Mencari PekerjaanBen tertawa terbahak-bahak. “Dia sangat berani dan aku menyukainya!” pujinya.“Dia berpura-pura!” seru Emma. “Yah, kamu yang memintanya. Buktikan kepada kami bahwa kamu bukanlah orang miskin yang hanya mencari pelipur lara.”Gilang tersenyum lebar. Bagaimanapun, dia adalah Garuda.Gilang tersenyum, menunjukkan gigi putihnya yang rapi. Dia percaya diri karena dia sudah mendiskusikannya dengan Alfa.Dia yakin Alfa akan membiarkannya bekerja dengannya selama mungkin. Lagi pula, dia adalah bosnya.Dia berbalik lagi, meninggalkan orang tua Aria yang masih terduduk sebelum berjalan memasuki rumah lebih dalam.Dia tahu dia tidak bisa kembali ke rumahnya dan harus menginap di rumah Aria. Lalu, dia tidak tahu di mana kamar Aria, dia hanya mengikuti instingnya, ditambah dia telah menguping perbincangan para pelayan sebelum masuk ke dalam ruang tengah.Dia berhenti di depan sebuah pintu dan mengetuknya. Setelah beberapa saat, pintu itu terbuka.Ketika Gilang mau masuk k
Cek PalsuGilang membaca daftar itu dengan lebih tajam, tapi dia tidak bisa menghindari tatapan kotor dari sekretaris itu seolah dia adalah seekor serangga.Dia mengabaikannya. Lagi pula, dia seharusnya sedang menyamar. Dia menatap daftar itu lekat-lekat dan menyadari bahwa sebagian dibintangi.Dia menatap sekretaris itu dan dia malah membalikkan badannya dengan cepat untuk menghindari tatapannya.“Yang dibintangi ini…” ujarnya, malas menjelaskan lebih lanjut.“Bintang-bintang itu menandakan bahwa tidak ada posisi yang kosong.” Dia membalikkan badannya lagi dan tersenyum palsu. “Apakah Anda mau kopi atau teh?”Gilang balik mengabaikannya dan badannya menjadi kaku. Tampaknya dia jengkel.“Aku akan menjadi manajer,” katanya akhirnya dan meletakkan dokumen itu di meja dan menatap sekretaris itu.“Namun,” ujarnya sambil mengerutkan dahinya. “Itu sudah dibintangi.”“Iya, aku lihat. Jadi, aku memintamu,” katanya dengan lembut.“Lalu, kenapa mengambil posisi yang sudah penuh? Apakah
Pengikut Setia GarudaBola mata Gilang hampir copot dari tempatnya. “Apa yang baru saja kamu lakukan?” teriaknya padanya.Dia tidak percaya bahwa cek itu palsu, dia memercayai Alfa.Namun, kenapa ceknya tidak valid? Mungkinkah Alfa memberikannya sebuah cek palsu? Apakah dia seharusnya meragukannya?Yah, teman ayahnya telah mengkhianati ayahnya. Apa lagi yang perlu dipertanyakan? Namun, ketakutan itu lebih besar daripada mencari kebenarannya.Pandu mendengus dan berbalik ke arah Jessica. “Panggil satpam sekarang dan bawa orang ini keluar dari tempat ini!”“Menggunakan cek palsu, aku akan menelepon polisi dan menuduhmu atas penipuan!” Pandu tertawa.Pintu di belakang mereka terbuka dengan cepat dan Gilang membungkuk untuk mengambil potongan ceknya.Tangannya gemetaran dan dia mengepalkan tangannya penuh amarah.Para satpam mulai mendekat padanya dan dia menimbang-nimbang apa yang harus dia lakukan.Pintu itu terbuka sebelum dia bisa melakukan apa pun dan aroma deodoran mengerubun
Identitas yang Keliru“Tuan Alfa-lah yang menulisnya! Kamu pikir kamu memiliki kewenangan untuk mencari informasi dari cek itu?” teriak Jauhar.Pandu menatapnya tidak percaya mendengar apa yang baru saja dia sampaikan. “Aku harus melakukan apa katamu?”“Aku tidak suka mengulang perkataanku, Pandu, dan kamu tahu itu!” teriaknya dengan lantang.“Jika kamu tidak bisa mengembalikannya seperti semula, kamu akan dipecat!” Gesang beranjak untuk duduk tapi masih menatapnya. “Aku akan beri satu jam.”Gilang menatap mereka terkejut. Sebenarnya, dia bertanya-tanya berapa banyak bawahan yang sebenarnya dia miliki. Dia bertanya-tanya berapa banyak tetua yang bisa dia temui.Pandu menatap Gesang seolah dia tidak bisa memercayai apa yang sedang terjadi, kemudian kembali pada Jauhar dengan tatapan kosong. Namun, dia tahu dari ekspresinya bahwa dia sedang tidak bercanda sama sekali.Dia bertanya-tanya mengapa mereka membantu kurir itu.Dengan pelan, dia membungkuk untuk mengambil potongan-poton
PerputaranGilang menolehkan kepalanya pada wanita-wanita itu. Bukankah mereka baru saja menyebut namanya?Dia terkekeh. Dia tidak bisa menahannya. Mereka sedang membicarakan tentangnya dan mereka bahkan tidak menyadarinya. Lucu sekali!Mereka menoleh padanya seolah-olah dia adalah badut. “Kenapa kamu tertawa?”“Aku tidak tertawa, aku terkekeh,” koreksi Gilang dengan sarkasme.Wanita yang pertama menatapnya dengan kesal. “Terserah! Yang mau aku tahu adalah kenapa kamu melakukan hal yang baru saja kamu lakukan. Apa yang lucu dari perbincangan kami?”Gilang mendengus. “Kalian berbincang tentang menggoda seseorang ketika seharusnya kalian berbincang tentang bagaimana caranya supaya bisa berkembang. Itu namanya mata duitan!”Wanita itu meletakkan tangannya di pinggangnya. “Hei, hentikan! Kami sedang mendiskusikan pria sejati. Bukankah Gilang Farraz seorang pria sepertimu? Dia bisa membeli apa yang tidak bisa kamu beli. Dia bisa membayarmu 100 kali lipat.”Gilang tertawa lagi. “Tida
Penggemar GarudaCantika menghela nafas.“Aku akan merawatmu dengan baik,” lanjutnya. “Pria ini tidak pantas mendapatkanmu sedikit pun.” Dia melirik pada Gilang. “Dia terlihat seperti pecundang dan pecundang tidak seharusnya bersama dengan wanita secantikmu,” jelasnya dengan bangga.“Apa yang sedang kamu lakukan?” Gilang sudah benar-benar jengkel.Pria itu menoleh padanya. “Kamu tidak pantas mendapatkannya dan kamu tahu itu. Mungkin, kamu hanya ingin memanfaatkannya.”“Baiklah, itu sudah cukup!” gumam Gilang seraya bangkit dari kursinya.Sebelum pria itu bisa mengedipkan matanya, tinju Gilang sudah mendarat di wajahnya dan melemparnya jatuh ke belakang.“Apa-apaan?!” Semua orang di sekitar mereka terkesiap. Namun, Gilang belum selesai. Dia masih marah besar seraya menghampiri pria itu lagi dan menarik kerahnya. Darah sudah menetes dari hidungnya.“Kamu bilang aku apa tadi? Orang-orang sepertimu harus diberi pelajaran!” gerutunya lalu meninju perutnya.Pria itu memuntahkan dara
Deklarasi PertamaGilang menimbang-nimbang di kepalanya dengan cepat. Dia tahu betul apa yang akan terjadi pada ketiga pria yang baru saja keluar dari bar beberapa menit yang lalu.“Gilang!” teriak Cantika tiba-tiba, menyadarkan Gilang dari pikirannya.Dia mengedipkan matanya dan menoleh padanya. “Iya, tadi kamu bilang apa?”Cantika menghela nafas. “Apakah kamu membohongi temanku?”Gilang menggelengkan kepalanya. “Tidak, tapi sepertinya aku harus pergi sekarang. Jangan lupa aku adalah suami temanmu dan aku harus cepat pulang jika tidak mau dicurigai sedang berselingkuh.”Cantika mengangguk dan akhirnya berdiri setelah ragu-ragu. “Kita harus bertemu lagi kapan-kapan.”Gilang berjalan ke arah yang berlawanan dan melihat beberapa pria sedang berlari.“Di mana rumahmu?” tanyanya sambil tetap memperhatikan jalan di depannya juga di cermin.“Turunkan saja aku di sana.” Dia menunjuk ke depan. “Aku juga ada urusan di sini,” jelasnya dan Gilang menghela nafas lega.Dia memberhentikan
Reputasi yang TernodaiPerjalanan pulang ke rumah Kamala pelan dan sunyi.Gilang masih merasakan rasa sakit di tangannya setelah menghabisi 50 orang. Itu adalah sesuatu yang sudah lama tidak dia lakukan.Dia berhenti di depan rumah dan menarik nafas dalam sebelum dia turun dari mobil.Dia berjalan masuk ke dalam rumah dengan pelan.Aku tidak tahu apakah ada yang bisa kita lakukan saat itu. Semoga Ken akan berbicara pada Alfa, mungkin dia bisa membantu,” gumam Ben.“Kita membutuhkan dukungan dari Korporasi Raja jika kita ingin melakukan ini. Mungkin, kita harus meminta bantuan dari Perusahaan Induk Foxgreen,” saran Emma.“Tidak, Bu! Tidak mungkin kita akan mencoba bertemu Garuda. Tidak ada yang pernah melihatnya,” bantah Aria.“Mungkin Chandra bisa membantu kita,” kata Emma pada akhirnya, terdengar putus asa. “Yah, aku akan memfinalisasi pernikahanmu. Lagi pula, apa yang telah Gilang lakukan untuk kita?” ejeknya.Gilang melangkah masuk, bertanya-tanya apa yang sedang terjadi. D
SekstiliunCakra menutup telepon sebelum Gilang sempat mengatakan apa pun.Gilang menatap Cakra. "Dia harus membatalkan kesepakatan itu!""Apa? Kenapa?" Cakra kebingungan.Gilang menghela nafas sambil mengusap keningnya pelan. "Sudahlah, aku akan melakukannya sendiri. Apa lagi yang perlu kamu serahkan padaku? Aku harus pulang."Ratih melirik jam tangannya. "Aku harus berangkat sekarang. Penerbanganku satu jam lagi."Gilang mengangguk. “Kalau begitu, kita akan bicara di telepon.”Ratih mengangguk dan menghampiri Alfa.Cakra menoleh ke arah Gilang. “Aku akan mengantarmu ke kota. Bagaimana kalau kita berangkat bersama agar aku bisa bercerita lebih banyak padamu dalam perjalanan?” sarannya.Gilang mengangguk. "Ide bagus."Cakra menaiki tangga untuk mengambil beberapa berkas. Dia ragu-ragu di depan pintu dan mencoba memikirkan apakah dia melewatkan sesuatu. Ketika dia yakin dia sudah membawa semuanya, dia berjalan ke bawah lagi.Gilang mengambil kotak berisi harta milik ayahnya d
Kebenaran“Kamu pikir kamu siapa? Kamu tidak bisa tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai Garuda! Ke mana saja kamu selama ini?” teriak Cakra.Gilang menatapnya selama beberapa saat, dia tidak tahu apakah dia marah karena Gilang akan mengambil kembali propertinya ataukah dia hanya khawatir.“Hei, Cakra. Tenanglah! Ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan semua ini!” kata Ratih.“Serius?” Cakra menyeringai. “Suruh dia untuk memberitahuku waktu yang tepat, karena aku tidak akan membiarkannya!”Ratih menghela nafas, sudah merasa lelah. Dia memutuskan untuk memanggil Alfa. Mungkin dia bisa menghentikan perkelahian antara Gilang dan Cakra. “Di mana Alfa? Apakah dia ada di dalam?”Cakra menatap Aria dan mengangguk pelan. “Dokumen dan hal-hal lainnya miliknya ada di dalam. Aku rasa aku tidak dibutuhkan lagi di sini dan aku akan pergi!” bentaknya.Ratih bergegas masuk ke dalam, meninggalkan kedua orang itu bertatap-tatapan dengan tajam.“Tidak ada yang bisa kamu katakan? Kamu kehabisan
TanahGilang menghela nafas seraya memasuki ruang kerjanya.Aria menolak mendengarkannya dan dia bahkan tidak tahu bagaimana keputusannya nanti.Jika saja dia tahu bahwa dia adalah Garuda dan dia akan membantunya.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu, menyadarkan Gilang dari lamunannya.Dia menengadahkan kepalanya. “Ya, masuklah.”Pintu itu terbuka dan Maria melangkah masuk. “Ini, Tuan.” Dia meletakkan dokumen besar di mejanya. “Aku telah membuat perkiraan jumlah yang kami perlukan dan aku tidak bisa menguranginya lagi,” katanya.Gilang mengambil dokumen itu dan memeriksanya. “Baiklah. Totalnya 90 miliar rupiah?”“Benar, Tuan, tapi menurutku kita tetap harus memilih untuk melakukan pinjaman.” Dia terlihat gelisah. “Tidak mungkin kita bisa membiayai itu. Kami pun tidak bisa kehilangan pekerjaan ini. Pekerjaan ini akan membantu perusahaan ini secara keuangan. Kita bisa mendapatkan pinjaman dan membayarnya kembali setelah kita mendapatkan pembayaran dari perusahaannya,” saran
TugasTidak ada siapa pun di ruang tengah ketika Gilang melangkah masuk.Dia membuka pintu kamar pelan-pelan supaya dia tidak membangunkan Aria. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia sudah terbangun ketika Gilang membuka pintunya.Gilang terbangun lebih awal daripada Aria. Dia tidak ingin Aria membuang-buang waktunya pagi hari itu. Bahkan, dia tiba di meja makan lebih dulu darinya.Walaupun begitu, Aria datang beberapa menit kemudian.“Ayah, bagaimana kabar perusahaan akhir-akhir ini?” Emma memulai perbincangan.Gilang menghela nafas. Keluarga itu terbiasa berbicara saat sedang sarapan. Mungkin karena mereka biasanya tidak memiliki waktu untuk makan malam bersama atau mungkin Kamala hanya tidak ingin berbincang di malam hari.“Baik. Memangnya bagaimana lagi? Ian menjalankannya dengan sempurna,” jawab Kamala dengan nada yang kasar. Itu menunjukkan bahwa dia masih marah pada Aria.Emma menghela nafas. “Jika saja Ayah bisa mempertimbangkannya kembali. Aria menjalankannya dengan lebi
BersemangatGilang begitu terkejut sampai dia melepaskan cengkeramannya pada Liam.“Apa-apaan?” umpat Liam dan dia berlari menjauh. Tangannya masih kesakitan dan dia takut akan apa yang Gilang akan lakukan padanya jika dia tidak pergi dengan cepat.Gilang merasakan kepalanya melayang. Dia tidak menyangka ciuman dari Cantika akan membuatnya seperti itu. Yah, dia tidak bisa menyalahkan dirinya sendiri. Kapan terakhir kali dia berciuman? Kapan terakhir kali dia menyentuh seorang wanita? Dia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menghindari terlibat dengan wanita setelah dia menjadi seorang menantu.Walaupun itu hanya perkataan dan istrinya tidak mengabdi padanya, dia masih merasa harus mematuhi peraturan itu.Gilang bergidik pelan dan ingin terus menikmatinya, hanya jika itu mungkin. Tangannya terangkat dan menyentuh Cantika, menyalakan api pada dirinya yang membuatnya bergidik pelan. Namun, Gilang tidak mengetahui ini.Dia bertengkar dengan pikirannya sendiri tentang apa yang akan d
Ciuman Tak Terduga“Maafkan aku, Gilang. Aku benar-benar meminta maaf. Semuanya salahku,” ujar Axel dengan perasaan menyesal yang mendalam.Gilang membalikkan badannya seraya menyeka air matanya yang tiba-tiba menetes. Dia tidak mengetahui banyak hal dulu. Dia tidak tahu alasan mengapa ayahnya sangat keras padanya adalah karena kelompok mafia yang dia pimpin. Namun, Gilang tidak pernah membenci ayahnya dan itu melukainya ketika dia menyadari bahwa dia telah tiada selamanya.“Aku sudah mencarimu ke mana-mana, Gilang. Aku benar-benar telah terlibat banyak masalah hanya untuk menemukanmu. Kukira kamu meninggal ketika mobil itu meledak,” jelasnya.Gilang menarik nafas dalam untuk menenangkan dirinya. Lalu, dia pelan-pelan berbalik untuk menghadap Axel. “Bangunlah,” katanya.Axel menatap Gilang. “Aku tidak bisa menebus dosa besarku,” ujarnya dengan getir.Gilang menghela nafas dan menghampirinya untuk menariknya bangun. “Jangan berlutut padaku. Kamu dulu adalah pamanku, dan yah, sekar
Pertemuan dengan Tetua Terakhir“Tuan, pria ini adalah Gilang dan orang paling tidak berguna di dunia. Dia dulu bekerja sebagai kurir dan dia sekarang tidak ada harganya,” jelas Satya.Axel menggeram, tidak menyukai penjelasannya. Dia masih menatap Gilang dengan tatapan penasaran yang tidak familier bagi Gilang.“Apakah kamu bilang namamu Gilang Farraz?” ulangnya.Gilang mengangguk singkat. “Aku seharusnya bertemu dengan seseorang di sini dan dia sedang dalam perjalanan.” Dia berusaha sebisa mungkin untuk bersikap sopan.“Tuan Axel,” potong Satya sebelum Axel bisa mengatakan sesuatu. “Tidak seharusnya Tuan berbicara dengan orang seperti ini. Tuan hanya akan membuang-buang waktu. Para satpam bisa menjelaskannya untukmu.”Axel menoleh pada Satya. “Maaf, kamu siapa?” Dia menaikkan salah satu alisnya.Satya tersenyum. “Aku Satya. Aku baru saja membeli semua kursi di bioskop ini dan…”“Kamu tidak bisa melakukannya. Orang lain telah memesannya,” potong Axel dengan cepat.Wajah Satya
Pertemuan dengan PasanganGilang telah membaca laporan dan dokumen selama berjam-jam. Dia menyadari bahwa angka-angkanya kacau sekali.Rekening milik perusahaan kosong dan hanya sedikit stok CCTV yang tersisa. Bahannya juga sangat sedikit. Hanya tersisa beberapa minggu lagi sebelum SU World akan hancur.Gilang menelepon ruang akuntan. “Halo, temui aku di ruanganku sekarang juga,” perintahnya lalu langsung mematikan telepon tanpa menunggu jawaban.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu.Gilang menegakkan badannya. “Ya, masuklah.”Maria masuk ke dalam. “Hai, Bos. Ini sudah waktunya pulang. Aku akan segera pulang, tapi aku memutuskan untuk menemuimu dulu. Apakah sudah selesai?”Sebelum Gilang bisa mengatakan apa-apa, sebuah ketukan lainnya terdengar dari pintu. John melangkah masuk, mengenakan setelan jas. Dia hampir terlihat seperti Gilang kecuali dia memiliki janggut tipis dan Gilang lebih tinggi darinya.“Kamu ingin bertemu denganku?”Gilang mengangguk dan memilih sebuah do
Manajer BaruGilang tidak bisa berhenti tertawa. Dia tahu ada sesuatu yang aneh sejak dia melangkah masuk ke lobi. Dia mengambil air dari wanita itu dan meminumnya.“Aku akan pergi dulu karena ada tempat yang harus aku datangi, tapi…” Gilang berbalik dan mendapati bahwa Marvin sudah berdiri dibantu yang lainnya.“Siapa kamu sebenarnya?” Ada ekspresi terkejut di wajahnya seraya dia menatap Gilang penasaran.Gilang tersenyum licik. “Mimpi terburukmu. Omong-omong, kalian semua yang akan membersihkan seluruh tempat ini. Aku harus pergi ke ruangan Kepala Sekretaris,” jelasnya.Orang-orang itu mengerang tidak rela.Gilang menatap mereka. “Kalian tidak mau membersihkannya?”“Kami akan membersihkannya,” jawab Marvin dengan cepat. “Apakah ada lagi yang kamu mau?”“Semua yang terjadi di ruangan itu tidak boleh sampai keluar dari ruangan ini. Kalian tidak boleh memberi tahu siapa-siapa. Bilang saja pada mereka bahwa kalian telah menanganiku.” Dia tersenyum lebar. “Seperti yang kalian laku