“Eliza… aku ingin pulang saja… aku merasa tidak enak badan…”
“Tunggu sebentar lagi… begitu pestanya selesai aku akan datang kembali untuk menjemputmu, sekarang kamu istirahat dulu, dan tunggu aku di dalam.” Eliza memapah Celia yang sudah dalam keadaan mabuk ke sebuah kamar president suit hotel Diamond di kamar 1506. Saat tiba di depan pintu, Eliza melihat pintu yang tidak terkunci, sudut bibirnya sedikit terangkat. Setelah mendorong Celia masuk ke dalam, Eliza kemudian menutup pintu, sebelum pergi dia tidak lupa memasang tanda ‘Do Not Disturb’ pada knop pintu bagian luar. Mencegah siapapun untuk masuk ke dalam. Tidak lama kemudian Bryan datang dengan nafas terengah-engah, dia berdiri terpaku di depan pintu saat melihat tanda ‘Do Not Disturb’ terpasang. Karena tanda tersebut, dia tidak berani mengetuk apalagi langsung masuk. Apa yang terjadi? Padahal tadi Bosnya sendiri yang menyuruh dia agar cepat kembali setelah mengambil baju ganti dan obat penghilang mabuk. Karena hal itu juga yang sampai membuatnya berjalan setengah berlari. “Bos Luxian sepertinya sudah tidur, mengganggunya sama saja dengan mencari mati. Lebih baik aku tunggu sampai besok pagi saja.” Pikir Bryan, dia lalu berbalik dan bersiap untuk kembali ke mobil. Namun sebelum melangkah, dari sudut matanya, Bryan melihat ada yang salah dengan nomor kamar yang terpasang pada tembok di samping pintu masuk. Nomor itu seperti berubah. “Nomor kamar Bos bukannya 1509? Kenapa sekarang berubah jadi 1506?” Sambil mengerutkan kening dia memperbaiki nomor kamar tersebut, ternyata memang benar rusak angka 9 berubah kembali menjadi 6. Saat menuju lift Bryan melirik sekilas kamar 1506 yang berada tidak jauh di seberang kamar Luxian hanya sedikit berbelok, lalu berkata cemas, “Semoga saja tidak ada orang yang cukup ceroboh hingga salah masuk kamar dan mengganggu istirahat Bos.” Tadi setelah bertemu teman-temannya, Luxian mabuk berat akibat toleransi alkoholnya yang rendah. Karena besok ada pertemuan penting, dan jarak dari hotel ke kantor lebih dekat daripada jarak dari apartemennya ke kantor, jadi Luxian berencana tidur di hotel malam ini dan menyuruh Bryan asisten pribadinya mengambil baju ganti untuk dipakai meeting besok pagi, sekalian membeli obat anti mabuk. Di dalam kamar, Celia merasakan dunia di sekitarnya berputar. Dia berjalan terhuyung dan dengan malas ambruk ke atas tempat tidur kemudian melepas heels dan melempar mantelnya secara asal ke lantai. Karena suasana kamar sedikit gelap dan kesadarannya yang kurang, dia tidak menyadari jika sudah ada seseorang yang berbaring di atas tempat tidur. Celia merasakan tubuhnya panas dan tidak nyaman, saat dia berbalik, wangi parfume maskulin menyerbu masuk indra penciumannya. Bau yang menyegarkan seperti aroma terapi, seketika membantu menenangkan ‘kegelisahannya’. Namun disaat yang sama juga membuat jantungnya berdetak semakin cepat. Mereka berbaring miring saling berhadapan dan sangat dekat, saat Celia mendongak, seraut wajah yang luar biasa tampan tersaji di depannya. Dia bisa melihat wajah pria itu meskipun dalam cahaya yang redup. Bulu matanya yang panjang terkulai ke bawah dengan lembut, dan hidungnya yang tinggi dan lurus membuat wajahnya tampak seperti pahatan semesta yang paling indah. Celia tidak bisa menahan diri untuk tidak menyentuh wajah itu dengan ujung jarinya yang lentik, perlahan menjelajah mulai dari kening, alis, mata, hidung, rahang. Dan akhirnya berhenti di jakun dan tulang selangka. Setiap bagiannya terlalu luar biasa. Seperti terhipnotis Celia tidak tahu berapa lama dia menatap wajah tampan yang tiada tara ini, jantungnya semakin berdebar tak terkendali. Membuatnya tidak bisa menahan diri dan dengan berani diam-diam menciumnya. Namun siapa sangka, pria itu tiba-tiba saja membuka mata dan menatapnya tajam, membuat Celia sedikit terkejut, rasanya sama seperti tertangkap basah sedang mencuri. Jika saja di dalam ruangan itu terdapat cahaya yang cukup terang maka orang lain bisa melihat wajahnya yang merona merah seperti kepiting rebus. Detik berikutnya, pria itu memegang bagian belakang kepala Celia yang berusaha menjauh. Dia dengan tidak sabar melumat bibir Celia, membuka dan memperdalam ciumannya. “Umm…” Celia tidak berdaya untuk menolak ciuman pria asing itu. Karena sepertinya, saliva mereka yang telah menjadi satu memiliki efek memabukkan melebihi kadar alkohol yang paling tinggi. Dia merasa seperti sedang mabuk bersamanya, saat dia merasakan nafas hangat pria itu yang berhembus di wajahnya. Itu adalah ciuman pertamanya. Secara naluriah Celia meletakan tangannya di dada bidang pria itu sambil berusaha mendorongnya agar menjauh dan melepaskannya. Namun, penolakannya yang nyaris tanpa tenaga terlihat seperti kelinci kecil yang imut tapi juga begitu lemah di mata Luxian. Tanpa terasa membangkit jiwa penaklukan pria itu. Dia dengan cepat berbalik dan menempatkan kelinci kecil di bawahnya membuatnya terlihat terperangkap dan semakin tidak berdaya. Selama 28 tahun hidupnya belum pernah sekalipun Luxian kalah dari seorang wanita, dengan status dan ketampanannya wanita manapun tidak sulit untuk didapatkan, tapi tidak ada satupun yang pernah bisa membuatnya takluk. Entah kenapa seekor kelinci kecil yang tidak tahu datang dari mana berhasil membuat pertahanan dirinya rapuh. Luxian membiarkan hasrat liar menuntun dirinya keluar batas. Kelinci kecil yang lemah ini adalah buruan pertamanya, jadi dia tidak akan pernah melepaskan apapun yang terjadi, meski kelinci kecil berteriak mengerang kesakitan memohon belas kasihannya. Tapi hal itu justru membuatnya semakin menggila. Keesokan paginya, Luxian di bangunkan oleh alarm dari ponselnya. Saat menoleh ke samping, dia melihat seorang gadis berbaring dengan punggung menghadap ke arahnya. Rambut coklatnya yang panjang dan acak-acakan menutupi wajahnya dan terhampar di sprei putih. Tubuh polosnya hanya tertutup selimut hingga dada, namun lekuknya masih terlihat jelas. Bentuk proporsional terlihat seperti boneka barbie, dengan kulit seputih salju dan selembut kulit bayi. Satu kakinya yang tak tertutup selimut terlihat panjang dan ramping. Luxian melirik sosok sempurna itu dari atas ke bawah melalui sudut matanya, dia dibuat sangat terpesona. Tapi sekarang bukan waktunya untuk menikmati keindahan! Luxian teringat kembali semua kejadian semalam, membuatnya berdecak kesal pada dirinya sendiri. Dia marah karena telah melanggar komitmen yang dibuatnya sendiri, yaitu tidak akan berhubungan intim dengan seorang wanita kecuali istri sahnya. Dan lihat apa yang sudah dia lakukan tadi malam? Ada rasa penyesalan terlihat dari sorot matanya. 28 tahun usahanya untuk menahan diri dari semua godaan, tapi itu hancur begitu saja dalam semalam. Luxian berusaha berdamai dengan dirinya sendiri, Bagaimanapun juga dia bukan orang suci dan hanya manusia biasa. Tapi kenapa harus dengan gadis ini! Seorang gadis asing yang bahkan dia tidak tahu siapa namanya. Luxian menghela nafas.Sambil memijat kening yang masih sedikit pusing, Luxian berjalan menuju kamar mandi. Kemudian menelpon Bryan berkata bahwa dia akan ganti baju di kantor saja. Dia tidak berharap asistennya itu masuk ke kamar dan melihat semua kekacauan yang sudah dibuatnya. Tunggu di luar! Awalnya Luxian berpikir jika gadis yang bersamanya di tempat tidur adalah wanita panggilan yang disewa oleh temannya, jadi sebelum meninggalkan kamar dia bermaksud untuk memberinya sejumlah uang. Luxian berdiri disisi tempat tidur dengan dompet dan uang di tangannya saat matanya melihat bercak darah di sprei putih yang sedikit tertutup selimut, keningnya berkerut. Kegilaan semalam teringat lagi olehnya. Ekspresi samar gadis itu, dan juga suaranya yang seperti menahan sakit sambil sedikit terisak. Sial! Apa mungkin dia masih… Luxian semakin merasa bersalah, semalam dia terlalu terbawa suasana. Apa dia sudah menyiksa anak gadis orang sepanjang malam? Dia tidak bisa menahan diri untuk melirik gadis itu lagi, dili
"Tidak, kami belum melihatnya datang. Ada apa?” “Eliza kamu adalah sepupunya, seharusnya lebih tahu dari kami. Kenapa malah bertanya pada kami?” Dengan memasang wajah cemas Eliza berkata, “Aku hanya khawatir, karena semalam Celia tidak pulang ke rumah.” “Tidak pulang?” “Kalian dari biro keuangan, bukannya semalam mengadakan pesta makan malam? Dan menurut cerita temanku, kau dan Celia pergi terlebih dahulu.” Eliza mengangguk dengan wajah yang terlihat sedih, “Itu karena semalam Celia mabuk dan dia tidak berani pulang ke rumah. Dan kami berpisah di toilet. “Aku ingin bertanya pada kalian, apa Celia sudah punya pacar?” Tanya Eliza. Lalu dengan nada khawatir dia kembali berkata, “Celia itu lugu, aku takut dia bertemu dengan pria jahat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya. Seperti mengajaknya melakukan sesuatu. Seorang gadis yang belum menikah menginap di hotel dengan seorang pria…” Saat berbicara, Eliza menekankan kata ‘menginap di hotel dengan seorang pria saat kamu bahkan
Jackson melirik Celia sekilas dengan tatapan aneh. Setelah berkata dia langsung berbalik pergi dengan Eliza bergegas mengikuti di belakangnya. Celia mengerutkan kening, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dalam hati, “Ada apa dengan kedua orang itu? Mereka bukan sepasang kekasih gelap, kan? Sangat mencurigakan.” Saat Celia masih melamun menatap lorong yang sudah kosong tempat kedua orang itu pergi, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dan membuyarkan pikirannya. Itu adalah Amy sahabatnya. Karena Amy, Celia mengetahui semua yang Eliza lakukan barusan saat dia masih berada di perjalanan menuju kantor. “Bagus kamu datang tepat waktu, jika tidak, Eliza pasti sudah bicara lebih banyak hal buruk tentangmu.” Kata Amy. Dia benar-benar kesal melihat perlakuan Eliza terhadap Celia. Beberapa kali dia terlibat perkelahian dengan Eliza untuk membela Celia. Celia tidak langsung menjawab, dia bergegas duduk karena jika berdiri lebih lama lagi dia takut tubuhnya tidak kuat dan akan te
Celia menjawab dengan ekspresi wajah yang riang, hanya untuk menyenangkan ibunya, dia pun mulai berbicara omong kosong, “Ibu tenang saja, Celia pasti akan segera membawakan ibu seorang menantu yang sangat tampan dan juga sangat kaya.” “Itu bukan syarat utama untuk menjadi menantu ibu, yang penting dia harus menyayangimu dengan tulus.” “Tentu saja, tidak hanya menyayangiku, dia juga sangat bucin.” Celia tersenyum lalu mencium tangan ibunya, “Dan yang penting, Celia yakin dia juga sangat menyayangi ibu.” “Tidak usah pikirkan ibu.” “Siapa bilang, jika mau menikahiku maka dia juga harus menyayangi ibuku.” “Jadi kamu sudah bertemu seseorang?” “Tentu saja. Tapi yang terpenting sekarang, ibu harus sembuh dulu, baru setelah itu Celia akan membawa dia untuk bertemu dengan ibu.” “Aamiin. Tapi ngomong-ngomong apa itu bucin?” “Itu artinya di matanya tidak akan ada wanita lain selain putrimu yang cantik ini. Dia sangat tergila-gila padaku.” Setelah itu mereka tertawa bersama. Celia ingat b
Tubuh Celia merosot di lantai. Berulang kali dia memukul pintu kayu yang keras dengan kedua tangannya hingga merah dan bengkak, suaranya juga mulai terdengar serak. Dia meringkuk di lantai seperti janin. Kebenaran yang baru saja terungkap di depan matanya secara brutal, membuat dia lupa bagaimana caranya menangis. Dia menjadi sedikit linglung. Berharap jika semua ini hanya bagian dari mimpi buruk. Dan saat terbangun nanti semua akan kembali seperti semula. Namun, itu tidak mungkin terjadi “Ibu, ayah, kenapa kalian bukan orang tua kandungku? Lalu aku siapa?” Suara Celia terdengar lirih, hatinya terasa sakit dan hancur. Kepada siapa lagi dia harus bercerita? Mereka yang selama ini dianggap sebagai keluarga kini mulai menjauh dengan tatapan dingin. Bagi mereka sekarang dia tidak lebih dari orang asing. Seketika di dunia yang besar ini dia hanya sendirian. Rumah tempatnya tumbuh dalam kehangatan kasih sayang ayah dan ibu, kini terasa seperti penjara besar yang menyesakkan. Cel
“Celia, jangan menganggapku seperti orang asing. Tentu saja kamu boleh tinggal disini.” Celia mencoba tersenyum, meskipun hatinya merasa tidak bersemangat. "Terima kasih, Kak. Maaf sudah merepotkan." "Tidak merepotkan sama sekali. Masuklah, buat dirimu nyaman," jawab Erika sambil membuka pintu lebih lebar, mengisyaratkan Celia untuk masuk. Saat mereka melangkah masuk, Celia merasakan suasana hangat yang mengisi rumah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto keluarga dan karya seni sederhana. Aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur. Erika melihat Celia dengan penuh perhatian. "Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang. Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu." Erika kembali dengan nampan berisi tiga cangkir teh dan sepiring kue. "Kebetulan aku baru saja membuat kue, ayo dicoba dulu, dan secangkir teh hangat ini akan membantumu merasa lebih baik." Celia mengambil cangkir teh dan menghirup aroma jasmine yang membuat rileks. "Terima kasih, Kak. Teh ini sangat en
Di luar rumah, suasana semakin kacau. Para penjaga berlarian, mengendarai mobil patroli, menyebar ke seluruh penjuru kota dalam upaya putus asa untuk menemukan Celia. Di tengah kekacauan itu, Arnold berdiri di pintu depan, memandang keluar dengan mata yang penuh kebencian. "Aku akan menemukanmu, dasar anak brengsek!" gumam Arnold meradang. "Aku harus mendapatkan kembali semua harta warisan yang ditinggalkan oleh kakak dan kakak iparku. Setelah mendapatkan semuanya, kau sama sekali tidak berharga, Celia. Aku akan langsung menyingkirkanmu!” Namun, Arnold juga menyadari jika Celia mungkin lebih cerdas daripada yang dibayangkan sebelumnya. Dan mungkin saja seseorang telah membantunya. Yang membuat gadis itu lebih sulit untuk dikendalikan dan dimanipulasi. Sementara itu Eliza, memanfaatkan situasi yang sedang kacau di luar untuk mencari petunjuk di kamar Celia. Informasi sekecil apapun akan sangat berguna untuk mengetahui kemana tujuan Celia pergi. Eliza menyelinap dengan cepat ke dala
Matahari sore yang mulai condong ke barat memancarkan cahaya keemasan yang indah, menerangi jalanan umum yang ramai oleh pejalan kaki. Setelah memarkirkan mobil di tempat yang sudah disediakan, Celia, Eric, Erica dan kedua buah hatinya berjalan bersama memasuki pasar tradisional. Suara tawar menawar, percakapan riang dan tawa terdengar seolah menyambut mereka, mengiringi perjalanan yang dipenuhi semangat kebersamaan. Celia mengamati semua toko yang ia lewati, matanya mencari barang yang mungkin nanti dia perlukan. Karena saat pergi meninggalkan rumah kemarin, tidak banyak barang yang bisa ia bawa. Ashford terkenal dengan julukan desa kecil, tapi sebenarnya pasar tradisional ini sangat komplit. Semua hal tersedia, kualitasnya pun tidak kalah dari kota besar. Pasar ramai dengan aktivitas. Penjual dan pembeli berinteraksi, aroma harum makanan lokal menguar di udara. Mereka berlima bergerak melewati kerumunan, menuju konter Tuan Rudi, seorang saudagar kaya raya yang juga kepala des
Jantung Celia berdegup semakin kencang, perasaannya tidak menentu.Mereka sampai di sudut jalan yang lebih sepi, tapi pria itu sudah tidak terlihat lagi. Celia berhenti dan menatap sekeliling dengan nafas yang tidak beraturan. "Dia... dia ada di sini tadi," ucapnya.Luxian mendekat, meletakkan tangan lembut di bahu Celia. "Celia, mungkin ini hanya perasaanmu. Kau mungkin melihat seseorang yang mirip, tapi Sergio... dia sudah tidak ada." Suaranya lembut, mencoba menenangkan.“Kau benar, itu mungkin hanya imajinasiku saja, Luxian maaf,” jawab Celia.***Celia melihat berita mengejutkan di ponselnya. Sebuah laporan menayangkan rekaman yang diambil oleh warga di jalan.Di layar, terlihat seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan, tampak berusaha dipegang oleh beberapa petugas medis dan polisi. Wajah wanita itu tampak penuh dengan kebingungan dan ketakutan, sementara di pelukannya, dia memeluk bantal kecil. Wanita itu berteriak dan meronta, menolak dimasukkan ke dalam mob
Setelah berhari-hari menunggu dengan penuh harapan, keluarga Lannister akhirnya harus menerima kenyataan yang pahit. Pihak berwenang mengonfirmasi bahwa tidak ada korban selamat dari kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak penumpang. Jenazah sebagian besar penumpang tidak ditemukan karena pesawat jatuh di laut lepas, membuat pencarian semakin sulit dan perlahan dihentikan. Keluarga Lannister, yang awalnya begitu berharap akan keajaiban, kini tak punya pilihan selain menyerah.Di tengah duka yang mendalam, orang tua Sergio, duduk bersama Celia di rumah mereka. Mereka tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dalam percakapan yang penuh dengan emosi, mereka akhirnya memutuskan untuk memberikan Celia kebebasan."Celia, sayang," ujar Mrs. Lannister dengan suara lembut. "Kami tahu ini tidak mudah, dan Sergio akan selalu ada di hati kita semua. Tapi... kamu masih muda, dan kami ingin kamu bahagia. Kamu bebas untuk menikah lagi, jika kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia."Celia me
Dan kemudian, tanpa peringatan, Celia mulai menangis terisak. Tangisnya begitu dalam dan penuh dengan kesedihan yang dia tahan selama bertahun-tahun. Bahunya bergetar, nafasnya tersengal-sengal, dan dia merasa seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Celia meraih tubuh Luxian, memeluknya erat seolah-olah dia takut kehilangan lagi. Tangannya yang gemetar melingkari pinggang Luxian, memegang erat seolah-olah dia menemukan satu-satunya pijakan di tengah badai yang menerjang hidupnya."Aku nggak tahu harus bertanya kemana lagi tentang Abigail dan semua yang terjadi." Celia terisak di dadanya, suaranya hampir tak terdengar. "Aku nggak tahu apa yang terjadi padamu. Kau menghilang. Dan sekarang aku pikir kamu sudah pergi selamanya."Luxian, yang merasakan tubuh Celia gemetar dalam pelukannya, dengan lembut membalas pelukan itu. Tangannya yang kuat namun lembut melingkari bahu Celia, menariknya lebih dekat. Dia membelai rambut Celia dengan lembut, memberikan rasa tenang d
Luxius menceritakan apa yang terjadi dan Luxian sangat terkejut. Karena saat kejadian dan berita kecelakaan di umumkan, dia sudah berada di dalam pesawat.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Luxius.Hari itu, Luxian sedang bersiap-siap untuk kembali pulang setelah menjalani perawatan panjang di luar negeri. Kesehatannya berangsur membaik, dan akhirnya dia merasa cukup kuat untuk kembali ke keluarganya di Summerfield. Semua barangnya sudah dikemas, dan tiket penerbangan di tangannya menunjukkan bahwa dia akan pulang pada malam hari itu. Ada perasaan lega yang perlahan mengisi dadanya, karena setelah berbulan-bulan jauh dari rumah, dia akhirnya bisa bertemu dengan orang-orang yang dia cintai. Tapi di tengah persiapannya, sebuah peristiwa kecil mengubah segalanya.Di rumah sakit tempat dia terakhir kali melakukan pemeriksaan, Luxian bertemu dengan seorang pria yang tampak sangat panik. Pria itu duduk di bangku ruang tunggu, tampak gelisah dengan ponsel di tangannya, mengusap wajahnya b
Di ruang tunggu bandara yang penuh dengan keheningan dan kesedihan, Celia hampir tenggelam dalam kelelahan. Tubuhnya terasa begitu berat setelah berjam-jam menunggu kabar yang belum pasti. Matanya yang sembab oleh air mata hampir tertutup, dan dia mulai terjebak di antara keadaan sadar dan tidak. Kepalanya yang bersandar di pundak ibunya perlahan mulai terjatuh, seolah-olah rasa kantuk dan kelelahan telah menguasai dirinya.Namun, di tengah kondisi antara tidur dan terjaga itu, matanya yang setengah terbuka tiba-tiba menangkap sesuatu yang tak terduga. Di pintu kedatangan yang berada agak jauh dari tempat dia duduk, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Pria itu berjalan dengan tenang, mengenakan pakaian kasual, rambutnya yang hitam agak kusut. Di sebelahnya, ada Bryan, yang juga terlihat familiar untuk Celia.“Luxian...?” Bisik Celia pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Matanya tiba-tiba melebar, dan kesadarannya mulai kembali. Dia mengerjapkan mata beberapa k
"Celia, semuanya sudah siap. Kita akan merayakan kepulangan Sergio dengan penuh suka cita," kata Eleanor, sambil tersenyum hangat di ruang tamu kediaman Montague. Meja makan sudah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan hidangan terbaik, sementara semua orang bersemangat menunggu kedatangan Sergio.Di tempat lain, suasana serupa juga menyelimuti kediaman Davies. Mereka menerima kabar dari Luxian bahwa dia juga sedang dalam perjalanan pulang setelah menjalani perawatan di luar negeri selama berbulan-bulan. Keluarga Davies yang telah lama menanti kabar baik ini merasa lega. "Akhirnya, Luxian pulang. Aku tak sabar melihatnya," ujar Paula dengan mata berbinar. Di rumah itu, suasana dipenuhi harapan, dan Luxius tampak tersenyum lega mendengar kabar baik dari kakaknya. Setelah semua drama dan ketegangan, keluarga Davies merasa hari itu akan menjadi awal yang baru bagi mereka.Namun, ketika waktu mendekati siang, suasana yang penuh kebahagiaan itu berubah dalam sekejap.Tiba-tiba, televisi m
Dengan wajah yang perpaduan sempurna antara Celia dan Luxian, anak itu menjadi simbol dari hubungan masa lalu yang rumit, tapi juga penuh cinta.Sergio sangat mencintai anak itu dan menganggapnya seperti darah dagingnya sendiri.***Suatu hari, di sebuah taman kota yang tenang dan indah, Celia sedang berjalan-jalan dengan putranya. Anak kecil itu tampak riang, berlari-lari kecil di sekitar taman, mengejar burung-burung dan tertawa ceria. Celia mengawasinya dengan senyum hangat di wajahnya, menikmati momen damai bersama anaknya. Hari itu cuaca sangat cerah, dengan sinar matahari yang lembut menyinari taman, membuat suasana semakin nyaman.Sementara Celia duduk di bangku taman, tiba-tiba dia melihat sebuah keluarga yang dikenalnya sedang berjalan di sepanjang trotoar taman. Itu adalah keluarga Davies. Nyonya Paula sepertinya sedang mengajak Nenek Iris jalan-jalan menikmati suasana sore hari.Celia merasa dadanya berdegup sedikit lebih cepat. Dia tidak pernah benar-benar memutuskan kont
Beberapa hari sebelum hari pernikahannya, Celia memutuskan untuk mengunjungi Hacienda, rumah keluarga besar keluarga Davies di Ashford.Di sana, ia berharap bisa bertemu dengan Nenek Iris, Celia berpikir, jika ada orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Luxian atau tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya, mungkin itu adalah Nenek Iris.Saat Celia tiba di Hacienda, suasana terasa hening dan damai. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan pohon di halaman, dan langit sore berwarna keemasan memberikan perasaan tenang. Namun, hati Celia tidak tenang. Langkah kakinya sedikit gugup ketika dia mendekati pintu rumah tua itu.Nenek Iris menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya, tetapi senyuman itu terasa penuh arti, seolah-olah ada sesuatu yang disimpan di baliknya. "Celia, sayang, apa yang membawamu ke sini?" Tanyanya lembut, suaranya tenang dan menenangkan.Celia, yang awalnya mencoba tersenyum, kini menunjukkan keraguannya. Matanya menatap langsung ke wajah Nen
Di rumah sakit, suasana terasa tegang saat Abigail berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, kondisinya kritis akibat pendarahan hebat setelah pengejaran dramatis bersama Simon. Tim medis bergerak cepat, mempersiapkan operasi darurat. Dokter memberitahu bahwa kondisi Abigail dan bayinya sangat kritis. Kemungkinan besar, bayinya sudah meninggal dalam kandungan dan harus segera dikeluarkan, akibat trauma dan stres fisik yang dialaminya.Di kediaman keluarga Davies suasana menjadi sangat tegang. Mereka tampak khawatir dan frustasi dengan semua situasi yang kacau ini. Abigail telah menjadi pusat masalah bagi keluarga mereka. Awalnya mereka berpikir bahwa bayi yang dikandung Abigail adalah anak Luxian, tapi dengan berita bahwa Abigail terlibat dengan Simon, segalanya menjadi tidak jelas. Mereka tidak mau mengambil risiko dan memutuskan untuk meminta dokter melakukan tes DNA pada bayi Abigail. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, keluarga Davies berhasil memaksa pihak ruma