jatuh.‘’Mama jangan nangis,’’ pinta Vania. Tak ingin Vira ikut bersedih seperti dirinya. ‘’Vania bahagia mama bawa Vania pergi. Vania sekarang sudah tidak apa-apa.’’Biarkan luka ini dirinya sendiri yang merasakan. Vania buru-buru menyeka pipinya yang basah, tak ingin menunjukkan rasa sakitnya yang teramat dalam. Apalagi sampai membaginya dengan Vira. Vania tida
‘’Ini demi kesehatan kamu, Nak. Kalau tidak diangkat, akan membahayakan nyawa kamu,’’ jelas Dani dengan wajah memohon. Vania membuang wajahnya ke arah lain. Tidak ingin menatap Dani ataupun Vira yang berkeras.Belum dua puluh empat jam Vania kehilangan janin tidak berdosa. Belum lahir saja sudah dihukum atas perbuatan ayahnya. Hingga keluar sebelum waktunya.Mungkin Gavi memang tidak ingin anaknya lahir sehingga anak mereka pun enggan untuk hidup dan tidak bisa bertahan lebih lama lagi.Dan kini harus merubuhkan rumah tempat anak-anaknya pernah tumbuh? Vania seperti tidak diizinkan lagi untuk mengandung oleh Tuhan.Padahal telah berusaha menjaga dengan baik, tetapi, tetap saja Tuhan berkehendak lain.‘’Akh.’’ Vania memegangi perutnya yang terasa sakit.‘’Vania, tolong pikirkan diri kamu, Nak.’’ ‘’Iya, Sayang. Dengar apa yang dikatakan Papa Dani. Kamu tidak boleh egois.’’ Vira membelai wajah putrinya yang terlihat kesakitan.‘’Tidak, Ma.’’‘’Mama tidak mau kehilangan kamu,’’ Wanita i
‘’Sepertinya kali ini mereka benar-benar tidak akan bersama.’’ Sandra memantau dari kejauhan. Tadi Vania sempat pergi, namun kembali lagi ke rumah sakit di dorong menggunakan brankar.Ketika melihat Vania dibawa oleh beberapa perawat, Gavi hanya melihat sekilas dengan tatapan dingin.Sandra bisa menyimpulkan bahwa keretakan itu tak lagi menyatu, melainkan pecah berjauhan.Tidak salahkan, jika Sandra merasa senang? Pikiran menjadi satu-satunya Nyonya Ravindra menjadi hiburannya saat ini.Apalagi Gavi sudah sangat tergila-gila padanya. Oh, ya ampun. Rencananya berjalan sukses. Sandra sampai melompat-lompat di tempat.Rasanya jangan ditanyakan lagi. Seperti musafir yang kehausan lalu mendapat segelas minuman. Sungguh menyegarkan membayangkan akan menguasai Gavi secara utuh.Tanpa berbagi apalagi dibarengi cemburu. Misinya berhasil.Akhirnya perjuangan Sandra terbayar lunas. ‘’Sandra, kamu ngapain di sini?’’ Lili menepuk bahu Sandra. Sejak tadi memperhatikan gerak-gerik Sandra sungguh