Eliza…Aku ingin pulang saja…”
“Tunggu sebentar lagi…saat pestanya selesai aku akan datang untuk menjemputmu, sekarang kamu istirahat dulu, dan tunggu aku di dalam.” Eliza memapah Celia yang sudah dalam keadaan mabuk ke sebuah kamar president suit hotel Diamond di kamar 1506. Saat tiba di depan pintu, Eliza melihat pintu yang tidak terkunci, sudut bibirnya sedikit terangkat. Setelah mendorong Celia masuk ke dalam, Eliza kemudian menutup pintu, sebelum pergi dia tidak lupa memasang tanda ‘do not disturb’ pada kenop pintu bagian luar. Tidak lama kemudian Bryan datang dengan nafas terengah-engah, dia berdiri terpaku di depan pintu saat melihat tanda ‘do not disturb’ terpasang. Karena tanda tersebut, dia tidak berani mengetuk apalagi langsung masuk. Apa yang terjadi? Padahal tadi si bos menyuruhnya agar cepat kembali, hingga membuatnya berjalan setengah berlari. “Bos sepertinya sudah tidur, mengganggunya sama saja mencari mati. Lebih baik tunggu sampai besok pagi.” Pikir Bryan, dia lalu berbalik untuk kembali ke mobil sambil membawa tas berisi baju ganti dan obat anti mabuk yang di pesan bosnya. Namun sebelum melangkah, dari sudut matanya Bryan melihat ada yang salah dengan nomor kamar yang terpasang pada tembok di samping pintu masuk. “Nomor kamar Bos Luxian bukannya 1509 kenapa jadi 1506?” Sambil mengerutkan kening dia memperbaiki nomor kamar tersebut, ternyata memang benar rusak angka 9 berubah kembali menjadi 6. Saat menuju lift Bryan melirik sekilas kamar 1506 yang berada tidak jauh di seberang kamar Luxian, lalu berkata, “Semoga saja tidak ada orang yang ceroboh hingga salah kamar dan mengganggu istirahat Bos.” Tadi setelah bertemu teman-temannya, Luxian mabuk berat akibat toleransi alkoholnya yang rendah. Karena besok ada pertemuan penting, Luxian berencana tidur di hotel malam ini dan menyuruh Bryan asisten pribadinya mengambil baju ganti untuk meeting besok, sekalian membeli obat anti mabuk. Di dalam kamar, Celia merasakan dunia di sekitarnya berputar. Dia berjalan terhuyung dan dengan malas ambruk ke tempat tidur kemudian melepas heels dan mantelnya secara asal. Karena suasana kamar sedikit gelap dan kesadarannya yang kurang, dia tidak menyadari jika sudah ada seseorang yang berbaring di atas tempat tidur. Celia merasakan tubuhnya panas dan tidak nyaman, saat dia berbalik, wangi agarwood menyerbu masuk indra penciumannya. Bau menyegarkan seperti aroma terapi yang seketika menenangkan ‘kegelisahannya’. Namun disaat yang sama juga membuat jantungnya berdetak semakin cepat. Mereka berbaring miring saling berhadapan dan sangat dekat, saat Celia mendongak, seraut wajah yang luar biasa tampan tersaji di depannya. Dia bisa melihat wajah pria itu meskipun dalam cahaya yang redup. Bulu matanya yang panjang terkulai ke bawah dengan lembut, dan hidungnya yang tinggi dan lurus membuat wajahnya tampak seperti pahatan semesta yang paling indah. Celia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh wajah itu dengan ujung jarinya yang lentik, perlahan menjelajah mulai dari kening, alis, mata, hidung, rahang. Dan akhirnya berhenti di jakun dan tulang selangka. Setiap bagiannya terlalu luar biasa. Seperti terhipnotis Celia tidak tahu berapa lama dia menatap wajah tampan yang tiada tara ini, jantungnya semakin berdebar tak terkendali. Membuatnya tidak bisa menahan diri dan diam-diam menciumnya. Namun, Pria itu tiba-tiba saja membuka mata dan menatapnya, membuat Celia sedikit terkejut, rasanya sama seperti tertangkap basah sedang mencuri. Jika saja di dalam ruangan itu terdapat cahaya yang cukup terang maka orang lain bisa melihat wajahnya yang merona merah. Detik berikutnya, pria itu memegang bagian belakang kepala Celia yang berusaha menjauh. Dia dengan tidak sabar membuka bibirnya dan memperdalam ciumannya. Celia tidak berdaya untuk menolak ciuman pria itu. Karena sepertinya, saliva mereka yang telah menjadi satu memiliki efek memabukkan melebihi kadar alkohol yang paling tinggi. Dia merasa seperti sedang mabuk bersamanya saat merasakan hangat nafas orang lain yang berhembus di wajahnya. Secara naluriah Celia meletakan tangannya di dada bidang pria itu sambil berusaha mendorongnya agar menjauh. Penolakannya yang nyaris tanpa tenaga terlihat seperti kelinci kecil yang imut tapi juga begitu lemah di mata Luxian. Tanpa terasa membangkit jiwa penaklukan pria itu. Dia dengan cepat berbalik dan menempatkan kelinci kecil di bawahnya membuatnya terlihat terperangkap dan semakin tidak berdaya. Selama 28 tahun hidupnya belum pernah sekalipun Luxian kalah dari seorang wanita, dengan status dan ketampanannya wanita manapun tidak sulit untuk didapatkan, tapi tidak ada satupun yang pernah bisa membuatnya takluk. Entah kenapa seekor kelinci kecil yang tidak tahu datang dari mana berhasil membuat pertahanan dirinya rapuh. Luxian membiarkan hasrat liar menuntun dirinya keluar batas. Kelinci kecil yang lemah ini adalah buruan pertamanya, jadi dia tidak akan pernah melepaskan apapun yang terjadi, meski kelinci kecil berteriak mengerang kesakitan memohon belas kasihannya. Tapi hal itu justru membuatnya semakin menggila. Keesokan paginya, Luxian di bangunkan oleh alarm dari ponselnya. Saat menoleh ke samping, dia melihat seorang gadis berbaring dengan punggung menghadap ke arahnya. Rambut coklatnya yang panjang dan acak-acakan menutupi wajahnya dan terhampar di sprei putih. Tubuh polosnya hanya tertutup selimut hingga dada, namun lekuknya masih terlihat jelas. Bentuk proporsional terlihat seperti boneka barbie, dengan kulit seputih salju dan selembut kulit bayi. Satu kakinya yang tak tertutup selimut terlihat panjang dan ramping. Luxian melirik sosok sempurna itu dari atas ke bawah melalui sudut matanya, dia dibuat sangat terpesona. Tapi sekarang bukan waktunya menikmati keindahan! Luxian teringat kembali semua kejadian semalam, membuatnya berdecak kesal pada dirinya sendiri. Dia marah karena telah melanggar komitmen yang dibuatnya sendiri, yaitu tidak akan berhubungan intim dengan seorang wanita kecuali istrinya. Dan lihat apa yang sudah dia lakukan sekarang? Ada rasa penyesalan yang terpancar dari sorot mata Luxian. 28 tahun menahan diri tapi itu hancur dalam semalam. Well, Bagaimanapun juga dia bukan orang suci dan hanya manusia biasa. Tapi kenapa harus dengan gadis ini! Orang asing yang bahkan dia tidak tahu namanya. Sangat disayangkan. Luxian menghela nafas.Sambil memijat kening yang masih sedikit pusing, Luxian berjalan menuju kamar mandi. Kemudian menelpon Bryan berkata bahwa dia akan ganti baju di kantor. Dia tidak berharap asisten nya itu masuk ke kamar dan melihat semua kekacauan yang sudah dibuatnya.Tunggu di luar!Awalnya Luxian berpikir jika gadis di tempat tidur adalah wanita panggilan yang disewa oleh temannya, jadi sebelum meninggalkan kamar dia bermaksud untuk memberinya sejumlah uang. Luxian berdiri disisi tempat tidur dengan dompet dan uang di tangannya saat matanya melihat bercak darah di sprei putih yang tertutup selimut, keningnya berkerut.Kegilaan semalam teringat lagi olehnya. Ekspresi samar gadis itu, dan juga suaranya yang seperti menahan sakit sambil sedikit terisak.Sial!Apa mungkin dia masih…Luxian semakin merasa bersalah, semalam dia terlalu terbawa suasana. Apa dia sudah menyiksa anak gadis orang sepanjang malam?Dia tidak bisa menahan diri untuk melirik gadis itu lagi, dilihat dari penampilannya yang berant
“Tidak, kami belum melihatnya. Ada apa?”“Eliza kamu sepupunya, seharusnya lebih tahu dari kami. Kenapa malah bertanya?”Dengan memasang wajah cemas Eliza berkata, “Aku hanya khawatir, karena semalam Celia tidak pulang ke rumah.” “Tidak pulang?”Eliza mengangguk dengan wajah yang terlihat sedih, “Apa Celia sudah punya pacar?” Eliza bertanya. Lalu dengan nada khawatir dia berkata, “Celia itu lugu, aku takut dia bertemu dengan pria jahat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya. Seperti mengajaknya melakukan sesuatu. Seorang gadis yang belum menikah menginap di hotel dengan seorang pria…”Saat berbicara, Eliza menekankan kata ‘menginap di hotel dengan seorang pria saat kamu bahkan belum menikah’ bermaksud ingin menunjukkan betapa tidak tidak bermoralnya Celia.Dan sepertinya berhasil, terbukti, semua orang yang mendengarnya segera mengerutkan kening dengan ekspresi jijik di wajah mereka. Ada pula yang menggelengkan kepala menyayangkan.Semua yang berkumpul bersamanya merupakan kar
Tuan Jack melirik Celia sekilas dengan tatapan aneh. Setelah berkata dia langsung berbalik pergi dengan Eliza bergegas mengikuti di belakangnya.Celia mengerutkan kening, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dalam hati, “Ada apa dengan kedua orang itu? Mereka bukan sepasang kekasih gelap, kan?”Saat Celia masih menatap lorong tempat kedua orang itu pergi, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dan membuyarkan lamunannya. Itu Amy sahabatnya. Karena Amy, Celia mengetahui semua yang Eliza lakukan barusan saat dia masih berada di perjalanan menuju kantor.“Bagus kamu datang tepat waktu, jika tidak, Eliza pasti sudah bicara lebih banyak hal buruk tentangmu.”Celia tidak langsung menjawab, dia bergegas duduk karena jika berdiri lebih lama lagi dia takut akan jatuh. Selain efek mabuk semalam belum sepenuhnya hilang, tubuhnya juga terasa lelah. Dan yang penting lagi, perutnya sangat lapar.Sambil memakan biskuit dan susu yang diberikan Amy, Celia menjawab, “Dia selalu mencari celah u
Saat itu Celia menjawab dengan ekspresi wajah yang riang, hanya untuk menyenangkan ibunya, dia pun mulai berbicara omong kosong, “Ibu tenang saja, Celia pasti akan segera membawakan ibu seorang menantu yang sangat tampan dan juga sangat kaya.” “Itu bukan syarat utama untuk menjadi menantu ibu, yang penting dia harus menyayangimu dengan tulus.” “Tentu saja, tidak hanya menyayangiku, dia juga sangat bucin.” Celia tersenyum lalu mencium tangan ibunya, “Dan yang penting, Celia yakin dia juga sangat menyayangi ibu.” “Ibu tidak penting.” “Siapa bilang, jika mau menikahiku maka dia juga harus menyayangi ibuku.” “Jadi kamu sudah bertemu seseorang? “Tentu saja. Tapi yang terpenting sekarang, ibu harus sembuh dulu, baru setelah itu Celia akan membawa dia untuk bertemu dengan ibu.” “Aamiin. Tapi ngomong-ngomong apa itu bucin?” “Itu artinya di matanya tidak akan ada wanita lain selain putrimu yang cantik ini. Dia sangat tergila-gila padaku.” Setelah itu mereka tertawa bersama. Celia inga
Tubuh Celia merosot di lantai, tangannya merah dan bengkak karena berulang kali dipukulkan ke pintu kayu yang keras, suaranya pun mulai serak. Dia meringkuk di lantai seperti janin. Kebenaran yang baru saja terungkap di depan matanya secara brutal, membuat dia lupa bagaimana caranya menangis. Dia menjadi sedikit linglung.Berharap jika semua ini hanya bagian dari mimpi buruk. Dan saat terbangun nanti semua akan kembali seperti semula.Namun, itu tidak mungkin.“Ibu, ayah, kenapa kalian bukan orang tua kandungku? Lalu aku siapa?” Suara Celia terdengar lirih, hatinya terasa sakit dan hancur.Kepada siapa lagi dia harus bercerita? Mereka yang selama ini dianggap sebagai keluarga kini mulai menjauh dengan tatapan dingin. Bagi mereka sekarang dia tidak lebih dari orang asing. Seketika di dunia yang besar ini dia hanya sendirian.Rumah tempatnya tumbuh dalam kehangatan kasih sayang ayah dan ibu, kini terasa seperti penjara besar yang menyesakkan. Celia memejamkan mata sambil berusaha meng
“Celia, jangan bicara padaku seperti orang asing. Tentu saja kamu boleh tinggal disini.” Celia mencoba tersenyum, meskipun hatinya masih terasa berat. "Terima kasih, Kak Erika. Maaf merepotkan." "Jangan khawatir. Kamu tidak merepotkan sama sekali. Masuklah, buat dirimu nyaman," jawab Erika sambil membuka pintu lebih lebar, mengisyaratkan Celia untuk masuk. Saat mereka melangkah masuk, Celia merasakan suasana hangat yang mengisi rumah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto keluarga dan karya seni sederhana. Aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur, membuat perut Celia keroncongan. Erika melihat Celia dengan penuh perhatian. "Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang. Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu." Celia mengangguk dan duduk di sofa yang empuk di ruang tamu. Eric meletakkan kopernya di sudut ruangan dan duduk di sebelahnya. "Terima kasih, Kak Eric. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa bantuanmu," kata Celia dengan suara pelan. Er
Di luar rumah, suasana semakin kacau. Para penjaga berlarian, mengendarai mobil patroli, menyebar ke seluruh kota dalam upaya putus asa untuk menemukan Celia. Di tengah kekacauan itu, Arnold berdiri di pintu depan, memandang keluar dengan mata yang penuh kebencian."Aku akan menemukanmu, dasar brengsek!" gumam Arnold pelan. "Dan kali ini, kamu tidak akan bisa lari lagi sebelum aku mendapatkan semua harta warisan kakak dan kakak iparku."Namun, jauh di dalam hatinya, Arnold tahu bahwa meskipun dia penuh dengan tekad untuk menangkap Celia kembali, dia merasa ada sesuatu yang berbeda kali ini. Gadis itu mungkin lebih kuat dan lebih cerdik daripada yang dia bayangkan. Dan mungkin saja seseorang telah membantunya.Sementara itu Eliza, memanfaatkan situasi untuk mencari informasi sekecil apapun di kamar Celia.Eliza menyelinap dengan cepat ke dalam kamar, memastikan tidak ada yang terlewat dari matanya. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tepat untuk menemukan sesuatu yang berharga mi
Matahari sore yang mulai condong ke barat memancarkan cahaya keemasan yang indah, menerangi jalanan umum yang ramai oleh pejalan kaki. Setelah memarkirkan mobil di tempat yang sudah disediakan, Celia, Eric, Erica dan kedua buah hatinya berjalan bersama memasuki pasar tradisional. Suara tawar menawar, percakapan riang dan tawa terdengar seolah menyambut mereka, mengiringi perjalanan yang dipenuhi semangat kebersamaan. Celia mengamati semua toko yang ia lewati, matanya mencari barang yang mungkin nanti dia perlukan. Karena saat pergi meninggalkan rumah kemarin, tidak banyak barang yang bisa ia bawa. Ashford terkenal dengan julukan desa kecil, tapi sebenarnya pasar tradisional ini sangat komplit. Semua hal tersedia, kualitasnya pun tidak kalah dari kota besar. Pasar ramai dengan aktivitas. Penjual dan pembeli berinteraksi, aroma harum makanan lokal menguar di udara. Mereka berlima bergerak melewati kerumunan, menuju konter Tuan Rudi, seorang saudagar kaya raya yang juga kepala des