SekstiliunCakra menutup telepon sebelum Gilang sempat mengatakan apa pun.Gilang menatap Cakra. "Dia harus membatalkan kesepakatan itu!""Apa? Kenapa?" Cakra kebingungan.Gilang menghela nafas sambil mengusap keningnya pelan. "Sudahlah, aku akan melakukannya sendiri. Apa lagi yang perlu kamu serahkan padaku? Aku harus pulang."Ratih melirik jam tangannya. "Aku harus berangkat sekarang. Penerbanganku satu jam lagi."Gilang mengangguk. “Kalau begitu, kita akan bicara di telepon.”Ratih mengangguk dan menghampiri Alfa.Cakra menoleh ke arah Gilang. “Aku akan mengantarmu ke kota. Bagaimana kalau kita berangkat bersama agar aku bisa bercerita lebih banyak padamu dalam perjalanan?” sarannya.Gilang mengangguk. "Ide bagus."Cakra menaiki tangga untuk mengambil beberapa berkas. Dia ragu-ragu di depan pintu dan mencoba memikirkan apakah dia melewatkan sesuatu. Ketika dia yakin dia sudah membawa semuanya, dia berjalan ke bawah lagi.Gilang mengambil kotak berisi harta milik ayahnya d
Pahitnya KehidupanSuara musik yang menggelegar dari rumah itu adalah satu-satunya bukti yang perlu diketahui oleh Gilang bahwa pacarnya, Nora, benar-benar sedang merayakan ulang tahunnya.Namun, dia bilang dia tidak akan merayakannya. Gilang tidak mengerti kenapa dia harus berbohong padanya. Mereka sudah berpacaran selama enam bulan sekarang.Gilang membuka pintu dan Nora dan beberapa temannya sedang menari bersama.Gilang merasa marah, dia memanggil nama Nora berkali-kali, tapi dia tidak mendengarnya karena suara musik yang terlalu keras.Bergegas menghampirinya, Gilang memegang tangan Nora. Nora memegang tangannya juga dan berbalik menghadap Gilang sambil tersenyum manis.Namun, ketika dia melihat wajah marah Gilang, senyumannya menghilang.“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Nora dengan tenang.Gilang berkata, “Seingatku kamu bilang padaku kalau kamu tidak akan merayakan ulang tahunmu, jadi apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa kamu membohongiku?”Nora menjawab dengan nada men
JebakanGilang menatap Nora kembali, wanita yang telah dia berikan segalanya dan dia telah kehilangannya. Saat itu, dia merasa dia tidak akan bisa merasa bahagia lagi.Dia menatap Satya selama beberapa saat yang sedang menyeringai dengan arogan. Bagaimanapun, dia bisa mengendalikan apa pun dalam hidupnya, sementara satu-satunya yang dimiliki oleh Gilang adalah Nora. Namun, ternyata Nora akan meninggalkannya juga.“Nora, apakah itu benar? Kamu sedang bercanda, ‘kan?” tanyanya dengan lembut.Nora menghela nafas. “Benar, Gilang. Kita putus. Ini Satya, pacar baruku,” ujarnya memperkenalkan Satya dan Tia memekik bahagia.Gilang tidak tahu apa yang membuatnya sesenang itu. Jika dia bisa membalas dendam, orang yang akan pertama dia beri pelajaran adalah Tia.Yang lebih menyedihkan adalah Nora tidak pernah mencintainya. Padahal selama ini Gilang mengira mereka memiliki sesuatu yang spesial.Gilang menahan air matanya. Dia tidak mau menangis.“Anak malang, kamu bahkan tidak bisa menyent
Harapan KematianAria memelototinya. “Pertanyaan macam apa itu? Seharusnya aku yang bertanya begitu!”Pintu itu hampir langsung terbuka dan Ian masuk ke dalam sembari tersenyum lebar. “Aku tahu kamu pasti sedang bersama seorang pria. Aku tidak tahu mengapa Kakek tidak mau memercayaiku.”“Apa-apaan!” bentak Aria. “Aku tidak tahu apa-apa. Aku bahkan tidak tahu bagaimana orang bodoh ini bisa masuk ke kamarku!” bantahnya.Ian tersenyum dan mengeluarkan ponselnya untuk memotret foto. Gilang menyaksikan drama itu, tidak bisa memahami apa yang sedang terjadi.Aria bergegas bangun. “Kumohon, jangan begini. Aku benar-benar tidak tahu bagaimana ini bisa terjadi!” Dia memohon dan bergerak mendekatinya.Ian mendengus. “Terlambat, aku sudah mengirimkannya ke Kakek.”“Sialan!” teriak Aria dan dia jatuh ke lantai. Dia tidak bisa menghentikan jantungnya yang berdegup kencang. Dia membayangkan akan sekecewa apa kakeknya padanya.“Hei! Kenapa aku ada di sini?!” teriak Gilang tiba-tiba, akhirnya
Tuan?Dia terhuyung mencoba meraih celananya dari atas ranjang. Dia masih merasa pusing ketika dia berhasil mengenakan celananya.Pria itu membantu menuntunnya menaiki mobil. Gilang hanya perlu memberitahunya alamatnya dan dia bahkan tidak tahu kapan mereka sampai.Ketika dia turun, dia berhenti tiba-tiba karena merasakan ketenangan menyelimuti dirinya. Tiba-tiba, dia sudah tidak lagi merasa sakit seperti sebelumnya. Rasa sakit di hidungnya pun menghilang.Tidak, bukan hanya itu. Tekadnyalah yang membuat darahnya mendidih. Bagaimana jika ada sesuatu pada dirinya yang tidak dia ketahui? Dia tidak mungkin tiba-tiba jatuh dari langit, pasti ada hal yang bisa menjelaskannya.Di saat itulah dia bertekad untuk mengembalikan ingatannya bagaimanapun caranya. Mungkin, ada sesuatu tentangnya yang belum dia ketahui.Perjalanan ke pesta itu memakan waktu yang lebih lama dari yang Gilang kira. Gilang mengenakan setelan jas hitam yang telah susah payah dia beli setelah mendapatkan gaji ketigan
Ingatan MenyakitkanGilang menyipitkan matanya dan bertanya-tanya apakah dia mengenal orang itu, tapi wajahnya tidak familier sama sekali baginya.Matanya terbelalak ketika Alfa berlutut di hadapannya. “Salam, Garuda. Senang bertemu denganmu dan bahkan berbicara denganmu.” Dia tersenyum dan akhirnya berdiri lagi.Gilang masih curiga, tidak bisa memercayainya. Sudah aneh Alfa menyebutnya sebagai Tuan, ditambah seseorang sekaya dia mengenal orang sepertinya.Itu membuatnya merasa bahwa ada sesuatu yang dia lewatkan. Ada hal penting dari masa lalunya yang tampaknya terhubung oleh sesuatu yang sangat penting. Tidak ada yang bisa memberitahunya bagaimana kehidupan masa lalunya sebelum dia ditemukan oleh para pengasuh di panti asuhan. Dia juga tidak mengingat apa pun. Dia masih merasa ingatannya berkabut.“Ke mana saja kamu selama ini?” tanya Alfa sambil tersenyum.“Selama 10 tahun, kami telah mencarimu, akhirnya aku menemukan penerus Garuda! Siapa sangka aku akan menemukanmu, Nak?” Di
Siapa Dia Sebenarnya?Itu adalah cek senilai 1,5 triliun rupiah!Gilang tidak pernah melihat uang sebanyak itu!“Sepertinya kamu harus menerimanya. Sampai kamu bisa kembali ke posisimu sebagai Garuda, mungkin kamu akan membutuhkannya.”Aria memandangi arah Gilang pergi dengan penuh kekhawatiran. Dia bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di dalam dan kenapa Gilang lama sekali berada di dalam sana.Satya tiba-tiba tertawa. “Sepertinya bocah itu sedang diberi pelajaran.”Ian ikut tertawa. “Sayang sekali dia tidak bisa menikmati istrinya sebelum dia mati,” ejek Ian.Jantung Aria tersentak mendengar perkataan mereka. Itu adalah sesuatu yang bisa Alfa lakukan.“Ayolah! Tuan Alfa tidak menyukai orang miskin sepertinya. Dia tidak akan kembali hidup-hidup.” Satya tiba-tiba meraih segelas jus. Dia menyesapnya dan tertawa lagi. “Entah kenapa, cuacanya bagus sekali, ya.”“Ayolah!” Ian berpura-pura serius. “Ini cuaca yang buruk. Seekor anjing akan mati!”Mereka berdua tertawa terbahak-ba
Terbuat dari BesiGilang tidak menjawabnya dan mengambil segelas anggur. Dia menyesapnya pelan-pelan dengan hati yang berat.Dia bahkan tidak memiliki waktu untuk berbincang dengan mereka. Apa yang ada di benaknya hanyalah orang-orang yang telah meninggalkannya.“Sialan!” umpat Satya. “Dasar orang bodoh.”Gilang tiba-tiba berbalik menghadapnya, merasa kesal. Dia bisa saja mematahkan hidungnya lagi di saat itu.Aria menolak berbicara dengan Gilang sampai pesta selesai dan mereka sedang beranjak ke mobil.Aria menghentikan langkahnya dan berbalik menghadap Gilang. “Aku harap kamu tahu bahwa tidak mungkin aku mau pulang ke rumahmu. Aku tidak bisa tinggal di rumah seperti itu,” bentaknya.Gilang menatapnya selama beberapa saat. “Aku suamimu, kenapa tidak bisa?” godanya.Aria mendengus. “Sungguh? Apakah ini karena kakekku menyerahkan aku padamu di atas piring emas? Aku yakin kamu tahu nilaiku.”“Sedari awal, kenapa kamu bisa ada di kasurku?” tanyanya dengan marah.Gilang menghela