Perkara Mahar Satu Miliar

Perkara Mahar Satu Miliar

last updateLast Updated : 2022-10-12
By:  Ina QiranaCompleted
Language: Bahasa_indonesia
goodnovel16goodnovel
10
2 ratings. 2 reviews
76Chapters
50.1Kviews
Read
Add to library

Share:  

Report
Overview
Catalog
SCAN CODE TO READ ON APP

Ibunya yang matre, menyangka jika Naura menikah dengan suami miskin. Namun, siapa sangka ternyata lelaki yang bernama Feri itu bukan lelaki sembarangan! Saat ijab kabul, tiba-tiba dia menyebut mahar 1 miliar. Semua orang kaget! Bahkan, Ibu dan adik Naura berusaha dengan berbagai cara menguasai mahar tersebut. Sampai-sampai, adiknya itu terlihat merencanakan sesuatu pada suami Naura. Berhasilkah mereka menguasai mahar fantastis itu?

View More

Chapter 1

Bab 1

"Mimpi apa kita, Pak, mau nikahkan anak pertama tanpa  pesta, Ibu malu," ucap ibu sambil cemberut sinis.

 

"Eh Dara, nanti kamu cari  suami yang kaya jangan seperti kakakmu ini, punya suami miskin, bikin pesta resepsi aja ga mampu, mau dikasih makan apa kamu nanti?" Ibu nyerocos lagi, meski Dara sudah memiliki kekasih.

 

Besok adalah hari pernikahanku, diadakan di rumah tanpa mengundang banyak orang hanya mengundang saudara dekat, kami pun hanya memasak untuk tamu dari pihak Feri saja--calon suamiku--

 

"Biarin lah, Bu, yang penting suaminya Naura tanggung jawab dan ngerti agama," sahut bapak santai.

 

Lelaki itu memang tak mata duitan seperti ibu dan Dara, ia juga yang menerima lamaran Feri meski calon suamiku itu hanya memberikan uang masak yang sedikit.

 

"Eh, Naura, kalau nanti udah nikah kamu ga punya beras jangan balik ke sini, makan aja tuh cinta!" Ibu melirikku dengan tatapan meledek.

 

Aku yang sedang memotong cabe dan ngupas bawang hanya mengedikkan bahu saja.

 

Aku harus pokus memasak enak agar keluarga Feri akan nyaman makan di rumah kami esok hari, walaupun mengerjakan ini sendiri tapi aku tak boleh bersedih hati

 

Toh setelah ijab kabul nanti Feri janji akan membawaku ke kota, hal yang sangat kunanti dari kecil yaitu pergi dari rumah ini, menjauh dari ibu dan Dara.

 

Sejak kecil ibu memang sudah pilih kasih kepadaku dan Dara, jika ia diberikan uang saku sepuluh ribu maka aku hanya diberi dua ribu atau seribu rupiah saja, itu yang ia lakukan ketika kami masih sekolah, dan bapak tak bisa berbuat apa-apa ketika sang istri zalim terhadap salah satu anaknya.

 

Aku dan Feri bertemu di tempat kerja, yaitu di sebuah pabrik garmen, aku sering melihat ia keluar masuk tempat itu, katanya ia bekerja di bagian office produksi.

 

Dan proses perkenalan pun tak begitu lama, kami hanya pernah jalan tiga kali saja makan di sebuah warung bakso sederhana, setelah itu ia melamarku pada bapak.

 

Keesokan harinya aku dihias oleh seorang MUA, ia merupakan kiriman dari keluarga Feri, meski tak mengadakan pesta tapi Feri sangat ingin aku dandan cantik seperti pengantin pada umumnya.

 

Kebaya putih yang begitu mengkilap indah menjuntai ke bawah di bagian belakangnya, dipadukan dengan batik corak warna hitam putih, siger beserta bunga melati pun sudah bertengger di kepala menambah keindahan yang terpancar di tubuhku, tak lupa aku mengenakan sepatu flat putih agar terlihat semakin sempurna.

 

"Udah selesai, cantik 'kan?" tanya perias yang  bernama Mawar.

 

"Cantik, Teh, makasih ya." Aku tersenyum senang melihat pantulan diri di cermin, riasan perempuan ini memang luar biasa, seperti makeup artis saja.

 

Namun, kesenanganku memudar kala ibu dan Dara masuk ke kamarku memasang tampang meledek, yang didandani memang hanya aku seorang sedangkan ibu dan Dara memakai kebaya biasa.

 

"Naura, calon suamimu yang kere itu jam berapa datangnya sih? jangan kelamaan tar keburu siang Ibu ada acara lain," sungut ibu.

 

Aku berdiri lalu balik badan menghadap mereka.

 

"Sebentar lagi juga datang kok, Bu." Aku tersenyum manis.

 

Sementara ibu dan Dara menganga melihatku dari atas hingga bawah.

 

"Ya ampun, gaunnya bagus banget," gumam Dara dengan tatapan takjub

 

Aku juga heran sendiri, kenapa perias suruhan Feri ini membawa kebaya yang begitu indah, bahkan mutiara yang menghiasinya saja sangat mengkilap, kalau dipikir harga kebaya ini sepertinya sangat mahal.

 

"Teh, kamu ga salah bawa baju ya? Baju ini ga cocok sama Naura, apalagi dia nikah tanpa pesta, pakai kebaya biasa aja napa sih, yang murah biar ga berat uangnya." Ibu terlihat sewot, tapi dari tatapan matanya ia tak bisa berbohong jika dirinya memang mengagumi hasil kerja keras Teh Mawar dan penampilanku yang glamor ini.

 

"Engga kok, Bu, ga salah. Ini sesuai request Mas Feri, dia pingin pengantinnya tampil cantik." Teh Mawar tersenyum menatapku.

 

"Halaah kere aja banyak tingkah, ingetin tuh calon suamimu, Naura, nyewa kebaya dan perias ini pasti mahal, dia bisa bayar pakai apa nanti? jangan-jangan dapet ngutang lagi." Ibu menatap sinis.

 

"Rugi kamu, masih perawan dapat lelaki miskin," lanjutnya seperti belum puas mengejek.

 

Aku geleng-geleng kepala, tak bisa melawan semua hinaan ibu, biarlah ia memandang rendah yang penting aku bahagia akan segera menikah.

 

Saat Mas Feri melamarku ia mengatakan jika pekerjaannya hanya seorang buruh di pabrik itu sama sepertiku, padahal Feri ini kerja di bagian office produksi, aku tak mengerti kenapa ia tak mengatakan yang sejujurnya.

 

Oleh sebab itu ibu memandang rendah Feri, ia tak seperti pacar Dara yang seorang pengusaha, bila datang ke rumah suka bawa mobil bagus dan membawakan barang-barang mahal untuk kami semua.

 

"Lihat nih pacar Dara, kaya raya kalau ke sini bawa mobil dan bawa barang-barang mahal." Ibu tersenyum bangga begitu pula dengan Dara.

 

"Teh, pengantin pria udah datang. Cakep banget sih calon suamimu itu." Ria adik sepupuku datang membawa kabar gembira.

 

Aku pun keluar kamar tanpa menghiraukan tatapan sinis ibu dan Dara, tapi sepertinya ibu mengekor di belakang karena terdengar ia berbincang-bincang.

 

"Pernikahannya sederhana banget, Rita, kayak nikahkan janda." Itu suara Bi Ratih kakaknya ibu.

 

"Bukan kayak nikahkan janda, tapi kayak nikah digrebek," sahut ibu disambut tawa cekikikan Dara.

 

Hatiku memang panas dan ingin marah. Namun, rasa itu kuredam seketika karena mungkin sudah terbiasa dengan ejekan mereka

 

Di depan sana, Feri calon suamiku duduk bersila diantara keluarganya, penghulu pun sudah datang, bapak juga sudah duduk di samping pak penghulu.

 

Semua keluarga Mas Feri menatapku takjub begitu pula dengan calon suamiku, untuk beberapa saat pandangan kami beradu, Ria benar Feri sangat tampan sekali hari ini.

 

"Saya nikahkan Feri Hadinata Suryaningrat bin Bagus Suryaningrat dengan anak saya Naura Permatasari binti Endang Hamami, dengan mas kawin uang tunai satu milyar dan cincin emas lima gram dibayar tunai."

 

Aku mendongak karena kaget, apakah itu tak salah? Feri memberikan mahar uang satu milyar? ternyata bukan hanya aku yang kaget, ibu beserta saudara yang lain pun sama terkejutnya.

Expand
Next Chapter
Download

Latest chapter

To Readers

Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.

Comments

user avatar
Mimi Fatma
sangat luar biasa..
2024-03-21 01:37:17
0
user avatar
Putry Tama
baguusss lanjutt dong
2022-09-29 08:39:58
0
76 Chapters
Bab 1
"Mimpi apa kita, Pak, mau nikahkan anak pertama tanpa pesta, Ibu malu," ucap ibu sambil cemberut sinis."Eh Dara, nanti kamu cari suami yang kaya jangan seperti kakakmu ini, punya suami miskin, bikin pesta resepsi aja ga mampu, mau dikasih makan apa kamu nanti?" Ibu nyerocos lagi, meski Dara sudah memiliki kekasih.Besok adalah hari pernikahanku, diadakan di rumah tanpa mengundang banyak orang hanya mengundang saudara dekat, kami pun hanya memasak untuk tamu dari pihak Feri saja--calon suamiku--"Biarin lah, Bu, yang penting suaminya Naura tanggung jawab dan ngerti agama," sahut bapak santai.Lelaki itu memang tak mata duitan seperti ibu dan Dara, ia juga yang menerima lamaran Feri meski calon suamiku itu hanya memberikan uang masak yang sedikit."Eh, Naura, kalau nanti udah nikah kamu ga punya beras jangan balik ke sini, makan aja tuh cinta!" Ibu melirikku dengan tatapan meledek.Aku yang sedang memotong cabe dan ngupas bawang hanya mengedikkan bahu saja.Aku harus pokus memasak en
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
Bab 2
"Sah." "Sah." Usai kata itu menggema beberapa bait doa teruntai, mendoakan kami berdua yang sedang berbahagia. Namun, beberapa detik kemudian semua berubah kacau. Ibu pingsan. Semua orang berhamburan mengerubungi tubuh ibu untuk membangunkannya, aku sempat kesal karena momen hari ini harus dirusak olehnya. "Pak! Bapak!" Akhirnya wanita cerewet itu membuka mata, ia panik mencari bapak. "Beneran mahar Naura satu milyar?" tanya ibu dengan suara bergetar. Aku melihat papa dan mama Feri saling lirik, mereka merasa aneh dengan kelakuan ibuku itu. "Bener, Bu, kamu ini kenapa sih pakai pingsan segala, ayo bangun," jawab bapak dengan nada sedikit ketus. "Kamu ... kamu dapat uang dari mana sebanyak itu hah? apa kamu minjam ke bank? atau ke rentenir?" tanya ibu sambil menatap suamiku. "Sudah! Jangan tanyakan itu sama mantuku, ayo bangun!" Bapak terlihat ketus, ia pasti malu sekali. Bapak segera minta maaf pada papa dan mama Feri, mereka tersenyum memaklumi,
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
Bab 3
"Berhenti!" teriakku. Bapak dan Feri langsung masuk ke ruang tengah, mereka menatap kami keheranan. "Ada apa ini?" tanya bapak. "Dia!" Aku menunjuk wajah ibu. "Dia ngambil uang maharku, Pak," lanjutku dengan derai air mata Sakit rasanya diperlakukan zalim oleh ibu dan Dara, sejak kecil mereka tak pernah membiarkanku bahagia. "Ya ampun, Bu! Balikin, malu sama mantu kita," sergah bapak. "Aku ga ngambil, Pak, cuma nyimpen, takut aja Naura boros," sanggah ibu seperti tak berdosa. "Itu uangnya Naura, mau dia boros kek ya terserah dia lah, cepat balikin!" bentak bapak emosi "Sudah sudah. Sayang, ayo kita masuk kamar ya, biarkan kotak itu Ibu yang pegang." Feri menghampiri sambil merengkuh pundakku. "Tapi, Mas, itu uangku." Feri mendekatkan bibir ke telingaku, lalu berbisik. "Rekeningmu ga ada di kotak itu." Seketika aku diam. "Yuk masuk kamar," ajak Feri sambil menggandeng bahuku, kamar kukunci dengan rapat, sementara di luar bapak masih terdengar berdebat dengan ibu. "Mas,
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
Bab 4
Suasana heboh lagi karena ibu pingsan, bapak dan papa mertua mengangkat tubuh ibu dan membaringkannya di sofa.Tak lama ia terbangun, matanya langsung melotot dan mengitari sekeliling rumah Feri."Bangun, Bu, ini di rumah orang," ucap bapak, dari suaranya ia seperti risih dengan sikap istrinya itu.Ibu pun bangun dibantu oleh bapak."Ini tuh beneran rumah Feri, Pak?" tanya ibu."Iya bener. Udah itu duduknya yang bener."Mama mertuaku tersenyum. "Gimana Bu besan? udah baikan?"Ibu mengangguk. "Udah," jawabnya datar."Naura, ini Farhan kakaknya Feri, dan Jeni istrinya, kalian pasti belum saling kenal 'kan?" tanya ibu memperkenalkan anak dan menantunya.Aku menatap mereka berdua sambil tersenyum, bahkan aku dan Kak Jeni saling berjabat tangan."Salam kenal ya, semoga betah di sini," ucap Kak Jeni ramah, sementara Kak Farhan hanya tersenyum sungkan."Iya, Kak," jawabku sungkan.Meski mama mertua baik dan rumahnya bagus tetap saja rasanya sungkan tinggal dengan mereka, itu kata teman-teman
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
Bab 5
Aku menangis di dalam kamar sendirian, tak menyangka akan memiliki ipar dan mertua bermuka dua, sepertinya aku harus membujuk Feri untuk cepat cari rumah dan memisahkan diri dari mereka."Loh kok nangis, Yang?" tanya Feri begitu masuk kamar.Dengan cepat aku mengusap air mata."Apa yang buat kamu sedih?" tanya Feri sambil duduk di sampingku."Begini, Mas. Barusan aku lewati kamar dekat tangga itu dan denger mama sama Kak Jeni ngobrol, mereka kayak ga suka sama aku, dan bahas soal mahar satu milyar itu, mereka nyangkanya aku yang meminta mahar sebanyak itu."Feri langsung berubah posisi dan menatap ke depan sana dengan datar."Padahal 'kan kamu tahu aku ga pernah meminta apa-apa, apalagi uang satu milyar," ucapku lagi, Feri terlihat tidak nyaman."Kamu ga salah dengar 'kan?" tanya Feri dengan serius"Engga, Mas." Aku menggeleng lemah."Sekarang ikut aku." Feri membawaku ke luar kamar dan menuruni tangga, setelah itu ia memanggil mama dan Kak Jeni.Dua wanita itu berhamburan ke luar men
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
Bab 6
"Sebenarnya apa, Bu?" tanyaku makin penasaran.Feri yang sedang memakai kemeja pun melirik, ia mengangkat dagunya kode bertanya."Dara sudah hamil, dia harus secepatnya nikah Ibu malu kalau tetangga tahu hal ini, pokoknya beri Ibu uang, ga mau tahu." Ibu terdengar ngotot.Aneh juga bukannya calon suami Dara itu katanya kaya, kenapa minta uang padaku?"Emang calon suami Dara ga ngasih uang buat acara nikahan, Bu? 'kan dia kaya?""Banyak tanya kamu ya, uang yang dikasih Alvin itu ga cukup buat pesta besar-besaran, pokoknya sekarang juga kamu transfer!" tegas ibu.Aku mematikan panggilan secara sepihak, benar-benar pusing dengan tingkah laku ibu, ia benar-benar gila pujian."Kenapa sih?" tanya Feri."Ibu minta uang, Mas.""Buat?" Dahi Feri mengerenyit."Acara pernikahan Dara."Feri terlihat menghela napas."Terus kamu mau ngasih?" tanya Feri sambil menatapku."Kayaknya engga deh, lagian itu duit juga dipakai foya-foya," jawabku dengan malas.Biarlah ibu semakin membenciku, lelah rasanya
last updateLast Updated : 2022-07-14
Read more
Bab 7
Ibu melirik Dara sambil melotot, sedangkan Dara merenggut menahan jengkel, sesekali menatap kesal calon suaminya."Berarti kamu bohongi kami selama ini ya, Alvin, kamu bilangnya punya usaha, ke sini suka bawa makanan mahal, suka bawa mobil lagi," gerutu ibu, bibir merahnya seperti komat-kamit saat bicara.Sedangkan kedua orang tua Alvin saling lirik keheranan, mungkin baru tahu kelakuan besannya seperti mahluk jadi-jadian."Bohong apa, Bu? 'kan emang bener saya punya usaha, usahanya bikin cilok, abis itu saya nyuruh orang buat jual keliling, Ibu berdoa saja biar usaha saya makin sukses setelah nikah nanti," sahut Alvin biasa saja.Benar juga lelaki itu, sekecil apapun usaha yang kita miliki tetap saja kita akan dibilang pengusaha."Lalu itu mobil yang kamu pakai punya siapa?" tanya ibu lagi.Bapak geleng-geleng kepala menahan malu dengan kelakuan ibu yang matrenya ga ketulungan."Ibu jangan banyak tanya ke mana-mana, sekarang kita pokus ke pernikahan, ga usah ngadain pesta segala, kay
last updateLast Updated : 2022-07-21
Read more
Bab 8
Kudengar ibu ngomel-ngomel di kamar Dara, wanita itu tak terima memiliki menantu tukang cilok, apalagi mobil Alvin yang selama ini dibanggakan ternyata bukan miliknya membuat ibu makin murka Sementara aku Mas Feri dan bapak makan nasi Padang karena sudah waktunya makan siang, Feri kemari membawa lima bungkus nasi sengaja ingin makan bersama di sini "Jadi Dara mau nikah secepatnya?" tanya Feri Di bibir belahnya yang merah ada cabai hijau yang menempel sebesar biji beras, membuatku gemas ingin mencoleknya tapi malu sama bapak "Iya, Mas," jawabku "Oh ya nanti kita pulang bareng aja ya, kamu di sini dulu sampai aku pulang." Usai makan ia salat di kamarku yang dulu, lalu ia keluar dengan wajah yang begitu segar, ada desiran halus yang kurasa, entah kenapa aku jadi pengen cepat-cepat malam. "Dih, biasa aja kali lihatin orang ganteng sampe segitunya." Ia terkekeh kepedean. Aku hanya mengulum senyum tak punya kemampuan untuk menggoda dengan kata-kata. "Gimana? mas
last updateLast Updated : 2022-07-21
Read more
Bab 9
Aku terkejut bukan main. Hari ini, aku baru mengetahui bahwa suamiku adalah seorang pemilik perusahaan dan boss tempatku bekerja! Rupanya, bukan hanya aku yang terkejut. Ibu pun sama terkejutnya, ia sampai terduduk di kursi sambil melongo. "Pabrik itu milik papa saya kok, Bu, jangan berlebihan gitu ah." Mas Feri masih merendah. "Tapi sebentar lagi kursi kepemimpinan bakal jatuh ke Pak Feri 'kan?" Bu Mita tersenyum lalu menatap ibu. "Beneran itu pabrik punya Nak Feri?" tanya ibu dengan mata melongo. Sedangkan yang ditanya, malah senyum-senyum gak jelas. Mas Feri benar-benar bertingkah seolah itu semua tidak berarti apa-apa. "Itu punya papa saya, Bu, saya cuma bantu kelola aja kok." Dia masih belum ngaku. Aku jadi teringat beberapa waktu ke belakang saat aku masih pendekatan dengan Mas Feri. Kala itu, aku sering kali berkeluh kesah padanya. Bahkan, aku menjelekkan pabrik itu padanya, seperti sering menambah jam kerja tanpa uang lemburan. Sering juga, aku menjelekkan
last updateLast Updated : 2022-07-21
Read more
Bab 9.B
Mas Feri pun menghela napas. "Iya, tapi papaku juga ikut andil membangun bisnis itu, Ra, jadi bukan sepenuhnya milikku." "Terus, kenapa kamu malah bilang buruh di pabrik itu sama bapak? Ke aku, kamu juga bohong malah bilang cuma staff office produksi?" Mataku tak berhenti menatap wajahnya yang ditumbuhi bulu-bulu halus di dekat telinga. Selama dekat dengannya, aku memang tak curiga. Tampilannya biasa saja seperti para staf yang lain. Selama ini, aku pun hanya diajak makan di warung bakso sederhana, mie ayam, atau pecel lele, ia memang unik. "Ra, aku tuh pengen cari istri yang tulus, bukan melihat hartaku saja. Jujur, aku ga suka perempuan matre, dan kamu harus tahu mantanku matre semua," ujarnya membuatku ingin tertawa. "Terus, kamu pikir aku ga matre gitu?" tanyaku sambil mengulum senyum. "Kamu itu beda, itu buktinya menikah tanpa pesta aja ga masalah, bapakmu juga nerima kukasih uang masak enam juta." "Dan, selama kita kenal, kamu ga pernah minta dibeliin ini itu. Kamu juga sal
last updateLast Updated : 2022-07-21
Read more
Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status