Aksa pergi setelah mengantar Alina ke apartemennya.
Saat sudah mengemudi jauh dari apartemen, Aksa menghentikan mobil di bahu jalan di mana ada sebuah mobil mewah sudah terparkir di sana. Aksa keluar dari mobil, lalu berjalan ke mobil mewah itu. Pria berpakaian sopir langsung mengambil alih mobil yang tadi dipakai Aksa untuk membawa mobil itu pergi dari sana. “Siang, Pak.” Seorang pria memakai setelan formal membungkuk menyapa Aksa yang baru saja datang. “Pakaian Anda sudah ada di dalam mobil,” ucap pria itu saat Aksa berdiri di depannya. Aksa tak banyak bicara. Dia langsung masuk mobil yang sudah dibuka oleh sopirnya, lalu mengganti pakaian sederhananya dengan setelan jas mahal yang sudah tersedia di sana. Setelah Aksa selesai berganti pakaian. Asisten pribadi dan sopir masuk mobil, mereka lantas pergi menuju perusahaan. “Bagaimana pernikahan Anda?” tanya asisten Aksa yang ikut di mobil itu. Aksa hanya menatap sang asisten dari kaca spion tengah. Ilham langsung membungkam mulut melihat tatapan tak senang dari atasannya. Selain keluarganya, Ilham juga tahu soal pernikahannya. Terlebih, pagi tadi dia meminta Ilham untuk membatalkan semua janji temunya dengan klien dan rekan bisnisnya untuk memenuhi desakan sang nenek yang memintanya menikah. Aksa menghela napas dan duduk tenang di kursi belakang sambil memandang jalanan yang mobil itu lewati. Dia sengaja berpakaian seperti orang biasa hanya untuk menutupi jati dirinya. Aksa menyandarkan lengannya di sandaran pintu mobil dan mengusap sebelah alisnya. Saat ini, yang dilakukannya semata-mata untuk melihat apakah Alina memang benar-benar baik dan tulus seperti yang Nenek Agni katakan, atau sebenarnya hanya berpura-pura baik karena ingin mengincar harta keluarganya saja. “Dia itu cantik, pekerja keras, juga baik hati. Berkali-kali dia bersikap baik pada nenek tanpa memandang status atau bertanya siapa nenek ini, karena itu nenek yakin kalau dia itu pilihan tepat untuk dijadikan istrimu. Kamu minta nenek yang pilih, jadi kamu harus setuju jika nenek menginginkan dia jadi cucu menantu.” Aksa mengingat semua pujian yang dilontarkan sang nenek untuk Alina, tetapi meski begitu Aksa takkan mudah percaya begitu saja. Dia yakin, saat Alina tahu kalau dirinya memiliki segalanya, wanita itu akan terus bersandiwara untuk tetap menjadi istrinya, sebab itu Aksa berpura-pura menjadi pria sederhana untuk menguji sampai mana Alina akan bertahan hidup sederhana dengannya. Dia ingin menguji, sampai mana Alina bisa menutupi wajah aslinya, meskipun sebenarnya Aksa tidak tahu, bagaimana sifat asli Alina. Aksa memandang ke depan, melihat asistennya sedang mengecek jadwal kegiatannya hari itu. “Bagaimana dengan rapat siang ini?” tanya Aksa akhirnya setelah sejak tadi diam, memikirkan pernikahan dadakannya. “Saya sudah menjadwalkan sesuai dengan yang Anda minta,” jawab asisten Aksa. “Jadwal pertemuan dengan Pak Restu?” tanya Aksa lagi. “Karena tadi pagi Anda tidak bisa, Pak Restu berkata agar jadwal pertemuan Anda dengan beliau diundur lusa,” jawab asisten Aksa sambil menoleh ke belakang. Aksa hanya mengangguk kecil mendengar jawaban sang asisten, lantas diam menyangga dagu dengan kepalan tangan sambil menatap jalanan yang dilewati. Sesampainya di depan lobi perusahaan. Petugas parkir di sana langsung membuka pintu mobil untuk Aksa. Aksa keluar lalu merapikan jasnya. Dia berjalan memasuki lobi diikuti Ilham menuju lift. Saat berjalan menuju lift, para karyawan yang berpapasan dengan Aksa langsung berhenti kemudian membungkukkan badan untuk memberi hormat pada pria itu tanpa terkecuali. Aksa berjalan dengan tegap tanpa menoleh pada para karyawan yang kini tetap membungkuk ke arahnya.Alina bosan berada di apartemen. Ingin kembali ke butik tapi takut jika Nenek Agni tahu dan berpikiran yang tidak-tidak.Alina akhirnya menghubungi sahabatnya, sekaligus ingin memberitahu soal pernikahannya.“Hm … ada apa, Al?” tanya Kaira dari seberang panggilan.“Kamu sedang sibuk?” tanya Alina memastikan dulu sebelum bicara, takut sahabatnya itu sedang bertemu klien atau yang lainnya lalu terkejut.“Tidak, aku malah rasanya ingin kabur dari pekerjaan yang melelahkan ini,” jawab Kaira terdengar begitu malas dari seberang panggilan.Alina mendengar sahabatnya itu tertawa, lalu dia membalas, “Sudah enak jadi direktur umum, memangnya seberat apa pekerjaanmu, hm?”“Sudahlah, ada apa menghubungiku? Kamu mau mengajakku jalan-jalan?” tanya Kaira.“Bukan,” jawab Alina, “aku hanya ingin memberitahumu kalau aku baru saja menikah hari ini,” ucap Alina penuh kehati-hatian.Hening untuk beberapa waktu.“Halo, Kai?”“Kamu bilang apa tadi? Menikah?! APA MAKSUDNYA ITU?” Suara Kaira menggelegar dari
Alina melihat Aksa yang berjalan mendekat ke arahnya. Alina panik dan tanpa sadar berjalan mundur hingga terbentur dinding di belakangnya. Tatapan Aksa yang sayu tetapi dalam padanya membuat Alina menelan ludah susah payah dengan jantung yang tiba-tiba berdegup sangat cepat. “Ada apa? Mau apa kamu?” tanya Alina yang panik dan waspada karena Aksa terus maju. Aksa sudah sangat dekat dengan Alina, bahkan wajah mereka kini begitu dekat. Alina menahan napas sampai memejamkan mata saat Aksa menunduk ke wajahnya, hingga Aksa tiba-tiba menjatuhkan kening di pundak Alina. Alina sangat terkejut sampai langsung membuka mata, mengerjap untuk beberapa saat. Akan tetapi, kemudian memegangi tubuh Aksa yang limbung dan hampir jatuh. Dia melirik wajah Aksa, pria itu ternyata memejamkan mata. “Aksa.” Alina memanggil tetapi tidak ada respon. “Aksa, bangun dan pergi ke kamarmu,” ucap Alina mencoba membangunkan Aksa yang bersandar pada pundaknya. Tubuh seorang pria biasanya lebih berat dibanding t
Aksa pergi ke kantor setelah merasa lebih segar. Saat Ilham masuk untuk membacakan jadwal kegiatan Aksa hari itu, Ilham langsung terkena sembur. “Kenapa semalam kamu meninggalkanku di pesta?” tanya Aksa dengan tatapan kesal. Semalam, Aksa menghadiri pesta peluncuran salah satu produk terbaru dari brand milik kolega orang tua Aksa. Aksa yang memang memiliki toleransi alkohol rendah akhirnya mabuk meski minum sedikit. Aksa sudah berusaha untuk tak minum, akan tetapi karena sungkan dan takut dianggap tak sopan jika menolak saat diajak bersulang oleh kolega keluarganya, membuat Aksa akhirnya minum sedikit dan berakhir mabuk. Untungnya meski mabuk, Aksa masih bisa pulang ke apartemen diantar sopirnya. “Saya minta maaf, Pak. Saya pikir Anda benar-benar akan menahan diri untuk tidak minum,” ucap Ilham mencoba menjelaskan. Aksa menyandarkan kepala di sandaran kursi dan tetap memasang wajah datar mendengar alasan Ilham. “Semalam saya juga sudah izin untuk pulang lebih dulu dan Anda men
Nenek Agni menatap sebal karena ucapan Aksa, akan tetapi apa yang dikatakan Aksa ada benarnya.Nenek Agni menyerah setelah sebelumnya terlalu bersemangat jika menyangkut tentang Alina, sampai membuatnya lupa soal perjanjiannya dengan Aksa.Aksa adalah cucunya, tetapi kini posisinya adalah kepala keluarga Radjasa. Sebagai seorang nenek, Nenek Agni jelas dituakan, tetapi kalau Nenek Agni terlalu berlebihan, Aksa bisa juga menarik diri dan membatalkan pernikahan ini.“Baiklah, nenek tidak akan minta sesuatu yang bisa membongkar rahasia keluarga kita,” ucap Nenek Agni akhirnya pasrah.Aksa hanya mengangguk-angguk pelan sebagai isyarat jika keputusannya menolak keinginan Nenek Agni memang benar.“Tetapi, meski begitu kamu harus bersikap baik pada Alina dan jangan sampai kamu berani membuat Alina menderita,” ujar Nenek Agni memperingatkan.Aksa hanya menatap sang nenek tanpa berniat membalas ucapan Nenek Agni.“Bicara denganmu kadang seperti bicara dengan patung,” gerutu Nenek Agni karena A
Alina tersenyum tipis dan menggelengkan kepalanya. Tidak mungkin di negara ini hanya satu keluarga yang memiliki nama Radjasa, dan yang datang ke pesta itu juga pasti bukanlah keluarga suaminya. Lagi pula nama bukan hak paten seseorang, bisa saja dipakai orang di kota ini juga dipakai orang yang berada kota berbeda. Pun Kaira hanya menyebut nama belakang dari keluarga Radjasa itu, bukan Aksa Radjasa. Lalu, jika dipikir kembali Nenek Agni dan Aksa juga tak terlihat seperti berasal dari keluarga konglomerat, bahkan penampilan mereka biasa saja. Sekarang Alina juga tinggal di apartemen sederhana bukan tempat yang mewah layaknya tempat orang-orang kaya tinggal. Jadi, pasti itu hanya kebetulan dan tak percaya jika Aksa adalah bagian keluarga Radjasa seperti yang dimaksud Kaira. “Kenapa kamu jadi melamun?” tanya Kaira saat melihat Alina hanya diam mengaduk makanan di piringnya, bahkan Alina terlihat menggeleng pelan tadi. Kaira tentu heran sampai menjentikkan jari di depan wajah Alin
Alina dan Bima pernah menjadi sepasang kekasih saat mereka duduk di bangku kuliah.Dulu, Alina sangat mencintai Bima. Ketika Alina tidak memiliki siapa-siapa di kota ini, Alina memiliki Bima yang sangat perhatian dan selalu ada untuknya.Bima ada di masa sulitnya belajar sambil menghidupi dan menyekolahkan sang adik, karena hidup mereka tak sepenuhnya ditanggung oleh keluarga dari sang ayah.Melihat Bima di hadapannya seperti ini, ingatan Alina kembali melayang pada masa itu.Sebenarnya saat itu, Kaira telah memperingatkan Alina, karena Kaira melihat Bima jalan berdua begitu mesra dengan salah satu teman kuliah Alina yang juga dekat dengannya, tetapi Alina tidak percaya dan berakhir mereka bertengkar. Alina bahkan menuduh Kaira memfitnah karena cemburu dengan hubungan asmaranya dan Bima.Setelah diperingatkan Kaira, Alina sempat menepis pikiran buruk atas kecurigaannya tentang hubungan Bima dan teman kuliahnya itu, meski beberapa kali dia pun melihat Bima memberikan perhatian yang ber
Pandangan Aksa dalam pada Alina di hadapannya. Aksa masih menatap Alina setelah menjawab pertanyaan yang sebenarnya sebuah pengakuan untuk menguji istrinya itu. Dia terlihat tenang sambil menunggu respon Alina akan pernyataan yang terkesan seperti sebuah pertanyaan. Jika Alina senang saat mengetahui Aksa berasal dari keluarga konglomerat, itu artinya Aksa sudah bisa menilai hanya dari jawaban Alina. Wanita itu memang hanya ingin mengincar hartanya saja. “Aku harap kamu tidak berasal dari keluarga konglomerat,” jawab Alina menatap sekilas pada Aksa, lalu kembali fokus pada makanannya. “Ya, mungkin karena aku merasa kalau tidak akan pernah bisa sejajar dengan keluarga seperti itu. Aku tahu diri, jadi jika kamu bukan seperti mereka, aku lebih bersyukur,” imbuh Alina menjelaskan, meskipun dengan wajah tertunduk terlihat senyum manis di wajahnya. Aksa masih diam mendengar jawaban Alina, lalu mendengar Alina kembali bicara, “Bukankah orang-orang kaya sangat suka kesetaraan sosial? Aku
Alina mengulum bibir sejenak mendengar pertanyaan Aksa, lalu menatap Aksa lagi yang menunggu jawaban darinya.“Di sofa,” jawab Alina agak lirih lalu memasukkan makanan ke mulut.Aksa terkesiap mendengar jawaban Alina, tetapi ekspresi wajahnya tetap tidak menunjukkan apa pun.“Belilah apa pun yang kamu butuhkan. Gunakan kartu kredit yang aku berikan kemarin,” ucap Aksa.Sekali lagi dia masih ingin menguji Alina dengan kartu kredit miliknya.Alina mengangguk mengiakan ucapan Aksa. Mereka lalu kembali melanjutkan makan malam.Setelah makan malam. Alina membersihkan diri dan mengganti pakaiannya.Saat Alina baru saja keluar dari kamar mandi, dia melihat Aksa yang ada di luar kamar. Sebenarnya Alina bingung, haruskah malam ini dia tidur di sofa lagi?“Tidurlah di kamar,” ucap Aksa tiba-tiba.Alina terkejut sampai menatap Aksa yang kini berdiri di depan pintu kamar.“Ap-apa? Tidur di kamar?” Alina kebingungan.“Tidak usah, aku bisa tidur di sofa,” ucap Alina menolak karena salah tingkah, bah
Aksa masih di rumah sakit menunggu bayinya. Saat dia masih menunggu di luar karena jam jenguk bayi sudah habis, seorang perawat datang menghampiri Aksa.“Sore, Pak.”Aksa mengangguk membalas sapaan perawat.“Dokter sudah memberikan informasi kalau besok bayi Anda sudah diperbolehkan pulang. Karena ibunya meninggal, mungkin Anda harus mencari ibu susu, tidak harus menyusui langsung, tapi Anda bisa meminta stok ASI berlebih dari si ibu menyusui untuk putra Anda demi kesehatannya,” ujar perawat menjelaskan.“Apa itu baik? Kita tidak tahu apakah ASI yang dihasilkan bagus,” ujar Aksa ragu.“Sebenarnya kami punya usulan. Wanita ini baru saja melahirkan bayi laki-laki juga, jadi sepertinya tidak masalah jika Anda memakai ASI wanita itu untuk bayi Anda. Soal gizinya, Anda boleh ikut memantau asupan gizi wanita itu agar yakin, tentu dengan kesepakatan bersama juga,” ujar perawat memberi usul.Aksa mengangguk-angguk paham, lalu bertanya, “Apa rumah sakit bisa membantu menjadi perantara?”“Tentu
Dani memasukkan semua barangnya ke bagasi mobil dibantu Rizki. “Apa semuanya sudah kamu bawa?” tanya Restu memastikan saat Rizki menutup bagasi mobil.“Sudah, Paman. Aku hanya membawa barang-barang pentingku, selebihnya biar diurus pihak kebersihan. Kunci apartemen juga sudah aku titipkan pada Bams,” jawab Dani.Restu menepuk-nepuk punggung Dani, lalu berkata, “Semua akan baik-baik saja setelah ini. Ingatlah namamu sekarang sebagai Daniel Januarta.”Dani mengangguk-angguk.“Ayo!” ajak Restu agar mereka segera masuk mobil.Dani masuk mobil bersama Restu. Dia tidak menyangka pada akhirnya akan meninggalkan kota tempatnya tumbuh dengan susah dan senang bersama sang kakak.“Semua sudah aku atur, kamu tidak perlu mencemaskan apa pun lagi,” ucap Restu saat melihat Dani hanya diam.Dani menoleh pada Restu, lalu mengangguk. “Terima kasih, meski Paman datang terlambat. Tapi aku bersyukur memiliki Paman.”“Aku yang seharusnya minta maaf karena sudah terlambat tujuh belas tahun menemukan kalian
Hari itu langit tampak gelap dan terlihat begitu suram. Kabar meninggalnya Alina langsung diketahui banyak orang, sehingga beberapa rekan bisnis dan klien datang ke pemakaman untuk ikut berbela sungkawa. Jenazah itu langsung dimakamkan atas permintaan Dani, tanpa disemayamkan lebih dulu di rumah untuk menghindari perdebatan antara Aksa dan Dani.Aksa diam selama prosesi pemakaman berlangsung. Dia terus memandang pada liang-lahat yang menjadi pembaringan terakhir istrinya. Sampai detik ini, Aksa masih tidak percaya kalau istrinya sudah tiada, hatinya menolak itu.“Aku turut berduka cita,” ucap Restu menemui Aksa setelah prosesi pemakaman selesai. Dia menatap wajah pucat Aksa yang tidak kentara jika tak diperhatikan dengan seksama.Aksa mengangguk, tidak ada yang tahu bagaimana tatapan matanya sekarang karena tertutup kacamata hitam.“Bagaimana dengan bayimu?” tanya Restu.“Masih di rumah sakit karena masih mendapat perawatan intensif. Terima kasih Anda berkenan datang kemari,” jawab Ak
Dokter menatap simpati pada semua orang yang sudah menunggu kabar darinya. Dalam sekali helaan napas dokter itu berucap, “Kami sudah berusaha sebisa kami, tapi maaf Bu Alina tidak selamat karena kehilangan banyak darah.”Dani mundur saat mendengar penjelasan dokter.Aksa begitu syok, sampai mencengkram baju dokter yang baru saja memberikan informasi tentang Alina.“Jangan membohongi kami. Dia tidak mungkin meninggal!” Aksa tidak bisa menerima begitu saja.Dani geram dengan sikap Aksa. Dia menarik lengan Aksa sampai melepas cengkraman dari dokter, lalu dalam sekali ayunan dia memukul wajah Aksa.Aksa terhuyung karena mendapat pukulan cukup keras dari Dani.“Semua salahmu! Kakakku pergi karenamu!” amuk Dani.Bams langsung menengahi agar tidak terjadi perkelahian di sana.Nenek Agni pingsan saat mendengar Alina meninggal. Mirza sampai menopang tubuh sang mama lalu mencoba membaringkan ke kursi selasar di sana.Semua orang di sana benar-benar terkejut dan terpukul, termasuk Sasmita yang m
Aksa menunggu dengan cemas di depan ruang operasi. Dia terus menatap ke pintu ruang operasi karena pikirannya sangat tidak tenang dan takut jika terjadi sesuatu pada Alina.“Bu Alina pasti baik-baik saja, Pak.” Bams mencoba menenangkan karena wajah Aksa begitu pucat.Aksa tak membalas ucapan Bams. Pikirannya terasa begitu kosong karena kecemasan yang sedang melandanya.Nenek Agni, Sasmita, dan Mirza datang begitu mendapat kabar soal Alina. Nenek Agni terlihat sangat panik saat melihat Aksa berdiri di depan ruang operasi.“Bagaimana kondisi Alina?” tanya Nenek Agni.Nenek Agni melihat Aksa yang hanya diam. Dia akhirnya menoleh pada Bams.“Apa sudah ada kabar dari dokter?” tanya Mirza pada Bams.“Bu Alina mengalami kontraksi dan ada pembukaan meski kehamilannya baru tujuh bulan. Dia juga mengalami beberapa masalah kesehatan, sehingga dokter mengambil keputusan untuk dilakukan cesar demi keselamatan bayi dan ibunya,” ujar Bams yang menjelaskan.Nenek Agni sangat terkejut. Dia ingin memar
Hari itu. Aksa pergi ke kamar untuk bicara dengan Alina. Dia melihat Alina yang hanya duduk di atas ranjang dengan tatapan tertuju ke jendela.“Bagaimana kondisimu hari ini?” tanya Aksa mencoba mengajak Alina bicara setelah sekian lama mereka diam.Siang ini Alina sudah lebih tenang dari biasanya, sehingga Aksa memberanikan diri menemui dan berinteraksi dengan Alina.Namun, saat Aksa duduk di kursi yang berhadapan dengan Alina, tatapan istrinya begitu dingin padanya. “Apa kamu masih tidak mau mempertimbangkan hubungan kita? Setidaknya pikirkan anak kita,” ucap Aksa mencoba kembali membujuk.Alina tidak menjawab. Dia menatap lurus ke depan, memandang kosong pada sesuatu yang tak bisa dilihatnya, kebebasan.Aksa mengepalkan erat telapak tangan. Dia ingin memaksa Alina menerima karena bagaimanapun dia tidak akan melepaskan Alina. Namun, dia masih menyadari, kondisi Alina tidak memungkinkan untuk terus ditekan, membuat Aksa memilih pergi dari kamar itu.Setelah Aksa pergi, bulir kristal
Restu sedang berada di ruang rapat bersama Aksa untuk membahas bisnis. Restu tetap melakukan kerjasama karena bagaimanapun Aksa belum tahu siapa dirinya.Saat sedang mendengarkan penjelasan dari staff Aksa, Restu mendapat pesan dari dokter yang memerika Alina.[Saya sudah menyampaikan pesan Anda pada Bu Alina.][Dia juga menitip pesan untuk Anda, Bu Alina berkata jika dia akan menunggu sampai melahirkan, tapi setelahnya ingin bebas bahkan jika perlu jauh dari Pak Aksa agar suaminya kehilangan dia sebagai balasan atas semua yang didapatnya. Dia ingin pergi jauh dari kehidupan Pak Aksa.]Restu diam sejenak membaca pesan itu, lalu kembali menatap pada Aksa yang duduk di seberangnya. Sebagai seorang paman, tentunya dia ingin yang terbaik untuk Alina dan tidak ingin rumah tangga Alina hancur. Namun, jika Alina sudah bertekad kuat, Restu juga tidak bisa berbuat apa-apa.Meski begitu, Restu menunggu sampai Alina melahirkan dan melihat apakah Alina berubah pikiran atau tidak.**Di rumah Nene
Hari berikutnya. Dokter datang untuk memeriksa kondisi Alina. Dia datang bersama perawat seperti biasa membawa alat yang di rumah tidak ada.“Apa Bu Alina masih muntah?” tanya dokter saat berjalan naik menuju kamar Alina bersama Bams.“Sudah tidak, mungkin karena semalaman Bu Alina tertidur,” jawab Bams.Dokter hanya mengangguk.Saat mereka sampai di depan kamar, Bams menghentikan langkah mereka.“Sesuai pesan Pak Aksa, tidak ada ponsel atau barang lain yang tak berhubungan dengan pemeriksaan yang diperbolehkan dibawa masuk kamar,” ucap Bams lalu menunjuk pada troli berisi nampan yang ada di samping pintu.Dokter dan perawat menoleh ke troli itu lalu melakukan apa yang Bams katakan. Tas dan ponsel diletakkan di sana, baru kemudian mereka diperbolehkan masuk kamar.“Bagaimana perasaan Anda hari ini?” tanya dokter menyapa.Alina hanya menatap datar apalagi ada Bams di sana.Dokter itu memeriksa detak jantung dan lainnya, lalu melirik pada Bams yang berdiri di dekat ranjang.“Saya mau me
Aksa masih menunggu dokter memeriksa kondisi Alina. Hingga beberapa saat kemudian dokter melipat stetoskop dan memasukkan ke saku snelli.“Kandungannya baik-baik saja. Mungkin stres dan tekanan berat membuat asam lambungnya naik sehingga mengalami muntah berlebih. Saya sarankan Bu Alina dibawa ke rumah sakit untuk observasi lebih lanjut,” ujar dokter menjelaskan.“Tidak, rawat dia secara intensif di sini. Datangkan peralatan yang dibutuhkan untuk merawatnya. Apa pun akan kusiapkan asal dia tidak keluar dari kamar ini,” ujar Aksa dengan nada tegas.Dokter itu terkejut. Dia sampai menoleh pada Bram yang pelayan yang ada di sana, semua orang menunduk.Dokter itu bingung, tetapi demi kesehatan Alina, akhirnya dokter menyanggupi permintaan Aksa. Dia mencatat beberapa alat kesehatan sebagai penunjang untuk perawatan Alina.**Di tempat Restu. Dia sedang menunggu orang suruhannya memberi laporan. Restu tentunya sangat cemas, apalagi sampai ada dokter yang datang ke rumah Aksa.Ponsel Restu b