Keesokan harinya tiba dengan suasana yang sangat berbeda di dua tempat yang terpisah. Di satu sisi, di rumah sakit, Luxian sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi otak yang penuh risiko. Di sisi lain, di kediaman keluarga Montague, persiapan untuk pesta pertunangan Celia dan Sergio sudah hampir selesai. Meski tampak bahagia di luar, dua hati yang tersimpan rahasia menghadapi takdir mereka masing-masing, terikat oleh nasib yang kini berjalan di arah yang berbeda.Di rumah sakit, Luxius dan anggota keluarga Davies yang lainnya berdiri di luar ruang operasi, hati mereka dipenuhi kecemasan. Sejak pagi, Luxius sudah menemani kakaknya yang akan menghadapi salah satu operasi terberat dalam hidupnya. Dokter telah menjelaskan bahwa operasi ini memiliki risiko besar, termasuk kelumpuhan atau kehilangan fungsi otak. Meskipun Luxius mencoba memberikan semangat pada kakaknya, dia tahu bahwa hasilnya tidak bisa diprediksi. Di dalam ruang operasi, Luxian berbaring di meja operasi, tubu
“Eliza… aku ingin pulang saja… aku merasa tidak enak badan…” “Tunggu sebentar lagi… begitu pestanya selesai aku akan datang kembali untuk menjemputmu, sekarang kamu istirahat dulu, dan tunggu aku di dalam.” Eliza memapah Celia yang sudah dalam keadaan mabuk ke sebuah kamar president suit hotel Diamond di kamar 1506. Saat tiba di depan pintu, Eliza melihat pintu yang tidak terkunci, sudut bibirnya sedikit terangkat. Setelah mendorong Celia masuk ke dalam, Eliza kemudian menutup pintu, sebelum pergi dia tidak lupa memasang tanda ‘Do Not Disturb’ pada knop pintu bagian luar. Mencegah siapapun untuk masuk ke dalam. Tidak lama kemudian Bryan datang dengan nafas terengah-engah, dia berdiri terpaku di depan pintu saat melihat tanda ‘Do Not Disturb’ terpasang. Karena tanda tersebut, dia tidak berani mengetuk apalagi langsung masuk. Apa yang terjadi? Padahal tadi Bosnya sendiri yang menyuruh dia agar cepat kembali setelah mengambil baju ganti dan obat penghilang mabuk. Karena hal itu
Sambil memijat kening yang masih sedikit pusing, Luxian berjalan menuju kamar mandi. Kemudian menelpon Bryan berkata bahwa dia akan ganti baju di kantor saja. Dia tidak berharap asistennya itu masuk ke kamar dan melihat semua kekacauan yang sudah dibuatnya. Tunggu di luar! Awalnya Luxian berpikir jika gadis yang bersamanya di tempat tidur adalah wanita panggilan yang disewa oleh temannya, jadi sebelum meninggalkan kamar dia bermaksud untuk memberinya sejumlah uang. Luxian berdiri disisi tempat tidur dengan dompet dan uang di tangannya saat matanya melihat bercak darah di sprei putih yang sedikit tertutup selimut, keningnya berkerut. Kegilaan semalam teringat lagi olehnya. Ekspresi samar gadis itu, dan juga suaranya yang seperti menahan sakit sambil sedikit terisak. Sial! Apa mungkin dia masih… Luxian semakin merasa bersalah, semalam dia terlalu terbawa suasana. Apa dia sudah menyiksa anak gadis orang sepanjang malam? Dia tidak bisa menahan diri untuk melirik gadis itu lagi, dili
"Tidak, kami belum melihatnya datang. Ada apa?” “Eliza kamu adalah sepupunya, seharusnya lebih tahu dari kami. Kenapa malah bertanya pada kami?” Dengan memasang wajah cemas Eliza berkata, “Aku hanya khawatir, karena semalam Celia tidak pulang ke rumah.” “Tidak pulang?” “Kalian dari biro keuangan, bukannya semalam mengadakan pesta makan malam? Dan menurut cerita temanku, kau dan Celia pergi terlebih dahulu.” Eliza mengangguk dengan wajah yang terlihat sedih, “Itu karena semalam Celia mabuk dan dia tidak berani pulang ke rumah. Dan kami berpisah di toilet. “Aku ingin bertanya pada kalian, apa Celia sudah punya pacar?” Tanya Eliza. Lalu dengan nada khawatir dia kembali berkata, “Celia itu lugu, aku takut dia bertemu dengan pria jahat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya. Seperti mengajaknya melakukan sesuatu. Seorang gadis yang belum menikah menginap di hotel dengan seorang pria…” Saat berbicara, Eliza menekankan kata ‘menginap di hotel dengan seorang pria saat kamu bahkan
Jackson melirik Celia sekilas dengan tatapan aneh. Setelah berkata dia langsung berbalik pergi dengan Eliza bergegas mengikuti di belakangnya. Celia mengerutkan kening, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dalam hati, “Ada apa dengan kedua orang itu? Mereka bukan sepasang kekasih gelap, kan? Sangat mencurigakan.” Saat Celia masih melamun menatap lorong yang sudah kosong tempat kedua orang itu pergi, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dan membuyarkan pikirannya. Itu adalah Amy sahabatnya. Karena Amy, Celia mengetahui semua yang Eliza lakukan barusan saat dia masih berada di perjalanan menuju kantor. “Bagus kamu datang tepat waktu, jika tidak, Eliza pasti sudah bicara lebih banyak hal buruk tentangmu.” Kata Amy. Dia benar-benar kesal melihat perlakuan Eliza terhadap Celia. Beberapa kali dia terlibat perkelahian dengan Eliza untuk membela Celia. Celia tidak langsung menjawab, dia bergegas duduk karena jika berdiri lebih lama lagi dia takut tubuhnya tidak kuat dan akan te
Saat itu Celia menjawab dengan ekspresi wajah yang riang, hanya untuk menyenangkan ibunya, dia pun mulai berbicara omong kosong, “Ibu tenang saja, Celia pasti akan segera membawakan ibu seorang menantu yang sangat tampan dan juga sangat kaya.” “Itu bukan syarat utama untuk menjadi menantu ibu, yang penting dia harus menyayangimu dengan tulus.” “Tentu saja, tidak hanya menyayangiku, dia juga sangat bucin.” Celia tersenyum lalu mencium tangan ibunya, “Dan yang penting, Celia yakin dia juga sangat menyayangi ibu.” “Ibu tidak penting.” “Siapa bilang, jika mau menikahiku maka dia juga harus menyayangi ibuku.” “Jadi kamu sudah bertemu seseorang? “Tentu saja. Tapi yang terpenting sekarang, ibu harus sembuh dulu, baru setelah itu Celia akan membawa dia untuk bertemu dengan ibu.” “Aamiin. Tapi ngomong-ngomong apa itu bucin?” “Itu artinya di matanya tidak akan ada wanita lain selain putrimu yang cantik ini. Dia sangat tergila-gila padaku.” Setelah itu mereka tertawa bersama. Ce
Tubuh Celia merosot di lantai, tangannya merah dan bengkak karena berulang kali dipukulkan ke pintu kayu yang keras, suaranya pun mulai serak. Dia meringkuk di lantai seperti janin. Kebenaran yang baru saja terungkap di depan matanya secara brutal, membuat dia lupa bagaimana caranya menangis. Dia menjadi sedikit linglung.Berharap jika semua ini hanya bagian dari mimpi buruk. Dan saat terbangun nanti semua akan kembali seperti semula.Namun, itu tidak mungkin.“Ibu, ayah, kenapa kalian bukan orang tua kandungku? Lalu aku siapa?” Suara Celia terdengar lirih, hatinya terasa sakit dan hancur.Kepada siapa lagi dia harus bercerita? Mereka yang selama ini dianggap sebagai keluarga kini mulai menjauh dengan tatapan dingin. Bagi mereka sekarang dia tidak lebih dari orang asing. Seketika di dunia yang besar ini dia hanya sendirian.Rumah tempatnya tumbuh dalam kehangatan kasih sayang ayah dan ibu, kini terasa seperti penjara besar yang menyesakkan. Celia memejamkan mata sambil berusaha meng
“Celia, jangan bicara padaku seperti orang asing. Tentu saja kamu boleh tinggal disini.” Celia mencoba tersenyum, meskipun hatinya masih terasa berat. "Terima kasih, Kak Erika. Maaf merepotkan." "Jangan khawatir. Kamu tidak merepotkan sama sekali. Masuklah, buat dirimu nyaman," jawab Erika sambil membuka pintu lebih lebar, mengisyaratkan Celia untuk masuk. Saat mereka melangkah masuk, Celia merasakan suasana hangat yang mengisi rumah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto keluarga dan karya seni sederhana. Aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur, membuat perut Celia keroncongan. Erika melihat Celia dengan penuh perhatian. "Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang. Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu." Celia mengangguk dan duduk di sofa yang empuk di ruang tamu. Eric meletakkan kopernya di sudut ruangan dan duduk di sebelahnya. "Terima kasih, Kak Eric. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa bantuanmu," kata Celia dengan suara pelan. Er