“Pagi Sayang,” sapa Lidya yang baru turun dan langsung menghampiri suaminya, ia kecup pipi Saka sebentar lalu duduk di hadapan suaminya.
“Pagi, semalam kamu pulang jam berapa?”
“Pukul dua belas kalau tidak salah, kamu sudah tidur nyenyak jadi aku tidak berani membangunkanmu.”
Lidya menyendok nasi goreng beserta lauk pauknya. Setelah makanannya siap, wanita itu mengeluarkan ponsel lalu melahap nasi goreng sambil satu tangannya sibuk main ponsel.
“Ada yang mau aku bicarakan sama kamu.”
“Hm, kamu mau bicara apa?” fokus Lidya masih tertuju pada ponselnya.
Saka menyimpan alat makannya, memperhatikan sang istri dengan tatapan yang tak biasa. Ia ingin membahas masalah serius, dia ingin menanyakan pendapat sang istri tentang keinginan kedua orang tuanya. Sebenarnya Saka sudah pernah membicarakan masalah ini dengan Lidya beberapa waktu lalu namun pembicaraan itu terputus karena Lidya harus menerima panggilan dari bosnya. Keesokan harinya Saka berusaha untuk menyampaikan hal yang sama tapi selalu saja ada halangan yang membuat pembicaraan itu terus tertunda sampai hari ini.
“Bisa aku minta perhatianmu sebentar?” ungkap Saka dengan nada agak tinggi, Lidya menatapnya seperti kaget kemudian ia pun mengangguk.
Saka menghela napas berat, ia merasa buruk setelah berbicara pada istrinya dengan nada tinggi. Ia hanya ingin bicara empat mata dengan fokus, hanya itu saja keinginannya saat ini.
“Semalam Ibu dan Bapak menghubungiku, mereka menanyakan kabarmu.”
“Oh, ya? Wah, kabar mereka bagaimana? Aku juga sangat merindukan mereka.”
“Ibu sehat sedangkan Bapak sakit, mereka ingin bicara denganmu tapi kamu tidak ada di tempat. Mereka juga pasti sangat merindukanmu.”
Lidya mulai merasa obrolan ini sangat serius, ia menaruh semua fokusnya pada Saka tanpa berani menyentuh ponselnya lagi.
“Maaf, Sayang, aku juga tidak menyangka semalam akan ada rapat dadakan.”
“Kamu bisa langsung pulang setelah rapat lantas kenapa harus menyempatkan mampir ke acara bosmu?”
“Saka ....”
“Berhentilah dari pekerjaanmu, apakah semua nafkah yang kuberikan selama ini masih kurang sampai kamu harus kerja berlebihan dan lupa waktu begitu?”
“Sayang, ini bukan perkara nafkah atau uang. Aku mencintai pekerjaanku dan kamu tahu itu. sejak awal kita memutuskan menikah bukankah kita sudah sepakat untuk tetap berkarier di bidang masing-masing? Selama ini kamu tidak pernah mempermasalahkan pekerjaanku lalu kenapa tiba-tiba sekarang kamu memintaku berhenti?”
“Kamu sudah memiliki segalanya, Lid, tidakkah itu cukup untuk sekarang?”
Lidya tersenyum miring sambil menggeleng kecil, “Tidak, Saka, ini belum cukup. Kamu tahu tidak, di acara bosku semalam, dia menawarkan kenaikan jabatan untukku. Aku ditawari untuk menjadi wakil direktur karena kinerjaku selama tujuh tahun terakhir sangat memuaskannya. Aku sudah berjuang sejauh ini, Sayang, mana bisa aku melepaskannya begitu saja. Hanya tinggal satu langkah lagi untuk pencapaian terbesar dalam karierku.”
Saka tahu akhirnya akan begini, jawaban yang sama terulang kembali meski alasannya berbeda-beda. Intinya Lidya tidak mau melepas kariernya demi Saka. Pria itu tahu permintaannya tidak akan dikabulkan tapi dia tetap menyampaikannya dengan penuh harap. Pada akhirnya dia kembali dikecewakan.
“Mau sampai kapan kita begini, Lid? Semalam Bapak mengatakan bahwa rumah tangga kita sedang tidak sehat. Beliau memintaku untuk menyembuhkannya dan aku ingin melakukan itu sekarang. Aku ingin rumah tangga kita kembali seperti dulu.”
“Rumah tangga kita selalu seperti dulu, Saka. Sejak awal menikah kita sudah sama-sama bekerja, kita sudah sama-sama sibuk tapi hubungan kita tetap baik-baik saja tanpa perlu aku keluar dari pekerjaanku. Kita tetap bisa melanjutkan hubungan seperti biasanya, Sayang, apa yang kamu khawatirkan? Yang penting aku sayang sama kamu dan kamu juga sayang sama aku. Kita saling percaya dan setia, itu cukup, kan?”
“Tapi kondisi kita sudah berbeda sekarang Lidya, tolong mengertilah!”
“Apanya yang berbeda?!”
Dua orang itu sama-sama meninggikan suara, mereka saling pandang lalu membuang muka masing-masing. Keduanya mengatur pernapasannya agar lebih tenang.
“Maaf, aku tidak bermaksud membentakmu,” ucap Saka setelah minum seteguk air bening.
“Iya, aku juga minta maaf. Aku ikut terbawa emosi tapi tolong Saka, mengertilah aku. Kamu tahu kan aku sangat mencintai pekerjaanku, aku tidak bisa hidup tanpa bekerja.”
Saka mengangguk paham, baiklah, dia menyerah. Jika memang Lidya tidak bisa berhenti dari pekerjaannya maka Saka harap Lidya bisa mewujudkan satu permintaan terakhirnya. Kalau Lidya tidak bisa menyanggupi yang satu ini, Saka benar-benar tidak tahu harus menjalani rumah tangga ini dengan bagaimana lagi.
“Oke, kamu boleh tetap bekerja asal dengan satu syarat,” kata Saka menatap serius istrinya.
“Apa?”
“Kita harus punya anak, aku ingin kita tidak menundanya lagi, Lid. Tahun ini kita harus program kehamilan demi keselamatan rumah tangga ini. Kamu setuju?”
Lidya mengembangkan senyum, ia kemudian berlari dan memeluk suaminya dari belakang. Wanita itu mengecup pipi Saka beberapa kali sambil mengatakan, “Iya, aku setuju. Mari punya anak tahun ini. Aku juga sudah menginginkannya.”
Saka tersenyum lega mendengar hal itu, dia menoleh pada istrinya kemudian melempar senyum manis.
“Kalau begitu pekan depan kita atur pertemuan dengan dokter, ya?” ajak Saka, suasana hatinya kembali baik.
“Iya, aku ikut semua perintahmu. Makasih ya, Sayang.”
Lidya kembali memeluk Saka dan mendapat balasan positif. Saka simpulkan pembicaraan pagi ini berjalan dengan sempurna. Niat utamanya terwujud, itu saja yang terpenting.
Sidang kedua Sharena berlangsung hari ini, gadis itu sudah siap tempur dengan lawan-lawan berotak bebal. Dia tidak akan terintimidasi oleh apa pun ancaman yang akan hadir di ruangan sidang nanti. May dan Ratmi mengatakan mereka punya kejutan untuk Sharena, semoga saja itu kabar baik yang akan membawa Sharena mencapai gerbang kemerdekaannya. Dia sudah tidak sabar ingin membungkam mulut sampah orang-orang yang sudah menyumpahinya. Walau tak melihat secara langsung tapi Sharena bisa membayangkan sepedas apa hujatan yang ditujukan padanya selama dirinya di dalam penjara.Di ruang sidang pihak Sharena melakukan permulaan yang sukses membuat jaksa ketar-ketir. Pihak Sharena benar-benar menunjukkan performa yang luar biasa, baik itu dari kuasa hukumnya maupun Sharena sendiri yang sangat tenang dan santai seperti tidak ada beban. Setelah di persidang
“May, kakak tetap tidak percaya kalau Tina yang menjebak kakak.”“Semua bukti sudah mengarah padanya, Kak, yakini saja.”“Tidak, tidak, dia terlalu penakut untuk terlibat dalam masalah besar seperti ini. Apalagi katamu ada oknum jaksa yang ikut membantunya.”“Ya, itu memang benar tapi mulai sekarang semua masalah prostitusi online bukan lagi urusan kita. Jangan dipikirkan, aku muak dengan fitnah menyusahkan ini.”Kakak beradik itu didampingi Ratmi sedang dalam perjalanan menuju mobil untuk kemudian kembali ke Ibu Kota. Untungnya Sharena sudah sempat pamitan pada teman-temannya di sel lapas perempuan. Mereka saling memberikan pelukan perpisahan dan berjanji akan mengatur temu jika sudah keluar dari sana. Ada perasaan sedih dan kehilangan, mengingat dia akan berpisah dari teman-teman baiknya di lapas membuat Sharena cukup berat keluar dari sana. Tapi tentu saja keinginan untuk bebas lebih kuat dari it
[TERBUKTI TIDAK BERSALAH! SHARENA RIYANTI MENGHIRUP UDARA BEBAS][SHARENA RIYANTI DIJEBAK MANTAN ASISTEN KARENA DENDAM][KARIER HANCUR, INI TANGGAPAN SHARENA RIYANTI TENTANG KASUS PROSTITUSI ONLINE][TERBUKTI TIDAK BERSALAH, KARIER SHARENA RIYANTI TETAP SURAM]Sharena mendesah tak percaya membaca tajuk berita yang bertebaran di artikel online, ia tidak merasa mengeluarkan statement apa pun sejauh ini kenapa muncul tanggapan-tanggapan tak jelas? Media sekarang dinilai sangat mengerikan oleh Sharena, mudah sekali menyetir opini publik meski belum tahu kebenaran informasi yang disampaikan. Hanya sedikit media yang benar-benar mengilhami etika jurnalistik dengan baik, sisanya rela melakukan apa pun demi kontennya ramai dibicarakan orang. Empati dan simpatinya sudah hilang entah ke mana.“Bukannya minta maaf malah mengarang bebas, memangnya ini lomba bikin
Satu minggu kemudian...Saka melirik arlojinya beberapa kali, dia sudah ada di rumah sakit sejak satu setengah jam lalu tapi orang yang dia tunggu tak kunjung datang. Dia sempat mengkonfirmasi langsung pada Lidya dan dia mengatakan akan segera datang dalam 30 menit, tapi sampai detik ini wanita itu masih belum muncul. Saka sengaja izin pulang cepat untuk melakukan pemeriksaan ke dokter bersama istrinya guna program kehamilan nanti.Ia risau terjadi sesuatu pada istrinya di perjalanan oleh karena itu Saka tampak sangat gelisah. Pria itu tidak tahu harus menghubungi siapa untuk menanyakan keberadaan Lidya karena dia sama sekali tidak memiliki nomor kontak teman-teman Lidya. Saat pria itu baru keluar dari rumah sakit, ponselnya kemudian berdering, ada panggilan masuk dari Lidya. Saka mengela napas lega, setidaknya sang istri baik-baik saja.“Kamu di mana?” tanya Saka saat panggilan terhubung.“Sayang maaf aku hampir lupa menghubun
Saka kehabisan kata untuk menghadapi Sharena, berulang kali kata pengusiran dia berikan tapi gadis itu tak mau menggubrisnya. Akhirnya pria itu menyerah, dia tidak lagi peduli dengan kehadiran Sharena. Pria itu malah melanjutkan pekerjaannya hari ini padahal dia sudah izin pulang lebih cepat. Jika Saka melanjutkan rencananya untuk pulang maka kekesalannya terhadap Lidya akan kembali lagi. Dia butuh ketenangan, emosinya yang berlipat-lipat bisa meledak kapan saja jika tidak dialihkan pada pekerjaan.“Pak Saka biasa pulang jam berapa?”Saka tidak menjawab, Sharena mendengus kesal, dia mengerucutkan bibirnya sambil memperhatikan ruangan Saka yang sangat rapi. Nuansa ruangan itu didominasi warna cokelat tua, semua barang ditata dengan rapi dan pas. Perhatian Sharena fokus pada plakat nama Sakalangit Bastara yang terpampang jelas di hadapannya. Seketika Sharena jadi teringat pada mas Langitnya, orang paling perhatian yang selalu menghadiahi makanan lezat p
“Turun dari mobil saya,” titah Saka masih dengan suara rendah. “Aku lapar, Pak, makan dulu yuk baru pulang,” jawab Sharena santai saja sambil memasang seatbelt. Saka melajukan mobilnya untuk keluar dari area kantor polisi, dia khawatir ada orang lain yang melihatnya membawa perempuan lain dalam mobilnya. Apalagi status perempuan ini benar-benar dikenal banyak orang. “Pak Saka tahu enggak tempat makan yang nyaman terus privasinya terjaga? Kita ke sana aja Pak, aku enggak tahu banyak tentang daerah-daerah di sini. Walau aku asal Jawa Barat tapi karena lama tinggal di Jakarta jadi ya begini deh, pengetahuanku tentang daerah sendiri benar-benar payah. Eh, enggak payah-payah banget juga sih, kan aku bukan asli Bandung, ya. Rumahku di pedalaman Cianjur, jauh banget dari sini, ada tiga sampai empat jam perjalanan. Kalau pak Saka asli sini?” “Setelah makan Anda janji akan pergi?” Saka malah balik bertanya, Sharena mengiyakan saja darip
Sharena baru saja kecopetan, tasnya raib dirampas orang tak dikenal saat wanita itu sedang berjalan di trotoar untuk memesan taksi online. Sayangnya, Sharena belum sempat melakukan pemesanan dan sekarang dia sudah tidak tahu harus pulang dengan cara apa. Dia sudah berencana kembali ke rumah Saka, terserah jika bapak pria itu akan mengomelinya lagi yang pasti Sharena butuh bantuan sekarang. Jadwal syutingnya sudah lewat tiga jam, May pasti sedang sangat khawatir dan menghubunginya puluhan kali. Hari sudah semakin gelap, Sharena masih memutari jalan yang sama selama berjam-jam. “Lah, ini tempat yang tadi, kan? Aku sudah 4 kali bolak-balik ke sini. Fix, nyasar. Kenapa kamu bego banget sih, Sharen? Di kota besar juga masih sempet-sempetnya nyasar.” Kriukkk! Sharena memegangi perutnya yang keroncongan, sejak tadi siang dia belum makan apa pun karena sengaja ingin mengajak Saka makan bersama. “Haruskah aku minta makan sama penjual nasi gor
Sharena merapal doa saat memasuki rumah pribadi Saka dan istrinya yang begitu mewah. Tidak salah lagi, sekelas pangkat komandan mana mungkin hidup biasa-biasa saja bukan? Dari mobil dan penampilan Saka saja sudah tercium aroma manisnya uang yang banyak. Saat Sharena masuk di ruang tengah, rumah itu dalam kondisi gelap.Lampu berangsur menyala secara otomatis ketika Saka memasukinya. Mulut Sharena menganga takjub, semua sudut di rumah ini dilengkapi teknologi canggih yang mustahil Sharena miliki di kampung halamannya. Tadi saja saat Sharena masuk, pintu rumah itu terbuka sendiri. Oke, mungkin pemandangan itu sudah biasa Sharena temukan di hotel-hotel atau gedung-gedung modern lainnya di Ibu Kota, tapi untuk sekelas rumah, ini membuat cita-citanya menjadi sultan semakin meronta-ronta."Silakan duduk, saya mau ambil minuman dulu buat kamu," kata Saka dan Sharena hanya mengangguk patuh saja.Selama Saka tidak ada di sa
Kurang lebih empat hari sudah Saka berada di desa Sukasari, ia dan tim menjalankan tugas dengan sangat baik sampai semua korban berhasil dievakuasi. Desa Sukasari dan sekitarnya berduka sangat dalam. Para korban sudah dimakamkan secara masal dan bala bantuan terus berdatangan setiap harinya. Mereka yang kehilangan sanak saudara dan tempat tinggal masih memerlukan uluran tangan saudara-saudaranya. Dengan berakhirnya proses pencarian korban, bisa dikatakan berakhir pula tugas Sakalangit di sana. Menurut kabar yang beredar, Saka akan kembali ke kota dua hari lagi. Malah sebagian anggota timnya sudah kembali lebih dulu atas perintah pria itu. Sharena ketar-ketir mendengar itu, dia belum sempat mengobrol banyak lagi dengan pria pujaannya setelah siang itu. Setiap Sharena mau menemui Saka pasti selalu ada gangguan. Pria itu sibuk luar biasa, kondisinya juga genting jadi sangat tidak etis jika gadis itu menyita waktu Saka terlalu banyak. Sore ini, Sharena sedang sibuk menggalau di kamarnya,
Sharena menatap Saka dari jauh, bersembunyi di balik pohon mangga sambil memeluk rantang berisi makanan yang sengaja dia masak untuk Saka. Usai membantu para relawan memasak makan siang untuk para korban di dapur umum, Sharena sengaja memasak menu tambahan yang spesial dia buat hanya untuk Saka. Semangat itu begitu menggebu sebelumnya, namun kini, ketika Sharena hanya tinggal memberikan hasil karyanya tiba-tiba dia dera keraguan yang begitu besar. Dia masih belum lupa tentang fakta bahwa Saka sudah memiliki istri. Walaupun sedang berada jauh dari Lidya, tetap saja pria itu milik Lidya. Tidakkah tindakan dan perhatian Sharena ini hanya akan membuat Saka tidak nyaman nantinya? “Aduh, kasih jangan ya? Kalau dikasih sama pak Saka nanti dia berpikir macam-macam lagi tentang niatku tapi kalau enggak dikasih kan mubazir.” “Dor!” “Astagfirullah!” kaget Sharena refleks memukul orang yang mengejutkannya. Di tengah kebimbangan yang melanda hati Sharena tiba-tiba dia dikejutkan oleh kemuncula
“Euleuh ... euleuh ... bah Jana sama siapa itu? Meuni kasep pisan!” puji Esih terpesona melihat ketampanan dua orang pemuda yang tampak asing di matanya.Esih yakin dua pemuda itu bukan orang kampung sana, bahkan dia juga meyakini tidak ada orang seperti itu di desa Sukasari ini. Dua pemuda itu dan abah Jana baru selesai melaksanakan sembahyang salat Isya. Mereka masih di selasar masjid, tampak sedang asyik mengobrol.“Enggak bisa dibiarkan, mesti laporan sama Sharena ini.”Gegas wanita bertubuh agak berisi itu melesat pergi—menjauhi area masjid demi menyusul Sharena di rumahnya.“Lain kali kalau pak Saka dan yang lainnya mau menggunakan kamar mandi di masjid ini langsung datang saja, ya. Sekalian bisa sambil salat berjamaah sama warga sini,” tutur Jana, sebagai tuan rumah untuk para tamunya, dia memperlakukan Saka dan yang lain dengan sangat baik.“Terima kasih sebelumnya, Pak. Tapi sepertinya cukup untuk malam ini saja, kalau bala bantuan tambahan sudah datang kemungkinan kami akan
"Ya Allah, parah banget longsornya, Bah," kata Sharena sedang mendampingi abahnya melihat bencana alam yang menimpa salah satu kampung yang sebenarnya cukup dekat dengan kampung Sharena. Wilayahnya masih berada di kawasan desa yang sama, cuma terpisah oleh satu sungai saja. Hujan lebat yang semalam mengguyur tempat itu membawa bencana dahsyat. Puluhan rumah warga yang dekat dengan lereng gunung tertimbun. Kabarnya sampai menimbulkan korban jiwa, beberapa sudah ditemukan sedangkan sisanya masih proses evakuasi. "Iya, astagfitullah, rumah Uwa kamu juga habis tertimbun, Ren. Sekarang dia sudah ada di pengungsian, kita temui dia dulu baru nanti Abah mau gabung sama warga dalam mengevakuasi korban." Sharena mengangguk paham, mereka lanjut berjalan menyusuri jalanan basah dan lengket. Maklum akses menuju kampung seberang masih cukup sulit. Setelah melewati jembatan kayu yang membentang di atas sungai perbatasan, mereka harus berjalan sekitar 300 meter jauhnya. Kendaraan bermotor tidak mem
Dua tahun kemudian ... Waktu berjalan sangat cepat. Membawa setiap insan pada halaman kehidupan yang sama sekali berbeda dari masa yang telah ditinggalkan. Setiap hal berotasi, mengalami perubahan dengan atau tanpa disadari. Di antara banyaknya perubahan, ada satu hal yang tetap dipertahankan oleh Sakalangit Bastara. Kesendirian yang dipeluk masih tetap sama sejak kata talak terucap dan pengadilan meresmikan perpisahannya dengan Lidya. Ini bukan perkara sudah atau belum melupakan masa lalu. Bukan juga tentang ada atau tidaknya hati baru yang berusaha menyentuh kehidupan Saka. Pria itu hanya sedang menikmati masa-masa pemulihan yang sungguh menyembuhkan semua kepiluan hatinya. Dia sadar bahwa luka yang dulu tertoreh hanya bisa disembuhkan oleh dirinya sendiri, bukan orang lain. Oleh karena itu, Saka sangat fokus pada dirinya sendiri dan keluarga. Menyelesaikan semua tanggung jawab dengan penuh sambil berusaha membahagiakan kedua orang tuanya. Meskipun sudah tampak baik-baik saja, nya
Ramen aneka toping telah tersaji di atas meja, sang pelayan undur diri setelah memastikan tiga porsi ramen yang dipesan tamunya lengkap. Kafe yang menjual makanan khas Jepang ini menjadi pilihan May untuk mengajak Saka berbincang. Mereka memesan ruangan khusus dan tertutup demi menjaga privasi. Acara makan berlangsung dengan damai. Setelah semuanya sama-sama santai dan momennya tepat, May mulai membuka pembicaraan. Public speaking May sebagai seorang manajer tidak perlu diragukan. Penjelasan ihwal tujuannya mengajak Saka berunding sangat singkat, padat, dan mudah dimengerti.Sepanjang May bercerita, perasaan sesal muncul di hati Saka. Dia menganggap dirinya sebagai penyebab utama hal buruk yang dialami Sharena walaupun faktanya Saka tidak tahu apa-apa. Sementara Sharena, dia hanya membisu dan fokus pada makanannya yang belum habis. Hati kecil gadis itu ingin melarikan diri dari situasi ini. Niatnya yang ingin menghilang secara diam-diam dari kehidupan Saka gagal total karena May."Ja
Pada ruang temaram yang berselimut sepi, Saka menatap senyum manis yang sebenarnya terlihat sarat akan lirih. Pria itu baru selesai menonton konferensi pers Sharena yang ditayangkan beberapa stasiun televisi serentak. Begitu selesai, televisi itu lantas dimatikan. Saka beranjak dari ranjangnya, ia berjalan menuju balkon kamarnya. Saat ini Saka memutuskan untuk kembali tinggal di kediaman orang tuanya. Dia berniat menjual rumah yang dulu dia huni bersama mantan istrinya—Lidya.Walaupun rumah itu sudah Saka miliki sebelum dia berumah tangga dengan Lidya namun pria itu sudah berniat memasukkan aset itu dalam pembagian harta gono-gini nanti. Selain itu, Saka juga ingin meninggalkan berbagai hal yang sekiranya akan membuatnya ingat pada kenangannya bersama Lidya. Kecewa yang semula hanya bermuara pada keegoisan Lidya kini bertambah setelah Saka tahu bahwa perempuan itu juga ternyata tega meneror Sharena.Lidya tidak berani menyerang Sharena secara terang-terangan kare
“Sharena, bagaimana tanggapan kamu setelah semua kebenaran terkuak? Apa kamu berencana untuk memenjarakan Fiona lebih lama?” ujar salah seorang wartawan.Sejak Sharena memasuki ruangan konferensi pers, bidikan kamera dan riuh pertanyaan wartawan menyambutnya dengan hangat. Sharena yang biasanya sangat ceria dan antusias jika tampil di depan publik, kini terlihat lebih tenang dan berwibawa. Dia tidak memiliki tujuan lain selain untuk meluruskan keadaan dan menyampaikan pengunduran dirinya. Biarlah orang mau menilainya menjadi dingin atau apa. Sharena tidak lagi peduli.“Jujur aku kaget dan tidak menyangka dia tega melakukan hal itu padaku hanya karena iri. Aku tidak mau ikut campur urusan sanksi apa yang akan diberikan padanya. Kupasrahkan semuanya pada pihak yang berwenang dan aku akan bersikap kooperatif jika sewaktu-waktu mereka membutuhkan bantuanku,” jawab Sharena diplomatis.“Apa yang mau kamu sampaikan pada para haters
Saka telah mendaftarkan surat perceraiannya ke pengadilan, kini ia hanya tinggal menunggu proses sidang berlangsung. Sebelum benar-benar disidangkan, dua hari lalu sempat ada pemanggilan kepada Saka dan Lidya untuk mengadakan mediasi. Saka memenuhi pemanggilan itu sedangkan Lidya mangkir. Seolah tak peduli dan memang niat berpisah sudah kuat dari perempuan itu. Saka pun sebenarnya sudah malas bertemu dengan Lidya, namun ia hanya berusaha untuk tetap bijaksana. Meskipun sekali lagi, kebijaksanaan Saka selalu disia-siakan. Kini mereka hanya tinggal menunggu persidangan pertama yang rencananya sudah dijadwalkan minggu depan.“Saka, Saka, Saka,” panggil Tristan saat sang teman berjalan cepat di lorong kantor polisi hendak menuju ruang pribadinya.Tristan berlari menyamakan langkah dengan Saka karena pria itu tak kunjung menggubris panggilannya.“Ah elah lu Ka, gue panggil juga malah nyelonong aja.”“Jaga panggilan kamu, kita di k