"TIDAK." Celia memunggungi dia dengan cepat. "Kamu bisa berada dimanapun kamu mau."Setelah berendam selama beberapa menit, dia melihat Luxian masih mengetuk-ngetuk laptopnya. Terlihat sangat sibuk. Dengan iseng dia mencipratkan air ke arahnya dengan ujung jarinya.Awalnya Luxian hanya mengabaikannya, tapi Celia semakin berani, seperti sedang menguji toleransinya.Wanita ini seperti anggrek liar yang mencoba menempatinya sedikit demi sedikit, tidak hanya mengambil alih tempat tinggalnya, tetapi juga menanamkan akar langsung ke dalam hatinya.Luxian mendongak dengan pandangan mengancam, "Jika kekuatanmu sudah pulih, aku tidak akan keberatan menggunakan hakku sebagai suamimu."“____”Celia segera berhenti memprovokasinya.Tak lama kemudian, Luxius menelepon. Kalimat pertamanya adalah permintaan maaf.Dia merasa takut setengah mati."Kakak, sejak kecil sampai sekarang, aku tidak pernah melihatmu kehilangan kesabaran seperti itu!" Luxius berkata dengan canggung, "Aku memang salah masuk
Hari itu, Luxian berjalan menuju rumah sakit dengan perasaan cemas. Setelah menunggu beberapa hari dalam kecemasan, akhirnya hari ini dia bisa mengambil hasil tes kesehatannya. Langkahnya terasa berat, bukan hanya karena memikirkan tentang kondisinya, tetapi juga karena tekanan emosional yang datang dari semua yang telah terjadi dalam hidupnya. Kecelakaan, hubungannya yang rumit dengan Celia, dan bayangan dari masa lalunya yang terus menghantui.Saat dia mendekati ruang penerimaan, Luxian tidak sengaja melihat seseorang yang sangat dikenalnya keluar dari salah satu ruangan. Abigail. Dia sedang berbicara dengan seorang dokter di depan pintu. Terlihat mencurigakan, Luxian yang penasaran mendekat dengan hati-hati sehingga dia bisa mendengar apa yang mereka bicarakan.Suara mereka rendah tapi terdengar jelas olehnya. Dia berdiri diam di tempatnya."Anda harus benar-benar berhati-hati, Nona Abigail. Kandungan Anda baru berusia tiga bulan. Saya sarankan agar Anda memperhatikan kesehatan
Abigail tampak panik. Dia tahu bahwa kebohongannya sudah terungkap. “Aku tidak tahu apa yang kau dengar, Luxian, tapi…"Luxian dengan cepat meraih leher Abigail dan mencengkramnya dengan kuat.“Jangan berani-berani berbohong lagi! Doktermu sudah bicara. Aku tahu siapa ayah dari anak itu. Kau mengatakan padaku bahwa itu anakku, padahal itu anak Simon! Kau pikir aku bodoh? Kau pikir aku tidak akan tahu?” Luxian memotong dengan nada penuh amarah, tubuhnya bergetar karena frustasi dan kebencian.Melihat Abigail seperti kesulitan bernafas, Luxius yang berada di ruangan itu mencoba untuk menenangkan kakaknya.“Kakak, lepaskan tanganmu, kau bisa membunuhnya. Jika kau sampai berurusan dengan hukum karena dia, itu tidak sepadan.”Luxius berusaha membujuk kakaknya namun Luxian terlalu marah untuk mendengarkan siapapun.Abigail menyentuh tangan Luxian dengan matanya yang berkaca-kaca, tetapi Luxian menghindar dengan cepat dan melepaskan tangannya dari leher Abigail, menolak segala usaha manipula
Ketika tiba di rumah sakit, suara sirine memecah keheningan malam. Pintu belakang ambulance terbuka, dan dengan cepat paramedis segera menarik keluar brankar yang membawa Luxian. Luxian menatap lampu neon yang menyilaukan dan bergerak silih berganti di atasnya. Tubuhnya terbaring tak berdaya di atas brankar yang ditarik dengan cepat oleh petugas medis di samping kiri dan kanannya. Mereka bergegas membawanya menuju ruang UGD untuk mendapatkan pertolongan darurat. Wajah Luxian tampak pucat, menahan rasa sakit yang panas dan merobek di pinggangnya akibat peluru yang masih bersarang. Darah terus mengalir dari kulit yang terbuka, meskipun sudah dibalut darurat oleh paramedis di tempat kejadian. Luxius panik, wajahnya dipenuhi kecemasan, sepanjang perjalanan ke rumah sakit, nafasnya terasa tercekik saat dia harus memberitahu tentang apa yang terjadi pada Luxian kepada keluarganya. Luxius tidak pernah menyangka kakaknya akan mengalami kondisi seperti ini, terluka parah dan berjuang untuk
Sergio dengan cepat berdiri dan berkata, "Aku akan membawanya kemari." Dia kemudian berlari ke ruangan lain untuk menjemput bayi Celia, yang sepertinya semakin tak bisa ditenangkan. Tak lama, Sergio kembali dengan bayi kecil dalam pelukannya yang masih menangis dengan keras, air mata mengalir deras di pipinya. Celia mengambil bayi mungil itu dari pelukan Sergio dan mencoba menenangkannya. Dia mengayunkannya perlahan, mengucapkan kata-kata lembut, dan bernyanyi, tetapi tangisan itu tak juga kunjung reda. Sergio, dengan sabar, mendekati Celia. "Biar aku bantu menghiburnya," ucapnya sambil mencoba membuat anak itu tertawa dengan gerakan tangan dan ekspresi wajah yang lucu, tetapi sia-sia. Tangisannya terus berlanjut, hingga membuat suasana yang sedikit canggung di acara pertemuan antara dua keluarga Saat Celia memeluk anaknya yang terus menangis, dia merasakan sesuatu yang aneh di dalam hatinya. Perasaan itu begitu kuat, seperti ada sesuatu yang tidak bisa dijelaskan yang menarik diri
Berapa lama kita punya waktu?" tanya Luxius, suaranya hampir berbisik.Dokter melihat Luxius dengan penuh empati. "Setelah operasi pengangkatan peluru selesai dan kakakmu stabil, kita harus bergerak cepat. Kami tidak bisa menunda terlalu lama."Luxius menundukkan kepalanya, tangannya mencengkeram kuat kursi di bawahnya. Dia tahu bahwa dia harus menyampaikan kabar ini kepada keluarganya, terutama kepada orang tuanya yang belum mengetahui apa yang sedang terjadi. Tetapi di atas segalanya, dia merasa bertanggung jawab atas kondisi Luxian, kakaknya, yang selalu ada untuk melindungi dan membimbingnya. Sekarang, Luxius harus melakukan hal yang sama untuknya.Dengan langkah berat, Luxius meninggalkan ruang dokter, kembali ke ruang tunggu operasi. Di sana, dia duduk di kursi, mencoba menenangkan pikirannya yang kacau. Dia berharap agar Luxian tetap kuat, dan bisa melewati semua ini. ***Keesokan harinya, langit masih cerah ketika Keenan, yang ditunjuk sebagai pengacara Celia, tiba di kantor
Tapi dia segera mengendalikan kembali mobilnya dan melaju keluar dari gang menuju jalan besar. Sayangnya bagi Simon, begitu dia keluar ke jalan utama, mobil-mobil intel lain sudah menunggu.“Ini akhir dari permainanmu, Simon,” gumam salah satu agen di dalam mobil pengejar, sambil mempersiapkan diri untuk menghentikan mobil Simon.Namun, Simon memiliki rencana lain. Dia melihat sebuah jalan menuju luar kota, jalanan yang lebih terbuka dan tanpa banyak rintangan. Dengan keputusasaan yang memuncak, dia membanting setirnya ke arah jalan tersebut dan memacu mobilnya secepat mungkin, berharap bisa keluar dari jangkauan intel.Kejar-kejaran terus berlanjut, kini di jalan terbuka dengan kecepatan yang lebih gila. Simon terus memacu mobilnya, tetapi intel tidak memberinya ruang untuk kabur. Mereka mulai mendekat dari kedua sisi, membuat Simon semakin terpojok.Sadar bahwa dia tidak bisa terus berlari, Simon meraih Abigail yang duduk di sebelahnya dan berteriak, “Ini belum berakhir! Kita akan k
Dia hanya bisa berdiri di sana, mencoba memberi dukungan meskipun hatinya sendiri penuh dengan ketidakpastian. Setelah Luxian menandatangani surat perceraian, dia meletakkan pena itu dengan pelan, lalu menatap Luxius. "Kirimkan ini dan pastikan Celia menerimanya setelah aku menjalani operasi. Dia harus tahu bahwa aku melepaskannya bukan karena aku tidak mencintainya, tetapi karena aku ingin dia hidup bebas." Luxius menelan ludah dengan berat, berusaha menahan emosinya. "Kak, kau pasti akan sembuh. Aku yakin, kau bisa melalui ini. Jangan menyerah." Luxian hanya tersenyum kecil, meskipun senyuman itu penuh dengan kesakitan. "Aku berharap kau benar, Luxius. Tapi, jika ini memang akhir, setidaknya aku sudah melakukan hal yang benar untuknya." “Tapi kakak…” “Bahkan terpidana mati masih mendapatkan hidangan terakhir sesuai keinginannya, sebelum dia mati. Apa aku tidak punya hak yang sama?” “Omong kosong, kau tidak akan mati!” Malam itu terasa berat bagi keduanya. Luxius berbalik meni