Hari itu, Luxian berjalan menuju rumah sakit dengan perasaan cemas. Setelah menunggu beberapa hari dalam kecemasan, akhirnya hari ini dia bisa mengambil hasil tes kesehatannya. Langkahnya terasa berat, bukan hanya karena memikirkan tentang kondisinya, tetapi juga karena tekanan emosional yang datang dari semua yang telah terjadi dalam hidupnya. Kecelakaan, hubungannya yang rumit dengan Celia, dan bayangan dari masa lalunya yang terus menghantui.Saat dia mendekati ruang penerimaan, Luxian tidak sengaja melihat seseorang yang sangat dikenalnya keluar dari salah satu ruangan. Abigail. Dia sedang berbicara dengan seorang dokter di depan pintu. Terlihat mencurigakan, Luxian yang penasaran mendekat dengan hati-hati sehingga dia bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Suara mereka rendah tapi terdengar jelas olehnya. Dia berdiri diam di tempatnya."Anda harus benar-benar berhati-hati, Nona Abigail. Kandungan Anda baru berusia tiga bulan. Saya sarankan agar Anda memperhatikan kesehatan
Abigail tampak panik. Dia tahu bahwa kebohongannya sudah terungkap. “Aku tidak tahu apa yang kau dengar, Luxian, tapi…"Luxian dengan cepat meraih leher Abigail dan mencengkramnya dengan kuat.“Jangan berani-berani berbohong lagi! Doktermu sudah bicara. Aku tahu siapa ayah dari anak itu. Kau mengatakan padaku bahwa itu anakku, padahal itu anak Simon! Kau pikir aku bodoh? Kau pikir aku tidak akan tahu?” Luxian memotong dengan nada penuh amarah, tubuhnya bergetar karena frustasi dan kebencian.Melihat Abigail seperti kesulitan bernafas, Luxius yang berada di ruangan itu mencoba untuk menenangkan kakaknya.“Kakak, lepaskan tanganmu, kau bisa membunuhnya. Jika kau sampai berurusan dengan hukum karena dia, itu tidak sepadan.”Luxius berusaha membujuk kakaknya namun Luxian terlalu marah untuk mendengarkan siapapun.Abigail menyentuh tangan Luxian dengan matanya yang berkaca-kaca, tetapi Luxian menghindar dengan cepat dan melepaskan tangannya dari leher Abigail, menolak segala usaha manipula
Ketika tiba di rumah sakit, suara sirine memecah keheningan malam. Pintu belakang ambulance terbuka, dan dengan cepat paramedis segera menarik keluar brankar yang membawa Luxian. Luxian menatap lampu neon yang menyilaukan dan bergerak silih berganti di atasnya. Tubuhnya terbaring tak berdaya di atas brankar yang ditarik dengan cepat oleh petugas medis di samping kiri dan kanannya. Mereka bergegas membawanya menuju ruang UGD untuk mendapatkan pertolongan darurat. Wajah Luxian tampak pucat, menahan rasa sakit yang panas dan merobek di pinggangnya akibat peluru yang masih bersarang. Darah terus mengalir dari kulit yang terbuka, meskipun sudah dibalut darurat oleh paramedis di tempat kejadian. Luxius panik, wajahnya dipenuhi kecemasan, sepanjang perjalanan ke rumah sakit, nafasnya terasa tercekik saat dia harus memberitahu tentang apa yang terjadi pada Luxian kepada keluarganya. Luxius tidak pernah menyangka kakaknya akan mengalami kondisi seperti ini, terluka parah dan berjuang untuk
Sergio dengan cepat berdiri dan berkata, "Aku akan membawanya kemari." Dia kemudian berlari ke ruangan lain untuk menjemput bayi Celia, yang sepertinya semakin tak bisa ditenangkan. Tak lama, Sergio kembali dengan bayi kecil dalam pelukannya yang masih menangis dengan keras, air mata mengalir deras di pipinya. Celia mengambil bayi mungil itu dari pelukan Sergio dan mencoba menenangkannya. Dia mengayunkannya perlahan, mengucapkan kata-kata lembut, dan bernyanyi, tetapi tangisan itu tak juga kunjung reda. Sergio, dengan sabar, mendekati Celia. "Biar aku bantu menghiburnya," ucapnya sambil mencoba membuat anak itu tertawa dengan gerakan tangan dan ekspresi wajah yang lucu, tetapi sia-sia. Tangisannya terus berlanjut, hingga membuat suasana yang sedikit canggung di acara pertemuan antara dua keluarga Saat Celia memeluk anaknya yang terus menangis, dia merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Perasaan itu begitu kuat, seperti ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan yang menarik diri
Berapa lama kita punya waktu?" tanya Luxius, suaranya hampir berbisik.Dokter melihat Luxius dengan penuh empati. "Setelah operasi pengangkatan peluru selesai dan kakakmu stabil, kita harus bergerak cepat. Kami tidak bisa menunda terlalu lama."Luxius menundukkan kepalanya, tangannya mencengkeram kuat kursi di bawahnya. Dia tahu bahwa dia harus menyampaikan kabar ini kepada keluarganya, terutama kepada orang tuanya yang belum mengetahui apa yang sedang terjadi. Tetapi di atas segalanya, dia merasa bertanggung jawab atas kondisi Luxian, kakaknya, yang selalu ada untuk melindungi dan membimbingnya. Sekarang, Luxius harus melakukan hal yang sama untuknya.Dengan langkah berat, Luxius meninggalkan ruang dokter, kembali ke ruang tunggu operasi. Di sana, dia duduk di kursi, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Dia berharap agar Luxian tetap kuat, dan bisa melewati semua ini. ***Keesokan harinya, langit masih cerah ketika Keenan, yang ditunjuk sebagai pengacara Celia, tiba di kantor
Tapi dia segera mengendalikan kembali mobilnya dan melaju keluar dari gang menuju jalan besar. Sayangnya bagi Simon, begitu dia keluar ke jalan utama, mobil-mobil intel lain sudah menunggu. “Ini akhir dari permainanmu, Simon,” gumam salah satu agen di dalam mobil pengejar, sambil mempersiapkan diri untuk menghentikan mobil Simon. Namun, Simon memiliki rencana lain. Dia melihat sebuah jalan menuju luar kota, jalanan yang lebih terbuka dan tanpa banyak rintangan. Dengan keputusasaan yang memuncak, dia membanting setirnya ke arah jalan tersebut dan memacu mobilnya secepat mungkin, berharap bisa keluar dari jangkauan intel. Kejar-kejaran terus berlanjut, kini di jalan terbuka dengan kecepatan yang lebih gila. Simon terus memacu mobilnya, tetapi intel tidak memberinya ruang untuk kabur. Mereka mulai mendekat dari kedua sisi, membuat Simon semakin terpojok. Sadar bahwa dia tidak bisa terus berlari, Simon meraih Abigail yang duduk di sebelahnya dan berteriak, “Ini belum berakhir! Kita
Dia hanya bisa berdiri di sana, mencoba memberi dukungan meskipun hatinya sendiri penuh dengan ketidakpastian. Setelah Luxian menandatangani surat perceraian, dia meletakkan pena itu dengan pelan, lalu menatap Luxius. "Kirimkan ini dan pastikan Celia menerimanya setelah aku menjalani operasi. Dia harus tahu bahwa aku melepaskannya bukan karena aku tidak mencintainya, tetapi karena aku ingin dia hidup bebas." Luxius menelan ludah dengan berat, berusaha menahan emosinya. "Kak, kau pasti akan sembuh. Aku yakin, kau bisa melalui ini. Jangan menyerah." Luxian hanya tersenyum kecil, meskipun senyuman itu penuh dengan kesakitan. "Aku berharap kau benar, Luxius. Tapi, jika ini memang akhir, setidaknya aku sudah melakukan hal yang benar untuknya." “Tapi kakak…” “Bahkan terpidana mati masih mendapatkan hidangan terakhir sesuai keinginannya, sebelum dia mati. Apa aku tidak punya hak yang sama?” “Omong kosong, kau tidak akan mati!” Malam itu terasa berat bagi keduanya. Luxius berbali
Keesokan harinya tiba dengan suasana yang sangat berbeda di dua tempat yang terpisah. Di satu sisi, di rumah sakit, Luxian sedang mempersiapkan diri untuk menjalani operasi otak yang penuh risiko. Di sisi lain, di kediaman keluarga Montague, persiapan untuk pesta pertunangan Celia dan Sergio sudah hampir selesai. Meski tampak bahagia di luar, dua hati yang tersimpan rahasia menghadapi takdir mereka masing-masing, terikat oleh nasib yang kini berjalan di arah yang berbeda.Di rumah sakit, Luxius dan anggota keluarga Davies yang lainnya berdiri di luar ruang operasi, hati mereka dipenuhi kecemasan. Sejak pagi, Luxius sudah menemani kakaknya yang akan menghadapi salah satu operasi terberat dalam hidupnya. Dokter telah menjelaskan bahwa operasi ini memiliki risiko besar, termasuk kelumpuhan atau kehilangan fungsi otak. Meskipun Luxius mencoba memberikan semangat pada kakaknya, dia tahu bahwa hasilnya tidak bisa diprediksi. Di dalam ruang operasi, Luxian berbaring di meja operasi, tubu
Jantung Celia berdegup semakin kencang, perasaannya tidak menentu.Mereka sampai di sudut jalan yang lebih sepi, tapi pria itu sudah tidak terlihat lagi. Celia berhenti dan menatap sekeliling dengan nafas yang tidak beraturan. "Dia... dia ada di sini tadi," ucapnya.Luxian mendekat, meletakkan tangan lembut di bahu Celia. "Celia, mungkin ini hanya perasaanmu. Kau mungkin melihat seseorang yang mirip, tapi Sergio... dia sudah tidak ada." Suaranya lembut, mencoba menenangkan.“Kau benar, itu mungkin hanya imajinasiku saja, Luxian maaf,” jawab Celia.***Celia melihat berita mengejutkan di ponselnya. Sebuah laporan menayangkan rekaman yang diambil oleh warga di jalan.Di layar, terlihat seorang wanita dengan pakaian lusuh dan rambut acak-acakan, tampak berusaha dipegang oleh beberapa petugas medis dan polisi. Wajah wanita itu tampak penuh dengan kebingungan dan ketakutan, sementara di pelukannya, dia memeluk bantal kecil. Wanita itu berteriak dan meronta, menolak dimasukkan ke dalam mob
Setelah berhari-hari menunggu dengan penuh harapan, keluarga Lannister akhirnya harus menerima kenyataan yang pahit. Pihak berwenang mengonfirmasi bahwa tidak ada korban selamat dari kecelakaan pesawat yang menewaskan banyak penumpang. Jenazah sebagian besar penumpang tidak ditemukan karena pesawat jatuh di laut lepas, membuat pencarian semakin sulit dan perlahan dihentikan. Keluarga Lannister, yang awalnya begitu berharap akan keajaiban, kini tak punya pilihan selain menyerah.Di tengah duka yang mendalam, orang tua Sergio, duduk bersama Celia di rumah mereka. Mereka tahu bahwa hidup harus terus berjalan. Dalam percakapan yang penuh dengan emosi, mereka akhirnya memutuskan untuk memberikan Celia kebebasan."Celia, sayang," ujar Mrs. Lannister dengan suara lembut. "Kami tahu ini tidak mudah, dan Sergio akan selalu ada di hati kita semua. Tapi... kamu masih muda, dan kami ingin kamu bahagia. Kamu bebas untuk menikah lagi, jika kamu menemukan seseorang yang membuatmu bahagia."Celia me
Dan kemudian, tanpa peringatan, Celia mulai menangis terisak. Tangisnya begitu dalam dan penuh dengan kesedihan yang dia tahan selama bertahun-tahun. Bahunya bergetar, nafasnya tersengal-sengal, dan dia merasa seluruh dunia runtuh di sekitarnya. Tanpa berpikir panjang, Celia meraih tubuh Luxian, memeluknya erat seolah-olah dia takut kehilangan lagi. Tangannya yang gemetar melingkari pinggang Luxian, memegang erat seolah-olah dia menemukan satu-satunya pijakan di tengah badai yang menerjang hidupnya."Aku nggak tahu harus bertanya kemana lagi tentang Abigail dan semua yang terjadi." Celia terisak di dadanya, suaranya hampir tak terdengar. "Aku nggak tahu apa yang terjadi padamu. Kau menghilang. Dan sekarang aku pikir kamu sudah pergi selamanya."Luxian, yang merasakan tubuh Celia gemetar dalam pelukannya, dengan lembut membalas pelukan itu. Tangannya yang kuat namun lembut melingkari bahu Celia, menariknya lebih dekat. Dia membelai rambut Celia dengan lembut, memberikan rasa tenang d
Luxius menceritakan apa yang terjadi dan Luxian sangat terkejut. Karena saat kejadian dan berita kecelakaan di umumkan, dia sudah berada di dalam pesawat.“Sebenarnya apa yang terjadi?” Tanya Luxius.Hari itu, Luxian sedang bersiap-siap untuk kembali pulang setelah menjalani perawatan panjang di luar negeri. Kesehatannya berangsur membaik, dan akhirnya dia merasa cukup kuat untuk kembali ke keluarganya di Summerfield. Semua barangnya sudah dikemas, dan tiket penerbangan di tangannya menunjukkan bahwa dia akan pulang pada malam hari itu. Ada perasaan lega yang perlahan mengisi dadanya, karena setelah berbulan-bulan jauh dari rumah, dia akhirnya bisa bertemu dengan orang-orang yang dia cintai. Tapi di tengah persiapannya, sebuah peristiwa kecil mengubah segalanya.Di rumah sakit tempat dia terakhir kali melakukan pemeriksaan, Luxian bertemu dengan seorang pria yang tampak sangat panik. Pria itu duduk di bangku ruang tunggu, tampak gelisah dengan ponsel di tangannya, mengusap wajahnya b
Di ruang tunggu bandara yang penuh dengan keheningan dan kesedihan, Celia hampir tenggelam dalam kelelahan. Tubuhnya terasa begitu berat setelah berjam-jam menunggu kabar yang belum pasti. Matanya yang sembab oleh air mata hampir tertutup, dan dia mulai terjebak di antara keadaan sadar dan tidak. Kepalanya yang bersandar di pundak ibunya perlahan mulai terjatuh, seolah-olah rasa kantuk dan kelelahan telah menguasai dirinya.Namun, di tengah kondisi antara tidur dan terjaga itu, matanya yang setengah terbuka tiba-tiba menangkap sesuatu yang tak terduga. Di pintu kedatangan yang berada agak jauh dari tempat dia duduk, dia melihat sosok yang sangat dikenalnya. Pria itu berjalan dengan tenang, mengenakan pakaian kasual, rambutnya yang hitam agak kusut. Di sebelahnya, ada Bryan, yang juga terlihat familiar untuk Celia.“Luxian...?” Bisik Celia pelan, hampir tidak percaya dengan apa yang dilihatnya.Matanya tiba-tiba melebar, dan kesadarannya mulai kembali. Dia mengerjapkan mata beberapa k
"Celia, semuanya sudah siap. Kita akan merayakan kepulangan Sergio dengan penuh suka cita," kata Eleanor, sambil tersenyum hangat di ruang tamu kediaman Montague. Meja makan sudah dihiasi dengan bunga-bunga segar dan hidangan terbaik, sementara semua orang bersemangat menunggu kedatangan Sergio.Di tempat lain, suasana serupa juga menyelimuti kediaman Davies. Mereka menerima kabar dari Luxian bahwa dia juga sedang dalam perjalanan pulang setelah menjalani perawatan di luar negeri selama berbulan-bulan. Keluarga Davies yang telah lama menanti kabar baik ini merasa lega. "Akhirnya, Luxian pulang. Aku tak sabar melihatnya," ujar Paula dengan mata berbinar. Di rumah itu, suasana dipenuhi harapan, dan Luxius tampak tersenyum lega mendengar kabar baik dari kakaknya. Setelah semua drama dan ketegangan, keluarga Davies merasa hari itu akan menjadi awal yang baru bagi mereka.Namun, ketika waktu mendekati siang, suasana yang penuh kebahagiaan itu berubah dalam sekejap.Tiba-tiba, televisi m
Dengan wajah yang perpaduan sempurna antara Celia dan Luxian, anak itu menjadi simbol dari hubungan masa lalu yang rumit, tapi juga penuh cinta.Sergio sangat mencintai anak itu dan menganggapnya seperti darah dagingnya sendiri.***Suatu hari, di sebuah taman kota yang tenang dan indah, Celia sedang berjalan-jalan dengan putranya. Anak kecil itu tampak riang, berlari-lari kecil di sekitar taman, mengejar burung-burung dan tertawa ceria. Celia mengawasinya dengan senyum hangat di wajahnya, menikmati momen damai bersama anaknya. Hari itu cuaca sangat cerah, dengan sinar matahari yang lembut menyinari taman, membuat suasana semakin nyaman.Sementara Celia duduk di bangku taman, tiba-tiba dia melihat sebuah keluarga yang dikenalnya sedang berjalan di sepanjang trotoar taman. Itu adalah keluarga Davies. Nyonya Paula sepertinya sedang mengajak Nenek Iris jalan-jalan menikmati suasana sore hari.Celia merasa dadanya berdegup sedikit lebih cepat. Dia tidak pernah benar-benar memutuskan kont
Beberapa hari sebelum hari pernikahannya, Celia memutuskan untuk mengunjungi Hacienda, rumah keluarga besar keluarga Davies di Ashford.Di sana, ia berharap bisa bertemu dengan Nenek Iris, Celia berpikir, jika ada orang yang bisa memberinya petunjuk tentang keberadaan Luxian atau tentang apa yang sebenarnya terjadi padanya, mungkin itu adalah Nenek Iris.Saat Celia tiba di Hacienda, suasana terasa hening dan damai. Angin sepoi-sepoi meniup lembut dedaunan pohon di halaman, dan langit sore berwarna keemasan memberikan perasaan tenang. Namun, hati Celia tidak tenang. Langkah kakinya sedikit gugup ketika dia mendekati pintu rumah tua itu.Nenek Iris menyambutnya dengan senyuman ramah seperti biasanya, tetapi senyuman itu terasa penuh arti, seolah-olah ada sesuatu yang disimpan di baliknya. "Celia, sayang, apa yang membawamu ke sini?" Tanyanya lembut, suaranya tenang dan menenangkan.Celia, yang awalnya mencoba tersenyum, kini menunjukkan keraguannya. Matanya menatap langsung ke wajah Nen
Di rumah sakit, suasana terasa tegang saat Abigail berbaring tak berdaya di ranjang rumah sakit, kondisinya kritis akibat pendarahan hebat setelah pengejaran dramatis bersama Simon. Tim medis bergerak cepat, mempersiapkan operasi darurat. Dokter memberitahu bahwa kondisi Abigail dan bayinya sangat kritis. Kemungkinan besar, bayinya sudah meninggal dalam kandungan dan harus segera dikeluarkan, akibat trauma dan stres fisik yang dialaminya.Di kediaman keluarga Davies suasana menjadi sangat tegang. Mereka tampak khawatir dan frustasi dengan semua situasi yang kacau ini. Abigail telah menjadi pusat masalah bagi keluarga mereka. Awalnya mereka berpikir bahwa bayi yang dikandung Abigail adalah anak Luxian, tapi dengan berita bahwa Abigail terlibat dengan Simon, segalanya menjadi tidak jelas. Mereka tidak mau mengambil risiko dan memutuskan untuk meminta dokter melakukan tes DNA pada bayi Abigail. Dengan kekuasaan dan pengaruh yang mereka miliki, keluarga Davies berhasil memaksa pihak ruma