"Tidak, kami belum melihatnya datang. Ada apa?”
“Eliza kamu adalah sepupunya, seharusnya lebih tahu dari kami. Kenapa malah bertanya pada kami?” Dengan memasang wajah cemas Eliza berkata, “Aku hanya khawatir, karena semalam Celia tidak pulang ke rumah.” “Tidak pulang?” “Kalian dari biro keuangan, bukannya semalam mengadakan pesta makan malam? Dan menurut cerita temanku, kau dan Celia pergi terlebih dahulu.” Eliza mengangguk dengan wajah yang terlihat sedih, “Itu karena semalam Celia mabuk dan dia tidak berani pulang ke rumah. Dan kami berpisah di toilet. “Aku ingin bertanya pada kalian, apa Celia sudah punya pacar?” Tanya Eliza. Lalu dengan nada khawatir dia kembali berkata, “Celia itu lugu, aku takut dia bertemu dengan pria jahat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya. Seperti mengajaknya melakukan sesuatu. Seorang gadis yang belum menikah menginap di hotel dengan seorang pria…” Saat berbicara, Eliza menekankan kata ‘menginap di hotel dengan seorang pria saat kamu bahkan belum menikah’ bermaksud ingin menunjukkan betapa tidak tidak bermoralnya Celia. Dan sepertinya berhasil, terbukti, semua orang yang mendengarnya segera mengerutkan kening dengan ekspresi jijik di wajah mereka. Ada pula yang menggelengkan kepala menyayangkan. Semua yang berkumpul bersamanya merupakan karyawan wanita yang terkenal suka bergosip. Eliza berharap berita tentang betapa tidak malunya Celia segera tersebar di perusahaan. Dengan skandal yang begitu memalukan dia ragu jika Celia masih memiliki muka untuk tetap bertahan bekerja di Whispers. Sesuai rencana kelak satu-satunya orang yang bisa menolong Celia adalah Tuan Simon. Dan mau tidak mau dia hanya akan berakhir menjadi simpanannya. Dipakai saat masih suka dan dicampakkan setelah bosan. Dan tentu saja orang lain yang sangat diuntungkan adalah dia. Promosi, hadiah dan bonus yang sudah dijanjikan pasti bisa segera didapatkan. “Menginap di hotel dengan seorang pria? Dengan wajah polosnya, sangat sulit dipercaya jika dia sampai melakukan hal itu. Tapi kami tidak tahu jika Celia sudah punya pacar.” “Mungkin saja Celia tidak ingin kalian tahu…” Eliza menghentikan ucapannya karena seseorang tiba-tiba memotong pembicaraannya. “Apa yang aku tidak ingin mereka tahu, Eliza?” Celia berusaha berjalan dengan wajar sambil menahan rasa tidak nyaman di bagian bawah tubuhnya. Dia melangkah tenang, memakai rok span panjang berwarna hitam yang dipadukan blus twist putih lengan panjang dengan tali yang mengikat di bagian pinggang semakin menonjolkan pinggangnya yang ramping dan lekuk tubuhnya yang sempurna. Dia terlihat sangat anggun saat melangkah dengan percaya diri. Eliza menoleh ke arah sumber suara dan terkejut saat melihat Celia berjalan mendekat, dia menatapnya dari atas ke bawah. Berharap jika matanya salah mengenali. Dengan ekspresi suram yang tidak bisa diartikan. “Kenapa dia ada disini?” “Bagaimana bisa?” Setelah apa yang terjadi semalam, seharusnya saat ini Celia sedang terpuruk di suatu tempat, dan karena kondisinya fisik dan mentalnya yang pasti terguncang, dia tidak mungkin bisa datang ke kantor. “Tapi kenapa dia terlihat baik-baik saja? Seperti tidak pernah terjadi apa-apa.” Pikir Eliza. Jantung Eliza berdetak kencang. Dia sangat panik. Namun dengan cepat dia merubah ekspresinya dengan senyuman, sambil berpikir. “Apa rencana semalam sudah gagal?” Cuma Celia yang bisa melihat betapa palsunya senyuman itu. Karena selama 24 tahun masa hidupnya, mereka berdua tidak pernah begitu dekat. Hanya di kantor mereka bisa terlihat seperti sepupu yang akrab. Celia melakukannya hanya untuk menjaga sikap profesionalisme. Eliza segera menghampirinya, “Celia, aku baru saja menanyakan kabarmu kepada mereka, karena tidak biasanya kamu datang terlambat.” Saat Eliza ingin memeluk lengannya, Celia dengan cepat menarik tangannya. Membuat Eliza merasa canggung. “Kamu bilang akan kembali secepatnya untuk menjemputku, tapi kamu tidak pernah datang. Jadi aku menelpon Lily. Karena malam sudah terlalu larut bibi Lina tidak mengizinkan aku pulang, terpaksa aku menginap.” Celia berbicara dengan jelas, tidak keras tapi juga tidak pelan, dia memastikan jika semua orang yang mendengar dapat mengetahui bahwa penyebab dia tidak pulang dan terlambat datang itu semua karena kesalahan Eliza. “Semalam aku juga mabuk. Aku bisa pulang karena seseorang memanggilkan aku taksi, bagaimana aku ingat untuk menjemputmu. Kamu tidak bisa menyalahkan aku.” Eliza membela diri dengan panik, bukan hanya karena rencana untuk mencemarkan nama baik Celia gagal, tapi yang lebih gawat adalah jika benar semalam Celia tidak bersama Simon, maka kemarahan Jackson akan sangat menakutkan. “Tidak mungkin, dengan jelas semalam aku sendiri yang membawanya masuk ke kamar 1506. Apa yang terjadi? Mungkinkah, Simon tidak ada di dalam kamar hingga Celia bisa melarikan diri?” Eliza berpikir sambil mengingat kejadian semalam. Lalu bagaimana dia akan menghadapi Jackson nanti? Lalu cara apa agar bisa keluar dari masalah ini? Celia diam-diam memperhatikan setiap ekspresi yang Eliza buat, dia berpikir, “Eliza, aku tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan. Tapi jika aku menemukan bukti bahwa kamu juga terlibat dalam kejadian semalam, aku pasti akan membalasmu.” Meskipun Celia semalam mabuk, tapi dia masih bisa mengingat sekilas kamar yang dituju oleh Eliza adalah 1506. Tapi tadi pagi dia melihat nomor di dekat pintu masuk kamarnya adalah 1509. Oleh karena itu Celia belum sepenuhnya menaruh curiga pada Eliza. Tapi dengan sedikit bingung. Apa Eliza membawanya ke kamar yang salah? Setelah berbicara, Celia dengan santai menuju pantry, tapi sudut matanya menyapu seluruh ruangan. Dia bisa melihat wajah pucat Eliza dan beberapa orang yang mulai saling berbisik. “Celia, kami senang kamu baik-baik saja. Tadi Eliza sangat cemas karena kamu tidak pulang semalaman.” “Benar, kami semua juga ikut cemas.” Celia mengisi perutnya yang terasa dingin karena belum terisi apapun sejak semalam dengan segelas penuh air putih hangat. Rasanya sangat nyaman. Lalu dengan santai dia menjawab, “Benarkah?” Celia mengangkat alisnya dan berkata dengan nada yang sedikit terkejut namun ada seringai di bibirnya, “Sepupu, aku tidak tahu jika kamu begitu perhatian padaku, jarak antara rumah kita sangat jauh, bagaimana kamu tahu aku tidak pulang ke rumah? Apa kamu menelpon ibuku di tengah malam hanya untuk menanyakan keadaanku? Aku sangat tersanjung. Kenapa kamu tidak pernah melakukan itu sebelumnya?” Celia menghabiskan gelas keduanya yang berisi air putih hangat sambil bersandar pada meja untuk menopang tubuhnya. Eliza pucat pasi, tidak tahu harus menjawab apa. Saat dia terpojok, sebuah suara tiba-tiba saja memanggil namanya. Baru saja dia merasa lega, namun sedetik kemudian bulu kuduknya seperti berdiri. Jackson berdiri di lorong depan pantry dengan ekspresi wajah gelap. Saat melihatnya semua orang berdiri terdiam. “Eliza, cepat kemari dan ikut aku!”Jackson melirik Celia sekilas dengan tatapan aneh. Setelah berkata dia langsung berbalik pergi dengan Eliza bergegas mengikuti di belakangnya. Celia mengerutkan kening, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dalam hati, “Ada apa dengan kedua orang itu? Mereka bukan sepasang kekasih gelap, kan? Sangat mencurigakan.” Saat Celia masih melamun menatap lorong yang sudah kosong tempat kedua orang itu pergi, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dan membuyarkan pikirannya. Itu adalah Amy sahabatnya. Karena Amy, Celia mengetahui semua yang Eliza lakukan barusan saat dia masih berada di perjalanan menuju kantor. “Bagus kamu datang tepat waktu, jika tidak, Eliza pasti sudah bicara lebih banyak hal buruk tentangmu.” Kata Amy. Dia benar-benar kesal melihat perlakuan Eliza terhadap Celia. Beberapa kali dia terlibat perkelahian dengan Eliza untuk membela Celia. Celia tidak langsung menjawab, dia bergegas duduk karena jika berdiri lebih lama lagi dia takut tubuhnya tidak kuat dan akan te
Celia menjawab dengan ekspresi wajah yang riang, hanya untuk menyenangkan ibunya, dia pun mulai berbicara omong kosong, “Ibu tenang saja, Celia pasti akan segera membawakan ibu seorang menantu yang sangat tampan dan juga sangat kaya.” “Itu bukan syarat utama untuk menjadi menantu ibu, yang penting dia harus menyayangimu dengan tulus.” “Tentu saja, tidak hanya menyayangiku, dia juga sangat bucin.” Celia tersenyum lalu mencium tangan ibunya, “Dan yang penting, Celia yakin dia juga sangat menyayangi ibu.” “Tidak usah pikirkan ibu.” “Siapa bilang, jika mau menikahiku maka dia juga harus menyayangi ibuku.” “Jadi kamu sudah bertemu seseorang?” “Tentu saja. Tapi yang terpenting sekarang, ibu harus sembuh dulu, baru setelah itu Celia akan membawa dia untuk bertemu dengan ibu.” “Aamiin. Tapi ngomong-ngomong apa itu bucin?” “Itu artinya di matanya tidak akan ada wanita lain selain putrimu yang cantik ini. Dia sangat tergila-gila padaku.” Setelah itu mereka tertawa bersama. Celia ingat b
Tubuh Celia merosot di lantai. Berulang kali dia memukul pintu kayu yang keras dengan kedua tangannya hingga merah dan bengkak, suaranya juga mulai terdengar serak. Dia meringkuk di lantai seperti janin. Kebenaran yang baru saja terungkap di depan matanya secara brutal, membuat dia lupa bagaimana caranya menangis. Dia menjadi sedikit linglung. Berharap jika semua ini hanya bagian dari mimpi buruk. Dan saat terbangun nanti semua akan kembali seperti semula. Namun, itu tidak mungkin terjadi “Ibu, ayah, kenapa kalian bukan orang tua kandungku? Lalu aku siapa?” Suara Celia terdengar lirih, hatinya terasa sakit dan hancur. Kepada siapa lagi dia harus bercerita? Mereka yang selama ini dianggap sebagai keluarga kini mulai menjauh dengan tatapan dingin. Bagi mereka sekarang dia tidak lebih dari orang asing. Seketika di dunia yang besar ini dia hanya sendirian. Rumah tempatnya tumbuh dalam kehangatan kasih sayang ayah dan ibu, kini terasa seperti penjara besar yang menyesakkan. Cel
“Celia, jangan menganggapku seperti orang asing. Tentu saja kamu boleh tinggal disini.” Celia mencoba tersenyum, meskipun hatinya merasa tidak bersemangat. "Terima kasih, Kak. Maaf sudah merepotkan." "Tidak merepotkan sama sekali. Masuklah, buat dirimu nyaman," jawab Erika sambil membuka pintu lebih lebar, mengisyaratkan Celia untuk masuk. Saat mereka melangkah masuk, Celia merasakan suasana hangat yang mengisi rumah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto keluarga dan karya seni sederhana. Aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur. Erika melihat Celia dengan penuh perhatian. "Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang. Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu." Erika kembali dengan nampan berisi tiga cangkir teh dan sepiring kue. "Kebetulan aku baru saja membuat kue, ayo dicoba dulu, dan secangkir teh hangat ini akan membantumu merasa lebih baik." Celia mengambil cangkir teh dan menghirup aroma jasmine yang membuat rileks. "Terima kasih, Kak. Teh ini sangat en
Di luar rumah, suasana semakin kacau. Para penjaga berlarian, mengendarai mobil patroli, menyebar ke seluruh penjuru kota dalam upaya putus asa untuk menemukan Celia. Di tengah kekacauan itu, Arnold berdiri di pintu depan, memandang keluar dengan mata yang penuh kebencian. "Aku akan menemukanmu, dasar anak brengsek!" gumam Arnold meradang. "Aku harus mendapatkan kembali semua harta warisan yang ditinggalkan oleh kakak dan kakak iparku. Setelah mendapatkan semuanya, kau sama sekali tidak berharga, Celia. Aku akan langsung menyingkirkanmu!” Namun, Arnold juga menyadari jika Celia mungkin lebih cerdas daripada yang dibayangkan sebelumnya. Dan mungkin saja seseorang telah membantunya. Yang membuat gadis itu lebih sulit untuk dikendalikan dan dimanipulasi. Sementara itu Eliza, memanfaatkan situasi yang sedang kacau di luar untuk mencari petunjuk di kamar Celia. Informasi sekecil apapun akan sangat berguna untuk mengetahui kemana tujuan Celia pergi. Eliza menyelinap dengan cepat ke dala
Matahari sore yang mulai condong ke barat memancarkan cahaya keemasan yang indah, menerangi jalanan umum yang ramai oleh pejalan kaki. Setelah memarkirkan mobil di tempat yang sudah disediakan, Celia, Eric, Erica dan kedua buah hatinya berjalan bersama memasuki pasar tradisional. Suara tawar menawar, percakapan riang dan tawa terdengar seolah menyambut mereka, mengiringi perjalanan yang dipenuhi semangat kebersamaan. Celia mengamati semua toko yang ia lewati, matanya mencari barang yang mungkin nanti dia perlukan. Karena saat pergi meninggalkan rumah kemarin, tidak banyak barang yang bisa ia bawa. Ashford terkenal dengan julukan desa kecil, tapi sebenarnya pasar tradisional ini sangat komplit. Semua hal tersedia, kualitasnya pun tidak kalah dari kota besar. Pasar ramai dengan aktivitas. Penjual dan pembeli berinteraksi, aroma harum makanan lokal menguar di udara. Mereka berlima bergerak melewati kerumunan, menuju konter Tuan Rudi, seorang saudagar kaya raya yang juga kepala des
Saat akhirnya dia melihatnya, nafas Celia seolah berhenti, nenek itu berjalan menuju jalur lintasan motor si pencuri. Karena sebuah truk pengangkut sayuran yang terparkir di pinggir jalan, nenek berambut putih tidak bisa melihat motor yang datang dengan cepat. Tidak ada orang yang menyadarinya, karena perhatian semua orang tertuju pada si pencuri.“Nenek!”Celia berteriak tapi karena suasana yang sangat ramai dan kacau, suaranya seperti tenggelam tak berbekas. Dia menjadi panik suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Jika berteriak pun belum tentu akan terdengar oleh nenek itu.Tidak ada waktu lagi!Celia dengan cepat bangkit dari kursinya, mengambil keranjang bambu besar di pinggir jalan yang cukup berat karena penuh berisi sampah, dia lalu melemparkannya ke arah pencuri berharap orang itu akan terjatuh dari motornya. Tapi motor itu hanya oleng dan melambat. Celia segera berlari sekuat tenaga ke arah nenek berambut putih.“Nenek awas!”Nenek berambut putih tertegun di tempatnya sam
Semantara itu di sebuah penthouse mewah yang terletak di lantai teratas gedung milik salah satu perusahaan teknologi ternama di dunia bernama Future One. Luxian, setelah meeting ia menghabiskan waktu makan siangnya di penthouse pribadi miliknya. Saat ini dia hanya ingin menyendiri dan berpikir. Duduk di sofa, dia memperhatikan gelang perak bertahta safir biru di tangannya, wajahnya tampak serius seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.Barusan dia sudah bertanya pada Shane dan semua teman-temannya yang hadir pada malam itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang merasa memanggil jasa wanita panggilan atau membawa seorang gadis ke kamar hotel miliknya.Luxian hanya sekedar bertanya tidak menceritakan secara rinci tentang apa yang terjadi sebenarnya di dalam kamar. Karena jika mereka tahu dia sudah menghabiskan malam dengan seorang gadis, maka berdasarkan sifat teman-temannya, tidak diragukan lagi dia pasti akan menjadi bahan lelucon mereka semua. Lalu siapa gadis yang bersamanya mala
Jantung Celia berdegup semakin kencang, perasaannya tidak menentu.Mereka sampai di sudut jalan yang lebih sepi, tapi pria itu sudah tidak terlihat lagi. Celia berhenti dan menatap sekeliling dengan nafas yang tidak beraturan. "Dia... dia ada di sini tadi," ucapnya.Luxian mendekat, meletakkan tangan lembut di bahu Celia. "Celia, mungkin ini hanya perasaanmu. Kau mungkin melihat seseorang yang mirip, tapi Sergio... dia sudah tidak ada." Suaranya lembut, mencoba menenangkan.“Kau benar, itu mungkin hanya imajinasiku saja, Luxian maaf,” jawab Celia.***Celia melihat berita mengejutkan di ponselnya. Sebuah laporan menayangkan rekaman yang diambil oleh warga di jalan.Di layar, terlihat seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan, tampak berusaha dipegang oleh beberapa petugas medis dan polisi. Wajah wanita itu tampak penuh dengan kebingungan dan ketakutan, sementara di pelukannya, dia memeluk bantal kecil. Wanita itu berteriak dan meronta, menolak dimasukkan ke dalam mob
Setelah berhari-hari menunggu dengan penuh harapan, keluarga Lannister akhirnya harus menerima kenyataan yang pahit. Pihak berwenang mengonfirmasi bahwa tidak ada korban selamat dari kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak penumpang. Jenazah sebagian besar penumpang tidak ditemukan karena pesawat jatuh di laut lepas, membuat pencarian semakin sulit dan perlahan dihentikan. Keluarga Lannister, yang awalnya begitu berharap akan keajaiban, kini tak punya pilihan selain menyerah.Di tengah duka yang mendalam, orang tua Sergio, duduk bersama Celia di rumah mereka. Mereka tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dalam percakapan yang penuh dengan emosi, mereka akhirnya memutuskan untuk memberikan Celia kebebasan."Celia, sayang," ujar Mrs. Lannister dengan suara lembut. "Kami tahu ini tidak mudah, dan Sergio akan selalu ada di hati kita semua. Tapi... kamu masih muda, dan kami ingin kamu bahagia. Kamu bebas untuk menikah lagi, jika kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia."Celia me
Dan kemudian, tanpa peringatan, Celia mulai menangis terisak. Tangisnya begitu dalam dan penuh dengan kesedihan yang dia tahan selama bertahun-tahun. Bahunya bergetar, nafasnya tersengal-sengal, dan dia merasa seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Celia meraih tubuh Luxian, memeluknya erat seolah-olah dia takut kehilangan lagi. Tangannya yang gemetar melingkari pinggang Luxian, memegang erat seolah-olah dia menemukan satu-satunya pijakan di tengah badai yang menerjang hidupnya."Aku nggak tahu harus bertanya kemana lagi tentang Abigail dan semua yang terjadi." Celia terisak di dadanya, suaranya hampir tak terdengar. "Aku nggak tahu apa yang terjadi padamu. Kau menghilang. Dan sekarang aku pikir kamu sudah pergi selamanya."Luxian, yang merasakan tubuh Celia gemetar dalam pelukannya, dengan lembut membalas pelukan itu. Tangannya yang kuat namun lembut melingkari bahu Celia, menariknya lebih dekat. Dia membelai rambut Celia dengan lembut, memberikan rasa tenang d
Luxius menceritakan apa yang terjadi dan Luxian sangat terkejut. Karena saat kejadian dan berita kecelakaan di umumkan, dia sudah berada di dalam pesawat.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Luxius.Hari itu, Luxian sedang bersiap-siap untuk kembali pulang setelah menjalani perawatan panjang di luar negeri. Kesehatannya berangsur membaik, dan akhirnya dia merasa cukup kuat untuk kembali ke keluarganya di Summerfield. Semua barangnya sudah dikemas, dan tiket penerbangan di tangannya menunjukkan bahwa dia akan pulang pada malam hari itu. Ada perasaan lega yang perlahan mengisi dadanya, karena setelah berbulan-bulan jauh dari rumah, dia akhirnya bisa bertemu dengan orang-orang yang dia cintai. Tapi di tengah persiapannya, sebuah peristiwa kecil mengubah segalanya.Di rumah sakit tempat dia terakhir kali melakukan pemeriksaan, Luxian bertemu dengan seorang pria yang tampak sangat panik. Pria itu duduk di bangku ruang tunggu, tampak gelisah dengan ponsel di tangannya, mengusap wajahnya b
Di ruang tunggu bandara yang penuh dengan keheningan dan kesedihan, Celia hampir tenggelam dalam kelelahan. Tubuhnya terasa begitu berat setelah berjam-jam menunggu kabar yang belum pasti. Matanya yang sembab oleh air mata hampir tertutup, dan dia mulai terjebak di antara keadaan sadar dan tidak. Kepalanya yang bersandar di pundak ibunya perlahan mulai terjatuh, seolah-olah rasa kantuk dan kelelahan telah menguasai dirinya.Namun, di tengah kondisi antara tidur dan terjaga itu, matanya yang setengah terbuka tiba-tiba menangkap sesuatu yang tak terduga. Di pintu kedatangan yang berada agak jauh dari tempat dia duduk, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Pria itu berjalan dengan tenang, mengenakan pakaian kasual, rambutnya yang hitam agak kusut. Di sebelahnya, ada Bryan, yang juga terlihat familiar untuk Celia.“Luxian...?” Bisik Celia pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Matanya tiba-tiba melebar, dan kesadarannya mulai kembali. Dia mengerjapkan mata beberapa k
"Celia, semuanya sudah siap. Kita akan merayakan kepulangan Sergio dengan penuh suka cita," kata Eleanor, sambil tersenyum hangat di ruang tamu kediaman Montague. Meja makan sudah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan hidangan terbaik, sementara semua orang bersemangat menunggu kedatangan Sergio.Di tempat lain, suasana serupa juga menyelimuti kediaman Davies. Mereka menerima kabar dari Luxian bahwa dia juga sedang dalam perjalanan pulang setelah menjalani perawatan di luar negeri selama berbulan-bulan. Keluarga Davies yang telah lama menanti kabar baik ini merasa lega. "Akhirnya, Luxian pulang. Aku tak sabar melihatnya," ujar Paula dengan mata berbinar. Di rumah itu, suasana dipenuhi harapan, dan Luxius tampak tersenyum lega mendengar kabar baik dari kakaknya. Setelah semua drama dan ketegangan, keluarga Davies merasa hari itu akan menjadi awal yang baru bagi mereka.Namun, ketika waktu mendekati siang, suasana yang penuh kebahagiaan itu berubah dalam sekejap.Tiba-tiba, televisi m
Dengan wajah yang perpaduan sempurna antara Celia dan Luxian, anak itu menjadi simbol dari hubungan masa lalu yang rumit, tapi juga penuh cinta.Sergio sangat mencintai anak itu dan menganggapnya seperti darah dagingnya sendiri.***Suatu hari, di sebuah taman kota yang tenang dan indah, Celia sedang berjalan-jalan dengan putranya. Anak kecil itu tampak riang, berlari-lari kecil di sekitar taman, mengejar burung-burung dan tertawa ceria. Celia mengawasinya dengan senyum hangat di wajahnya, menikmati momen damai bersama anaknya. Hari itu cuaca sangat cerah, dengan sinar matahari yang lembut menyinari taman, membuat suasana semakin nyaman.Sementara Celia duduk di bangku taman, tiba-tiba dia melihat sebuah keluarga yang dikenalnya sedang berjalan di sepanjang trotoar taman. Itu adalah keluarga Davies. Nyonya Paula sepertinya sedang mengajak Nenek Iris jalan-jalan menikmati suasana sore hari.Celia merasa dadanya berdegup sedikit lebih cepat. Dia tidak pernah benar-benar memutuskan kont
Beberapa hari sebelum hari pernikahannya, Celia memutuskan untuk mengunjungi Hacienda, rumah keluarga besar keluarga Davies di Ashford.Di sana, ia berharap bisa bertemu dengan Nenek Iris, Celia berpikir, jika ada orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Luxian atau tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya, mungkin itu adalah Nenek Iris.Saat Celia tiba di Hacienda, suasana terasa hening dan damai. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan pohon di halaman, dan langit sore berwarna keemasan memberikan perasaan tenang. Namun, hati Celia tidak tenang. Langkah kakinya sedikit gugup ketika dia mendekati pintu rumah tua itu.Nenek Iris menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya, tetapi senyuman itu terasa penuh arti, seolah-olah ada sesuatu yang disimpan di baliknya. "Celia, sayang, apa yang membawamu ke sini?" Tanyanya lembut, suaranya tenang dan menenangkan.Celia, yang awalnya mencoba tersenyum, kini menunjukkan keraguannya. Matanya menatap langsung ke wajah Nen
Di rumah sakit, suasana terasa tegang saat Abigail berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, kondisinya kritis akibat pendarahan hebat setelah pengejaran dramatis bersama Simon. Tim medis bergerak cepat, mempersiapkan operasi darurat. Dokter memberitahu bahwa kondisi Abigail dan bayinya sangat kritis. Kemungkinan besar, bayinya sudah meninggal dalam kandungan dan harus segera dikeluarkan, akibat trauma dan stres fisik yang dialaminya.Di kediaman keluarga Davies suasana menjadi sangat tegang. Mereka tampak khawatir dan frustasi dengan semua situasi yang kacau ini. Abigail telah menjadi pusat masalah bagi keluarga mereka. Awalnya mereka berpikir bahwa bayi yang dikandung Abigail adalah anak Luxian, tapi dengan berita bahwa Abigail terlibat dengan Simon, segalanya menjadi tidak jelas. Mereka tidak mau mengambil risiko dan memutuskan untuk meminta dokter melakukan tes DNA pada bayi Abigail. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, keluarga Davies berhasil memaksa pihak ruma