Share

Menikah Dadakan

Alina dan Aksa sudah berada di depan kantor urusan agama.

Alina memandang bangunan itu, sebelumnya dia mengantar Dani mendaftar pernikahan, tetapi siapa sangka sekarang dia yang akan mendaftarkan pernikahannya dengan pria asing nan dingin yang ada di sampingnya sekarang ini.

Alina melirik Aksa sekilas, tetapi buru-buru menatap kantor urusan agama itu lagi karena tak ingin membuat masalah jika Aksa tersinggung akibat tatapannya.

Nenek Agni meninggalkan Alina berdua dengan Aksa karena Nenek Agni bilang ada keperluan, sehingga dia dan Aksa harus mengurus surat nikah mereka berdua saja.

Alina mendengar suara dehaman dari Aksa, membuatnya menoleh dan melihat pria itu masih berdiri di sampingnya.

“Kita jadi masuk?” tanya Alina memastikan karena mereka sudah cukup lama hanya berdiri di sana.

Alina tertegun.

Aksa menoleh dan menatapnya datar, sejurus kemudian pria itu bertanya, “Apa kamu yakin mau melanjutkan pernikahan ini? Aku yakin kamu juga terpaksa karena didesak nenekku?”

Tubuh Alina merinding saat mendengar suara berat Aksa yang terdengar lugas dan tegas. Sejak tadi Aksa tak banyak bicara, sekali bicara cukup membuat Alina ketakutan.

Apa benar sebentar lagi dia akan menghabiskan sisa hidupnya dengan pria dingin di hadapannya ini?

“Pernikahan ini tak didasari dengan cinta, bahkan aku tak yakin bisa memberikan apa yang sebagian wanita harapkan dalam pernikahan. Jadi, jika kamu mau mundur, kamu bisa mundur sekarang, daripada kamu berharap banyak padaku,” ucap Aksa lagi.

Alina tersenyum tipis mendengar ucapan Aksa kemudian membalas, “Tidak masalah. Lagi pula aku juga diuntungkan dari pernikahan ini dan demi keperluanku sendiri.”

Alina melihat Aksa menatapnya dengan ekspresi yang tak bisa Alina mengerti. Apa perkataannya salah? Lagi pula memang benar, dia berkata jujur tadi.

Alina melihat Aksa memalingkan muka sekilas darinya, lalu kembali memandang ke arahnya.

“Ingat, melanjutkan pernikahan ini adalah keputusanmu. Jadi, jika kamu ada keluhan, itu bukan salahku sama sekali,” ucap Aksa menegaskan.

“Baik,” balas Alina optimis sambil mengangguk.

Alina bukan wanita yang mudah mengeluh.

Semenjak orang tuanya meninggal karena kecelakaan ketika Alina masih berusia 12 tahun, sejak saat itu Alina dituntut untuk menjadi dewasa. Alina dituntut untuk menjadi kakak sekaligus ayah dan ibu bagi Dani yang saat itu usianya masih 10 tahun.

Alina dan Dani memilih untuk hidup mandiri dan tidak ingin bergantung pada orang lain, bahkan keluarga mereka sendiri dari pihak ayah. Alina dan Dani memilih menjauh dari keluarga pihak ayah karena mereka selalu meminta uang pada Alina, dengan dalih atas perawatan yang telah mereka berikan pada Alina dan Dani semenjak mereka menjadi yatim-piatu.

Sedangkan keluarga dari pihak ibu, Alina dan Dani sama sekali tidak tahu.

Alina melihat Aksa memalingkan wajahnya lagi dan kaki jenjangnya melangkah memasuki KUA, membuat Alina buru-buru menyusul Aksa.

Di dalam sana, sudah ada petugas yang menunggu untuk mengurus pernikahan keduanya.

Melihat petugas yang tersenyum pada mereka, membuat Alina gugup. Dia masih benar-benar tak percaya bahwa dia akan menikah dengan pria dingin di sebelahnya, sekarang ini.

Alina bahkan belum mengenalkannya pada Dani!

Alina mengatur napasnya untuk menenangkan diri. Pelan-pelan, saat ini dia harus melewati proses pernikahan lebih dulu.

Setelah menyerahkan dokumen, mengikuti rangkaian prosesi pernikahan, dan menandatangani berkas-berkas pernikahan, dalam waktu singkat keduanya sudah menjadi pasangan suami-istri yang telah dianggap sah oleh negara.

Alina dan Aksa keluar dari kantor urusan agama. Aksa masih diam tak banyak bicara dari sejak di dalam dan hanya bicara ketika ditanya saja.

Alina berjalan di belakang Aksa sambil memandang buku nikahnya di genggaman tangan, hingga dia menghentikan langkah saat Aksa berhenti.

Alina memandang pria itu, sampai Aksa membalikkan badan lalu menatapnya saat mereka sudah saling berhadapan.

“Karena kamu sudah setuju menjalani pernikahan ini, maka aku juga akan menjalani pernikahan ini dengan sungguh-sungguh,” ucap Aksa dengan tatapan dingin.

Alina hanya mengangguk-angguk mendengar ucapan Aksa, suaranya terasa tercekat di tenggorokan hanya karena melihat tatapan mata pria itu.

“Aku akan tetap memberimu tunjangan setiap bulannya, tetapi tanpa ada sentuhan dan urus urusan masing-masing. Aku tidak akan mencampuri urusanmu, dan kamu juga tidak perlu mencampuri urusanku.” Aksa bicara dengan nada begitu tegas dan tatapannya bisa membuat bulu kuduk Alina kembali meremang.

Komen (8)
goodnovel comment avatar
vieta_novie
tyt ga cuma tahu aja yg dadakan...nikah juga bisa dadakan.. wkwkwkwk... jiah... yakin nih Aksa ga mau peduli ma Alina...jgn sampe kemakan ma omongan sendiri loh... xixixixi...
goodnovel comment avatar
Euis Hendrawati
menikah di KUA, hanya berdua. ga ada wali dan saksi. emang bisa?
goodnovel comment avatar
wardah
dih Aksa ,,awas nanti jatuh cinta ,, cinta sama Alina Lo
LIHAT SEMUA KOMENTAR

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status