WARNING! CERITA BERBAHAYA, BISA MENYEBABKAN PEMBACA TERKENA SYNDROM ANEH YANG MERUSAK AKAL DAN PIKIRAN WKWK *** Sharena Riyanti, aktris bermasalah yang mencintai suami orang. Pria itu adalah Sakalangit Bastara, seorang polisi yang merasa bersalah karena sudah menyeret Sharena ke dalam permasalahan pelik. Berawal dari rasa iba, diam-diam Saka melimpahkan perhatian lebih pada Sharena dan wanita itu meresponsnya dengan sangat baik. Bahkan terlampau baik, sampai Sharena minta untuk dinikahi. Dia rela dijadikan istri kedua atau kalau Saka tidak ingin mendua maka Sharena akan menunggu sampai pria itu menjadi duda. Mulanya Saka menganggap Sharena gila, lama-lama dia terbiasa dan timbul rasa. Namun tentu status suami orang menjadi benteng yang tak mudah ditembus Sharena untuk bisa membersamakan diri dengan Saka. Lantas apa yang akan Saka dan Sharena lakukan untuk memperjuangkan cinta mereka? Akankah Saka tega menduakan perempuan yang sudah lebih dulu mengisi hatinya?
View More"Eh, eh, apa ini? Main asal tangkap aja. Saya salah apa, Pak?" berontak Sharena saat polisi menangkap paksa dirinya yang baru memasuki kamar nomor 405.
"Jangan banyak omong, kalau mau bicara nanti saja di kantor polisi!"
"Enggak bisa gitu dong, Pak! Harus jelas dasar hukumnya. Apa alasan dan latar belakang Bapak menangkap saya kayak gini? Saya baru datang, tidak tahu apa-apa."
"Kamu SR, bukan?"
"Apanya yang SR?"
"Inisial nama kamu."
"Iya betul."
"Kamu ditangkap karena terlibat kasus prostitusi online!"
"Lah?" kaget Sharena, bagaimana bisa dia terlibat kasus prostitusi online? Mendaftar saja belum pernah. Tahu situsnya saja tidak.
"Bapak kayaknya salah tangkap, saya enggak pernah ikut yang begituan, sumpah!" Sharena berani jamin demi kehidupannya makmur, dia tidak pernah terlibat kasus seperti itu.
"Kamu bisa memberikan penjelasan lebih lanjut nanti, untuk sekarang ikut dulu, cepat!" polisi itu mendorong tubuh Sharena kasar dalam kondisi tangan si gadis sudah diborgol di belakang.
"Jangan kasar dong, Pak! Situ aparat atau preman?!" sentak Sharena emosi, urat takutnya sudah putus hingga berani membentak polisi.
"Makanya kooperatif kalau jadi orang. Sudah salah, banyak tingkah. Nyari kerja tuh yang halal!" komentar pedas polisi itu membuat harga diri Sharena terkoyak. Emosinya langsung melambung ke puncak.
"Lepas! Saya enggak salah!" Sharena terus berontak, polisi itu lama-lama kesal. Karena kondisi dipengaruhi situasi dan kondisi ia berani mendorong Sharena hingga terhuyung ke depan.
Gadis cantik berkaki jenjang itu nyaris jatuh, untung ada seseorang di depannya yang menangkap dengan sigap.
"Jangan kasar pada wanita," kata orang itu membela Sharena.
"Siap, maaf, Dan!"
Sharena mendengus sebal pada polisi songong yang tadi memborgolnya. Sudah ia duga bahwa polisi itu hanya oknum yang tega bersikap tidak pantas. Masa ada aparat yang tega menghakimi warga sipil, sekalipun orang jahat, aparat tidak akan menghakimi apalagi menyerang dengan semena-mena.
"Kamu tidak apa-apa?" tanya orang yang disebut 'Dan' itu.
Sharena mendongak, tubuhnya masih tertahan tangan sang pria. Suasana dan waktu membeku, mata hitam legam itu menyerap kesadaran Sharena jauh ke dasar alam bawah sadar. Hingga tibalah ia pada muara bernama lamunan.
"Nona, Anda baik-baik saja?" tanya pria itu sekali lagi, Sharena menggeleng cepat—menarik paksa pikirannya dari lembah lamunan.
"Ah, iya, Mas eh Pak, s-saya baik-baik saja."
Jangan salahkan lidah Sharena yang tiba-tiba belibet, tanyakan saja pada pria di depannya itu, kenapa dia tampan dan menawan sekali?
"Ikut kami ke kantor untuk pemeriksaan, jika kamu terbukti tidak bersalah maka tidak ada yang perlu dikhawatirkan," jelas orang itu sopan.
Sharena tidak mengedip, dia hanya mengangguk kecil kemudian mengikuti langkah pria memesona itu tanpa paksaan atau rasa keberatan.
***
Di ruang pemeriksaan, Sharena tidak berhenti terheran-heran dengan apa yang menimpanya. Sharena sempat menampar pipinya sendiri untuk memastikan bahwa ini semua ini hanya mimpi. Sayangnya, harapan Sharena harus pupus digerus fakta bahwa kesialan ini benar-benar nyata.
"Berdasarkan hasil penyelidikan tim kami, saudara SR terbukti terlibat dalam transaksi di situs prostitusi online sebagai penyedia layanan jasa. Transaksi terakhir yang Anda lakukan dikenai biaya 120 juta per malam dengan pelanggan pria berusia 45 tahun berinisial AT. Apa itu benar?"
"Harus berapa kali saya menegaskan Pak kalau saya bukan SR yang dimaksud dalam situs online itu! Saya tidak pernah jual diri online apalagi dengan harga 120 juta, itu terlalu murah."
Kepala bagian tim investigasi mengembuskan napas berat. Lelah sekali menginterogasi wanita keras kepala seperti Sharena. Satu jam sudah berlalu namun belum ada hasil apa pun dalam interogasi ini.
"Anda tidak bisa menyangkal karena semua bukti sudah terkumpul jelas. Itu ada print out identitas Anda, nomor rekening, sekaligus bukti bahwa Anda check in di hotel. Semua data itu kami dapatkan dari situs prostitusi online yang Anda gunakan."
"Wahhh, lama-lama aku benar-benar bisa gila karena kondisi ini," desis Sharena frustrasi, ia mengacak rambutnya lalu lanjut berkata, "Dengar, Pak, saya memang memesan kamar hotel untuk tiga hari ke depan. Saya datang ke kota ini dengan maksud liburan, saya mau me time di hotel bintang lima yang terkenal seantero kota Kembang. Bukan mau jual diri apalagi sama om-om genit. Saya kalau mau begituan mending sama yang ganteng sekalian, Pak. Maaf, maaf, aja nih, selera saya tinggi banget. Sekelas Christian Ronaldo sama Lee Minho, kalau sama model begitu baru saya pertimbangkan tawaran jual dirinya."
"Kamu ditanya serius malah bercanda, kamu pikir saya main-main, hah?!"
"Astagaaa, menurut Bapak ekspresi saya mencerminkan orang yang sedang bercanda apa? Saya panik, saya bingung, saya takut, saya enggak ngerti kenapa tiba-tiba terjerat kasus prostitusi online padahal saya enggak tahu apa-apa. Pikir baik-baik deh, Pak, saya ini Sharena Riyanti—aktris yang sedang naik daun. Bapak tahu sinetron 'Mencintai Suami Sahabatku' tidak? Saya yang jadi Salsa, yang mendapat gelar musuh emak-emak satu Indonesia tahun ini, tahu kan Pak?"
"Nona SR tolong, kita tidak sedang membahas asal usul Anda. Yang ingin saya dengar adalah pengakuan Anda tentang keterlibatan dalam kasus prostitusi online ini!"
Sharena ingin membakar kantor polisi ini sekarang juga. Kesal sekali dia pada polisi cerewet bermulut cabai ini. Sharena muak dikurung bersamanya selama satu jam, ke mana perginya polisi tampan tadi? Sharena lebih baik diinterogasi pria itu, satu hari satu malam pun dia jabani kalau pria tadi yang bertanya.
Clek!
Pintu ruangan itu terbuka, seorang pria berseragam rapi masuk dan mendekati Sharena. Ah, tepatnya berjalan menuju polisi yang ada di hadapan wanita itu.
"Masih belum selesai?" tanya pria itu tenang.
"Belum, Dan, nona ini benar-benar keras kepala. Dia tidak kooperatif dan tetap menyangkal semua tuduhan."
"Eh, Bapak, jangan asal bicara ya bilang saya tidak kooperatif. Saya sudah menjawab semua pertanyaan sesuai fakta. Tidak ada yang dilebih-lebihkan atau dikurang-kurangi. Kalau saya bilang tidak terlibat ya artinya tidak terlibat!" semprot Sharena tidak terima dirinya dijelek-jelekkan di hadapan pria tampan.
"Biar saya yang melanjutkan, sebentar lagi pihak pengacara dan manajer nona SR akan tiba. Kita bisa meminta keterangan lebih jelas nanti."
"Baik, Dan, saya permisi kalau begitu."
Pria itu mengangguk lalu duduk menggantikan si polisi cerewet tadi. Sharena tersenyum senang mendapati si tampan ada di hadapannya. Ini hari tersial yang menyenangkan jika sejak tadi Sharena berbicara dengan si tampan.
"Mas, ah, maksudnya pak polisi percaya sama aku, kan? Aku enggak terlibat kasus itu, Pak. Sumpah deh. Karierku sedang bagus-bagusnya, setelah lima tahun debut sebagai pemain sinetron akhirnya saya dapat peran penting dan mendapat apresiasi luar biasa dari penonton. Mana mungkin aku sebodoh itu melakukan sesuatu yang bisa menghancurkan mimpi besarku, Pak," papar Sharena dengan lebih santai dan terbuka, tidak seformal seperti dengan polisi sebelumnya.
"Kalau boleh saya tahu, bagaimana kronologi Anda bisa ada di tempat kejadian? Saudara AT yang tak lain adalah tamu Anda sudah mengakui bahwa dia mengatur janji temu dengan Anda malam ini. Kami menggrebeknya lebih dulu di kamar 405, sepuluh menit kemudian Anda tiba dan memegang kunci yang sama untuk kamar itu."
"Enggak paham, Pak. Begini, aku ceritakan kronologisnya. Minggu ini aku dapat jatah libur syuting selama tiga hari. Waktu singkat itu mau aku gunakan untuk me time di kota ini, rencananya besok manajerku juga akan menyusul. Memang benar aku check in hotel atas namaku, tapi aku tidak tahu menahu soal si AT yang juga memesan kamar itu. Aku tidak kenal dia, belum pernah berkomunikasi dengannya, apalagi bertemu dengannya. Sumpah, Pak, aku mengatakan yang sejujurnya."
"Sebaiknya Anda berkata jujur, Nona, untuk mempermudah kasus ini selama diproses. Jika langsung mengakui kemungkinan hukumannya juga akan lebih ringan."
Sharena ingin mengacak-acak rambutnya lagi tapi ia harus jaga image di depan si polisi tampan. Dia tidak mau penampilannya buruk di detik-derik krusial ini. Setelah kasus salah paham ini tuntas, Sharena sudah berniat mendekati sang polisi secara personal. Mata dan hatinya sudah telanjur tertaut.
"Bapak Sakalangit Bastara yang terhormat, sejak aku masuk ke ruangan ini tidak ada satu pun dusta yang aku ucapkan. Semua omonganku fakta, nyata, real no hoaks!" tekan Sharena menggebu-gebu, dia menahan diri untuk tidak menggebrak meja di depan Saka. Nama pria itu sungguh menawan serupa parasnya, Sharena beruntung karena kepikiran untuk membaca nama sang polisi dari seragamnya.
"Kita lihat, apakah Anda masih bisa mengatakan hal demikian setelah melihat bukti-bukti otentik ini."
Suara mesin cetak terdengar membelah sunyi yang tersisa, selembar hvs keluar memperlihatkan gambar hasil tangkapan layar. Saka memberikan gambar itu pada Sharena, tangan Sharena bergetar, ia menatap gambar itu dengan hati terluka. Lapisan kaca di retinanya hampir pecah, Sharena tidak tahu harus berkata apa.
"Bagaimana bisa ini ...." suara Sharena semakin parau, tenggorokannya tak mampu meloloskan sederet pertanyaan yang ingin ia ajukan.
"Masih mau mengelak?" tekan Saka mengintimidasi.
Kurang lebih empat hari sudah Saka berada di desa Sukasari, ia dan tim menjalankan tugas dengan sangat baik sampai semua korban berhasil dievakuasi. Desa Sukasari dan sekitarnya berduka sangat dalam. Para korban sudah dimakamkan secara masal dan bala bantuan terus berdatangan setiap harinya. Mereka yang kehilangan sanak saudara dan tempat tinggal masih memerlukan uluran tangan saudara-saudaranya. Dengan berakhirnya proses pencarian korban, bisa dikatakan berakhir pula tugas Sakalangit di sana. Menurut kabar yang beredar, Saka akan kembali ke kota dua hari lagi. Malah sebagian anggota timnya sudah kembali lebih dulu atas perintah pria itu. Sharena ketar-ketir mendengar itu, dia belum sempat mengobrol banyak lagi dengan pria pujaannya setelah siang itu. Setiap Sharena mau menemui Saka pasti selalu ada gangguan. Pria itu sibuk luar biasa, kondisinya juga genting jadi sangat tidak etis jika gadis itu menyita waktu Saka terlalu banyak. Sore ini, Sharena sedang sibuk menggalau di kamarnya,
Sharena menatap Saka dari jauh, bersembunyi di balik pohon mangga sambil memeluk rantang berisi makanan yang sengaja dia masak untuk Saka. Usai membantu para relawan memasak makan siang untuk para korban di dapur umum, Sharena sengaja memasak menu tambahan yang spesial dia buat hanya untuk Saka. Semangat itu begitu menggebu sebelumnya, namun kini, ketika Sharena hanya tinggal memberikan hasil karyanya tiba-tiba dia dera keraguan yang begitu besar. Dia masih belum lupa tentang fakta bahwa Saka sudah memiliki istri. Walaupun sedang berada jauh dari Lidya, tetap saja pria itu milik Lidya. Tidakkah tindakan dan perhatian Sharena ini hanya akan membuat Saka tidak nyaman nantinya? “Aduh, kasih jangan ya? Kalau dikasih sama pak Saka nanti dia berpikir macam-macam lagi tentang niatku tapi kalau enggak dikasih kan mubazir.” “Dor!” “Astagfirullah!” kaget Sharena refleks memukul orang yang mengejutkannya. Di tengah kebimbangan yang melanda hati Sharena tiba-tiba dia dikejutkan oleh kemuncula
“Euleuh ... euleuh ... bah Jana sama siapa itu? Meuni kasep pisan!” puji Esih terpesona melihat ketampanan dua orang pemuda yang tampak asing di matanya.Esih yakin dua pemuda itu bukan orang kampung sana, bahkan dia juga meyakini tidak ada orang seperti itu di desa Sukasari ini. Dua pemuda itu dan abah Jana baru selesai melaksanakan sembahyang salat Isya. Mereka masih di selasar masjid, tampak sedang asyik mengobrol.“Enggak bisa dibiarkan, mesti laporan sama Sharena ini.”Gegas wanita bertubuh agak berisi itu melesat pergi—menjauhi area masjid demi menyusul Sharena di rumahnya.“Lain kali kalau pak Saka dan yang lainnya mau menggunakan kamar mandi di masjid ini langsung datang saja, ya. Sekalian bisa sambil salat berjamaah sama warga sini,” tutur Jana, sebagai tuan rumah untuk para tamunya, dia memperlakukan Saka dan yang lain dengan sangat baik.“Terima kasih sebelumnya, Pak. Tapi sepertinya cukup untuk malam ini saja, kalau bala bantuan tambahan sudah datang kemungkinan kami akan
"Ya Allah, parah banget longsornya, Bah," kata Sharena sedang mendampingi abahnya melihat bencana alam yang menimpa salah satu kampung yang sebenarnya cukup dekat dengan kampung Sharena. Wilayahnya masih berada di kawasan desa yang sama, cuma terpisah oleh satu sungai saja. Hujan lebat yang semalam mengguyur tempat itu membawa bencana dahsyat. Puluhan rumah warga yang dekat dengan lereng gunung tertimbun. Kabarnya sampai menimbulkan korban jiwa, beberapa sudah ditemukan sedangkan sisanya masih proses evakuasi. "Iya, astagfitullah, rumah Uwa kamu juga habis tertimbun, Ren. Sekarang dia sudah ada di pengungsian, kita temui dia dulu baru nanti Abah mau gabung sama warga dalam mengevakuasi korban." Sharena mengangguk paham, mereka lanjut berjalan menyusuri jalanan basah dan lengket. Maklum akses menuju kampung seberang masih cukup sulit. Setelah melewati jembatan kayu yang membentang di atas sungai perbatasan, mereka harus berjalan sekitar 300 meter jauhnya. Kendaraan bermotor tidak mem
Dua tahun kemudian ... Waktu berjalan sangat cepat. Membawa setiap insan pada halaman kehidupan yang sama sekali berbeda dari masa yang telah ditinggalkan. Setiap hal berotasi, mengalami perubahan dengan atau tanpa disadari. Di antara banyaknya perubahan, ada satu hal yang tetap dipertahankan oleh Sakalangit Bastara. Kesendirian yang dipeluk masih tetap sama sejak kata talak terucap dan pengadilan meresmikan perpisahannya dengan Lidya. Ini bukan perkara sudah atau belum melupakan masa lalu. Bukan juga tentang ada atau tidaknya hati baru yang berusaha menyentuh kehidupan Saka. Pria itu hanya sedang menikmati masa-masa pemulihan yang sungguh menyembuhkan semua kepiluan hatinya. Dia sadar bahwa luka yang dulu tertoreh hanya bisa disembuhkan oleh dirinya sendiri, bukan orang lain. Oleh karena itu, Saka sangat fokus pada dirinya sendiri dan keluarga. Menyelesaikan semua tanggung jawab dengan penuh sambil berusaha membahagiakan kedua orang tuanya. Meskipun sudah tampak baik-baik saja, nya
Ramen aneka toping telah tersaji di atas meja, sang pelayan undur diri setelah memastikan tiga porsi ramen yang dipesan tamunya lengkap. Kafe yang menjual makanan khas Jepang ini menjadi pilihan May untuk mengajak Saka berbincang. Mereka memesan ruangan khusus dan tertutup demi menjaga privasi. Acara makan berlangsung dengan damai. Setelah semuanya sama-sama santai dan momennya tepat, May mulai membuka pembicaraan. Public speaking May sebagai seorang manajer tidak perlu diragukan. Penjelasan ihwal tujuannya mengajak Saka berunding sangat singkat, padat, dan mudah dimengerti.Sepanjang May bercerita, perasaan sesal muncul di hati Saka. Dia menganggap dirinya sebagai penyebab utama hal buruk yang dialami Sharena walaupun faktanya Saka tidak tahu apa-apa. Sementara Sharena, dia hanya membisu dan fokus pada makanannya yang belum habis. Hati kecil gadis itu ingin melarikan diri dari situasi ini. Niatnya yang ingin menghilang secara diam-diam dari kehidupan Saka gagal total karena May."Ja
Pada ruang temaram yang berselimut sepi, Saka menatap senyum manis yang sebenarnya terlihat sarat akan lirih. Pria itu baru selesai menonton konferensi pers Sharena yang ditayangkan beberapa stasiun televisi serentak. Begitu selesai, televisi itu lantas dimatikan. Saka beranjak dari ranjangnya, ia berjalan menuju balkon kamarnya. Saat ini Saka memutuskan untuk kembali tinggal di kediaman orang tuanya. Dia berniat menjual rumah yang dulu dia huni bersama mantan istrinya—Lidya.Walaupun rumah itu sudah Saka miliki sebelum dia berumah tangga dengan Lidya namun pria itu sudah berniat memasukkan aset itu dalam pembagian harta gono-gini nanti. Selain itu, Saka juga ingin meninggalkan berbagai hal yang sekiranya akan membuatnya ingat pada kenangannya bersama Lidya. Kecewa yang semula hanya bermuara pada keegoisan Lidya kini bertambah setelah Saka tahu bahwa perempuan itu juga ternyata tega meneror Sharena.Lidya tidak berani menyerang Sharena secara terang-terangan kare
“Sharena, bagaimana tanggapan kamu setelah semua kebenaran terkuak? Apa kamu berencana untuk memenjarakan Fiona lebih lama?” ujar salah seorang wartawan.Sejak Sharena memasuki ruangan konferensi pers, bidikan kamera dan riuh pertanyaan wartawan menyambutnya dengan hangat. Sharena yang biasanya sangat ceria dan antusias jika tampil di depan publik, kini terlihat lebih tenang dan berwibawa. Dia tidak memiliki tujuan lain selain untuk meluruskan keadaan dan menyampaikan pengunduran dirinya. Biarlah orang mau menilainya menjadi dingin atau apa. Sharena tidak lagi peduli.“Jujur aku kaget dan tidak menyangka dia tega melakukan hal itu padaku hanya karena iri. Aku tidak mau ikut campur urusan sanksi apa yang akan diberikan padanya. Kupasrahkan semuanya pada pihak yang berwenang dan aku akan bersikap kooperatif jika sewaktu-waktu mereka membutuhkan bantuanku,” jawab Sharena diplomatis.“Apa yang mau kamu sampaikan pada para haters
Saka telah mendaftarkan surat perceraiannya ke pengadilan, kini ia hanya tinggal menunggu proses sidang berlangsung. Sebelum benar-benar disidangkan, dua hari lalu sempat ada pemanggilan kepada Saka dan Lidya untuk mengadakan mediasi. Saka memenuhi pemanggilan itu sedangkan Lidya mangkir. Seolah tak peduli dan memang niat berpisah sudah kuat dari perempuan itu. Saka pun sebenarnya sudah malas bertemu dengan Lidya, namun ia hanya berusaha untuk tetap bijaksana. Meskipun sekali lagi, kebijaksanaan Saka selalu disia-siakan. Kini mereka hanya tinggal menunggu persidangan pertama yang rencananya sudah dijadwalkan minggu depan.“Saka, Saka, Saka,” panggil Tristan saat sang teman berjalan cepat di lorong kantor polisi hendak menuju ruang pribadinya.Tristan berlari menyamakan langkah dengan Saka karena pria itu tak kunjung menggubris panggilannya.“Ah elah lu Ka, gue panggil juga malah nyelonong aja.”“Jaga panggilan kamu, kita di k
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments