Alina menikah dadakan dengan pria sederhana karena desakan dari iparnya yang menginginkan dia pergi dari rumah sang adik. Setelah menikah, sang adik ipar yang tak menyukai Alina, lantas meremehkan Aksa–suami Alina, yang memang berpenampilan biasa dan sederhana. Namun, siapa sangka jika pria yang diremehkan dan memiliki penampilan sederhana itu, ternyata memiliki rahasia yang sangat besar. Siapa Aksa sebenarnya?
Lihat lebih banyakAksa menunggu dengan cemas di depan ruang operasi. Dia terus menatap ke pintu ruang operasi karena pikirannya sangat tidak tenang dan takut jika terjadi sesuatu pada Alina.“Bu Alina pasti baik-baik saja, Pak.” Bams mencoba menenangkan karena wajah Aksa begitu pucat.Aksa tak membalas ucapan Bams. Pikirannya terasa begitu kosong karena kecemasan yang sedang melandanya.Nenek Agni, Sasmita, dan Mirza datang begitu mendapat kabar soal Alina. Nenek Agni terlihat sangat panik saat melihat Aksa berdiri di depan ruang operasi.“Bagaimana kondisi Alina?” tanya Nenek Agni.Nenek Agni melihat Aksa yang hanya diam. Dia akhirnya menoleh pada Bams.“Apa sudah ada kabar dari dokter?” tanya Mirza pada Bams.“Bu Alina mengalami kontraksi dan ada pembukaan meski kehamilannya baru tujuh bulan. Dia juga mengalami beberapa masalah kesehatan, sehingga dokter mengambil keputusan untuk dilakukan cesar demi keselamatan bayi dan ibunya,” ujar Bams yang menjelaskan.Nenek Agni sangat terkejut. Dia ingin memar
Hari itu. Aksa pergi ke kamar untuk bicara dengan Alina. Dia melihat Alina yang hanya duduk di atas ranjang dengan tatapan tertuju ke jendela.“Bagaimana kondisimu hari ini?” tanya Aksa mencoba mengajak Alina bicara setelah sekian lama mereka diam.Siang ini Alina sudah lebih tenang dari biasanya, sehingga Aksa memberanikan diri menemui dan berinteraksi dengan Alina.Namun, saat Aksa duduk di kursi yang berhadapan dengan Alina, tatapan istrinya begitu dingin padanya. “Apa kamu masih tidak mau mempertimbangkan hubungan kita? Setidaknya pikirkan anak kita,” ucap Aksa mencoba kembali membujuk.Alina tidak menjawab. Dia menatap lurus ke depan, memandang kosong pada sesuatu yang tak bisa dilihatnya, kebebasan.Aksa mengepalkan erat telapak tangan. Dia ingin memaksa Alina menerima karena bagaimanapun dia tidak akan melepaskan Alina. Namun, dia masih menyadari, kondisi Alina tidak memungkinkan untuk terus ditekan, membuat Aksa memilih pergi dari kamar itu.Setelah Aksa pergi, bulir kristal
Restu sedang berada di ruang rapat bersama Aksa untuk membahas bisnis. Restu tetap melakukan kerjasama karena bagaimanapun Aksa belum tahu siapa dirinya.Saat sedang mendengarkan penjelasan dari staff Aksa, Restu mendapat pesan dari dokter yang memerika Alina.[Saya sudah menyampaikan pesan Anda pada Bu Alina.][Dia juga menitip pesan untuk Anda, Bu Alina berkata jika dia akan menunggu sampai melahirkan, tapi setelahnya ingin bebas bahkan jika perlu jauh dari Pak Aksa agar suaminya kehilangan dia sebagai balasan atas semua yang didapatnya. Dia ingin pergi jauh dari kehidupan Pak Aksa.]Restu diam sejenak membaca pesan itu, lalu kembali menatap pada Aksa yang duduk di seberangnya. Sebagai seorang paman, tentunya dia ingin yang terbaik untuk Alina dan tidak ingin rumah tangga Alina hancur. Namun, jika Alina sudah bertekad kuat, Restu juga tidak bisa berbuat apa-apa.Meski begitu, Restu menunggu sampai Alina melahirkan dan melihat apakah Alina berubah pikiran atau tidak.**Di rumah Nene
Hari berikutnya. Dokter datang untuk memeriksa kondisi Alina. Dia datang bersama perawat seperti biasa membawa alat yang di rumah tidak ada.“Apa Bu Alina masih muntah?” tanya dokter saat berjalan naik menuju kamar Alina bersama Bams.“Sudah tidak, mungkin karena semalaman Bu Alina tertidur,” jawab Bams.Dokter hanya mengangguk.Saat mereka sampai di depan kamar, Bams menghentikan langkah mereka.“Sesuai pesan Pak Aksa, tidak ada ponsel atau barang lain yang tak berhubungan dengan pemeriksaan yang diperbolehkan dibawa masuk kamar,” ucap Bams lalu menunjuk pada troli berisi nampan yang ada di samping pintu.Dokter dan perawat menoleh ke troli itu lalu melakukan apa yang Bams katakan. Tas dan ponsel diletakkan di sana, baru kemudian mereka diperbolehkan masuk kamar.“Bagaimana perasaan Anda hari ini?” tanya dokter menyapa.Alina hanya menatap datar apalagi ada Bams di sana.Dokter itu memeriksa detak jantung dan lainnya, lalu melirik pada Bams yang berdiri di dekat ranjang.“Saya mau me
Aksa masih menunggu dokter memeriksa kondisi Alina. Hingga beberapa saat kemudian dokter melipat stetoskop dan memasukkan ke saku snelli.“Kandungannya baik-baik saja. Mungkin stres dan tekanan berat membuat asam lambungnya naik sehingga mengalami muntah berlebih. Saya sarankan Bu Alina dibawa ke rumah sakit untuk observasi lebih lanjut,” ujar dokter menjelaskan.“Tidak, rawat dia secara intensif di sini. Datangkan peralatan yang dibutuhkan untuk merawatnya. Apa pun akan kusiapkan asal dia tidak keluar dari kamar ini,” ujar Aksa dengan nada tegas.Dokter itu terkejut. Dia sampai menoleh pada Bram yang pelayan yang ada di sana, semua orang menunduk.Dokter itu bingung, tetapi demi kesehatan Alina, akhirnya dokter menyanggupi permintaan Aksa. Dia mencatat beberapa alat kesehatan sebagai penunjang untuk perawatan Alina.**Di tempat Restu. Dia sedang menunggu orang suruhannya memberi laporan. Restu tentunya sangat cemas, apalagi sampai ada dokter yang datang ke rumah Aksa.Ponsel Restu b
Alina hanya duduk diam di ranjang tanpa melakukan apa pun. Bahkan kedua kakinya terlihat membengkak karena dia tidak melakukan aktivitas apa pun selama hampir satu minggu ini.Saat Alina masih duduk merenung. Bams masuk membawa makan siang untuk Alina. Dia berjalan ke arah nakas, lalu meletakkan nampan berisi makanan dan minuman di sana.“Makan siang Anda,” ucap Bams.Alina menatap makanan yang ada di atas nakas, lalu memandang pada Bams yang masih berdiri di samping ranjang.“Apa Anda membutuhkan sesuatu lagi?” tanya Bams.“Iya,” jawab Alina dengan sorot mata begitu dingin. Bahkan kehangatan dan kelembutan yang biasa dirasakan hanya dari tatapan mata Alina kini sudah sirna.“Aku butuh surat cerai dari atasanmu!” Alina bicara dengan nada tegas.Bams menghela napas panjang.“Apa Anda tidak bisa memikirkan ulang, setidaknya demi calon bayi Anda,” ujar Bams mencoba membujuk.Bams menjadi saksi hidup ketegangan hubungan antara Aksa dan Alina. Dia melihat bagaimana keduanya sama-sama mende
Restu datang ke perusahaan Aksa. Tentunya dia menemui pria itu untuk menyelidiki sesuatu.“Silakan masuk,” ucap Ilham setelah membuka pintu ruang kerja Aksa.Restu mengangguk, lalu melangkah masuk ke ruangan itu.“Pak Restu, silakan duduk.” Aksa menyambut Restu dengan ramah.Restu memperhatikan ekspresi wajah Aksa, melihat bagaimana pria itu terlihat tenang.“Maaf kemarin saya tidak bisa menemui Anda di rumah,” ujar Aksa saat Restu sudah duduk.“Aku paham, kamu pasti juga butuh privasi dan tidak ingin diganggu di luar jam kerja,” balas Restu.Aksa menipiskan senyum.“Sebenarnya, kemarin aku datang ke sana untuk membahas bisnis sekalian menumpang makan malam di sana. Tiba-tiba saja aku sangat ingin makan masakan istrimu. Tapi sayangnya kamu keberatan aku bertamu,” ujar Restu mulai memancing pembahasan tentang Alina.“Beberapa hari ini istriku tidak enak badan. Ya, Anda tahu sendiri dia sedang hamil dan memang kondisi fisiknya sedikit kurang baik,” ujar Aksa menjelaskan.Restu menganggu
Dani sangat syok, sampai secara impulsif mundur meski belakangnya sandaran sofa. Dia menatap tak percaya, apa pria di depannya sekarang ini sedang bercanda?“Jika memang Anda keluarga mamaku, kenapa Anda mengabaikan mamaku dan kami? Anda tidak tahu, kan? Mama dan Papa bekerja keras untuk bisa menghidupi kami dan memberikan yang terbaik buat kami. Meski semuanya akhirnya sia-sia.”Dani menatap sendu. Sungguh dia kesal karena semua orang seperti mempermainkan hidupnya dan sang kakak.“Aku punya alasan kenapa tidak pernah ada untuk kalian. Bukan aku yang menjauh dan tidak peduli, tapi mamamu yang memilih meninggalkan kami,” ujar Restu mencoba bicara.Dada Dani naik turun tak beraturan. Napasnya terasa berat dan rasanya begitu sesak menekan.Restu menceritakan semuanya. Kenapa adiknya pergi meninggalkan rumah dan keluarga tidak ada yang mencari. Restu juga menceritakan keterkejutannya saat mengetahui adiknya sudah tiada meninggalkan dua anak.“Aku benar-benar minta maaf dengan apa yang te
Dani memperhatikan Restu yang membawa dua cangkir ke arahnya lalu meletakkan salah satu cangkir di meja hadapannya. Dani masih cemas, bagaimana jika Restu tidak mau membantunya?“Minumlah dulu biar kamu lebih tenang,” ujar Restu sambil menatap Dani yang gelisah.Dani mengangguk lalu meminum teh yang dibuatkan Restu.Restu masih diam memperhatikan Dani. Jika Alina sampai meminta bantuan untuk lepas dari rumah Aksa, bukankah berarti masalahnya memang sangat rumit?“Sekarang ceritakan dulu, apa yang sebenarnya terjadi? Aku yakin tidak akan ada masalah tanpa pemicunya,” ucap Restu mencoba bersikap netral dulu, meski dalam hal ini menyangkut tentang keponakannya.Dani meletakkan cangkir di meja, tetapi sebelum bercerita, Dani malah menangis lebih dulu.Restu terkejut. Hal apa yang bisa membuat seorang pria menangis jika bukan sesuatu yang sangat menyakitkan.Dani menghapus air mata yang membasahi pipinya, sedikit menunduk dia mulai menceritakan yang terjadi tentang fakta keluarga Aksa.Res
“Mau sampai kapan kita nampung Kak Alina? Aku tuh nggak bebas. Mau apa-apa ngerasa nggak enak, mau beli ini takut diceramahi, mau jalan-jalan takut dinasihati. Lama-lama aku tuh nggak nyaman ada dia di sini. Kakak kamu itu sudah berumur kenapa nggak nikah? Jadi beban saja! Pantas saja Tuhan belum kasih kita momongan, soalnya kita masih ada beban Kak Alina!”“Kenapa kamu ngomong seperti itu? Bukankah dulu sebelum kita nikah, kamu setuju serumah dengan Kak Alina?”Alina berhenti mengulurkan tangan menyentuh gagang pintu saat mendengar suara adik iparnya. Dia mendengar iparnya mempermasalahkan dirinya tinggal di sana lagi. Ini bukanlah yang pertama kali Alina mendengar iparnya berdebat dengan sang adik.“Mau bagaimanapun, Kak Alina itu kakakku, Karin. Dia yang membesarkan dan bertanggung jawab kepadaku sampai aku besar. Aku tidak bisa mengabaikannya begitu saja, apalagi membiarkannya hidup sendirian di luaran sana.”Alina masih berdiri termangu di depan pintu, mendengarkan sang adik yang
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Komen