Share

Perkara Mahar Satu Miliar
Perkara Mahar Satu Miliar
Author: Ina Qirana

Bab 1

Author: Ina Qirana
last update Last Updated: 2022-07-14 12:43:13

"Mimpi apa kita, Pak, mau nikahkan anak pertama tanpa  pesta, Ibu malu," ucap ibu sambil cemberut sinis.

 

"Eh Dara, nanti kamu cari  suami yang kaya jangan seperti kakakmu ini, punya suami miskin, bikin pesta resepsi aja ga mampu, mau dikasih makan apa kamu nanti?" Ibu nyerocos lagi, meski Dara sudah memiliki kekasih.

 

Besok adalah hari pernikahanku, diadakan di rumah tanpa mengundang banyak orang hanya mengundang saudara dekat, kami pun hanya memasak untuk tamu dari pihak Feri saja--calon suamiku--

 

"Biarin lah, Bu, yang penting suaminya Naura tanggung jawab dan ngerti agama," sahut bapak santai.

 

Lelaki itu memang tak mata duitan seperti ibu dan Dara, ia juga yang menerima lamaran Feri meski calon suamiku itu hanya memberikan uang masak yang sedikit.

 

"Eh, Naura, kalau nanti udah nikah kamu ga punya beras jangan balik ke sini, makan aja tuh cinta!" Ibu melirikku dengan tatapan meledek.

 

Aku yang sedang memotong cabe dan ngupas bawang hanya mengedikkan bahu saja.

 

Aku harus pokus memasak enak agar keluarga Feri akan nyaman makan di rumah kami esok hari, walaupun mengerjakan ini sendiri tapi aku tak boleh bersedih hati

 

Toh setelah ijab kabul nanti Feri janji akan membawaku ke kota, hal yang sangat kunanti dari kecil yaitu pergi dari rumah ini, menjauh dari ibu dan Dara.

 

Sejak kecil ibu memang sudah pilih kasih kepadaku dan Dara, jika ia diberikan uang saku sepuluh ribu maka aku hanya diberi dua ribu atau seribu rupiah saja, itu yang ia lakukan ketika kami masih sekolah, dan bapak tak bisa berbuat apa-apa ketika sang istri zalim terhadap salah satu anaknya.

 

Aku dan Feri bertemu di tempat kerja, yaitu di sebuah pabrik garmen, aku sering melihat ia keluar masuk tempat itu, katanya ia bekerja di bagian office produksi.

 

Dan proses perkenalan pun tak begitu lama, kami hanya pernah jalan tiga kali saja makan di sebuah warung bakso sederhana, setelah itu ia melamarku pada bapak.

 

Keesokan harinya aku dihias oleh seorang MUA, ia merupakan kiriman dari keluarga Feri, meski tak mengadakan pesta tapi Feri sangat ingin aku dandan cantik seperti pengantin pada umumnya.

 

Kebaya putih yang begitu mengkilap indah menjuntai ke bawah di bagian belakangnya, dipadukan dengan batik corak warna hitam putih, siger beserta bunga melati pun sudah bertengger di kepala menambah keindahan yang terpancar di tubuhku, tak lupa aku mengenakan sepatu flat putih agar terlihat semakin sempurna.

 

"Udah selesai, cantik 'kan?" tanya perias yang  bernama Mawar.

 

"Cantik, Teh, makasih ya." Aku tersenyum senang melihat pantulan diri di cermin, riasan perempuan ini memang luar biasa, seperti makeup artis saja.

 

Namun, kesenanganku memudar kala ibu dan Dara masuk ke kamarku memasang tampang meledek, yang didandani memang hanya aku seorang sedangkan ibu dan Dara memakai kebaya biasa.

 

"Naura, calon suamimu yang kere itu jam berapa datangnya sih? jangan kelamaan tar keburu siang Ibu ada acara lain," sungut ibu.

 

Aku berdiri lalu balik badan menghadap mereka.

 

"Sebentar lagi juga datang kok, Bu." Aku tersenyum manis.

 

Sementara ibu dan Dara menganga melihatku dari atas hingga bawah.

 

"Ya ampun, gaunnya bagus banget," gumam Dara dengan tatapan takjub

 

Aku juga heran sendiri, kenapa perias suruhan Feri ini membawa kebaya yang begitu indah, bahkan mutiara yang menghiasinya saja sangat mengkilap, kalau dipikir harga kebaya ini sepertinya sangat mahal.

 

"Teh, kamu ga salah bawa baju ya? Baju ini ga cocok sama Naura, apalagi dia nikah tanpa pesta, pakai kebaya biasa aja napa sih, yang murah biar ga berat uangnya." Ibu terlihat sewot, tapi dari tatapan matanya ia tak bisa berbohong jika dirinya memang mengagumi hasil kerja keras Teh Mawar dan penampilanku yang glamor ini.

 

"Engga kok, Bu, ga salah. Ini sesuai request Mas Feri, dia pingin pengantinnya tampil cantik." Teh Mawar tersenyum menatapku.

 

"Halaah kere aja banyak tingkah, ingetin tuh calon suamimu, Naura, nyewa kebaya dan perias ini pasti mahal, dia bisa bayar pakai apa nanti? jangan-jangan dapet ngutang lagi." Ibu menatap sinis.

 

"Rugi kamu, masih perawan dapat lelaki miskin," lanjutnya seperti belum puas mengejek.

 

Aku geleng-geleng kepala, tak bisa melawan semua hinaan ibu, biarlah ia memandang rendah yang penting aku bahagia akan segera menikah.

 

Saat Mas Feri melamarku ia mengatakan jika pekerjaannya hanya seorang buruh di pabrik itu sama sepertiku, padahal Feri ini kerja di bagian office produksi, aku tak mengerti kenapa ia tak mengatakan yang sejujurnya.

 

Oleh sebab itu ibu memandang rendah Feri, ia tak seperti pacar Dara yang seorang pengusaha, bila datang ke rumah suka bawa mobil bagus dan membawakan barang-barang mahal untuk kami semua.

 

"Lihat nih pacar Dara, kaya raya kalau ke sini bawa mobil dan bawa barang-barang mahal." Ibu tersenyum bangga begitu pula dengan Dara.

 

"Teh, pengantin pria udah datang. Cakep banget sih calon suamimu itu." Ria adik sepupuku datang membawa kabar gembira.

 

Aku pun keluar kamar tanpa menghiraukan tatapan sinis ibu dan Dara, tapi sepertinya ibu mengekor di belakang karena terdengar ia berbincang-bincang.

 

"Pernikahannya sederhana banget, Rita, kayak nikahkan janda." Itu suara Bi Ratih kakaknya ibu.

 

"Bukan kayak nikahkan janda, tapi kayak nikah digrebek," sahut ibu disambut tawa cekikikan Dara.

 

Hatiku memang panas dan ingin marah. Namun, rasa itu kuredam seketika karena mungkin sudah terbiasa dengan ejekan mereka

 

Di depan sana, Feri calon suamiku duduk bersila diantara keluarganya, penghulu pun sudah datang, bapak juga sudah duduk di samping pak penghulu.

 

Semua keluarga Mas Feri menatapku takjub begitu pula dengan calon suamiku, untuk beberapa saat pandangan kami beradu, Ria benar Feri sangat tampan sekali hari ini.

 

"Saya nikahkan Feri Hadinata Suryaningrat bin Bagus Suryaningrat dengan anak saya Naura Permatasari binti Endang Hamami, dengan mas kawin uang tunai satu milyar dan cincin emas lima gram dibayar tunai."

 

Aku mendongak karena kaget, apakah itu tak salah? Feri memberikan mahar uang satu milyar? ternyata bukan hanya aku yang kaget, ibu beserta saudara yang lain pun sama terkejutnya.

Comments (1)
goodnovel comment avatar
Hairawan Medi
ini pernikahan gimana konsepnya? emang bintinya ibunya? anak diluar nikah kah? terus tidak ada tulisan saya "terima nikahnya ......" tapi tiba2 sah...
VIEW ALL COMMENTS

Related chapters

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 2

    "Sah." "Sah." Usai kata itu menggema beberapa bait doa teruntai, mendoakan kami berdua yang sedang berbahagia. Namun, beberapa detik kemudian semua berubah kacau. Ibu pingsan. Semua orang berhamburan mengerubungi tubuh ibu untuk membangunkannya, aku sempat kesal karena momen hari ini harus dirusak olehnya. "Pak! Bapak!" Akhirnya wanita cerewet itu membuka mata, ia panik mencari bapak. "Beneran mahar Naura satu milyar?" tanya ibu dengan suara bergetar. Aku melihat papa dan mama Feri saling lirik, mereka merasa aneh dengan kelakuan ibuku itu. "Bener, Bu, kamu ini kenapa sih pakai pingsan segala, ayo bangun," jawab bapak dengan nada sedikit ketus. "Kamu ... kamu dapat uang dari mana sebanyak itu hah? apa kamu minjam ke bank? atau ke rentenir?" tanya ibu sambil menatap suamiku. "Sudah! Jangan tanyakan itu sama mantuku, ayo bangun!" Bapak terlihat ketus, ia pasti malu sekali. Bapak segera minta maaf pada papa dan mama Feri, mereka tersenyum memaklumi,

    Last Updated : 2022-07-14
  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 3

    "Berhenti!" teriakku. Bapak dan Feri langsung masuk ke ruang tengah, mereka menatap kami keheranan. "Ada apa ini?" tanya bapak. "Dia!" Aku menunjuk wajah ibu. "Dia ngambil uang maharku, Pak," lanjutku dengan derai air mata Sakit rasanya diperlakukan zalim oleh ibu dan Dara, sejak kecil mereka tak pernah membiarkanku bahagia. "Ya ampun, Bu! Balikin, malu sama mantu kita," sergah bapak. "Aku ga ngambil, Pak, cuma nyimpen, takut aja Naura boros," sanggah ibu seperti tak berdosa. "Itu uangnya Naura, mau dia boros kek ya terserah dia lah, cepat balikin!" bentak bapak emosi "Sudah sudah. Sayang, ayo kita masuk kamar ya, biarkan kotak itu Ibu yang pegang." Feri menghampiri sambil merengkuh pundakku. "Tapi, Mas, itu uangku." Feri mendekatkan bibir ke telingaku, lalu berbisik. "Rekeningmu ga ada di kotak itu." Seketika aku diam. "Yuk masuk kamar," ajak Feri sambil menggandeng bahuku, kamar kukunci dengan rapat, sementara di luar bapak masih terdengar berdebat dengan ibu. "Mas,

    Last Updated : 2022-07-14
  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 4

    Suasana heboh lagi karena ibu pingsan, bapak dan papa mertua mengangkat tubuh ibu dan membaringkannya di sofa.Tak lama ia terbangun, matanya langsung melotot dan mengitari sekeliling rumah Feri."Bangun, Bu, ini di rumah orang," ucap bapak, dari suaranya ia seperti risih dengan sikap istrinya itu.Ibu pun bangun dibantu oleh bapak."Ini tuh beneran rumah Feri, Pak?" tanya ibu."Iya bener. Udah itu duduknya yang bener."Mama mertuaku tersenyum. "Gimana Bu besan? udah baikan?"Ibu mengangguk. "Udah," jawabnya datar."Naura, ini Farhan kakaknya Feri, dan Jeni istrinya, kalian pasti belum saling kenal 'kan?" tanya ibu memperkenalkan anak dan menantunya.Aku menatap mereka berdua sambil tersenyum, bahkan aku dan Kak Jeni saling berjabat tangan."Salam kenal ya, semoga betah di sini," ucap Kak Jeni ramah, sementara Kak Farhan hanya tersenyum sungkan."Iya, Kak," jawabku sungkan.Meski mama mertua baik dan rumahnya bagus tetap saja rasanya sungkan tinggal dengan mereka, itu kata teman-teman

    Last Updated : 2022-07-14
  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 5

    Aku menangis di dalam kamar sendirian, tak menyangka akan memiliki ipar dan mertua bermuka dua, sepertinya aku harus membujuk Feri untuk cepat cari rumah dan memisahkan diri dari mereka."Loh kok nangis, Yang?" tanya Feri begitu masuk kamar.Dengan cepat aku mengusap air mata."Apa yang buat kamu sedih?" tanya Feri sambil duduk di sampingku."Begini, Mas. Barusan aku lewati kamar dekat tangga itu dan denger mama sama Kak Jeni ngobrol, mereka kayak ga suka sama aku, dan bahas soal mahar satu milyar itu, mereka nyangkanya aku yang meminta mahar sebanyak itu."Feri langsung berubah posisi dan menatap ke depan sana dengan datar."Padahal 'kan kamu tahu aku ga pernah meminta apa-apa, apalagi uang satu milyar," ucapku lagi, Feri terlihat tidak nyaman."Kamu ga salah dengar 'kan?" tanya Feri dengan serius"Engga, Mas." Aku menggeleng lemah."Sekarang ikut aku." Feri membawaku ke luar kamar dan menuruni tangga, setelah itu ia memanggil mama dan Kak Jeni.Dua wanita itu berhamburan ke luar men

    Last Updated : 2022-07-14
  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 6

    "Sebenarnya apa, Bu?" tanyaku makin penasaran.Feri yang sedang memakai kemeja pun melirik, ia mengangkat dagunya kode bertanya."Dara sudah hamil, dia harus secepatnya nikah Ibu malu kalau tetangga tahu hal ini, pokoknya beri Ibu uang, ga mau tahu." Ibu terdengar ngotot.Aneh juga bukannya calon suami Dara itu katanya kaya, kenapa minta uang padaku?"Emang calon suami Dara ga ngasih uang buat acara nikahan, Bu? 'kan dia kaya?""Banyak tanya kamu ya, uang yang dikasih Alvin itu ga cukup buat pesta besar-besaran, pokoknya sekarang juga kamu transfer!" tegas ibu.Aku mematikan panggilan secara sepihak, benar-benar pusing dengan tingkah laku ibu, ia benar-benar gila pujian."Kenapa sih?" tanya Feri."Ibu minta uang, Mas.""Buat?" Dahi Feri mengerenyit."Acara pernikahan Dara."Feri terlihat menghela napas."Terus kamu mau ngasih?" tanya Feri sambil menatapku."Kayaknya engga deh, lagian itu duit juga dipakai foya-foya," jawabku dengan malas.Biarlah ibu semakin membenciku, lelah rasanya

    Last Updated : 2022-07-14
  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 7

    Ibu melirik Dara sambil melotot, sedangkan Dara merenggut menahan jengkel, sesekali menatap kesal calon suaminya."Berarti kamu bohongi kami selama ini ya, Alvin, kamu bilangnya punya usaha, ke sini suka bawa makanan mahal, suka bawa mobil lagi," gerutu ibu, bibir merahnya seperti komat-kamit saat bicara.Sedangkan kedua orang tua Alvin saling lirik keheranan, mungkin baru tahu kelakuan besannya seperti mahluk jadi-jadian."Bohong apa, Bu? 'kan emang bener saya punya usaha, usahanya bikin cilok, abis itu saya nyuruh orang buat jual keliling, Ibu berdoa saja biar usaha saya makin sukses setelah nikah nanti," sahut Alvin biasa saja.Benar juga lelaki itu, sekecil apapun usaha yang kita miliki tetap saja kita akan dibilang pengusaha."Lalu itu mobil yang kamu pakai punya siapa?" tanya ibu lagi.Bapak geleng-geleng kepala menahan malu dengan kelakuan ibu yang matrenya ga ketulungan."Ibu jangan banyak tanya ke mana-mana, sekarang kita pokus ke pernikahan, ga usah ngadain pesta segala, kay

    Last Updated : 2022-07-21
  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 8

    Kudengar ibu ngomel-ngomel di kamar Dara, wanita itu tak terima memiliki menantu tukang cilok, apalagi mobil Alvin yang selama ini dibanggakan ternyata bukan miliknya membuat ibu makin murka Sementara aku Mas Feri dan bapak makan nasi Padang karena sudah waktunya makan siang, Feri kemari membawa lima bungkus nasi sengaja ingin makan bersama di sini "Jadi Dara mau nikah secepatnya?" tanya Feri Di bibir belahnya yang merah ada cabai hijau yang menempel sebesar biji beras, membuatku gemas ingin mencoleknya tapi malu sama bapak "Iya, Mas," jawabku "Oh ya nanti kita pulang bareng aja ya, kamu di sini dulu sampai aku pulang." Usai makan ia salat di kamarku yang dulu, lalu ia keluar dengan wajah yang begitu segar, ada desiran halus yang kurasa, entah kenapa aku jadi pengen cepat-cepat malam. "Dih, biasa aja kali lihatin orang ganteng sampe segitunya." Ia terkekeh kepedean. Aku hanya mengulum senyum tak punya kemampuan untuk menggoda dengan kata-kata. "Gimana? mas

    Last Updated : 2022-07-21
  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 9

    Aku terkejut bukan main. Hari ini, aku baru mengetahui bahwa suamiku adalah seorang pemilik perusahaan dan boss tempatku bekerja! Rupanya, bukan hanya aku yang terkejut. Ibu pun sama terkejutnya, ia sampai terduduk di kursi sambil melongo. "Pabrik itu milik papa saya kok, Bu, jangan berlebihan gitu ah." Mas Feri masih merendah. "Tapi sebentar lagi kursi kepemimpinan bakal jatuh ke Pak Feri 'kan?" Bu Mita tersenyum lalu menatap ibu. "Beneran itu pabrik punya Nak Feri?" tanya ibu dengan mata melongo. Sedangkan yang ditanya, malah senyum-senyum gak jelas. Mas Feri benar-benar bertingkah seolah itu semua tidak berarti apa-apa. "Itu punya papa saya, Bu, saya cuma bantu kelola aja kok." Dia masih belum ngaku. Aku jadi teringat beberapa waktu ke belakang saat aku masih pendekatan dengan Mas Feri. Kala itu, aku sering kali berkeluh kesah padanya. Bahkan, aku menjelekkan pabrik itu padanya, seperti sering menambah jam kerja tanpa uang lemburan. Sering juga, aku menjelekkan

    Last Updated : 2022-07-21

Latest chapter

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Tamat

    "Kecuali apa!" bentakku sambil menatapnya tajam."Loh, Sayang, kok kamu bentak-bentak Pak Bagas gitu? Ada apa?" tanya Mas Dari yang tiba-tiba datang dari arah belakang.Aku sudah tak tahan dengan semua ini, lantas berdiri dan menatap tajam wajah Bagas."Mas, lebih baik tolak bantuan dari lelaki ini!" telunjukku mengarah ke wajah Bagas.Lelaki itu sedikit panik dan ketakutan, ia pikir aku akan diam saja ditekan olehnya, jangankan menggertak mencoba membunuhnya saja aku berani.Ya, tepat dua tahun yang lalu Bagas mencoba melecehkanku di vilanya yang berada di puncak Bogor, mereka sengaja memberikan obat tidur pada ketiga temanku lalu dengan santainya menggodaku hingga berusaha melecehkanku di tempat itu.Namun, aku tak Sudi disentuh olehnya, saat itu aku melawan sekuat tenaga hingga berhasil memukul kepalanya dengan bangku, kepala Arvin berdarah, tetapi lelaki itu tak menyerah terus menyerangku untuk mengoyak diri iniHingga akhirnya aku kalap lalu menancapkan pisau daging ke perut dan

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 44

    Naura mematung dengan tangan mengepal erat, di dadanya ada amarah yang membuncah hebat.Ia benci embusan napas itu, ia juga benci seringai menjijikkan itu yang hampir merenggut kesuciannya beberapa tahun silam, andai Naura tak pandai bela diri tentu sekarang dirinya sudah menjadi sampah."Maaf sekali, Pak Burhan, sepertinya saya berubah pikiran.""Maksud Anda?" Pria berjas silver bernama Burhan itu mengerenyitkan dahinya."Ya, tanah ini tidak jadi saya jual, mohon maaf ya, Pak."Lelaki bernama Burhan itu melirik Naura dengan intens, lalu melirik kliennya yakni Bagas."Maaf kalau boleh tahu apa alasan Bu Naura membatalkan jual beli tanah ini? Bukankah sebelumnya kita sudah sepakat soal harga? Di depan kita sudah ada pembeli yang berani menawar dengan harga tinggi loh, Bu."Naura terdiam sejenak menatap lelaki bernama Bagas yang sangat ia benci setengah mati."Alasannya karena saya tidak menyukai dia." Naura menunjuk dada Bagas dengan tatapan dingin.Sontak saja Bu Nendah dan Pak Burhan

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 43

    "Pak Polisi?" Tenggorokan Dara tercekat.Bagaimana tak panik teman-teman yang digadang -gadangkan akan melindunginya malah hilang entah ke mana. Sekarang ia mendapati dirinya dalam keadaan mengkhawatirkan."Ini surat penangkapan Anda, saya harap Anda bisa diajak kerja sama." Polisi itu menyerahkan secarik kertas yang membuat Dara kian panik."Tapi ... saya ga bersalah kok, Pak polisi." "Ikut saja ke kantor ya. Ayo." Pimpinan aparat itu menyuruh bawahannya yang berjenis kelamin wanita agar membawa Dara."Sial!""Sial!"Ke mana Yopi, Clara dan yang lainnya? Lalu ada apa dengan tubuhku? Apa yang mereka lakukan semalam?Selama digiring pihak kepolisian Dara terus bertanya-tanya dalam hatinya, tiba-tiba ia langsung teringat Yopi.Apa jangan-jangan lelaki itu sudah menj*mah tubuhku? Kurang ajar kau Yopi, lihat saja nanti.Di ruang penyelidikan Dara terus di bombardir pertanyaan-pertanyaan yang membuat dirinya kehilangan konsentrasi karena pertanyaan tersebut hanya itu-itu saja dan dilontar

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 42.B

    "Soal itu kami masih menyelidikinya Pak Feri jangan khawatir kita akan menemukan pelakunya secepat mungkin."Usai berbincang dengan aparat kepolisian jenazah Pak Bagus pun diperbolehkan pulang, seluruh keluarga besar Bu Nisya dan Pak Bagus datang kembali ke rumah itu.Mereka tak menyangka Pak Bagus akan meninggal dalam waktu berdekatan dengan istrinya, ada yang menganggap ini cinta sejati antara mereka ada juga yang menganggap karma."Fer, apa kamu melihat Dara?" tanya Farhan."Tidak, aku sudah menelpon Pak Endang mungkin dia di perjalanan sekarang," jawab Feri.Benar saja beberapa menit kemudian Pak Endang dan Bu Rita datang memakai pakaian serba hitam."Saya ikut berduka cita, Nak Feri," ucap Pak Endang."Terima kasih.""Oh ya mana anakmu si Dara itu? Kenapa dia ga ke sini?" tanya Jeni yang duduk di dekat suaminya.Saat ini jenazah Pak Bagus sedang dimandikan di belakang rumah.Pak Endang tak menjawab ia malah melirik istrinya."Mungkin sebentar lagi," jawab Bu Rita, karena sebenarn

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 42.A

    "Hah!" Napas Dara terengah-engah melihat suaminya tergeletak di lantai dengan wajah penuh kesakitan, sedangkan dari dalam dadanya keluar darah dengan derasIa baru tersadar jika tindakannya barusan memang dikuasi setanDara beringsut mundur sambil menutup mulutnya, tubuh kurus itu bergetar ketakutan."Mas." Dara menggoncangkan tubuh suaminya menggunakan kaki.Tapi Pak Bagus tak bergerak, bahkan matanya melotot tanpa berkedip.Dara semakin panik, matanya liar melihat ke sekeliling ruangan, beruntung tak ada yang menyaksikan karena sanak saudara Bu Nisa telah pulang tadi malam.Perempuan itu pun mundur perlahan lalu pergi dengan berlari kencang, keluar dari perumahan itu baru ia bisa berhenti berlari karena napasnya terengah-engah."Ya Tuhan, apa Mas Bagus meninggal?" Seluruh tubuhnya bergetar hebat.Ia pun segera naik angkot lalu pulang ke rumah melewati ibunya yang sedang mengemas barang dagangan."Gimana, Ra? Pak Bagus ngasih uang?" tanya Dara.Bahkan ia lupa jika dompet suaminya ya

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 42

    Dara melotot sambil melirik suaminya, tak menyangka Pak Bagus yang bucin bisa menuduh sekejam itu, ya walaupun tuduhan itu benar, pikir Dara."Apaan sih kamu ga jelas banget, aku mana ngerti begituan, jangan mentang-mentang istri kamu meninggal terus kamu merasa bersalah dan mencampakkan aku gitu aja ya, Mas." Dara berusaha memutar balikkan fakta."Seminggu yang lalu saya dirukiyah sama Feri dan saya muntah, setelah itu tiba-tiba aja rasa cinta saya ke kamu jadi hilang, itu apa artinya kalau kamu ga melet saya hah." "Apa?! Cuma masalah kaya gitu Mas berani nuduh aku." Dara tersenyum getir."Bilang aja nyesel nikah sama aku karena istri kamu udah meninggal sekarang, ga usah nuduh aku macam-macam karena Mas ga punya bukti." Dara masih tak ingin kalah Pak Bagus terdiam berdebat dengan anak ingusan memang takkan pernah menemukan titik penyelesaian."Saya ga nuduh kamu, tapi saat ini perasaan saya ke kamu udah ga ada, Dara, terus kamu mau kaya gimana?" Pak Bagus pasrah, sudah terlalu ban

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 41.A

    "Neng, kasian sekali ya Bu Nisya."Hari ini tepat setelah tujuh hari Bu Nisya pergi Naura pulang ke rumahnya dengan sang ibu, tak dapat dipungkiri menginap di sana membuatnya sedikit tak betah oleh sikap Jeni yang sering sekali menyindir."Nasibnya ga jauh beda sama Ibu, sama-sama ditinggalin suami.""Udah ah, Ibu jangan banyak pikiran sekarang istirahat ya.""Neng, kapan Ibu berhenti minum obat? Ibu udah sembuh kok."Naura menatap ibunya dengan tersenyum. "Iya Ibu udah sembuh, tapi minum obat juga harus karena yang suka Ibu minum itu vitamin bukan obat, aku juga suka minum vitamin kok ga hanya Ibu aja." Naura terpaksa berbohong"Oh gitu ya." Bu Nendah masih mikir."Udah istirahat."Setelah ibunya tertidur Naura segera menghampiri Feri di kamarnya."Perusahaan lagi pailit, Ra, uang buat menggaji karyawan dipakai Papa buat nikah kemarin.""Apa, jadi mahar satu milyar itu uang perusahaan?"Feri mengangguk.Bertahun-tahun menjadi karyawan ia faham betul jika perusahaan telat memberi gaji

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 40.B

    Bugh!Dara berhasil membuat Jeni terhuyung ke lantai dengan pukulannya, ia dan ibunya gegas masuk ke dalam rumah.Kebetulan di dalam ada Bu Nendah dan Naura yang sedang mempersiapkan acara tahlilan Bu Nisya."Rita," gumam Bu Nendah sambil mengehentikan aktifitasnya.Naura pun sontak melirik ke arah pandang ibunya."Naura, di mana Mas Bagus? Panggilin sana." Dengan pongah Dara memerintah."Ngapain kamu ke sini, Rita! Pergi sana! Ternyata bukan hanya kamu ya yang suka ngerebut suami orang tapi anakmu juga, emang ibu sama anak ga ada bedanya!" Hardik Bu Nendah.Jeni lah yang memberitahunya jika Dara adalah perusak rumah tangga Pak Bagus dan Bu Nisya."Jangan ikut campur! Kamu juga ngapain di sini sih? Sana balik ke rumah sakit jiwa," ejek Bu Rita tak mau kalah.Sementara Dara masih celingukan ke sekeliling ruangan mencari suaminya."Saya emang gila dan itu karena kamu sudah memisahkan saya dan Naura, dan saya sudah sembuh, saya doakan selanjutnya kamu atau anakmu ini yang gila," balas Bu

  • Perkara Mahar Satu Miliar   Bab 40.A

    Bu Rita yang sedang maskeran di kamarnya terlonjak kaget mendengar jeritan putri bungsunya, ia bergegas ke luar menemui Dara."Kamu kenapa sih?" "Ini, Bu, duit aku ilang semua." Dara masih sibuk mengecek ponsel berusaha menghubungi costumer servis bank."Kok bisa ilang? 'kan disimpan di ATM." "Aduh, Ibu, aku tuh kena tipu." Dara semakin panik."Kok bisa sih duit disimpan di bank ilang gitu aja," gumam Bu Rita yang minim pengetahuan."Gimana, Dara? Duitnya balik lagi 'kan setelah nelpon tukang banknya?""Ga tahu, pokoknya besok pagi aku diminta ke datang ke bank.""Aduuh gimana ini, Bu, mana duitku masih ada delapan ratus juta lagi di situ." Dara frustasi sambil mengacak rambutnya."Ya ampun! Kamu ini sarjana masa bisa ketipu sih, kamu itu 'kan pinter, Dara! Kok bisa ketipu!" teriak Bu Rita.Pak Endang yang tak tahan dengan suara bising di kamar sebelah pun beranjak menghampiri."Ada apaan sih? Malem-malem teriak?""Pak, duit Dara, Pak. Habis semua kena tipu."Pak Endang merenung sej

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status