Share

Bab 4

Tuan?

Dia terhuyung mencoba meraih celananya dari atas ranjang. Dia masih merasa pusing ketika dia berhasil mengenakan celananya.

Pria itu membantu menuntunnya menaiki mobil. Gilang hanya perlu memberitahunya alamatnya dan dia bahkan tidak tahu kapan mereka sampai.

Ketika dia turun, dia berhenti tiba-tiba karena merasakan ketenangan menyelimuti dirinya. Tiba-tiba, dia sudah tidak lagi merasa sakit seperti sebelumnya. Rasa sakit di hidungnya pun menghilang.

Tidak, bukan hanya itu. Tekadnyalah yang membuat darahnya mendidih. Bagaimana jika ada sesuatu pada dirinya yang tidak dia ketahui? Dia tidak mungkin tiba-tiba jatuh dari langit, pasti ada hal yang bisa menjelaskannya.

Di saat itulah dia bertekad untuk mengembalikan ingatannya bagaimanapun caranya. Mungkin, ada sesuatu tentangnya yang belum dia ketahui.

Perjalanan ke pesta itu memakan waktu yang lebih lama dari yang Gilang kira. Gilang mengenakan setelan jas hitam yang telah susah payah dia beli setelah mendapatkan gaji ketiganya, sepasang sepatu hitam, dan dilengkapi oleh wajah tampannya.

Aria tidak berbicara padanya ketika Gilang tiba di rumahnya. Gilang mengerti kenapa dia jengkel padanya. Gilang adalah orang miskin sementara Aria adalah miliarder.

Bagi Gilang, dia juga tidak menginginkannya dan bahkan tidak mengingat masa lalunya. Rasanya seperti dia seperti hidup dalam tipuan.

Dia telah mengunjungi rumah sakit semalam dan dokternya berkata bahwa dia mengalami patah tulang di beberapa tulang rusuknya, tapi dia akan baik-baik saja.

Gilang memainkan cincin besar di jarinya. Sebenarnya, cincin itu adalah satu-satunya benda yang dia kenakan ketika dia terbangun di panti asuhan beberapa tahun yang lalu. Walaupun dia tidak mengingatnya, cincin itu memberikannya perasaan kepemilikan.

Jadi, dia suka memakainya walaupun cincin itu terlihat agak ketinggalan zaman.

“Bisakah kamu melepas cincin itu? Kuno sekali dan terlihat jelek,” kata Aria dengan lembut.

Gilang menatapnya beberapa saat. “Maaf, tapi aku tidak bisa melepasnya. Ini bagian dari diriku.”

Aria mendengus di waktu yang sama ketika mobil mereka berhenti. Sepertinya mereka telah tiba di aula pesta. Aula Berlian merupakan tempat diadakannya pesta itu dan itu adalah salah satu aula terbaik di kota itu. Para miliarder suka berpesta di sana karena desainnya yang indah.

Sebenarnya, Gilang tidak menyangka dia bisa memasuki gedung seperti itu seumur hidupnya.

Ketika mereka melangkah masuk, orang yang pertama kali Gilang lihat adalah Satya. Dia sedang berjalan menghampiri mereka dengan seorang wanita yang sedang melingkarkan tangannya padanya. Sepertinya, Satya telah melihat mereka duluan.

“Apa yang kamu lakukan di sini?” tanya Satya terdengar terkejut.

Aria mengeluh. “Dia adalah suamiku.”

“Suami?” Satya tiba-tiba merasa takut karena dia tahu dia tidak ada bandingannya dengan Keluarga Kamala, tapi kalau Gilang sudah memiliki istri dari Keluarga Kamala, kenapa dia ingin bersama dengan Nora?

“Oh, apa kabar sepupuku tersayang dan suami tunawismanya?” tanya Ian tiba-tiba, menghampiri mereka.

Satya kebingungan, tapi Ian segera menjelaskannya, “Dia hanyalah menantu dari Keluarga Kamala, orang terendah di rumah kami, lebih rendah dari para pelayan!”

“Aku punya rumah!” kata Gilang, sudah mendidih.

Mendengar perkataan Ian, Satya tiba-tiba tertawa terbahak-bahak. “Kalau begitu, aku akan memasukkan suamimu yang tidak berguna itu ke dalam penjara. Dia seharusnya diberi pelajaran.”

Aria melangkah maju. “Kamu tidak boleh berbicara padanya seperti itu. Dia datang ke sini sebagai tamu dan sama pentingnya sepertimu.”

Satya tertawa lebih keras. “Kamu seharusnya malu karena menikah dengannya. Dia bukan apa-apa melainkan pecundang, dan dia tidak sepenting diriku karena dia tidak memiliki apa-apa! Satu pun tidak ada yang dia miliki!” ujarnya dengan tampang sombong.

“Satya, apa yang sedang terjadi di sini?” Sebuah suara yang sangat rendah terdengar dan semua orang langsung menatapnya. Dia sedang mengenakan setelan jas Brioni Vanquish II yang bernilai seharga 645 juta rupiah.

Ternyata, dia kaya raya.

“Jangan mengindahkannya, Tuan Alfa,” ujar Satya dengan cepat. “Orang ini adalah seorang kriminal dan pecundang. Dia seharusnya diusir dari pesta ini,” katanya.

Aria menghela nafas dan mengalihkan pandangannya karena malu, sementara Ian tersenyum puas kepada Satya.

Alfa mengangguk padanya dan menatap Gilang, terutama setelan jas usangnya. “Aku tidak ingat pernah mengundangmu. Siapa kamu?”

Aria mencoba menjelaskan, “Tuan, dia adalah…suamiku, dia tidak bermaksud untuk membuat kekacauan di pestamu, aku akan membiarkannya pergi sekarang.”

Alfa menatap Aria. “Putri kecil dari Keluarga Kamala? Oke, biarkan saja dia pergi, aku tidak akan memberikan hukuman tambahan padanya.”

“Baiklah, aku akan pergi.” Gilang dengan enggan mengangkat tangannya.

Pada saat itu, Alfa tiba-tiba menyadari cincin pada tangan Gilang. Wajahnya tampak terkejut ketika dia melihat ukiran di cincin itu, walaupun dia tidak bisa melihatnya dengan jelas.

“Apa yang kalian tunggu? Bawa orang tidak berguna ini keluar aula sekarang!” teriak Satya ketika para pengawal Alfa tidak melakukan apa-apa.

Alfa mengangkat tangannya untuk menghentikan mereka dan menatap Gilang. “Bisakah aku berbicara denganmu sebentar?”

Gilang berhenti. “Apakah kamu sedang berbicara padaku?”

“Iya, jangan pergi, kemari,” ujar Alfa. Dia melambaikan tangannya dan para pengawalnya pun mengerubungi Gilang.

Aria ketakutan, Alfa adalah pria paling kaya dan berkuasa di kota itu. Bahkan, Keluarga Kamala tidak bisa tidak mematuhi perintahnya, apa lagi menyelamatkan seorang menantu darinya. Walaupun Aria membenci Gilang, dia tidak ingin dia dibunuh.

“Jangan khawatir, aku tidak akan melukainya.” Alfa melihat wajah khawatir Aria dan mencoba menenangkannya, hal yang jarang dia lakukan.

Gilang merasa langkahnya berat ketika mengikutinya dan dia tidak bisa berhenti merasa bahwa dia tidak cocok berada di tempat seperti ini. Dia memasuki sebuah ruangan dan pintu di belakangnya tertutup. Dia melihat ke belakang, rasa takut menggerogoti dirinya.

“Jangan takut,” ujar Alfa tiba-tiba. “Aku hanya perlu memeriksa sesuatu.”

Gilang menatapnya sambil mengangkat alisnya. “Apa itu?”

Alfa memandangi cincinnya. “Bolehkah aku melihatnya?”

Gilang menggertakkan giginya marah. “Aku tidak akan memberikan cincin ini padamu! Ini punyaku dan aku tidak peduli kalau sudah ketinggalan zaman, tapi ini milikku!”

“Apa?” Alis Alfa mengerut. “Tidak, maksudku aku tidak ingin merebutnya darimu. Aku hanya ingin memeriksa sesuatu, kumohon.”

Gilang ragu-ragu sesaat dan pelan-pelan melepaskan cincinnya.

Alfa mengambilnya dan memperhatikan ukirannya. Kata itu terlihat dengan sangat jelas. Ada tulisan ‘Garuda’ padanya. Jantung Alfa berhenti berdetak sesaat seraya dia menatap Gilang, badannya sedikit bergidik.

Pria tua itu sangat bersemangat, dia bergumam, “Garuda, Garuda…”

Gilang tidak tahu apa yang sedang terjadi, tapi dia tidak berani bergerak. Tiba-tiba, Alfa berlutut di hadapannya dan pria itu menangis.

“Akhirnya kami menemukanmu, Tuan!”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status