Share

Bab 6

Siapa Dia Sebenarnya?

Itu adalah cek senilai 1,5 triliun rupiah!

Gilang tidak pernah melihat uang sebanyak itu!

“Sepertinya kamu harus menerimanya. Sampai kamu bisa kembali ke posisimu sebagai Garuda, mungkin kamu akan membutuhkannya.”

Aria memandangi arah Gilang pergi dengan penuh kekhawatiran. Dia bertanya-tanya apa yang sedang terjadi di dalam dan kenapa Gilang lama sekali berada di dalam sana.

Satya tiba-tiba tertawa. “Sepertinya bocah itu sedang diberi pelajaran.”

Ian ikut tertawa. “Sayang sekali dia tidak bisa menikmati istrinya sebelum dia mati,” ejek Ian.

Jantung Aria tersentak mendengar perkataan mereka. Itu adalah sesuatu yang bisa Alfa lakukan.

“Ayolah! Tuan Alfa tidak menyukai orang miskin sepertinya. Dia tidak akan kembali hidup-hidup.” Satya tiba-tiba meraih segelas jus. Dia menyesapnya dan tertawa lagi. “Entah kenapa, cuacanya bagus sekali, ya.”

“Ayolah!” Ian berpura-pura serius. “Ini cuaca yang buruk. Seekor anjing akan mati!”

Mereka berdua tertawa terbahak-bahak sementara kaki Aria terasa dingin karena ketakutan. Badannya bergidik memikirkan bahwa dia akan menjadi janda hanya dalam satu hari setelah dia mengumumkan pernikahannya.

“Jangan sebut suamiku anjing!” balas Aria. Dia sudah tidak bisa tinggal diam.

Ian menatapnya. “Kalau begitu, dia apa? Aku jamin anjing saja masih lebih baik daripada dia. Alfa juga mengetahui itu.”

“Iya,” timpal Satya. “Semua orang tahu Alfa tidak menyukai omong kosong! Lagi pula, Gilang adalah seorang kriminal dan pantas untuk mati.” Dia tersenyum kecil, merasa bangga pada dirinya sendiri.

Pintu itu tiba-tiba terbuka dan semua orang langsung memperhatikannya.

Hebatnya, Gilang keluar dari sana bersama Alfa, tidak terluka sedikit pun.

Keterkejutan membuat Satya dan Ian kehabisan kata-kata dan diam terpaku seraya mereka menyaksikan Alfa dan Gilang menghampiri mereka.

Mata Satya terbelalak. “Apa-apaan?” gumamnya seraya cengkeramannya pada gelas semakin kuat. “Kenapa Tuan Alfa tidak membunuhnya? Bahkan, kelihatannya dia tidak tersentuh sama sekali.”

Ian mengernyit curiga. “Aku sama terkejutnya sepertimu. Kenapa mereka lama sekali berada di sana dan hidungnya bahkan tidak patah?” komplainnya.

“Ini,” ujar Alfa ketika mereka sudah mendekat sambil tersenyum lebar. Semua orang pun bisa merasakan bahwa dia sedang bahagia. Satu-satunya yang mereka tidak bisa mengerti adalah apa yang membuatnya sebahagia itu. “Ini adalah Gilang, anak dari salah satu temanku.”

“Yang benar saja?” Satya hampir berteriak, tapi dengan cepat langsung merendahkan suaranya. Dia tahu siapa Alfa dan tidak akan pernah berani membuatnya tersinggung. Dia menatap Ian, “Bagaimana bisa rakyat jelata sepertinya menjadi anak dari seseorang yang Alfa kenal?”

Aria juga terkejut oleh pernyataan itu dan entah kenapa merasa lega bahwa suaminya bukan benar-benar orang miskin. Namun, masih mengejutkan bahwa Gilang tinggal di tempat yang seperti tempat tinggalnya itu sekarang.

Dia lalu menyimpulkan bahwa mungkin dia jatuh bangkrut. Jika kasusnya seperti itu, berarti ayahnya Gilang tidak sekaya keluarga Ganendra, dan tentunya tidak sekaya Alfa.

“Begitulah,” lanjut Alfa. “Silakan menikmati pestanya,” ujarnya dengan bahagia dan beranjak pergi dari sana.

“Apa yang baru saja terjadi? Tuan Alfa tidak mengusirnya lagi! Apakah dia lupa bahwa aku telah memberitahunya kalau Gilang adalah seorang kriminal? Dia mematahkan hidungku!” katanya dengan penuh amarah, kemudian menatap Ian. “Apa yang akan terjadi pada kita sekarang?” komplainnya takut-takut.

“Hei, ayolah!” Ian menyenggol bahu Satya. “Gilang tidak seakrab itu dengan Alfa. Tidak mungkin mereka akrab. Siapa tahu, mungkin dia hanya anak adopsi.”

Satya menangguk dan rasa terkejut akhirnya hilang dari wajahnya. Dia bisa meminum anggurnya dengan tenang sekarang. Dia memperhatikan Alfa yang menghilang di antara kerumunan.

“Apakah menurutmu ada sesuatu yang salah?” tanya Ian lagi tiba-tiba. “Alfa beranjak pergi darinya. Artinya, dia tidak tertarik padanya.”

Satya mengangkat alisnya dan menatap Gilang dan setelan jas yang sedang dia kenakan. Itu adalah salah satu setelan jas terburuk di pesta ini.

“Bagaimana bisa mereka punya koneksi? Bagaimana bisa orang bodoh itu kenal dengan Alfa?” Satya masih curiga.

Ian mengangkat bahunya. “Seperti yang kubilang sebelumnya, menurutku mereka tidak seakrab itu. Kalau iya, apakah menurutmu Alfa akan mengusir kita?” Dia mencoba memastikan.

Satya menelan seluruh isi gelas yang sedang dia genggam. “Iya, kamu benar.”

“Lalu, sepertinya Alfa tidak menyukainya sedikit pun. Mungkin, dia membencinya sedari awal. Jika dia benar-benar menyukai Gilang, dia tidak akan meninggalkannya seperti itu. Dia pasti akan mencoba menjadi akrab dengannya.”

Satya akhirnya mengangguk. “Benar juga. Ini adalah bukti bahwa Alfa tidak begitu menyukai Gilang.”

Gilang mengingat semuanya sekarang. Bahkan, banyak bayangan dirinya sendiri terbesit dalam benaknya. Dia mengingat banyaknya yang dia ketahui tentang bertarung. Namun, situasinya sekarang membuatnya harus tetap bersembunyi.

Akan tetapi, dia tidak bisa memikirkan tentang kematian ayahnya dan John. Gilang sangat merindukan mereka. Dia bertanya-tanya bagaimana dia bisa selamat. Dia terkena tembakan tiga kali, tapi dia masih selamat? Rasanya seperti keajaiban.

Melihat bahwa dia baik-baik saja, Aria bersikap dingin lagi. Dia mencoba bersikap seperti dia tidak memedulikannya dan mengerutkan alisnya.

“Kukira kamu tidak akan keluar dari sana,” kata Aria dengan ketus.

Gilang tersenyum. “Kamu mengkhawatirkan aku?”

Aria mengambil segelas air. “Tidak sedikit pun! Kamu harus tetap berhati-hati jika kamu masih ingin hidup,” gumamnya.

Satya dan Ian kembali mendekat. “Sepertinya sang menantu tidak diperlakukan seperti yang diharapkan,” ejek Satya.

“Aku jamin dia tidak disayangi!” Ian tertawa.

Satya tertawa dan memandangnya. “Apa yang kalian bahas di dalam sana?” tanyanya dengan cemas.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status