Share

Bab 7

Penulis: Cokelat Deby
last update Terakhir Diperbarui: 2024-06-18 09:58:57
Terbuat dari Besi

Gilang tidak menjawabnya dan mengambil segelas anggur. Dia menyesapnya pelan-pelan dengan hati yang berat.

Dia bahkan tidak memiliki waktu untuk berbincang dengan mereka. Apa yang ada di benaknya hanyalah orang-orang yang telah meninggalkannya.

“Sialan!” umpat Satya. “Dasar orang bodoh.”

Gilang tiba-tiba berbalik menghadapnya, merasa kesal. Dia bisa saja mematahkan hidungnya lagi di saat itu.

Aria menolak berbicara dengan Gilang sampai pesta selesai dan mereka sedang beranjak ke mobil.

Aria menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Gilang. “Aku harap kamu tahu bahwa tidak mungkin aku mau pulang ke rumahmu. Aku tidak bisa tinggal di rumah seperti itu,” bentaknya.

Gilang menatapnya selama beberapa saat. “Aku suamimu, kenapa tidak bisa?” godanya.

Aria mendengus. “Sungguh? Apakah ini karena kakekku menyerahkan aku padamu di atas piring emas? Aku yakin kamu tahu nilaiku.”

“Sedari awal, kenapa kamu bisa ada di kasurku?” tanyanya dengan marah.

Gilang menghela nafas. “Aku juga ingin menanyakan hal yang sama padamu.”

“Yah, aku tidak peduli. Kamu harus mencari sesuatu untuk mengurus hal itu. Aku pergi dari sini,” kata Aria lelah. Salah satu pengawalnya membukakan pintu dan dia memasukinya.

Gilang memperhatikannya sampai dia sudah tidak terlihat lagi. Dia menghela nafas dan menatap cincinnya.

Apa yang akan terjadi jika dia tidak memakai cincin itu ke pesta?

Alarmnya berdering dan menyadarkan Gilang dari tidurnya. Dia memutarkan badannya di atas kasur dan akhirnya menghantam lantai.

Dia bangkit duduk dan mengusap lengannya pelan. Dia memimpikan dirinya sendiri, John, dan ayahnya. Rasanya masih menyakitkan baginya bahwa mereka telah tiada dan dia tidak akan bertemu dengan mereka lagi.

Namun, dia juga merasa bersyukur pada Alfa karena segala usahanya untuk meneruskan kerajaan bisnisnya dengan luar biasa dan mempertahankan kelompok mafianya. Sekarang karena dia telah kembali, ini adalah gilirannya untuk meneruskan pekerjaan yang telah mereka mulai.

Akan tetapi, dia masih bertanya-tanya kenapa ayahnya akan merahasiakan kelompok mafianya darinya. Mungkin jika dia tidak merahasiakannya, dia masih hidup sampai sekarang.

Namun, seperti yang Alfa katakan, akan lebih baik jika dia berusaha untuk tidak menonjol. Dia memiliki pekerjaan sebagai kurir yang merupakan penyamaran terbaik untuk identitasnya.

Siapa yang akan menyangka kalau anak dari Garuda yang terkenal itu adalah seorang kurir? Itu sangat tidak mungkin.

Gilang bersiap-siap untuk berangkat kerja. Dia masih memiliki cek yang Alfa tulis untuknya, tapi dia tidak tahu bagaimana harus mempergunakannya. Dia akan menunggu waktu yang tepat.

Dalam satu jam, Gilang sudah berangkat ke perusahaan pengiriman dengan sepedanya. Dia tiba tepat waktu karena rumahnya dekat.

“Hei, kurir,” goda Ciko sambil menyeringai ketika dia masuk ke lobi.

Gilang menghela nafas. Sebenarnya, Ciko adalah salah satu karyawan yang selalu mempermalukannya setiap dia memiliki kesempatan. Melihat bahwa Ciko adalah karyawan tetap yang telah mendapatkan lebih banyak uang darinya, dia tidak menyalahkannya.

“Aku mau bekerja,” gumamnya kesal.

Ciko tertawa lagi seolah dia sehabis mengatakan sesuatu yang lucu. “Omong-omong, Bos ingin menemuimu. Namun, kamu pergi ke mana kemarin?”

Gilang mengabaikannya dan beranjak ke ruang kerja bosnya. Menjawab Ciko hanya akan membuang-buang waktu.

Dia tiba ke depan pintunya dan mengetuk pelan. “Selamat pagi, Bos,” bisiknya sambil meletakkan kepalanya di pintu.

“Masuklah sebelum aku memaksamu untuk masuk,” ujar Pamungkas dari dalam ruangan.

Gilang mendorong pintu dan mendapati seorang pria yang kuat berumur 60-an, menatapnya dengan lekat-lekat.

“Selamat pagi, Bos. Ciko bilang Anda ingin bertemu dengan saya.” Gilang mencoba sebisa mungkin berpura-pura seolah dia tidak tahu apa-apa.

Pamungkas menyilangkan tangannya di hadapannya. “Apa yang harus diselamatkan dari pagi ini, Gilang? Kenapa kamu tidak masuk kerja kemarin?”

Gilang terdiam. Dia belum memikirkan alasan apa pun.

“Tidak, kamu tidak perlu mengatakannya!” ujar Pamungkas ketika Gilang baru membuka mulutnya untuk mengatakan sesuatu. “Aku sudah tahu bahwa kamu adalah orang miskin tidak berguna. Beraninya kamu bertingkah seolah kamu adalah pemilik perusahaan ini?” Dia menggeram.

“Aku tidak membutuhkan omong kosongmu! Pergi dari perusahaan ini, Gilang. Kamu dipecat!” serunya.

Gilang merasa marah mendengar perkataannya. Dia menyangka Pamungkas akan memecatnya karena dia mendengar bahwa dia dan Satya cukup akrab.

Karena dia terus bertengkar dengan Satya, dia akan selalu mencari cara untuk mempermalukannya ke mana pun dia pergi. Dia tahu Satya-lah pasti yang membujuk Pamungkas untuk membuat keputusan itu.

Namun, itu adalah salahnya juga. Jika dia masuk kerja sehari sebelumnya, Pamungkas tidak akan menggunakan itu sebagai alasan.

Dia mengangguk singkat. “Baiklah. Aku akan meninggalkan perusahaan Anda, tapi Anda harus memberikan bayaranku untuk bulan ini.”

Pamungkas mendengus. “Kamu pasti bermimpi jika berharap itu akan terjadi. Kamu tidak berhak mendapatkan selembar uang pun dan kamu tidak akan mendapatkannya!”

“Apa? Apakah Anda bercanda? Aku telah bekerja keras! Itu adalah bayaranku!” protes Gilang.

“Mari kita lihat,” ujar Pamungkas dan meraih teleponnya. Dia menekan beberapa tombol. “Hei! Bawa orang-orangmu masuk ke ruang kerjaku sekarang!”

Dia hampir belum selesai berbicara ketika pintu tiba-tiba terbuka dan delapan pria masuk ke dalam.

Pamungkas menunjuk pada Gilang. “Pukul dia sekeras mungkin dan keluarkan dia dari perusahaanku!” perintahnya.

Gilang menatap Pamungkas selama beberapa saat. Dia merasa marah dan heran. Dia menatap balik orang-orang itu dan menyaksikan mereka mendekat padanya.

Pria pertama melancarkan serangan pada Gilang, tapi dia menghindarinya dan memukul hidungnya. Pria itu berteriak dan terhuyung mundur.

Dua orang langsung menyerbunya sekaligus. Dia menghindari serangan pertama dan menendang pria yang kedua.

“Serang dia, dasar bodoh!” teriak Pamungkas frustrasi.

Gilang tersenyum pada lima pria yang tersisa dan memberi isyarat pada mereka untuk menyerangnya lagi. Gilang menarik satu orang yang berada di dekatnya dan membalikkan badannya dengan cepat. Dia melakukan tendangan melayang pada empat pria lainnya. Dia berbalik menghadap pria yang tadi dia pegang dan memukul wajahnya.

Gilang menghadap Pamungkas dengan senyuman lebar di wajahnya. Dia bergerak maju dan menangkap tangannya, lalu memelintirnya.

Pamungkas berteriak kesakitan.

“Berikan gajiku atau kamu juga akan mati.”

“Kumohon,” pinta Pamungkas dengan pelan. “Aku akan membuatkan ceknya sekarang.”

Gilang terus memelintirnya.

“Maafkan aku,” teriak Pamungkas lagi. “Aku akan memberikannya padamu.”

Gilang melepaskan tangannya dan melihatnya melangkah ke mejanya. Dia mengambil sebuah amplop berisikan uang dan menyerahkannya pada Gilang.

Gilang tersenyum dan menerimanya. Ponselnya tiba-tiba berdering seraya dia beranjak keluar dari ruangan itu. Itu telepon dari nomor tidak dikenal, tapi dia mengangkatnya.

“Iya, halo.”

“Garuda, Ini Alfa. Aku ingin mengenalkanmu pada seseorang, dia merupakan bos mafia juga di kota ini dan sangat bisa dipercaya. Bagaimana dengan makan malam? Makan malam di Restoran Weathervane.”

Bab terkait

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 8

    KefrustrasianRestoran Weathervane merupakan restoran ternama dan Gilang tidak pernah menyangka akan memasuki tempat itu.Namun, sebelum makan malam itu, dia harus makan siang dulu.“Kiriman piza Anda!” teriak seseorang dari depan rumah Gilang.Gilang tersenyum dan meraih uang sebesar 1,5 juta. Dia membuka pintu dan menyerahkan uangnya.“Terima kasih atas pesanannya. Totalnya 225 ribu rupiah.”“Ambil saja kembaliannya!” jawabnya langsung dan mengambil pizanya. Dia menutup pintu sebelum pria itu bisa berkata apa-apa.Dia menatap piza itu dan mengingat bahwa sudah lama sekali sejak dia terakhir kali memesan piza karena dia sedang menabung untuk membeli hadiah untuk ulang tahun Nora.Gilang mengingat apa yang Alfa katakan padanya dan bertanya-tanya bagaimana caranya dia bersikap tidak menonjol setelah dia kehilangan pekerjaannya.Namun, setidaknya dia bisa membeli makanan enak sekarang, tidak seperti sebelumnya.Setelah selesai makan, Gilang memutuskan untuk beristirahat karena

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 9

    Tamparan Wajah?Gilang merasa jengkel, tapi dia memutuskan untuk tidak mengatakan apa pun. Satya selalu memutarbalikkan perkataannya.Tiba-tiba, sebuah Bugatti Centodieci berhenti di parkiran. Gilang dan yang lainnya mengamatinya ketika Alfa turun dari mobil. Akan tetapi, dia ditemani oleh orang lain.Mata Gilang terbelalak. Dia sudah banyak mendengar tentang Gesang. Dia tidak menyangka orang yang dia akan temui adalah Gesang.Tidak, pertanyaan sebenarnya adalah kenapa Gesang ingin menemuinya? Apakah itu sebuah masalah?Gesang adalah pria tinggi dan kokoh seperti Gilang. Dia hanya sedikit lebih tinggi dengan wajah yang bisa dideskripsikan sebagai tampan.Dia mengenakan setelan Dormeuil Vanquish II seharga 1,429 miliar rupiah. Segalanya tentangnya memberikan kesan orang kaya. Gilang pernah mendengar tentangnya, tapi itu adalah kali pertamanya dia bertemu dengannya.“Apa yang terjadi di sini?” tanya Alfa ketika mereka sudah berada cukup dekat. Gesang masih terdiam di samping mobil

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 10

    Mengeklaim Posisi“Kamu tidak boleh berbicara seperti itu pada Garuda!” kata Alfa saat itu juga.Gilang tertawa dan menatap Gesang beberapa saat. “Aku suka keberanianmu. Tidak heran kamu adalah bosnya, tapi kamu juga harus menerima posisimu. Aku adalah Garuda dan aku datang ke sini untuk mengeklaim posisiku.”Gesang tertawa. “Sungguh? Kamu menghilang lama sekali!” bentaknya. “Kamu tidak bisa tiba-tiba kembali dan mencoba mengeklaim posisimu.”“Benar.” Gilang mengangguk singkat. “Aku tahu aku menghilang cukup lama, tapi aku sudah kembali dan aku akan melakukan sebisaku untuk membuktikan kepada semua orang betapa Garuda-nya aku.”Alfa tersenyum. “Itulah yang ingin kudengar.”Gesang mendengus tiba-tiba dan memaksakan pandangan Gilang padanya. Gilang memang tidak menyangka akan langsung diterima olehnya.Gesang dikenal akan sikap keras kepalanya. Selain itu, siapa juga yang akan membiarkan seorang bocah sepertinya mengaturnya?Namun, apa yang harus dia lakukan?“Tidak denganku!” G

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 11

    Masalah dengan MertuaDia tetap mendekat. “Aku naik taksi,” katanya.Alfa mengangguk mengerti. “Kita akan segera bertemu, ‘kan?”“Oh, iya,” Gilang tersenyum. “Aku kehilangan pekerjaanku dan butuh pekerjaan lain. Jadi, sepertinya perusahaanmu bisa menyembunyikan identitasku dengan baik.”“Bagus,” timpal Alfa. “Kamu bisa datang ke Korporasi P.K besok. Aku akan menemukan posisi yang cocok untukmu.”“Terima kasih, kalau begitu, aku pergi dulu,” ujarnya lagi.“Tunggu.” Dia membuka pintu mobil dan mengambil botol anggur. “Ini Diva Vodka dan harganya 15 miliar. Sebaiknya kamu memberikannya untuk mertuamu karena kamu akan bertemu dengan mereka untuk pertama kalinya.”Gilang menerima botol anggur itu dan memegangnya seperti itu adalah telur. Lalu, dia menatap Alfa lagi. “Terima kasih banyak.”Alfa tersenyum lebar. “Sama-sama, Hercules.”Dia menaiki taksi dan pergi bahkan lebih dulu daripada Alfa. Dia tiba-tiba berkeringat dingin memikirkan mertuanya.Mobil itu berhenti di depan sebuah

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 12

    Mencari PekerjaanBen tertawa terbahak-bahak. “Dia sangat berani dan aku menyukainya!” pujinya.“Dia berpura-pura!” seru Emma. “Yah, kamu yang memintanya. Buktikan kepada kami bahwa kamu bukanlah orang miskin yang hanya mencari pelipur lara.”Gilang tersenyum lebar. Bagaimanapun, dia adalah Garuda.Gilang tersenyum, menunjukkan gigi putihnya yang rapi. Dia percaya diri karena dia sudah mendiskusikannya dengan Alfa.Dia yakin Alfa akan membiarkannya bekerja dengannya selama mungkin. Lagi pula, dia adalah bosnya.Dia berbalik lagi, meninggalkan orang tua Aria yang masih terduduk sebelum berjalan memasuki rumah lebih dalam.Dia tahu dia tidak bisa kembali ke rumahnya dan harus menginap di rumah Aria. Lalu, dia tidak tahu di mana kamar Aria, dia hanya mengikuti instingnya, ditambah dia telah menguping perbincangan para pelayan sebelum masuk ke dalam ruang tengah.Dia berhenti di depan sebuah pintu dan mengetuknya. Setelah beberapa saat, pintu itu terbuka.Ketika Gilang mau masuk k

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 13

    Cek PalsuGilang membaca daftar itu dengan lebih tajam, tapi dia tidak bisa menghindari tatapan kotor dari sekretaris itu seolah dia adalah seekor serangga.Dia mengabaikannya. Lagi pula, dia seharusnya sedang menyamar. Dia menatap daftar itu lekat-lekat dan menyadari bahwa sebagian dibintangi.Dia menatap sekretaris itu dan dia malah membalikkan badannya dengan cepat untuk menghindari tatapannya.“Yang dibintangi ini…” ujarnya, malas menjelaskan lebih lanjut.“Bintang-bintang itu menandakan bahwa tidak ada posisi yang kosong.” Dia membalikkan badannya lagi dan tersenyum palsu. “Apakah Anda mau kopi atau teh?”Gilang balik mengabaikannya dan badannya menjadi kaku. Tampaknya dia jengkel.“Aku akan menjadi manajer,” katanya akhirnya dan meletakkan dokumen itu di meja dan menatap sekretaris itu.“Namun,” ujarnya sambil mengerutkan dahinya. “Itu sudah dibintangi.”“Iya, aku lihat. Jadi, aku memintamu,” katanya dengan lembut.“Lalu, kenapa mengambil posisi yang sudah penuh? Apakah

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab14

    Pengikut Setia GarudaBola mata Gilang hampir copot dari tempatnya. “Apa yang baru saja kamu lakukan?” teriaknya padanya.Dia tidak percaya bahwa cek itu palsu, dia memercayai Alfa.Namun, kenapa ceknya tidak valid? Mungkinkah Alfa memberikannya sebuah cek palsu? Apakah dia seharusnya meragukannya?Yah, teman ayahnya telah mengkhianati ayahnya. Apa lagi yang perlu dipertanyakan? Namun, ketakutan itu lebih besar daripada mencari kebenarannya.Pandu mendengus dan berbalik ke arah Jessica. “Panggil satpam sekarang dan bawa orang ini keluar dari tempat ini!”“Menggunakan cek palsu, aku akan menelepon polisi dan menuduhmu atas penipuan!” Pandu tertawa.Pintu di belakang mereka terbuka dengan cepat dan Gilang membungkuk untuk mengambil potongan ceknya.Tangannya gemetaran dan dia mengepalkan tangannya penuh amarah.Para satpam mulai mendekat padanya dan dia menimbang-nimbang apa yang harus dia lakukan.Pintu itu terbuka sebelum dia bisa melakukan apa pun dan aroma deodoran mengerubun

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18
  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 15

    Identitas yang Keliru“Tuan Alfa-lah yang menulisnya! Kamu pikir kamu memiliki kewenangan untuk mencari informasi dari cek itu?” teriak Jauhar.Pandu menatapnya tidak percaya mendengar apa yang baru saja dia sampaikan. “Aku harus melakukan apa katamu?”“Aku tidak suka mengulang perkataanku, Pandu, dan kamu tahu itu!” teriaknya dengan lantang.“Jika kamu tidak bisa mengembalikannya seperti semula, kamu akan dipecat!” Gesang beranjak untuk duduk tapi masih menatapnya. “Aku akan beri satu jam.”Gilang menatap mereka terkejut. Sebenarnya, dia bertanya-tanya berapa banyak bawahan yang sebenarnya dia miliki. Dia bertanya-tanya berapa banyak tetua yang bisa dia temui.Pandu menatap Gesang seolah dia tidak bisa memercayai apa yang sedang terjadi, kemudian kembali pada Jauhar dengan tatapan kosong. Namun, dia tahu dari ekspresinya bahwa dia sedang tidak bercanda sama sekali.Dia bertanya-tanya mengapa mereka membantu kurir itu.Dengan pelan, dia membungkuk untuk mengambil potongan-poton

    Terakhir Diperbarui : 2024-06-18

Bab terbaru

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 50

    SekstiliunCakra menutup telepon sebelum Gilang sempat mengatakan apa pun.Gilang menatap Cakra. "Dia harus membatalkan kesepakatan itu!""Apa? Kenapa?" Cakra kebingungan.Gilang menghela nafas sambil mengusap keningnya pelan. "Sudahlah, aku akan melakukannya sendiri. Apa lagi yang perlu kamu serahkan padaku? Aku harus pulang."Ratih melirik jam tangannya. "Aku harus berangkat sekarang. Penerbanganku satu jam lagi."Gilang mengangguk. “Kalau begitu, kita akan bicara di telepon.”Ratih mengangguk dan menghampiri Alfa.Cakra menoleh ke arah Gilang. “Aku akan mengantarmu ke kota. Bagaimana kalau kita berangkat bersama agar aku bisa bercerita lebih banyak padamu dalam perjalanan?” sarannya.Gilang mengangguk. "Ide bagus."Cakra menaiki tangga untuk mengambil beberapa berkas. Dia ragu-ragu di depan pintu dan mencoba memikirkan apakah dia melewatkan sesuatu. Ketika dia yakin dia sudah membawa semuanya, dia berjalan ke bawah lagi.Gilang mengambil kotak berisi harta milik ayahnya d

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 49

    Kebenaran“Kamu pikir kamu siapa? Kamu tidak bisa tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai Garuda! Ke mana saja kamu selama ini?” teriak Cakra.Gilang menatapnya selama beberapa saat, dia tidak tahu apakah dia marah karena Gilang akan mengambil kembali propertinya ataukah dia hanya khawatir.“Hei, Cakra. Tenanglah! Ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan semua ini!” kata Ratih.“Serius?” Cakra menyeringai. “Suruh dia untuk memberitahuku waktu yang tepat, karena aku tidak akan membiarkannya!”Ratih menghela nafas, sudah merasa lelah. Dia memutuskan untuk memanggil Alfa. Mungkin dia bisa menghentikan perkelahian antara Gilang dan Cakra. “Di mana Alfa? Apakah dia ada di dalam?”Cakra menatap Aria dan mengangguk pelan. “Dokumen dan hal-hal lainnya miliknya ada di dalam. Aku rasa aku tidak dibutuhkan lagi di sini dan aku akan pergi!” bentaknya.Ratih bergegas masuk ke dalam, meninggalkan kedua orang itu bertatap-tatapan dengan tajam.“Tidak ada yang bisa kamu katakan? Kamu kehabisan

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 48

    TanahGilang menghela nafas seraya memasuki ruang kerjanya.Aria menolak mendengarkannya dan dia bahkan tidak tahu bagaimana keputusannya nanti.Jika saja dia tahu bahwa dia adalah Garuda dan dia akan membantunya.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu, menyadarkan Gilang dari lamunannya.Dia menengadahkan kepalanya. “Ya, masuklah.”Pintu itu terbuka dan Maria melangkah masuk. “Ini, Tuan.” Dia meletakkan dokumen besar di mejanya. “Aku telah membuat perkiraan jumlah yang kami perlukan dan aku tidak bisa menguranginya lagi,” katanya.Gilang mengambil dokumen itu dan memeriksanya. “Baiklah. Totalnya 90 miliar rupiah?”“Benar, Tuan, tapi menurutku kita tetap harus memilih untuk melakukan pinjaman.” Dia terlihat gelisah. “Tidak mungkin kita bisa membiayai itu. Kami pun tidak bisa kehilangan pekerjaan ini. Pekerjaan ini akan membantu perusahaan ini secara keuangan. Kita bisa mendapatkan pinjaman dan membayarnya kembali setelah kita mendapatkan pembayaran dari perusahaannya,” saran

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 47

    TugasTidak ada siapa pun di ruang tengah ketika Gilang melangkah masuk.Dia membuka pintu kamar pelan-pelan supaya dia tidak membangunkan Aria. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia sudah terbangun ketika Gilang membuka pintunya.Gilang terbangun lebih awal daripada Aria. Dia tidak ingin Aria membuang-buang waktunya pagi hari itu. Bahkan, dia tiba di meja makan lebih dulu darinya.Walaupun begitu, Aria datang beberapa menit kemudian.“Ayah, bagaimana kabar perusahaan akhir-akhir ini?” Emma memulai perbincangan.Gilang menghela nafas. Keluarga itu terbiasa berbicara saat sedang sarapan. Mungkin karena mereka biasanya tidak memiliki waktu untuk makan malam bersama atau mungkin Kamala hanya tidak ingin berbincang di malam hari.“Baik. Memangnya bagaimana lagi? Ian menjalankannya dengan sempurna,” jawab Kamala dengan nada yang kasar. Itu menunjukkan bahwa dia masih marah pada Aria.Emma menghela nafas. “Jika saja Ayah bisa mempertimbangkannya kembali. Aria menjalankannya dengan lebi

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 46

    BersemangatGilang begitu terkejut sampai dia melepaskan cengkeramannya pada Liam.“Apa-apaan?” umpat Liam dan dia berlari menjauh. Tangannya masih kesakitan dan dia takut akan apa yang Gilang akan lakukan padanya jika dia tidak pergi dengan cepat.Gilang merasakan kepalanya melayang. Dia tidak menyangka ciuman dari Cantika akan membuatnya seperti itu. Yah, dia tidak bisa menyalahkan dirinya sendiri. Kapan terakhir kali dia berciuman? Kapan terakhir kali dia menyentuh seorang wanita? Dia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menghindari terlibat dengan wanita setelah dia menjadi seorang menantu.Walaupun itu hanya perkataan dan istrinya tidak mengabdi padanya, dia masih merasa harus mematuhi peraturan itu.Gilang bergidik pelan dan ingin terus menikmatinya, hanya jika itu mungkin. Tangannya terangkat dan menyentuh Cantika, menyalakan api pada dirinya yang membuatnya bergidik pelan. Namun, Gilang tidak mengetahui ini.Dia bertengkar dengan pikirannya sendiri tentang apa yang akan d

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 45

    Ciuman Tak Terduga“Maafkan aku, Gilang. Aku benar-benar meminta maaf. Semuanya salahku,” ujar Axel dengan perasaan menyesal yang mendalam.Gilang membalikkan badannya seraya menyeka air matanya yang tiba-tiba menetes. Dia tidak mengetahui banyak hal dulu. Dia tidak tahu alasan mengapa ayahnya sangat keras padanya adalah karena kelompok mafia yang dia pimpin. Namun, Gilang tidak pernah membenci ayahnya dan itu melukainya ketika dia menyadari bahwa dia telah tiada selamanya.“Aku sudah mencarimu ke mana-mana, Gilang. Aku benar-benar telah terlibat banyak masalah hanya untuk menemukanmu. Kukira kamu meninggal ketika mobil itu meledak,” jelasnya.Gilang menarik nafas dalam untuk menenangkan dirinya. Lalu, dia pelan-pelan berbalik untuk menghadap Axel. “Bangunlah,” katanya.Axel menatap Gilang. “Aku tidak bisa menebus dosa besarku,” ujarnya dengan getir.Gilang menghela nafas dan menghampirinya untuk menariknya bangun. “Jangan berlutut padaku. Kamu dulu adalah pamanku, dan yah, sekar

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 44

    Pertemuan dengan Tetua Terakhir“Tuan, pria ini adalah Gilang dan orang paling tidak berguna di dunia. Dia dulu bekerja sebagai kurir dan dia sekarang tidak ada harganya,” jelas Satya.Axel menggeram, tidak menyukai penjelasannya. Dia masih menatap Gilang dengan tatapan penasaran yang tidak familier bagi Gilang.“Apakah kamu bilang namamu Gilang Farraz?” ulangnya.Gilang mengangguk singkat. “Aku seharusnya bertemu dengan seseorang di sini dan dia sedang dalam perjalanan.” Dia berusaha sebisa mungkin untuk bersikap sopan.“Tuan Axel,” potong Satya sebelum Axel bisa mengatakan sesuatu. “Tidak seharusnya Tuan berbicara dengan orang seperti ini. Tuan hanya akan membuang-buang waktu. Para satpam bisa menjelaskannya untukmu.”Axel menoleh pada Satya. “Maaf, kamu siapa?” Dia menaikkan salah satu alisnya.Satya tersenyum. “Aku Satya. Aku baru saja membeli semua kursi di bioskop ini dan…”“Kamu tidak bisa melakukannya. Orang lain telah memesannya,” potong Axel dengan cepat.Wajah Satya

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 43

    Pertemuan dengan PasanganGilang telah membaca laporan dan dokumen selama berjam-jam. Dia menyadari bahwa angka-angkanya kacau sekali.Rekening milik perusahaan kosong dan hanya sedikit stok CCTV yang tersisa. Bahannya juga sangat sedikit. Hanya tersisa beberapa minggu lagi sebelum SU World akan hancur.Gilang menelepon ruang akuntan. “Halo, temui aku di ruanganku sekarang juga,” perintahnya lalu langsung mematikan telepon tanpa menunggu jawaban.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu.Gilang menegakkan badannya. “Ya, masuklah.”Maria masuk ke dalam. “Hai, Bos. Ini sudah waktunya pulang. Aku akan segera pulang, tapi aku memutuskan untuk menemuimu dulu. Apakah sudah selesai?”Sebelum Gilang bisa mengatakan apa-apa, sebuah ketukan lainnya terdengar dari pintu. John melangkah masuk, mengenakan setelan jas. Dia hampir terlihat seperti Gilang kecuali dia memiliki janggut tipis dan Gilang lebih tinggi darinya.“Kamu ingin bertemu denganku?”Gilang mengangguk dan memilih sebuah do

  • Penyamaran Bos Miliarder   Bab 42

    Manajer BaruGilang tidak bisa berhenti tertawa. Dia tahu ada sesuatu yang aneh sejak dia melangkah masuk ke lobi. Dia mengambil air dari wanita itu dan meminumnya.“Aku akan pergi dulu karena ada tempat yang harus aku datangi, tapi…” Gilang berbalik dan mendapati bahwa Marvin sudah berdiri dibantu yang lainnya.“Siapa kamu sebenarnya?” Ada ekspresi terkejut di wajahnya seraya dia menatap Gilang penasaran.Gilang tersenyum licik. “Mimpi terburukmu. Omong-omong, kalian semua yang akan membersihkan seluruh tempat ini. Aku harus pergi ke ruangan Kepala Sekretaris,” jelasnya.Orang-orang itu mengerang tidak rela.Gilang menatap mereka. “Kalian tidak mau membersihkannya?”“Kami akan membersihkannya,” jawab Marvin dengan cepat. “Apakah ada lagi yang kamu mau?”“Semua yang terjadi di ruangan itu tidak boleh sampai keluar dari ruangan ini. Kalian tidak boleh memberi tahu siapa-siapa. Bilang saja pada mereka bahwa kalian telah menanganiku.” Dia tersenyum lebar. “Seperti yang kalian laku

DMCA.com Protection Status