Share

Bab 2

Jebakan

Gilang menatap Nora kembali, wanita yang telah dia berikan segalanya dan dia telah kehilangannya. Saat itu, dia merasa dia tidak akan bisa merasa bahagia lagi.

Dia menatap Satya selama beberapa saat yang sedang menyeringai dengan arogan. Bagaimanapun, dia bisa mengendalikan apa pun dalam hidupnya, sementara satu-satunya yang dimiliki oleh Gilang adalah Nora. Namun, ternyata Nora akan meninggalkannya juga.

“Nora, apakah itu benar? Kamu sedang bercanda, ‘kan?” tanyanya dengan lembut.

Nora menghela nafas. “Benar, Gilang. Kita putus. Ini Satya, pacar baruku,” ujarnya memperkenalkan Satya dan Tia memekik bahagia.

Gilang tidak tahu apa yang membuatnya sesenang itu. Jika dia bisa membalas dendam, orang yang akan pertama dia beri pelajaran adalah Tia.

Yang lebih menyedihkan adalah Nora tidak pernah mencintainya. Padahal selama ini Gilang mengira mereka memiliki sesuatu yang spesial.

Gilang menahan air matanya. Dia tidak mau menangis.

“Anak malang, kamu bahkan tidak bisa menyentuh tangan wanita ini, ‘kan? Dasar menyedihkan.”

“Kalau kamu menjilat sepatuku, aku mungkin akan mempekerjakanmu sebagai satpam di perusahaanku. Bagaimana dengan…gaji 15 juta rupiah per bulan?” ejek Satya.

Tia tertawa. “Oh! Anda dermawan sekali, Tuan Satya! Jika aku adalah kamu, aku bahkan tidak akan mengatakan apa pun pada pengemis tunawisma ini. Hei, pecundang, cepat berlutut dan jilat sepatunya, ini adalah wawancara pekerjaanmu!”

Melihat orang-orang menghina Gilang, Nora tidak mengatakan apa-apa dan hanya memandangi senyuman Satya. Dia pasti berpikir bahwa dia membuat keputusan yang benar untuk memilih Satya dibandingkan dengan Gilang. Bisikan-bisikan memenuhi telinga Gilang seraya dia memutuskan untuk menjilat sepatu Satya.

Gilang menengadah dan melihat seringai pada wajah Satya. Dia bergegas bangkit dan meninju wajahnya.

Satya terhuyung ke belakang dan Gilang harus berhenti sesaat untuk membantunya. Dia tidak menyangka pukulannya akan begitu melukainya sampai dia berdarah. Namun, Gilang sudah terlalu marah untuk menyadarinya.

Dia berlari keluar rumah sebelum pengawal Satya bisa menangkapnya.

Akan tetapi, mereka tetap mengejarnya dan dia berlari sekencang mungkin. Dia berlari selama beberapa lama sampai dia tiba di taman pinggir jalan. Dia melompat ke sana dan bersembunyi di balik bunga-bunga.

Orang-orang itu berhenti tepat di tempatnya tadi dan mereka menatap sekelilingnya sebelum akhirnya beranjak pergi.

Gilang tinggal di sana selama beberapa menit sebelum dia keluar dari taman. Dia merasakan kesedihan yang seharian dia tahan. Selama ini dia terus berusaha untuk membaur dengan orang orang, tapi dunia ini terasa seperti tidak diciptakan untuk orang orang sepertinya.

Selain itu, kenapa dia tidak bisa mencintai seseorang seperti orang-orang lainnya? Kenapa dia harus selalu menjadi korban? Apalagi, dia telah memberikan segalanya untuk Nora. Dia bahkan memberikannya setengah dari gaji yang dia terima, dia telah memberikan segalanya untuknya.

Kenapa semua hal itu harus terjadi padanya?

Gilang merasakan air matanya menetes, tapi dia langsung mengelapnya. Dia tidak akan menangis, dia hanya akan minum sampai mabuk.

Lagi pula, kehidupan itu sia-sia.

Gilang memasuki Bar Layon. Layon merupakan salah satu bar paling terkenal di kota itu. Alasannya adalah karena dia memiliki hotel dan apartemen. Di sana juga terdapat restoran dan gedung olahraga.

Dia memesan empat botol bir dan keluar dari sana. Dia akhirnya berhenti setelah berjalan beberapa meter dari bar itu. Dia tidak ingin tinggal di dalam bar karena takut ditindas. Ada banyak orang-orang kaya di dalam sana yang mengingatkannya pada Satya.

Dia meminum dua kaleng bir. Ketika dia sedang meminum kaleng ketiga, dia sudah merasa mabuk. Akan tetapi, dia masih bisa mengingat Nora, yang berarti usahanya sekarang sia-sia.

Dia melempar kaleng ketiganya dan meminum kaleng terakhir. Dia mulai merasa aneh ketika baru meminum setengahnya dan tiba-tiba dia jatuh pingsan sementara kalengnya jergelincir dari tangannya dan tertumpah.

Matanya tertutup dan dia tertidur lelap.

Seorang melangkah ke arah bar itu dan berhenti. Dia adalah pria tinggi yang mengenakan setelan tuksedo yang cocok dengan rambut gelapnya.

“Kubilang kamu harus menemukan siapa pun! Aku harus menyelesaikannya malam ini!” teriaknya jengkel dan dia berbalik ke arah Gilang. Dia memandangnya sesaat dan senyuman mekar di wajahnya.

“Sudahlah, dasar bodoh!” teriaknya sekali lagi dan memanggil para pengawalnya.

“Iya, Bos,” kata pria itu.

Ian masih memandangi Gilang. “Bawa pria itu ke dalam kamar 409.”

Pria itu mengangkat alisnya bingung. “Ke tempatnya Nyonya Aria?”

Ian memelototinya dingin. “Memangnya aku tidak tahu itu? Lakukan saja perintahku dan berhenti menanyakan hal-hal bodoh!” teriaknya lagi. Tampaknya, dia hobi berteriak.

Pria itu membungkuk pelan dan berbalik untuk memanggil dua pria lainnya.

“Namun,” kata Ian tiba-tiba dan pria itu membalikkan badannya untuk menatapnya lagi. “Lepas celananya. Itu seharusnya berhasil.” Wajahnya terlihat sombong ketika menyarankan hal itu.

Pria itu menurut dan segera memasuki ruangan Aria berada yang sedang tertidur. Mereka dengan hati-hati meletakkan Gilang di kasur di sampingnya.

Sebuah keajaiban bahwa wanita itu tidak terbangun sama sekali sampai mereka selesai melakukan tugas mereka dan keluar dari ruangan.

Rasanya lama sekali ketika Gilang akhirnya membuka matanya. Dia merasa lebih nyaman yang membantu alkohol di dalam tubuhnya bekerja dengan baik. Dia membalikkan badannya di ranjang sampai tangannya menyentuh kulit seseorang.

Dengan kasar, tangannya ditepis dan sebuah tamparan mendarat di wajahnya, diikuti oleh teriakan lantang.

“Apa yang telah kamu perbuat padaku?!” teriak seorang wanita.

Gilang berkedip sekali dan mencoba berkonsentrasi walaupun tamparan itu terasa sangat pedih. Dia bangkit duduk dan melihat ke sekitarnya.

Tidak mengerti dia sedang berada di mana, dia menatap Aria kembali. “Kamu siapa dan kenapa aku ada di sini?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status