“Celia, jangan bicara padaku seperti orang asing. Tentu saja kamu boleh tinggal disini.”
Celia mencoba tersenyum, meskipun hatinya masih terasa berat. "Terima kasih, Kak Erika. Maaf merepotkan." "Jangan khawatir. Kamu tidak merepotkan sama sekali. Masuklah, buat dirimu nyaman," jawab Erika sambil membuka pintu lebih lebar, mengisyaratkan Celia untuk masuk. Saat mereka melangkah masuk, Celia merasakan suasana hangat yang mengisi rumah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto keluarga dan karya seni sederhana. Aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur, membuat perut Celia keroncongan. Erika melihat Celia dengan penuh perhatian. "Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang. Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu." Celia mengangguk dan duduk di sofa yang empuk di ruang tamu. Eric meletakkan kopernya di sudut ruangan dan duduk di sebelahnya. "Terima kasih, Kak Eric. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa bantuanmu," kata Celia dengan suara pelan. Eric tersenyum lembut. "Kamu tidak perlu berterima kasih, Celia. Kita adalah teman, dan teman harus saling membantu." Erika kembali dengan nampan berisi tiga cangkir teh dan sepiring kue. "Kebetulan aku baru saja membuat kue cicipilah, dan secangkir teh hangat ini akan membuatmu merasa jauh lebih baik." Celia mengambil cangkir teh dan menghirup aroma jasmine yang menenangkan. "Terima kasih, Kak Erika. Ini sangat enak." Erika duduk di seberang Celia, setelah menyesap teh dia berkata, "Celia, kamu bisa tinggal di sini selama yang kamu inginkan. Rumah ini adalah rumahmu juga sekarang." Celia merasakan air mata mulai menggenang di matanya. Kebaikan yang diberikan oleh Erika dan Eric membuatnya merasa sedikit lebih ringan. "Aku... aku sangat berterima kasih. Jika tidak ada kalian, aku tidak tahu harus pergi kemana lagi." Erik tertawa kecil. "Jangan khawatir tentang apapun. Kami senang bisa membantu." Mereka berbicara tentang hal-hal ringan, mencoba membuat Celia agar merasa lebih nyaman dan rileks. Celia menceritakan sedikit tentang kehidupannya di kota, tentang pekerjaannya, dan tentang bagaimana dia merasa kehilangan arah setelah semua hal yang terjadi. Erika mendengarkan dengan penuh perhatian, memberikan nasihat dan dukungan. "Celia, kamu punya kekuatan yang luar biasa. Kamu sudah melalui banyak hal, dan kamu masih berdiri tegak. Ashford mungkin bisa menjadi tempat yang kamu butuhkan untuk menenangkan diri dan menemukan kembali dirimu sendiri." Celia mengangguk, merasakan sedikit harapan. "Aku harap begitu, Kak. Aku hanya ingin menemukan kedamaian dan memulai lagi." Eric menepuk bahu Celia. "Dan kami adalah keluargamu sekarang. Kamu harus ingat kalau kamu tidak sendiri, Celia." Hari itu, Celia merasa sedikit lebih baik. Meskipun masih ada banyak hal yang harus dihadapi, dia merasa diberkati dengan kehadiran teman-teman yang peduli. Di rumah kecil di Ashford ini, dia berharap bisa menemukan kedamaian yang dia cari dan membangun kehidupan baru yang lebih baik. Setelah bicara banyak hal dengan Eric dan Erika, tidak terasa waktu sudah menjelang siang. Celia tidak merasa canggung lagi, benar-benar seperti berada di tengah kehangatan keluarga. Erika mengantar Celia ke kamar tidur yang sudah dirapikan di lantai dua. Kamar itu terlihat nyaman, ada tempat tidur, lemari, kursi dan meja, juga kamar mandi. Jendela yang terbuka dengan pemandangan hijau pedesaan. Sinar matahari pagi yang cerah dan hangat, juga angin dingin khas daerah pegunungan bertiup pelan masuk memenuhi ruangan, sprei terlihat rapi dan bersih, harum dari pengharum pakaian membuat Celia tidak sabar untuk segera membaringkan tubuh diatasnya. “Mulai sekarang ini adalah kamarmu, semoga kau kerasan tinggal disini.” Celia tersenyum. Setelah menaruh tasnya di kamar, Celia membantu Erika membuat makan siang. Sementara itu di kediaman Arnold, ayah Eliza. Arnold sedang duduk di ruang kerjanya, mengamati laporan keuangan keluarga dengan tatapan tajam. Suasana berubah drastis ketika salah satu anak buahnya masuk tergesa-gesa, tampak cemas. "Tuan Arnold," kata anak buahnya dengan suara gemetar. "Kami punya masalah besar." Arnold mendongak dengan alis terangkat. "Apa maksudmu? Katakan cepat!" "Celia, dia berhasil melarikan diri," jawab anak buahnya, suaranya hampir tersendat. "Kami tidak tahu bagaimana dia bisa lolos, tapi dia tidak ada di kamarnya dan semua barangnya hilang." Mata Arnold membelalak marah. "Apa? Bagaimana bisa kalian membiarkan hal ini terjadi?" Dia berdiri dengan cepat, hampir menjatuhkan kursinya. "Kalian semua tidak berguna!" Arnold diikuti Eliza bergegas naik ke dalam mobilnya dan segera menuju rumah Celia. Suasana di rumah itu langsung berubah menjadi kacau balau. Anak buah Arnold berlarian kesana kemari, mencoba menemukan petunjuk tentang kepergian Celia. Arnold, yang biasanya tampak tenang dan dingin, sekarang tampak sangat marah dan gelisah. Eliza terdiam dan tubuhnya menggigil. Dia marah sekaligus takut. Dia mempunyai tugas yang diberikan oleh Tuan Jack untuk ‘menyerahkan’ Celia kepada Tuan Simon. Tapi sekarang Celia hilang entah kemana, lalu apa yang harus dia katakan pada Tuan Simon nanti malam? Eliza panik dan dia lampiaskan pada ayahnya. “Ini semua salah ayah! Jika ayah tidak terburu-buru mengatakan semuanya pada anak haram itu, dia tidak akan ketakutan dan melarikan diri!” Arnold menatap putrinya dengan mata menyala-nyala. "Celia melarikan diri! Semua ini adalah akibat kelalaian mereka," katanya sambil menunjuk ke arah anak buahnya yang tampak ketakutan. "Rumah ini penuh dengan penjaga, hanya menjaga seorang Celia, bagaimana mereka bisa gagal?” Arnold mendengus. "Ternyata kita terlalu meremehkan dia. Tapi jangan khawatir, ayah akan menemukannya. Ayah tidak akan membiarkan dia lari begitu saja." Di lantai bawah, salah satu anak buah yang lebih muda tampak bingung dan ketakutan. Dia mendekati rekan yang lebih senior dan bertanya, "Apa yang harus kita lakukan? Tuan Arnold tampak sangat marah." Rekan seniornya menggelengkan kepala. "Kita harus menemukan Celia secepat mungkin. Jika tidak, aku tidak bisa membayangkan apa yang akan terjadi pada kita." Sementara itu, Arnold dengan cepat merencanakan langkah berikutnya. Dan dia berkata dengan nada memerintah, "Kumpulkan semua orang! Kita akan menyebar dan mencari dia di seluruh kota. Jangan biarkan dia keluar dari wilayah Summer Field!" "Baik Tuan!" Eliza mendekat. "Ayah. Kita tidak boleh gagal. Lagi pula Celia tidak punya banyak tempat untuk pergi." Arnold mengangguk, mencoba menenangkan diri. "Kau benar, Eliza. Ayah tidak akan membiarkan kesalahan ini terjadi lagi. Pastikan semua orang tahu apa yang harus mereka lakukan. Kita harus menemukan dia." Eliza tersenyum penuh keyakinan. "Tentu, Ayah. Kita akan memastikan dia kembali ke sini."Di luar rumah, suasana semakin kacau. Para penjaga berlarian, mengendarai mobil patroli, menyebar ke seluruh kota dalam upaya putus asa untuk menemukan Celia. Di tengah kekacauan itu, Arnold berdiri di pintu depan, memandang keluar dengan mata yang penuh kebencian."Aku akan menemukanmu, dasar brengsek!" gumam Arnold pelan. "Dan kali ini, kamu tidak akan bisa lari lagi sebelum aku mendapatkan semua harta warisan kakak dan kakak iparku."Namun, jauh di dalam hatinya, Arnold tahu bahwa meskipun dia penuh dengan tekad untuk menangkap Celia kembali, dia merasa ada sesuatu yang berbeda kali ini. Gadis itu mungkin lebih kuat dan lebih cerdik daripada yang dia bayangkan. Dan mungkin saja seseorang telah membantunya.Sementara itu Eliza, memanfaatkan situasi untuk mencari informasi sekecil apapun di kamar Celia.Eliza menyelinap dengan cepat ke dalam kamar, memastikan tidak ada yang terlewat dari matanya. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tepat untuk menemukan sesuatu yang berharga mi
Matahari sore yang mulai condong ke barat memancarkan cahaya keemasan yang indah, menerangi jalanan umum yang ramai oleh pejalan kaki. Setelah memarkirkan mobil di tempat yang sudah disediakan, Celia, Eric, Erica dan kedua buah hatinya berjalan bersama memasuki pasar tradisional. Suara tawar menawar, percakapan riang dan tawa terdengar seolah menyambut mereka, mengiringi perjalanan yang dipenuhi semangat kebersamaan. Celia mengamati semua toko yang ia lewati, matanya mencari barang yang mungkin nanti dia perlukan. Karena saat pergi meninggalkan rumah kemarin, tidak banyak barang yang bisa ia bawa. Ashford terkenal dengan julukan desa kecil, tapi sebenarnya pasar tradisional ini sangat komplit. Semua hal tersedia, kualitasnya pun tidak kalah dari kota besar. Pasar ramai dengan aktivitas. Penjual dan pembeli berinteraksi, aroma harum makanan lokal menguar di udara. Mereka berlima bergerak melewati kerumunan, menuju konter Tuan Rudi, seorang saudagar kaya raya yang juga kepala des
Saat akhirnya dia melihatnya, nafas Celia seolah berhenti, nenek itu berjalan menuju jalur lintasan motor si pencuri. Karena sebuah truk pengangkut sayuran yang terparkir di pinggir jalan, nenek berambut putih tidak bisa melihat motor yang datang dengan cepat. Tidak ada orang yang menyadarinya, karena perhatian semua orang tertuju pada si pencuri.“Nenek!”Celia berteriak tapi karena suasana yang sangat ramai dan kacau, suaranya seperti tenggelam tak berbekas. Dia menjadi panik suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Jika berteriak pun belum tentu akan terdengar oleh nenek itu.Tidak ada waktu lagi!Celia dengan cepat bangkit dari kursinya, mengambil keranjang bambu besar di pinggir jalan yang cukup berat karena penuh berisi sampah, dia lalu melemparkannya ke arah pencuri berharap orang itu akan terjatuh dari motornya. Tapi motor itu hanya oleng dan melambat. Celia segera berlari sekuat tenaga ke arah nenek berambut putih.“Nenek awas!”Nenek berambut putih tertegun di tempatnya sam
Semantara itu di sebuah penthouse mewah yang terletak di lantai teratas gedung milik salah satu perusahaan teknologi ternama di dunia bernama Future One. Luxian, setelah meeting ia menghabiskan waktu makan siangnya di penthouse pribadi miliknya. Saat ini dia hanya ingin menyendiri dan berpikir. Duduk di sofa, dia memperhatikan gelang perak bertahta safir biru di tangannya, wajahnya tampak serius seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.Barusan dia sudah bertanya pada Shane dan semua teman-temannya yang hadir pada malam itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang merasa memanggil jasa wanita panggilan atau membawa seorang gadis ke kamar hotel miliknya.Luxian hanya sekedar bertanya tidak menceritakan secara rinci tentang apa yang terjadi sebenarnya di dalam kamar. Karena jika mereka tahu dia sudah menghabiskan malam dengan seorang gadis, maka berdasarkan sifat teman-temannya, tidak diragukan lagi dia pasti akan menjadi bahan lelucon mereka semua. Lalu siapa gadis yang bersamanya mala
Setelah memasuki halaman, Celia melihat nenek Iris, seorang wanita tua dengan rambut perak yang disanggul rapi. Dia sedang berjongkok di kebun, memetik beberapa sayuran segar. Nenek Iris tampak damai dan bahagia, begitu menyatu dengan alam sekitarnya."Nenek Iris," sapa Celia dengan suara lembut namun jelas, dia turun dari sepeda dan mendorongnya ke sisi jalan setapak.Nenek Iris mengangkat wajahnya dan tersenyum lebar saat melihat Celia. "Oh, Celia! Senang sekali kamu datang. Ayo, kemarilah," katanya dengan suara ramah, bangkit perlahan dari posisi jongkoknya. Dia segera mencuci tangannya yang kotor dan menyekanya di celemek yang dipakainya.“Baik…” Celia tersenyum dan berjalan mendekat, Nenek Iris menyambut dengan begitu hangat hingga membuatnya tidak lagi merasa gugup. "...Aku senang bisa berkunjung. Apa yang sedang nenek lakukan?"Nenek Iris terkekeh pelan. "Aku sedang memetik beberapa sayuran untuk nanti kita masak. Tadinya aku berniat membuat menu kejutan untukmu, tapi aku tidak
Saat Celia menghadap ke arah nenek Iris, dia melihat seorang pria berdiri dengan anggun di dekat pintu dapur. Dari kejauhan, sinar matahari sore yang masuk melalui pintu yang terbuka lebar membingkai sosoknya dengan sempurna. Pria itu terlihat seperti versi dewasa dari anak yang ada di dalam foto yang sedang dia pegang.“Nenek, umur berapa cucu Anda sekarang?”“Sekitar 28 tahun. Ada apa Celia?”Celia memegang erat bingkai foto di tangannya, dan matanya terpaku pada pria itu. Tinggi, berpostur tegap, dan mengenakan setelan casual namun elegan yang tampak mahal. Rambutnya hitam pekat, tertata rapi, dengan mata tajam yang memancarkan aura dominasi dan kharisma yang luar biasa."Siapa dia? Kenapa aku merasa tidak asing," pikir Celia, jantungnya berdegup kencang.Seolah tersihir, Celia tidak bisa mengalihkan pandangannya. Sudut bibir pria itu melengkung. Dalam sekejap, dunia di sekitar Celia seakan berhenti. Detak jantungnya semakin cepat, dan nafasnya tertahan.“Dia tersenyum padaku… lua
Sementara itu jauh di Summer Field.Di sebuah gedung tinggi dan megah tempat Whisper beroperasi, suasana tegang memenuhi udara kantor ketika Jack, CEO perusahaan, menemukan surat pengunduran diri Celia di mejanya. Surat itu tergeletak di antara tumpukan dokumen, tetapi kata-kata yang tertulis di atasnya langsung menarik perhatiannya, ‘Resign’. Wajah Jack berubah merah padam seketika, ekspresi marah dan frustasi terpancar jelas.Atas instruksi Celia, Amy datang pagi-pagi sekali lalu menyelinap masuk ke ruangan Jack dan menaruh surat itu di mejanya tanpa diketahui siapapun. Surat itu dibuat sendiri oleh Celia, tanda tangannya juga miliknya. Amy hanya bertugas mencetak, dan meletakkannya di meja..Jack meremas surat itu dengan tangan gemetar, kemudian membantingnya ke meja. Pikirannya berputar cepat, membayangkan dampak dari kehilangan Celia. Celia adalah karyawan berharga, bukan hanya karena kemampuan dan etos kerjanya, tetapi karena semua rencananya untuk menyerahkan Celia kepada Simon
Saat Eliza baru saja melangkah, seorang karyawan hotel mencegahnya.“Maaf, apa Anda Nona Eliza?”“Ya benar, ada apa?”“Tuan Simon menyuruh saya untuk mengantar Anda ke roomnya di lantai 10, begitu Anda tiba. Silahkan ikuti saya.” Karyawan wanita itu segera berbalik dan memimpin jalan.“Lantai 10 adalah kamar hotel, kenapa Tuan Simon mau bertemu denganku di sana? Apa mungkin… tidak itu tidak mungkin, yang dia sukai adalah Celia, bukan aku.” Keringat dingin mulai membasahi tubuh Eliza. Kedua kakinya terus melangkah dengan enggan mengikuti orang di depannya. Sedangkan benaknya berpikir liar tentang segala kemungkinan yang terjadi.Kemungkinan bahwa malam ini dia harus melayani Tuan Simon dan resmi menjadi wanita simpanannya. Eliza segera teringat semua skandal pria itu dan wanita-wanita yang selama ini digosipkan mempunyai hubungan romantis dengannya, mereka semua hidup penuh dengan kemewahan dan memiliki segalanya.Simon adalah pria berusia 45 tahun wajahnya tidak tampan tapi juga tidak