Sambil memijat kening yang masih sedikit pusing, Luxian berjalan menuju kamar mandi. Kemudian menelpon Bryan berkata bahwa dia akan ganti baju di kantor. Dia tidak berharap asisten nya itu masuk ke kamar dan melihat semua kekacauan yang sudah dibuatnya.
Tunggu di luar! Awalnya Luxian berpikir jika gadis di tempat tidur adalah wanita panggilan yang disewa oleh temannya, jadi sebelum meninggalkan kamar dia bermaksud untuk memberinya sejumlah uang. Luxian berdiri disisi tempat tidur dengan dompet dan uang di tangannya saat matanya melihat bercak darah di sprei putih yang tertutup selimut, keningnya berkerut. Kegilaan semalam teringat lagi olehnya. Ekspresi samar gadis itu, dan juga suaranya yang seperti menahan sakit sambil sedikit terisak. Sial! Apa mungkin dia masih… Luxian semakin merasa bersalah, semalam dia terlalu terbawa suasana. Apa dia sudah menyiksa anak gadis orang sepanjang malam? Dia tidak bisa menahan diri untuk melirik gadis itu lagi, dilihat dari penampilannya yang berantakan dan menyedihkan, bukankah itu sudah jelas? Luxian berdecak lagi dengan kesal dan memaki dirinya lagi. Luxian penasaran. Saat dia bermaksud menyingkirkan rambut yang menutupi wajah gadis itu, ponselnya tiba-tiba bergetar sebagai tanda pengingat waktu meeting yang hampir tiba. Karena sedang diburu waktu Luxian terpaksa mengurungkan niat untuk melihat wajah gadis itu. Sebagai ganti dia mengambil sebuah kotak dari saku jasnya yang berisi dua buah gelang yang terjalin menjadi satu. Itu dia peroleh dari memenangkan taruhan dengan Shane temannya semalam. Luxian memakaikan satu bagian gelang itu di tangan Celia, lalu menyelipkan kartu nama dan sebuah pesan di tasnya. Dia berharap bisa bertemu dengannya lagi, di suatu hari di masa depan. Setengah jam kemudian. Celia baru terbangun, masih sedikit pusing tapi dia berjuang menuju kamar mandi sambil menahan rasa sakit yang merobek di bagian tubuhnya. Di depan cermin kamar mandi dia melihat tubuh polosnya penuh tanda merah di beberapa tempat membuatnya mengerutkan kening dalam-dalam, itu adalah kali pertama dia melakukannya, tapi kenapa semalam dia bertindak layaknya seorang profesional. Dan menghabiskan malam yang panas dengan orang yang bahkan tidak dia kenal. Apa yang sebenarnya terjadi? Semalam seorang teman kantor mengundangnya ke sebuah pesta. Biasanya dia tidak pernah ada masalah dengan arak buah, tapi semalam baru sedikit minum tapi sudah membuatnya kehilangan akal. Apalagi saat melihat pria tampan itu, dia merasakan tubuhnya menjadi semakin hilang kendali. “Dasar pria brengsek, jika aku sampai bertemu denganmu lagi aku pasti akan menghajarmu!” Walau dia yang memulainya terlebih dahulu dengan sebuah ciuman, tapi sebagai pria sejati seharusnya dia tidak mengambil kesempatan dan memanfaatkan situasi. Dan menindas wanita yang lemah! Celia memaki orang itu dalam hatinya. Kehilangan sesuatu yang sangat berharga dengan cara yang seperti itu membuat moodnya menjadi sangat buruk. Celia menghela nafas. Lalu kenapa jika dia tampan? Semakin tampan maka semakin brengsek! *** Sambil melihat ke sekeliling kantor, Eliza mencari sosok Celia tapi dia belum berhasil menemukannya. Sudut mulutnya pun sedikit terangkat, ada kepuasan yang menghina tergambar di sorot matanya. Setelah tadi malam Celia bukan lagi orang yang sama, karena hidupnya sudah pasti hancur total. Dia yakin saat ini Celia pasti sedang menangis meratapi nasibnya di sebuah kamar hotel, tentu saja dengan Tuan Simon berada di sampingnya. Lebih bagus jika Celia secepatnya mengundurkan diri dari perusahaan. Jadi saat di kantor dia tidak perlu lagi melihat wajah menyebalkannya. Ingin sekali dia merobek wajah polos dan baik hatinya itu. Eliza dan Celia, mereka berdua bekerja di tempat yang sama yaitu sebuah perusahaan entertainment yang cukup besar di negara X, bernama Whispers. Celia adalah anak dari kakak perempuan ayahnya, tapi sejak kecil dimanapun Celia berada, dia selalu menjadi pusat perhatian, bukan hanya karena kecerdasannya tapi juga karena wajah cantiknya. Membuat Eliza sangat membenci sepupunya itu. Ketidaksukaannya pada Celia semakin menjadi saat beberapa waktu lalu seorang investor yang bernama Tuan Simon tertarik pada Celia dan mengancam tidak akan memberikan dukungan untuk proyek Whispers selanjutnya jika dia tidak bisa memiliki Celia. Tuan Simon adalah investor utama Whispers. Karena pengaruhnya yang besar, bahkan orang sekelas Tuan Jack tidak berani untuk menyinggungnya. Jika Tuan Simon sampai menghentikan investasinya dan beralih ke perusahaan lain yang menjadi saingan Whispers, maka itu akan menjadi kerugian besar bagi Whispers. Karena itu Tuan Jack yang merupakan CEO Whispers bahkan bersedia merendahkan diri datang secara pribadi menemui Celia yang hanya karyawan biasa di bagian akuntansi, hanya untuk membujuknya agar mau menuruti semua keinginan Tuan Simon demi perusahaan, tapi siapa sangka gadis itu menolaknya mentah-mentah, yang membuat Tuan Jack marah besar. Tapi karena Tuan Simon, dia tidak bisa memecat Celia walaupun gadis itu telah membuatnya sangat kehilangan muka. Sebagai gantinya Tuan Jack mengancam Eliza yang dia tahu merupakan sepupunya. “Lakukan apa saja agar Tuan Simon senang.” “Tapi apa yang harus saya lakukan?” “Gunakan otakmu! Jika sampai gagal dan membuat Tuan Simon marah, serahkan surat pengunduran diri lalu segera tinggalkan SummerField karena saya pastikan kamu tidak akan mendapatkan pekerjaan dimanapun!” Bukannya takut, justru dengan senang hati Eliza segera membuat rencana busuk untuk menghancurkan masa depan Celia. Dia berpikir perusahaan telah mendukung rencananya untuk menyingkirkan orang yang paling dia benci. Jadi siapa yang tidak senang. Eliza sangat bahagia. Jadi jika suatu saat nanti terjadi masalah, dia akan dengan mudah menjadikan Tuan Jack sebagai alasan. Dan sebagai seorang CEO dia pasti akan bisa menyelesaikannya dengan mudah. Dan tadi malam adalah waktunya. Sesuai rencana Eliza akan membawa Celia langsung ke kamar 1506, karena Tuan Simon sudah menunggunya di dalam. Tentu saja dengan beberapa tetes GHB di gelasnya. Eliza benar-benar tidak ingin Celia bisa mengangkat kepalanya lagi. Eliza berjalan menuju mesin pembuat kopi. Setelah menyesap sedikit dia lalu menghampiri sekelompok karyawan wanita yang sedang berkumpul dan bergosip disalah satu meja pantry dan bertanya, “Apa kalian melihat Celia?”“Tidak, kami belum melihatnya. Ada apa?”“Eliza kamu sepupunya, seharusnya lebih tahu dari kami. Kenapa malah bertanya?”Dengan memasang wajah cemas Eliza berkata, “Aku hanya khawatir, karena semalam Celia tidak pulang ke rumah.” “Tidak pulang?”Eliza mengangguk dengan wajah yang terlihat sedih, “Apa Celia sudah punya pacar?” Eliza bertanya. Lalu dengan nada khawatir dia berkata, “Celia itu lugu, aku takut dia bertemu dengan pria jahat yang hanya ingin mengambil keuntungan darinya. Seperti mengajaknya melakukan sesuatu. Seorang gadis yang belum menikah menginap di hotel dengan seorang pria…”Saat berbicara, Eliza menekankan kata ‘menginap di hotel dengan seorang pria saat kamu bahkan belum menikah’ bermaksud ingin menunjukkan betapa tidak tidak bermoralnya Celia.Dan sepertinya berhasil, terbukti, semua orang yang mendengarnya segera mengerutkan kening dengan ekspresi jijik di wajah mereka. Ada pula yang menggelengkan kepala menyayangkan.Semua yang berkumpul bersamanya merupakan kar
Tuan Jack melirik Celia sekilas dengan tatapan aneh. Setelah berkata dia langsung berbalik pergi dengan Eliza bergegas mengikuti di belakangnya.Celia mengerutkan kening, dan tidak bisa menahan diri untuk tidak bertanya dalam hati, “Ada apa dengan kedua orang itu? Mereka bukan sepasang kekasih gelap, kan?”Saat Celia masih menatap lorong tempat kedua orang itu pergi, seseorang tiba-tiba menepuk bahunya dan membuyarkan lamunannya. Itu Amy sahabatnya. Karena Amy, Celia mengetahui semua yang Eliza lakukan barusan saat dia masih berada di perjalanan menuju kantor.“Bagus kamu datang tepat waktu, jika tidak, Eliza pasti sudah bicara lebih banyak hal buruk tentangmu.”Celia tidak langsung menjawab, dia bergegas duduk karena jika berdiri lebih lama lagi dia takut akan jatuh. Selain efek mabuk semalam belum sepenuhnya hilang, tubuhnya juga terasa lelah. Dan yang penting lagi, perutnya sangat lapar.Sambil memakan biskuit dan susu yang diberikan Amy, Celia menjawab, “Dia selalu mencari celah u
Saat itu Celia menjawab dengan ekspresi wajah yang riang, hanya untuk menyenangkan ibunya, dia pun mulai berbicara omong kosong, “Ibu tenang saja, Celia pasti akan segera membawakan ibu seorang menantu yang sangat tampan dan juga sangat kaya.” “Itu bukan syarat utama untuk menjadi menantu ibu, yang penting dia harus menyayangimu dengan tulus.” “Tentu saja, tidak hanya menyayangiku, dia juga sangat bucin.” Celia tersenyum lalu mencium tangan ibunya, “Dan yang penting, Celia yakin dia juga sangat menyayangi ibu.” “Ibu tidak penting.” “Siapa bilang, jika mau menikahiku maka dia juga harus menyayangi ibuku.” “Jadi kamu sudah bertemu seseorang? “Tentu saja. Tapi yang terpenting sekarang, ibu harus sembuh dulu, baru setelah itu Celia akan membawa dia untuk bertemu dengan ibu.” “Aamiin. Tapi ngomong-ngomong apa itu bucin?” “Itu artinya di matanya tidak akan ada wanita lain selain putrimu yang cantik ini. Dia sangat tergila-gila padaku.” Setelah itu mereka tertawa bersama. Celia inga
Tubuh Celia merosot di lantai, tangannya merah dan bengkak karena berulang kali dipukulkan ke pintu kayu yang keras, suaranya pun mulai serak. Dia meringkuk di lantai seperti janin. Kebenaran yang baru saja terungkap di depan matanya secara brutal, membuat dia lupa bagaimana caranya menangis. Dia menjadi sedikit linglung.Berharap jika semua ini hanya bagian dari mimpi buruk. Dan saat terbangun nanti semua akan kembali seperti semula.Namun, itu tidak mungkin.“Ibu, ayah, kenapa kalian bukan orang tua kandungku? Lalu aku siapa?” Suara Celia terdengar lirih, hatinya terasa sakit dan hancur.Kepada siapa lagi dia harus bercerita? Mereka yang selama ini dianggap sebagai keluarga kini mulai menjauh dengan tatapan dingin. Bagi mereka sekarang dia tidak lebih dari orang asing. Seketika di dunia yang besar ini dia hanya sendirian.Rumah tempatnya tumbuh dalam kehangatan kasih sayang ayah dan ibu, kini terasa seperti penjara besar yang menyesakkan. Celia memejamkan mata sambil berusaha meng
“Celia, jangan bicara padaku seperti orang asing. Tentu saja kamu boleh tinggal disini.” Celia mencoba tersenyum, meskipun hatinya masih terasa berat. "Terima kasih, Kak Erika. Maaf merepotkan." "Jangan khawatir. Kamu tidak merepotkan sama sekali. Masuklah, buat dirimu nyaman," jawab Erika sambil membuka pintu lebih lebar, mengisyaratkan Celia untuk masuk. Saat mereka melangkah masuk, Celia merasakan suasana hangat yang mengisi rumah itu. Dinding-dindingnya dihiasi dengan foto-foto keluarga dan karya seni sederhana. Aroma kue yang baru dipanggang menguar dari dapur, membuat perut Celia keroncongan. Erika melihat Celia dengan penuh perhatian. "Kamu pasti lelah setelah perjalanan panjang. Duduklah, aku akan membuatkan teh untukmu." Celia mengangguk dan duduk di sofa yang empuk di ruang tamu. Eric meletakkan kopernya di sudut ruangan dan duduk di sebelahnya. "Terima kasih, Kak Eric. Aku tidak tahu apa yang akan aku lakukan tanpa bantuanmu," kata Celia dengan suara pelan. Er
Di luar rumah, suasana semakin kacau. Para penjaga berlarian, mengendarai mobil patroli, menyebar ke seluruh kota dalam upaya putus asa untuk menemukan Celia. Di tengah kekacauan itu, Arnold berdiri di pintu depan, memandang keluar dengan mata yang penuh kebencian."Aku akan menemukanmu, dasar brengsek!" gumam Arnold pelan. "Dan kali ini, kamu tidak akan bisa lari lagi sebelum aku mendapatkan semua harta warisan kakak dan kakak iparku."Namun, jauh di dalam hatinya, Arnold tahu bahwa meskipun dia penuh dengan tekad untuk menangkap Celia kembali, dia merasa ada sesuatu yang berbeda kali ini. Gadis itu mungkin lebih kuat dan lebih cerdik daripada yang dia bayangkan. Dan mungkin saja seseorang telah membantunya.Sementara itu Eliza, memanfaatkan situasi untuk mencari informasi sekecil apapun di kamar Celia.Eliza menyelinap dengan cepat ke dalam kamar, memastikan tidak ada yang terlewat dari matanya. Dia tahu bahwa ini adalah kesempatan yang tepat untuk menemukan sesuatu yang berharga mi
Matahari sore yang mulai condong ke barat memancarkan cahaya keemasan yang indah, menerangi jalanan umum yang ramai oleh pejalan kaki. Setelah memarkirkan mobil di tempat yang sudah disediakan, Celia, Eric, Erica dan kedua buah hatinya berjalan bersama memasuki pasar tradisional. Suara tawar menawar, percakapan riang dan tawa terdengar seolah menyambut mereka, mengiringi perjalanan yang dipenuhi semangat kebersamaan. Celia mengamati semua toko yang ia lewati, matanya mencari barang yang mungkin nanti dia perlukan. Karena saat pergi meninggalkan rumah kemarin, tidak banyak barang yang bisa ia bawa. Ashford terkenal dengan julukan desa kecil, tapi sebenarnya pasar tradisional ini sangat komplit. Semua hal tersedia, kualitasnya pun tidak kalah dari kota besar. Pasar ramai dengan aktivitas. Penjual dan pembeli berinteraksi, aroma harum makanan lokal menguar di udara. Mereka berlima bergerak melewati kerumunan, menuju konter Tuan Rudi, seorang saudagar kaya raya yang juga kepala des
Saat akhirnya dia melihatnya, nafas Celia seolah berhenti, nenek itu berjalan menuju jalur lintasan motor si pencuri. Karena sebuah truk pengangkut sayuran yang terparkir di pinggir jalan, nenek berambut putih tidak bisa melihat motor yang datang dengan cepat. Tidak ada orang yang menyadarinya, karena perhatian semua orang tertuju pada si pencuri.“Nenek!”Celia berteriak tapi karena suasana yang sangat ramai dan kacau, suaranya seperti tenggelam tak berbekas. Dia menjadi panik suaranya seperti tercekat di tenggorokan. Jika berteriak pun belum tentu akan terdengar oleh nenek itu.Tidak ada waktu lagi!Celia dengan cepat bangkit dari kursinya, mengambil keranjang bambu besar di pinggir jalan yang cukup berat karena penuh berisi sampah, dia lalu melemparkannya ke arah pencuri berharap orang itu akan terjatuh dari motornya. Tapi motor itu hanya oleng dan melambat. Celia segera berlari sekuat tenaga ke arah nenek berambut putih.“Nenek awas!”Nenek berambut putih tertegun di tempatnya sam