Perusahaan yang diambang kehancuran, membuat Anna terpaksa menyetujui permintaan ibunya untuk menikah dengan Eric Arshaan Shailendra, putra kedua Shailendra yang terkenal lumpuh. Menikah dengan pria yang sama sekali tidak pernah Anna lihat, di saat ada orang lain yang mengisi hatinya, tentu membuat dia sangat tersiksa. Namun, ternyata pengorbanannya tidak membuat sang ibu melihat betapa tulus rasa sayangnya sebagai seorang anak. Anna bertekad hendak pergi di hari setelah pernikahannya, tetapi sebuah pesan berisi kematian sang ayah yang dimanipulasi membuat dia mengurungkan niat. Ketika dalam pencariannya mencari sebuah kebenaran ditemui jalan buntu, sebuah fakta lain mengguncang hidupnya. Eric datang dengan kondisi yang sehat dan menawarkan bantuannya. Meski enggan menerima, Anna juga tidak menolak. Ketika dia sudah mulai bisa menerima suaminya, saat benih cinta mulai tumbuh di antara keduanya, rahasia lain hadir dimana ternyata keluarga Shailendra juga memiliki hubungan dengan kematian ayahnya. Apakah Anna akan menghiraukan fakta itu dan memilih cinta dengan hidup bahagia bersama Eric? Atau dia memilih untuk membalaskan kematian sang ayah yang dirasa tidak adil? Follow My Instagram @vitafajar__ Cover by : Canva
View MoreAnna melihat pantulan dirinya di sebuah cermin besar yang berada di kamarnya. Tidak pernah menyangka bahwa dia bisa tampak begitu menawan seperti sekarang.
Tangannya terangkat ke cermin, menyentuh pantulan wajahnya yang sudah dihias dengan riasan khas pengantin. Satu kata yang menggambarkan dirinya saat ini, cantik.
Kemudian dia memegang dada yang malah terasa sesak. Anna sama sekali tidak merasakan bahagia ketika wanita di luar sana pasti sangat senang di hari seperti sekarang.
Tiba-tiba pintu kamarnya terbuka, menampilkan seorang wanita paruh baya yang tersenyum ke arahnya. Wanita itu melangkah mendekati Anna kemudian memeluknya dengan erat. Wanita itu melepaskan pelukannya lalu memegang wajah Anna dengan kedua tangan.
"Terimakasih," ucap wanita itu. Dia mengusap wajah Anna dan tersenyum penuh arti, "Tidak perlu bersedih dan mengkhawatirkan perusahaan lagi. Aku yakin bahwa ayahmu pasti sangat bangga dengan keputusanmu ini."
Tanpa bisa dicegat, air matanya mengalir keluar. Anna tertunduk lesu. "Apakah ... apakah pernikahan ini benar-benar harus dilaksanakan? Apakah tidak bisa kakak saja yang melakukannya?" Anna memohon.
"Sssshhhh ... jangan menangis. Nanti riasanmu rusak." Agatha tersenyum seraya menghapus jejak air mata di wajah Anna.
Anna menarik napas panjang kemudian mengembuskannya perlahan. Dia memandang sedih wajah sang ibu yang beberapa hari lalu memintanya melakukan hal tidak biasa.
"Be-benarkah harus aku yang melakukannya? Apakah tidak bisa ... Calista saja? D-dia 'kan putri tertua di keluarga ini. Seharusnya yang menikah terlebih dulu adalah Calista," ucap Anna sedikit terbata. Sejujurnya dia takut dengan reaksi Agatha. Mengingat perlakuan sang ibu yang sangat berbeda pada mereka, sudah pasti ibunya itu akan membela Calista.
Namun, kali ini Anna ingin melepaskan semuanya. Dia tidak peduli dengan Agatha yang akan marah. Dia ingin hatinya tidak lagi terasa sesak.
Di luar dugaan, Agatha menyunggingkan senyuman yang selama ini tidak pernah diperlihatkan untuknya. Wanita itu mengusap wajah Anna dengan lembut seakan sedang menatap putri kandung yang sangat dicintainya.
"Kamu tahu? Kenapa aku memilihmu dan bukannya Calista untuk menikah dengan putra kedua keluarga Shailendra itu?"
Anna hanya diam tanpa bisa menjawabnya. Dalam kepalanya muncul sebuah jawaban tetapi enggan untuk mengutarakan. Dia takut akan terluka jika jawabannya adalah hal yang sebenarnya ada di pikirannya.
"Karena Calista memiliki masa depan yang cerah. Dia pantas untuk mendapatkan pria yang lebih baik daripada putra kedua Shailendra yang cacat itu."
Air mata Anna kembali jatuh. Membuat wajahnya yang sudah merah karena blush-on semakin memerah. Dia mengerjapkan kedua mata, sama sekali tidak menghalau air matanya. Ternyata sang ibu masih sama saja.
Agatha tersenyum kemudian mengambil tisu yang berada di atas meja rias, lalu men-tap-kannya di wajah Anna.
"Sudah, tidak usah menangis!" Agatha berujar dengan halus. Tetapi Anna tentu saja tahu, bahwa sang ibu sama sekali tidak sedang bersikap lembut. "Air matamu sama sekali tidak berguna. Terlebih di saat seperti sekarang," sambungnya masih dengan wajah yang tersenyum hangat.
Agatha memundurkan tubuh dan menatap Anna dari bawah hingga ke atas. Kemudian mengangguk puas.
"Tidak salah aku memeliharamu. Ternyata kau berguna juga untuk keluargaku." Agatha berbalik dan berjalan ke arah pintu.
"Cepat bereskan riasanmu lagi. Keluarga Shailendra sebentar lagi akan datang. Aku tidak mau ada kesalahan," ucapnya lagi sambil lalu. Kemudian meninggalkan Anna seorang diri di kamar itu.
Anna menangis lagi. Dia sampai membekab mulutnya dengan kedua tangan supaya tangisannya tidak terdengar keluar kamar. Semua sudah percuma sekarang. Dia harus menjalani takdir yang tidak disukainya daripada harus tinggal dengan keluarganya sekarang.
Anna membalikkan tubuh dan melihat riasan wajahnya yang sedikit berantakan. Dengan sigap, dua orang wanita yang sejak tadi melihat kejadian itu, langsung membereskan sisanya.
Upacara pernikahan siap dilaksanakan. Anna menundukkan kepala. Sekarang hanya ada dia di depan pintu ruangan pernikahannya. Tanpa mendiang sang ayah yang akan mengantarkan.
Anna menarik napas dan mengembuskannya perlahan. Kemudian menyunggingkan sebuah senyum saat dia harus masuk ke dalam.
Baiklah! Sekarang saatnya kembali ke kenyataan yang menyedihkan, begitu pikirnya.
Anna berjalan dengan langkah berat. Kepalanya terus saja tertunduk, enggan untuk melihat ke arah pengantin prianya. Bagi Anna sekarang tidak penting untuk melihat calon suaminya. Sebab tidak akan mengubah keadaan dan membuat dia lepas dari pernikahan.
Saat dirinya sudah sampai di depan pendeta, barulah dia sedikit mengangkat kepala. Ketika itu Anna benar-benar dibuat terkejut karena tidak ada siapapun di sana selain dia dan pendeta.
Kedua mata Anna membelalak. Apa ini? Kenapa tidak ada pengantin pria di sini? Dia melihat sekeliling dan baru menyadari hanya ada beberapa orang saja di sana. Dia tidak mengenali sebagian besar orang-orang itu.
Lalu ... untuk apa dia berdandan hingga cantik seperti ini jika tidak ada pengantin pria di sini?
Ditengah keterkejutannya, pendeta buru-buru mengatakan bahwa dia telah sah menjadi istri dari Eric Arshaan Shailendra. Ketika acara pernikahan selesai, tanpa bisa bertanya, Anna langsung dibawa pergi dari rumahnya.
Kesadarannya baru saja kembali ketika dia sudah tiba di sebuah rumah besar dengan halaman yang luas. Rumah itu begitu sunyi dan jauh dari keramaian. Jauh dari hingar bingar kota yang sangat gemerlap. Anna berpikir bahwa mungkin dia akan cocok di sini.
Kemudian dia teringat suatu hal dan refleks menggelengkan kepala. Anna tidak boleh berpikir bahwa dia akan tinggal di sana selamanya. Dia tidak boleh lupa bagaimana dia bisa terjebak dalam pernikahan ini. Bagaimana dia dipermalukan di hari yang seharusnya menjadi hari yang paling membahagiakan.
Pernikahan macam apa ini? Tidak ada pengantin pria padahal dia sudah berdandan dengan sangat cantik. Tidak ada keluarga yang saling mengucap syukur satu sama lain. Tidak ada kebahagiaan yang menyelimuti pernikahan ini. Pernikahan ini terkesan diburu-buru dan tidak memiliki arti.
Anna menggigit bibir, menghalau tangisannya. Dia lelah terus menangis sejak beberapa hari lalu. Saat ini dia bertekad akan menjalani saja kehidupannya seperti biasa. Anggap saja dia sedang berpindah tempat tinggal untuk sementara. Lagipula, Anna merasa harus bersyukur karena bisa keluar dari rumah yang menyesakkan itu.
Dua orang pelayan dan seorang wanita berusia sekitar 40-an menyambut kedatangan mereka. Sedikit membungkukkan tubuh sebagai tanda penghormatan.
"Selamat malam, Nyonya Anna. Saya Hellen, kepala pelayan di rumah ini," ucap wanita itu memperkenalkan diri lalu beralih pada dua wanita yang berdiri di belakangnya. "Ini Ivory dan Nancy yang akan membantu Anda di rumah ini."
Anna tersenyum kemudian mengangguk paham sebagai jawaban. Dia lelah dan tidak ingin banyak bicara sekarang. Anna hanya ingin secepatnya bertemu dengan ranjang dan beristirahat.
"Kami akan membawa Anda ke kamar Anda, Nyonya." Hellen kemudian membawa Anna ke lantai dua rumah itu.
Anna menurut, mengikuti Hellen dari belakang menaiki anak tangga. Namun, dia melihat sebuah kamar yang berada tidak jauh dari sana. Berpikir bahwa dia mungkin bisa menempati kamar di lantai satu saja tanpa harus bersusah payah menaiki anak tangga. Lagipula dia enggan satu kamar dengan suaminya. Suami yang sama sekali tidak pernah dia lihat.
"Ehm ... Hellen," panggil Anna
Hellen menghentikan langkah dan berbalik melihat sang nyonya. "Iya, Nyonya? Apakah Anda membutuhkan sesuatu?"
"Bisakah aku menempati kamar itu saja?" Melihat ekspresi wajah Hellen membuat Anna menjadi tidak enak. Kemudian dia buru-buru melanjutkan, "Sebenarnya aku bukan tipe yang pemilih. Tapi sepertinya akan melelahkan jika harus naik tangga setiap harinya hanya untuk ke kamar di rumah yang sebesar ini. Jadi kupikir alangkah lebih baik jika kamarku berada di lantai satu saja."
Hellen tersenyum kemudian berkata, "Maaf, Nyonya. Di bawah hanya ada satu kamar dan kamar itu adalah milik Tuan Eric. Dia yang memerintahkan kami untuk menyiapkan kamar Anda di lantai dua."
Anna melebarkan kedua matanya terkejut. Apa ini? Setelah tidak datang ke acara pernikahan mereka dan membuatnya malu, pria itu sekarang malah membuat mereka tidur terpisah?
Baiklah! Anna memang tidak ingin tidur satu kamar dengan pria itu. Namun, setidaknya pria itu harus meminta maaf karena telah membuatnya malu.
"Jadi itu kamar tuan kalian?" Anna memperjelas.
"Iya, Nyonya. Itu kamar Tuan Eric."
Anna menggigit bibir menahan emosi. Dia tidak lagi memiliki energi. Membiarkan saja apa yang terjadi, kemudian langsung menyusul Hellen yang sudah lebih dulu mendahuluinya.
Hingga sampailah mereka di depan sebuah kamar. Anna terkejut melihat kamarnya. Sebuah kamar yang besar, bahkan jauh lebih besar daripada kamar Calista.
Apakah mereka tidak salah memberikan kamar?
"Selamat beristirahat, Nyonya. Ivory dan Nancy akan tinggal sejenak untuk membantu Anda melepaskan riasan Anda," ucap Hellen.
Anna hanya menganggukan kepala sebagai jawaban. Melihat sepertinya dia tidak lagi dibutuhkan, Hellen kemudian pergi meninggalkan kamar itu.
Baru saja menginjakkan kaki di lantai satu, Hellen langsung berjalan ke arah kamar di dekat tangga. Mengetuk pintu sebentar kemudian masuk setelah sang tuan mempersilakan.
Hellen tersenyum kemudian sedikit membungkuk sebagai tanda hormat.
"Sesuai perintah Anda, Nyonya muda saat ini sudah beristirahat di kamarnya. Nyonya sempat melihat kamar Anda dan meminta kamarnya dipindahkan, tapi setelah tahu kamar ini milik Anda, Nyonya tidak lagi meminta dan langsung naik ke kamarnya," ucap Hellen melaporkan.
"Baiklah, kau boleh pergi," ucap Eric tanpa melihat ke arahnya.
Kemudian Hellen berbalik setelah sebelumnya membungkuk. Meninggalkan Eric di kamarnya yang menatap ke luar jendela dengan tatapan menerawang. Seakan tengah memikirkan sesuatu yang tidak akan pernah bisa dipahami oleh orang lain.
Eric bangun dan berjalan menuju jendela kamar. Membuka jendela itu dan menyalakan rokok. Kepulan asap menerpa wajahnya. Dia tersenyum memikirkan hari esok.
Malam ini biarlah Anna tidur deng
an tenang, besok dia akan memberinya kejutan.
BERSAMBUNG~~
Waktu berlalu sejak hari di mana mereka pergi ke taman yang ada di dekat rumah. Berhari-hari setelahnya, Ethan juga terlihat murung karena tidak bisa bermain dengan teman barunya. Anna berpikir bahwa ini hanya masalah anak kecil, waktu yang akan membuatnya lupa. Sekarang kedua anaknya sudah beranjak dewasa. Ethan sudah berusia 30 tahun sementara Lyra tahun ini baru menginjak usia 28 tahun. Anna menikmati kebersamaannya bersama dengan sang suami. Perusahaan pun sudah perlahan-lahan diserahkan pada Ethan. Kini dia dan Eric hanya tinggal menikmati masa tua bersama. Dilihatnya jam dinding yang sudah menunjukkan pukul 06.00 sore. Sebentar lagi suami dan juga anak-anaknya akan kembali setelah selesai bekerja. Anna merapikan meja makan dan tepat pada saat itu dugaannya benar. Tak lama datang Eric dengan Lyra yang menggendong tangannya. Namun, tidak ada Ethan yang mengekori mereka. Hal itu membuat Anna bertanya-tanya, "Sayang, dimana kakakmu?" Lyra memeluk sang ibu kemudian berkata, "Kata
Akhirnya Anna harus merelakan pakaian dalam kesayangannya menjadi korban "keganasan" Eric yang sudah tidak bisa menahan gairahnya. Anna hanya bisa pasrah dan menikmati saja setiap perlakuan yang diberikan oleh suaminya. Anna merasa kehidupannya sudah sangat sempurna, suami yang sangat mencintainya dan juga anak-anak yang cantik dan tampan. Sudah lengkap kebahagiaan yang dirasakan olehnya setelah bertahun-tahun hidup dalam kesedihan. Tahun demi tahun dilalui keluarga kecil itu dengan penuh semangat kebahagiaan. Kerikil tetap saja akan hadir tetapi jika Eric terus menggenggam kedua tangannya, maka semua akan menjadi baik-baik saja. Kini Anna dan Eric bersiap-siap untuk mengajak Lyra dan Ethan bermain ke taman. Mereka berdua dengan penuh semangat dan kebahagiaan mempersiapkan segala perlengkapan yang diperlukan untuk hari yang menyenangkan bersama keluarga kecil mereka.Lyra yang ceria dan Ethan yang penuh energi dengan riangnya melompat-lompat karena hendak diajak pergi ke taman. Mer
Eric merasa sangat malu karena sudah tertangkap basah melakukan sesuatu yang tidak senonoh oleh istrinya. Padahal dia berusaha untuk menjaga kerahasiaan dirinya sendiri tetapi tidak disangka malah Anna tiba-tiba datang kembali setelah dia menyuruhnya untuk pergi beristirahat. Saat ini Eric sedang duduk di tepi ranjang dengan kepala tertunduk dan jemari yang saling bertaut. Dia seperti seorang penjahat yang sudah kedapatan tertangkap warga saat sedang melakukan aksinya. "Anna, aku ...." Eric tidak bisa menemukan alasan yang tepat untuk diberikan pada istrinya. Anna menggelengkan kepala, menatap Eric dengan tidak percaya. Dalam hati sedikit merasa bersalah karena dialah yang menjadi penyebab Eric melakukannya. Seandainya saja dia tidak ketakutan, mungkin hal seperti tadi tidak akan pernah terjadi. Anna menarik nafas panjang kemudian menghembuskannya perlahan. Dia berjalan mendekati suaminya kemudian duduk di sebelahnya. "Sayang, maaf, aku tidak bermaksud—""Maafkan aku." Eric meng
Eric memicingkan kedua matanya, kali ini dia balik menatap Anna dengan kesal. Berani sekali istrinya ini berbohong dengan mengatakan bahwa dia belum selesai. Membuat Eric merasa uring-uringan selama seharian ini. Sementara Anna, dia tahu marabahaya akan segera datang. Dia segera bersiap, mendorong tubuh Eric, hendak bangun dan pergi meninggalkannya. Namun, gerakan Anna tidak kalah cepat dengan gerakan Eric. Prianitu segera menangkap pergelangan tangannya, membuat Anna tidak bisa pergi menjauhinya. "Kamu mau kemana?" Eric berkata dengan tatapan mengintimidasi. Anna yang melihat itu, seketika dia sadar bahwa riwayatnya akan segera tamat. Eric pasti tidak akan membiarkannya. "Eric, aku ...." Anna tidak bisa lagi berkata-kata. Dalam hati dia merasa harus mengubah strateginya. Jika ditolak, tentu Eric akan kecewa. Sementara jika diladenipun, Anna takut sebab dia masih merasa ngilu melakukannya. Anna berdeham, dia melingkarkan kedua tangannya di leher Eric kemudian memberikan kecupan-
"Mana ada! Bahkan aku tidak pernah terpikir untuk melakukan hal seperti itu di belakang!" Eric membela diri.Anna memicingkan kedua matanya, menatap Eric dengan perasaan curiga. Perlahan dia berjalan mendekati suaminya kemudian melirik ke arah layar laptop yang terbuka. Di sana hanya ada lembar kerja lengkap dengan catatan di sana. Anna membuka seluruh isi di dalamnya dan tidak menemukan hal-hal mencurigakan. Anna menolehkan kepala dan tatapannya langsung bertemu dengan Eric. Kedua tangan pria itu bersedekap di depan dada, melihat sang istri yang menatap yang tidak percaya. "Bagaimana? Apakah kamu sudah menemukan hal-hal yang kamu cari?" Eric bertanya dengan penuh keberanian. Sementara Anna, dia hanya diam sembari terus memperhatikan ekspresi wajah suaminya. Tetapi dia hanya mencintai kebenaran di sana. Eric sama sekali tidak berbohong tentang dia yang memiliki pekerjaan. "Kalau gitu, sekarang tidur bersama denganku! Kamu sudah berjanji tidak akan menyentuh pekerjaan selama dua b
Sepanjang hari itu, Eric merasa sangat kesal dengan keadaan. Padahal dia yakin bahwa hari ini istrinya sudah siap. Dia sudah menghitung tanggal dan sekarang adalah hari yang tepat. "Bukankah sudah satu bulan berlalu, tapi kenapa belum juga bisa? Apakah aku salah menghitung?" Eric bermonolog. "Kenapa, Eric?" Edmund bertanya, saat ini dia sedang mengajak Ethan bermain di halaman belakang tetapi tiba-tiba mendengar putranya berbicara. Hanya saja dia tidak terlalu mendengarkan, sehingga tidak tahu kalimat yang diucapkan oleh Eric. Eric menolehkan kepala dan dalam hati merasa malu sebab dia tidak menyadari bahwa telah menyuarakan isi kepalanya. "Tidak ada," Eric menggelengkan kepala. Edmund tidak bertanya lagi, dia memilih untuk kembali fokus pada Ethan hingga tiba-tiba Eric memanggilnya. "Kenapa?" Edmund bertanya. Eric terdiam beberapa saat sebelum akhirnya dia berkata, "Pa, apakah wanita memang membutuhkan waktu yang lama setelah melahirkan?" Mendengar pertanyaan putranya, seketi
"Eric? Kamu kenapa, Nak?" Vania sangat terkejut melihat tampilan putranya yang sudah mirip seperti zombie. Kantung mata hitam sangat terlihat dengan jelas ditambah dengan rambut yang acak-acakan serta kaos putih oblong yang sudah tidak beraturan. Eric seperti pria yang tidak terurus. Vania mengintip dari balik celah tubuh putranya dan saat itulah dia semakin terkejut. Anna dalam posisi duduk dan bersandar di kepala ranjang dengan menggendong Lyra dan juga kedua mata yang terkanduk. "Apa yang terjadi dengan kalian? Kenapa penampilan kalian seberantakan ini?" Hari masih pagi tapi anak dan menantunya sudah tidak bersemangat untuk menjalani hari. "Tadi malam Lyra tidak mau tidur, setiap kami ingin meninggalkannya tidur, dia malah terus menangis sampai membangunkan Ethan. Akhirnya kami ajak mereka berdua untuk tidur bersama di bawah tapi malah berakhir tidak tidur semalaman." Eric berjalan dengan gontai ke arah ranjang kemudian berbaring di samping Ethan yang baru saja terlelap bebera
Anna memejamkan kedua mata setelah hari yang melelahkan untuknya. Dia sudah tidak sanggup lagi untuk berjalan dari arah ruang keluarga ke kamar. Bahkan untuk bernapas saja, rasanya sangat sulit untuk dilakukan. Tepat pada saat itu Eric turun dari lantai dua dan duduk di sebelahnya. Terdengar helaan nafas panjang sebagai tanda bahwa suaminya itu juga merasakan hal yang sama dengannya. Anna dan Eric merasa kelelahan yang mendalam setelah merawat Ethan dan Lyra yang masih bayi. Mereka duduk di sofa dengan ekspresi lelah. Ketika Ethan lahir, meskipun merasa lelah tetapi mereka berdua bisa mengatasinya dengan sangat baik. Keduanya akan secara bergantian menjaga Ethan malam dan juga pagi. Eric akan menjaga Ethan pada malam hari sementara Anna terlelap. Kemudian dari pagi hingga bertemu dengan matahari terbenam, ganti Anna yang menjaga. Selama dua bulan mereka melakukannya hingga akhirnya jam tidur Ethan berangsur normal seperti manusia pada umumnya. Pada malam hari, Ethan sudah tidak l
Anna dan Eric membawa dua anak mereka ke tempat yayasan dimana Cedric tinggal. Sudah bertahun-tahun sejak Gwenevieve diakuisisi oleh Eric, Cedric memilih untuk tinggal di yayasan ini bersama para orang tua lain. Ethan dengan penuh kegembiraan mendekati Lyra yang terbaring tenang dalam gendongan kakeknya, Cedric. Bocah berusia hampir tiga tahun itu sangat menyayangi adiknya, jadi ketika dalam posisi berdekatan seperti ini maka dia akan memajukan wajah dan memberikan kecupan di pipi Lyra. Cedric, dengan senyuman hangat dan penuh kelembutan, menyambut Ethan dan Lyra dengan penuh kasih sayang. Dia merasa begitu bersyukur bisa melihat cucunya yang baru lahir dan cucunya yang sudah tumbuh dengan sehat dan bahagia."Ethan sayang sama adik Lyra?" Cedric bertanya dengan penuh sayang. Ethan langsung mengganggukan kepalanya dengan sangat antusias, "Ethan sayang adik!" Cedric tak kuasa menahan tawanya, melihat tingkah lucu sang cucu, membuat dia sangat gemas. Kehadiran dua cucu membuat hidupn
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments