“Tidak, kami belum melihatnya. Ada apa?”
“Eliza kamu sepupunya, seharusnya lebih tahu dari kami. Kenapa malah bertanya?” Dengan memasang wajah cemas Eliza berkata, “Aku hanya khawatir, karena semalam Celia tidak pulang ke rumah.” “Tidak pulang?” Eliza mengangguk dengan wajah yang terlihat sedih, “Apa Celia sudah punya pacar?” Eliza bertanya. Lalu dengan nada khawatir dia berkata, “Celia itu lugu, aku takut dia bertemu dengan pria jahat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya. Seperti mengajaknya melakukan sesuatu. Seorang gadis yang belum menikah menginap di hotel dengan seorang pria…” Saat berbicara, Eliza menekankan kata ‘menginap di hotel dengan seorang pria saat kamu bahkan belum menikah’ bermaksud ingin menunjukkan betapa tidak tidak bermoralnya Celia. Dan sepertinya berhasil, terbukti, semua orang yang mendengarnya segera mengerutkan kening dengan ekspresi jijik di wajah mereka. Ada pula yang menggelengkan kepala menyayangkan. Semua yang berkumpul bersamanya merupakan karyawan wanita yang suka bergosip. Eliza berharap berita tentang betapa tidak malunya Celia segera tersebar di perusahaan. Dengan skandal yang begitu memalukan dia ragu jika Celia masih memiliki muka untuk tetap bertahan bekerja di Whispers. Dan kelak satu-satunya orang yang bisa menolong Celia adalah Tuan Simon. Dan mau tidak mau dia hanya akan berakhir menjadi simpanannya. “Menginap di hotel dengan seorang pria? Sangat sulit dipercaya jika dia sampai melakukan hal itu. Tapi kami tidak tahu jika Celia punya pacar.” “Mungkin saja Celia tidak ingin kalian tahu…” Eliza menghentikan ucapannya karena seseorang tiba-tiba memotong pembicaraannya. “Apa yang aku tidak ingin mereka tahu, Eliza?” Celia berusaha berjalan dengan wajar sambil menahan rasa tidak nyaman di bagian bawah tubuhnya. Dia melangkah tenang, memakai rok span panjang berwarna hitam yang dipadukan blus twist putih lengan panjang dengan tali yang mengikat di bagian pinggang semakin menonjolkan lekuk tubuhnya yang sempurna. Dia terlihat sangat anggun. Eliza menoleh ke arah sumber suara dan terkejut saat melihat Celia berjalan mendekat, dia menatapnya dari atas ke bawah. Dengan ekspresi yang tidak bisa diartikan. Kenapa dia ada disini? Bagaimana bisa? Setelah apa yang terjadi semalam, seharusnya saat ini Celia sedang terpuruk di suatu tempat dan karena kondisinya dia tidak mungkin bisa datang ke kantor. Jantung Eliza berdetak kencang. Dia sangat panik. Namun dengan cepat dia merubah ekspresinya dengan senyuman, sambil berpikir. “Apa rencana semalam sudah gagal?” Cuma Celia yang bisa melihat betapa palsunya senyuman itu. Karena selama 24 tahun masa hidupnya, mereka berdua tidak pernah begitu dekat. Hanya di kantor mereka bisa terlihat seperti sepupu yang akrab. Celia melakukannya untuk menjaga sikap profesionalisme. Eliza segera menghampirinya, “Celia, aku baru saja menanyakan kabarmu kepada mereka, karena tidak biasanya kamu datang terlambat.” Saat Eliza ingin memeluk lengannya, Celia dengan cepat menarik tangannya “Kamu bilang akan kembali secepatnya untuk menjemputku, tapi kamu tidak pernah datang. Jadi aku menelpon Lily. Karena malam sudah terlalu larut bibi Lina tidak mengizinkan aku pulang, terpaksa aku menginap.” Celia berbicara dengan jelas, tidak keras tapi juga tidak pelan, dia memastikan jika semua orang yang mendengar dapat mengetahui bahwa penyebab dia tidak pulang dan terlambat datang itu semua karena kesalahan Eliza. “Semalam aku juga mabuk. Aku bisa pulang karena seseorang memanggilkan aku taksi, bagaimana aku ingat untuk menjemputmu. Kamu tidak bisa menyalahkan aku.” Eliza membela diri dengan panik, bukan hanya karena rencana untuk mencemarkan nama baik Celia gagal, tapi yang lebih gawat adalah jika benar semalam Celia tidak bersama Tuan Simon, maka kemarahan Tuan Jack akan sangat menakutkan. “Tidak mungkin, dengan jelas semalam aku sendiri yang membawanya masuk ke kamar 1506. Apa yang terjadi? Mungkinkah Tuan Simon tidak ada di dalam hingga Celia bisa melarikan diri?” Eliza berpikir sambil mengingat kejadian semalam. Lalu bagaimana dia akan menghadapi Tuan Jack nanti? Lalu cara apa agar bisa keluar dari masalah ini? Celia diam-diam memperhatikan setiap ekspresi yang Eliza buat, dia berpikir, “Eliza, aku tidak tahu apa yang sudah kamu lakukan. Tapi jika aku menemukan bukti bahwa kamu juga terlibat dalam kejadian semalam, aku pasti akan membalasmu.” Meskipun Celia semalam mabuk, tapi dia masih bisa mengingat sekilas kamar yang dituju oleh Eliza adalah 1506. Tapi tadi pagi dia melihat nomor di dekat pintu masuk kamarnya adalah 1509. Oleh karena itu Celia belum sepenuhnya menaruh curiga pada Eliza. Tapi dengan sedikit bingung. Setelah berbicara, Celia dengan santai menuju pantry, tapi sudut matanya menyapu seluruh ruangan. Dia bisa melihat wajah pucat Eliza dan beberapa orang yang mulai saling berbisik. “Celia, kami senang kamu baik-baik saja. Tadi Eliza sangat cemas karena kamu tidak pulang semalaman.” “Benar, kami semua juga ikut cemas.” Celia mengisi perutnya yang terasa dingin karena belum terisi apapun sejak semalam dengan segelas penuh air putih hangat. Rasanya sangat nyaman. Lalu dengan santai dia menjawab, “Benarkah?” Celia mengangkat alisnya dan berkata dengan nada yang sedikit terkejut namun ada seringai di bibirnya, “Sepupu, aku tidak tahu jika kamu begitu perhatian padaku, jarak antara rumah kita sangat jauh, bagaimana kamu tahu aku tidak pulang ke rumah? Apa kamu menelpon ibuku di tengah malam hanya untuk menanyakan keadaanku? Aku sangat tersanjung. Kenapa kamu tidak pernah melakukan itu sebelumnya?” Celia menghabiskan gelas keduanya yang berisi air putih hangat sambil bersandar pada meja untuk menopang tubuhnya. Eliza pucat pasi, tidak tahu harus menjawab apa. Saat dia terpojok, sebuah suara tiba-tiba saja memanggil namanya. Baru saja dia merasa lega, namun sedetik kemudian bulu kuduknya seperti berdiri. Tuan Jack berdiri di lorong depan pantry dengan ekspresi wajah gelap. Saat melihatnya semua orang berdiri terdiam. “Eliza, cepat kemari dan ikut aku!”Tuan Jack melirik Celia sekilas dengan tatapan aneh. Setelah berkata dia langsung berbalik pergi dengan Eliza bergegas mengikuti di belakangnya.Celia mengerutkan kening, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dalam hati, “Ada apa dengan kedua orang itu? Mereka bukan sepasang kekasih gelap, kan?”Saat Celia masih menatap lorong tempat kedua orang itu pergi, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dan membuyarkan lamunannya. Itu Amy sahabatnya. Karena Amy, Celia mengetahui semua yang Eliza lakukan barusan saat dia masih berada di perjalanan menuju kantor.“Bagus kamu datang tepat waktu, jika tidak, Eliza pasti sudah bicara lebih banyak hal buruk tentangmu.”Celia tidak langsung menjawab, dia bergegas duduk karena jika berdiri lebih lama lagi dia takut akan jatuh. Selain efek mabuk semalam belum sepenuhnya hilang, tubuhnya juga terasa lelah. Dan yang penting lagi, perutnya sangat lapar.Sambil memakan biskuit dan susu yang diberikan Amy, Celia menjawab, “Dia selalu mencari celah u
Saat itu Celia menjawab dengan ekspresi wajah yang riang, hanya untuk menyenangkan ibunya, dia pun mulai berbicara omong kosong, “Ibu tenang saja, Celia pasti akan segera membawakan ibu seorang menantu yang sangat tampan dan juga sangat kaya.” “Itu bukan syarat utama untuk menjadi menantu ibu, yang penting dia harus menyayangimu dengan tulus.” “Tentu saja, tidak hanya menyayangiku, dia juga sangat bucin.” Celia tersenyum lalu mencium tangan ibunya, “Dan yang penting, Celia yakin dia juga sangat menyayangi ibu.” “Ibu tidak penting.” “Siapa bilang, jika mau menikahiku maka dia juga harus menyayangi ibuku.” “Jadi kamu sudah bertemu seseorang? “Tentu saja. Tapi yang terpenting sekarang, ibu harus sembuh dulu, baru setelah itu Celia akan membawa dia untuk bertemu dengan ibu.” “Aamiin. Tapi ngomong-ngomong apa itu bucin?” “Itu artinya di matanya tidak akan ada wanita lain selain putrimu yang cantik ini. Dia sangat tergila-gila padaku.” Setelah itu mereka tertawa bersama. Celia inga
Tubuh Celia merosot di lantai, tangannya merah dan bengkak karena berulang kali dipukulkan ke pintu kayu yang keras, suaranya pun mulai serak. Dia meringkuk di lantai seperti janin. Kebenaran yang baru saja terungkap di depan matanya secara brutal, membuat dia lupa bagaimana caranya menangis. Dia menjadi sedikit linglung.Berharap jika semua ini hanya bagian dari mimpi buruk. Dan saat terbangun nanti semua akan kembali seperti semula.Namun, itu tidak mungkin.“Ibu, ayah, kenapa kalian bukan orang tua kandungku? Lalu aku siapa?” Suara Celia terdengar lirih, hatinya terasa sakit dan hancur.Kepada siapa lagi dia harus bercerita? Mereka yang selama ini dianggap sebagai keluarga kini mulai menjauh dengan tatapan dingin. Bagi mereka sekarang dia tidak lebih dari orang asing. Seketika di dunia yang besar ini dia hanya sendirian.Rumah tempatnya tumbuh dalam kehangatan kasih sayang ayah dan ibu, kini terasa seperti penjara besar yang menyesakkan. Celia memejamkan mata sambil berusaha meng
“Celia, jangan bicara padaku seperti orang asing. Tentu saja kamu boleh tinggal disini.” Celia mencoba tersenyum, meskipun hatinya masih terasa berat. "Terima kasih, Kak Erika. Maaf merepotkan." "Jangan khawatir. Kamu tidak merepotkan sama sekali. Masuklah, buat dirimu nyaman," jawab Erika sambil membuka pintu lebih lebar, mengisyaratkan Celia untuk masuk. Saat mereka melangkah masuk, Celia merasakan suasana hangat yang mengisi rumah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto keluarga dan karya seni sederhana. Aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur, membuat perut Celia keroncongan. Erika melihat Celia dengan penuh perhatian. "Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang. Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu." Celia mengangguk dan duduk di sofa yang empuk di ruang tamu. Eric meletakkan kopernya di sudut ruangan dan duduk di sebelahnya. "Terima kasih, Kak Eric. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa bantuanmu," kata Celia dengan suara pelan. Er
Di luar rumah, suasana semakin kacau. Para penjaga berlarian, mengendarai mobil patroli, menyebar ke seluruh kota dalam upaya putus asa untuk menemukan Celia. Di tengah kekacauan itu, Arnold berdiri di pintu depan, memandang keluar dengan mata yang penuh kebencian."Aku akan menemukanmu, dasar brengsek!" gumam Arnold pelan. "Dan kali ini, kamu tidak akan bisa lari lagi sebelum aku mendapatkan semua harta warisan kakak dan kakak iparku."Namun, jauh di dalam hatinya, Arnold tahu bahwa meskipun dia penuh dengan tekad untuk menangkap Celia kembali, dia merasa ada sesuatu yang berbeda kali ini. Gadis itu mungkin lebih kuat dan lebih cerdik daripada yang dia bayangkan. Dan mungkin saja seseorang telah membantunya.Sementara itu Eliza, memanfaatkan situasi untuk mencari informasi sekecil apapun di kamar Celia.Eliza menyelinap dengan cepat ke dalam kamar, memastikan tidak ada yang terlewat dari matanya. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tepat untuk menemukan sesuatu yang berharga mi
Matahari sore yang mulai condong ke barat memancarkan cahaya keemasan yang indah, menerangi jalanan umum yang ramai oleh pejalan kaki. Setelah memarkirkan mobil di tempat yang sudah disediakan, Celia, Eric, Erica dan kedua buah hatinya berjalan bersama memasuki pasar tradisional. Suara tawar menawar, percakapan riang dan tawa terdengar seolah menyambut mereka, mengiringi perjalanan yang dipenuhi semangat kebersamaan. Celia mengamati semua toko yang ia lewati, matanya mencari barang yang mungkin nanti dia perlukan. Karena saat pergi meninggalkan rumah kemarin, tidak banyak barang yang bisa ia bawa. Ashford terkenal dengan julukan desa kecil, tapi sebenarnya pasar tradisional ini sangat komplit. Semua hal tersedia, kualitasnya pun tidak kalah dari kota besar. Pasar ramai dengan aktivitas. Penjual dan pembeli berinteraksi, aroma harum makanan lokal menguar di udara. Mereka berlima bergerak melewati kerumunan, menuju konter Tuan Rudi, seorang saudagar kaya raya yang juga kepala des
Saat akhirnya dia melihatnya, nafas Celia seolah berhenti, nenek itu berjalan menuju jalur lintasan motor si pencuri. Karena sebuah truk pengangkut sayuran yang terparkir di pinggir jalan, nenek berambut putih tidak bisa melihat motor yang datang dengan cepat. Tidak ada orang yang menyadarinya, karena perhatian semua orang tertuju pada si pencuri.“Nenek!”Celia berteriak tapi karena suasana yang sangat ramai dan kacau, suaranya seperti tenggelam tak berbekas. Dia menjadi panik suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Jika berteriak pun belum tentu akan terdengar oleh nenek itu.Tidak ada waktu lagi!Celia dengan cepat bangkit dari kursinya, mengambil keranjang bambu besar di pinggir jalan yang cukup berat karena penuh berisi sampah, dia lalu melemparkannya ke arah pencuri berharap orang itu akan terjatuh dari motornya. Tapi motor itu hanya oleng dan melambat. Celia segera berlari sekuat tenaga ke arah nenek berambut putih.“Nenek awas!”Nenek berambut putih tertegun di tempatnya sam
Semantara itu di sebuah penthouse mewah yang terletak di lantai teratas gedung milik salah satu perusahaan teknologi ternama di dunia bernama Future One. Luxian, setelah meeting ia menghabiskan waktu makan siangnya di penthouse pribadi miliknya. Saat ini dia hanya ingin menyendiri dan berpikir. Duduk di sofa, dia memperhatikan gelang perak bertahta safir biru di tangannya, wajahnya tampak serius seperti sedang mengingat-ingat sesuatu.Barusan dia sudah bertanya pada Shane dan semua teman-temannya yang hadir pada malam itu, tapi tidak ada satupun dari mereka yang merasa memanggil jasa wanita panggilan atau membawa seorang gadis ke kamar hotel miliknya.Luxian hanya sekedar bertanya tidak menceritakan secara rinci tentang apa yang terjadi sebenarnya di dalam kamar. Karena jika mereka tahu dia sudah menghabiskan malam dengan seorang gadis, maka berdasarkan sifat teman-temannya, tidak diragukan lagi dia pasti akan menjadi bahan lelucon mereka semua. Lalu siapa gadis yang bersamanya mala