Share

Bab 5 : Rahasia Yang Menyakitkan

Saat itu Celia menjawab dengan ekspresi wajah yang riang, hanya untuk menyenangkan ibunya, dia pun mulai berbicara omong kosong, “Ibu tenang saja, Celia pasti akan segera membawakan ibu seorang menantu yang sangat tampan dan juga sangat kaya.”

“Itu bukan syarat utama untuk menjadi menantu ibu, yang penting dia harus menyayangimu dengan tulus.”

“Tentu saja, tidak hanya menyayangiku, dia juga sangat bucin.” Celia tersenyum lalu mencium tangan ibunya, “Dan yang penting, Celia yakin dia juga sangat menyayangi ibu.”

“Ibu tidak penting.”

“Siapa bilang, jika mau menikahiku maka dia juga harus menyayangi ibuku.”

“Jadi kamu sudah bertemu seseorang?

“Tentu saja. Tapi yang terpenting sekarang, ibu harus sembuh dulu, baru setelah itu Celia akan membawa dia untuk bertemu dengan ibu.”

“Aamiin. Tapi ngomong-ngomong apa itu bucin?”

“Itu artinya di matanya tidak akan ada wanita lain selain putrimu yang cantik ini. Dia sangat tergila-gila padaku.”

Setelah itu mereka tertawa bersama. Celia ingat betapa manis senyuman ibunya waktu itu. Dia juga masih bisa merasakan tangan hangat ibunya saat menyentuh dan membelai kepalanya dengan lembut hingga membuatnya tertidur.

Tubuh Celia goyah, Bibi Mery memeluk bahunya dengan sangat erat takut gadis itu akan terjatuh sewaktu-waktu.

Sampai di rumah.

Rumah itu terlihat sunyi sekarang. Celia menyentuh kursi teras dengan lembut, tempat biasa ibunya selalu duduk saat pagi atau sore hari menunggunya pulang kerja dengan senyuman.

Tapi mulai hari ini tidak akan ada lagi yang menunggunya pulang di rumah.

Celia merasa sangat lelah. Hari ini dia berencana menghabiskan waktunya untuk beristirahat. Namun, belum sampai di kamar, terdengar suara mobil yang terparkir di halaman.

“Akhirnya kamu pulang juga.”

Suara yang familiar tapi terdengar tidak bersahabat di telinga Celia. Itu adalah suara pamannya, Arnold. Dia adalah adik dari ibunya. Ayah dari Eliza.

Celia tidak pernah mempunyai kenangan yang indah dengan keluarga dari ibunya terutama Arnold dan keluarganya.

“Paman Arnold…” Lana berbalik untuk menyapa. “Silahkan duduk, paman mau minum apa?”

“Tidak perlu, aku kesini hanya ingin memberitahumu bahwa lusa akan menjadi hari pernikahanmu.”

“Menikah? Tapi…Dengan siapa?” Celia sedikit terkejut saat mendengarnya.

Dia terduduk di kursi berusaha untuk bersikap biasa. Karena berpikir mungkin ibunya sebelum meninggal sudah memberikan tanggung jawab penuh masalah pernikahannya kepada pamannya. Tapi tetap saja pernikahan yang kesannya mendadak membuat Celia merasa tidak nyaman. Apalagi ibunya baru saja dimakamkan dan terlebih lagi dia tidak tahu siapa calon suaminya. Celia bermaksud menolak dengan cara yang sopan. Tapi belum lagi sadar dari keterkejutannya, Arnold menyebutkan sebuah nama…

“Dengan Benjamin.”

Saat mendengar nama Benjamin, Ciela terkejut bukan kepalang. Dia bahkan mengira bahwa Arnold sedang bercanda atau mungkin ada masalah dengan pendengarannya sendiri.

Dengan berusaha mempertahankan ketenangannya Celia berkata, “Apa? Paman jangan bercanda dengan sesuatu hal yang tidak mungkin terjadi.”

Arnold menatap Celia dengan tatapan yang dingin dan berkata, “Suka atau tidak, aku sudah putuskan lusa kamu harus menikah dengan Benjamin!”

Melihat keteguhan Arnold, membuat Celia yakin bahwa dia tidak sedang bercanda. Tubuhnya seketika merinding, bagaimana mungkin, paman yang selama ini dia hormati tega memaksanya untuk menikah dengan Benjamin?

Dan dengan keteguhan yang sama, Celia berkata, “Aku tidak akan pernah bisa menikah dengan dia.”

“Kenapa tidak bisa?!”

“Karena dia adalah pamanku!”

Jacob Albern memiliki lima orang anak, dan Benjamin adalah anak bungsu di dalam keluarga. Benjamin sudah menikah dan memiliki empat orang anak, sedangkan istrinya baru saja meninggal tiga bulan yang lalu karena sakit. Selama 24 tahun kehidupan Celia, dimatanya Benjamin adalah pamannya jadi bagaimana mungkin dia bisa menikah dengannya? Hanya dengan membayangkannya saja Ciela merasa sangat jijik.

“Kamu salah, kamu hanya anak pungut! Tidak ada darah Albern ataupun Harrison yang mengalir di dalam tubuhmu. Jadi pernikahanmu dengan Benjamin tidak menyalahi hukum apapun.”

Saat mendengar ucapan Arnold, langit seakan runtuh menimpa Celia. Dia menatap wajah Arnold dan berharap pamannya itu akan tertawa dan berkata bahwa semua yang barusan dia ucapkan hanya sebuah lelucon. Tapi sebaliknya, yang Celia lihat hanya tatapan kebencian. Seluruh tubuhnya terasa lemas seperti tidak bertulang. Kebenaran itu seperti menghantam dadanya hingga membuatnya terasa sulit untuk bernafas.

Seakan belum puas mengeluarkan kebenciannya, Arnold kembali berkata, “Kakak dan kakak iparku terlalu menyayangimu sehingga warisan yang mereka tinggalkan semua atas namamu. Kamu hanya anak pungut tidak pantas memiliki warisan sebanyak itu. Kamu harus menikah dengan Benjamin agar semua warisan kembali menjadi milik keluarga Albern kami!”

Celia dan ibunya selalu hidup sederhana sejak ayahnya meninggal, dia sama sekali tidak tahu jika kedua orang tuanya mewarisi harta yang membuat keluarga Albern tergiur dan gelap mata.

Sebenarnya ada apa?

Sejak kecil, selain Tuhan di dunia ini hanya ibunya yang Celia percaya. Tapi sekarang ibunya tidak ada, lalu siapa yang harus dipercayai?

Tentu, Celia tidak percaya begitu saja semua omongan Arnold mengenai statusnya sebagai anak pungut. Meskipun hal itu benar, dia harus mencari tahu sendiri kebenarannya.

Celia melirik pintu utama yang terbuka lebar, dia berusaha untuk lari keluar, namun anak buah Arnold yang sudah berjaga dengan cepat menangkapnya kembali. Celia tidak berdaya karena mereka begitu kuat.

“Kurung dia di kamarnya. Jangan biarkan keluar sampai hari pernikahannya besok lusa. Jika dia sampai kabur, kalian akan menerima akibatnya.” Arnold menunjuk kearah pria-pria bertubuh besar dan berwajah seram yang memegang tangan Celia.

“Tolong lepaskan aku paman Arnold, biarkan aku pergi! Aku tidak mau menikah!”

Arnold berjalan mendekat, “Mulai sekarang jangan panggil aku paman, karena aku bukan pamanmu. Kau hanya anak pungut yang tidak memiliki asal usul yang jelas. Bawa dia pergi!”

Anak buah Arnold menyeret tubuh Celia yang masih terus meronta, lalu melemparkannya ke dalam kamar. Kemudian menguncinya dari luar.

“Tuan Arnold! Tolong buka pintunya! Biarkan saya pergi! Saya tidak mau menikah!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status