Share

Bab 9

Tamparan Wajah?

Gilang merasa jengkel, tapi dia memutuskan untuk tidak mengatakan apa pun. Satya selalu memutarbalikkan perkataannya.

Tiba-tiba, sebuah Bugatti Centodieci berhenti di parkiran. Gilang dan yang lainnya mengamatinya ketika Alfa turun dari mobil. Akan tetapi, dia ditemani oleh orang lain.

Mata Gilang terbelalak. Dia sudah banyak mendengar tentang Gesang. Dia tidak menyangka orang yang dia akan temui adalah Gesang.

Tidak, pertanyaan sebenarnya adalah kenapa Gesang ingin menemuinya? Apakah itu sebuah masalah?

Gesang adalah pria tinggi dan kokoh seperti Gilang. Dia hanya sedikit lebih tinggi dengan wajah yang bisa dideskripsikan sebagai tampan.

Dia mengenakan setelan Dormeuil Vanquish II seharga 1,429 miliar rupiah. Segalanya tentangnya memberikan kesan orang kaya. Gilang pernah mendengar tentangnya, tapi itu adalah kali pertamanya dia bertemu dengannya.

“Apa yang terjadi di sini?” tanya Alfa ketika mereka sudah berada cukup dekat. Gesang masih terdiam di samping mobil dan sepertinya sedang menelepon seseorang.

“Maafkan saya, Tuan, tapi satu-satunya masalah di sini adalah pria ini. Saya menolaknya masuk karena dia adalah seorang pencuri.”

“Apa?!” teriak Alfa marah dan menampar wajah pelayan itu. “Beraninya kamu menyebutnya pencuri? Ditambah, kenapa kamu menolaknya masuk? Apakah ini restoran milikmu atau milikku?” teriaknya. “Intinya, aku mengundangnya kemari dan karena kamu memperlakukannya seperti itu, kamu dipecat!”

“Ya ampun!” Pelayan itu langsung berlutut. “Kumohon, jangan pecat saya!” pintanya.

Gilang menatap Satya dan Nora. Ada ekspresi terkejut di wajah mereka seraya mereka buru-buru masuk ke dalam restoran.

Gilang tersenyum, merasa senang.

“Kumohon, maafkan saya! Tolong! Maafkan saya yang telah meremehkan Anda!” teriak pelayan itu putus asa, tatapannya terpaku pada Gilang seraya dia dibawa pergi.

Gilang mengamatinya selama beberapa saat sampai dia tidak terlihat lagi.

“Silakan masuk,” ajak Alfa dan berjalan terlebih dahulu sementara Gilang mengikutinya dari dekat. Dia menyadari bahwa Gesang juga berjalan di belakangnya, tapi dia berhati-hati untuk mempertahankan kecepatan berjalannya.

Itu adalah karakteristik nomor satu dari perasaan bangga.

Mereka berbelok ke kiri dan memasuki ruangan di sebelah kiri. Sebelum mereka melangkah masuk, seorang pelayan bergegas mendekati mereka.

“Selamat datang, Bos, ada yang bisa saya bantu?” tanyanya dengan penuh hormat. Matanya tertuju pada Gilang, kemudian kembali pada Alfa.

Alfa mengangguk. “Iya, anggur saja sudah cukup. Bisakah kamu berikan daftar anggur yang ada? Maksudku yang terbaik.”

Pelayan itu tersenyum. “Saya sudah mengingatnya. Jadi, kami memiliki Tequila Ley seharga 52,5 miliar rupiah, Billionaire Vodka seharga 55,5 miliar rupiah, Isabella Islay Whisky seharga 93 miliar rupiah, dan Armand de Brignac Midas seharga 3,975 miliar rupiah,” jawabnya sambil tersenyum lebar, bangga pada dirinya sendiri.

Gilang berseru pelan. Anggur yang menghabiskan banyak uang. Siapa sangka dia bisa meminum anggur seperti itu?

Alfa berpikir sesaat. “Aku membawa tamu spesial hari ini. Jadi, sepertinya aku akan memilih yang paling mahal, Isabella Islay Whisky. Aku mau tiga di ruangan naratama sekarang.”

“Baik, Bos.” Dia membungkuk singkat dan berbalik dengan cepat.

“Kenapa pelayanmu harus menyebutkan harga anggurnya sebelum kamu memilih apa yang kamu mau?” kata Gesang tiba-tiba, dengan nada menggoda, tapi suaranya begitu dalam dengan aura yang aneh.

“Karena aku tidak begitu memedulikan rasa anggur, tapi aku menyesuaikan harinya. Harga anggurnya menentukan hari apa yang cocok untuk meminumnya.”

Gesang terkekeh. “Dasar aneh.”

Alfa beranjak ke pintu pertama dan membuka kuncinya. Dia berhenti untuk menghadap Gilang. “Di sini rahasiamu aman, kamu tidak perlu mengkhawatirkan seseorang akan mengungkap identitasmu.”

Gilang mengangguk dan mengikutinya masuk ke dalam ruangan yang indah itu. Itu adalah ruangan yang besar dengan meja bundar kecil dan enam kursi nyaman mengelilinginya. Ada dua buket bunga di setiap sisi ruangan, dekat dengan meja itu.

Ada lampu gantung besar yang menggantung di atas meja dan terlihat seperti akan tiba-tiba jatuh.

Mereka semua beranjak untuk duduk. Gilang menggunakan kesempatan ini untuk mengamati Gesang dengan baik-baik. Tulang pipi yang indah, alis rapi yang bergerak secara berkala, dan bibir yang bermain dengan cepat.

Caranya dia duduk, Gilang menyadari bahwa itu menunjukkan kekuasaannya. Dia memancarkan kekuasaan dan dia bukan merupakan orang yang mudah disuruh-suruh. Gilang mungkin akan bermasalah mengenai hal itu. Namun, itu bukan masalah yang tidak bisa diatasi malam itu.

“Jadi,” Alfa sedikit berbalik ke arah Gesang. “Aku menemukan cucu Garuda, tapi dia sedang menyamar, sehingga aku harus memanggilnya ke sini.”

Ada ketukan pelan pada pintu. Setelah itu, pintunya terbuka dan dua pelayan masuk ke dalam. Yang satu membawa dua botol anggur, sementara yang satu lagi membawa satu botol anggur dan tiga gelas kaca.

“Ada lagi yang Anda perlukan, Bos?” Pria itu menyingkir seraya Gesang menuangkan anggur ke gelas untuk dirinya sendiri.

“Tidak, aku akan panggil lagi jika butuh,” ujar Alfa dan kedua pelayan itu pergi dari ruangan.

“Jadi, dia adalah Garuda?” Gesang mendekatkan gelas ke mulutnya dan mengamati Gilang melalui gelas transparan itu.

“Iya. Aku ingin dia bertemu dengan para tetua. Sepertinya dia harus melakukan itu sebelum dia bisa datang ke kelompok untuk berbicara dengan anggota yang lain.”

“Ada yang membuatku kagum.” Gesang mendengus tiba-tiba dan menatap ke botol anggur di atas meja. “Kenapa kamu yang terus berbicara untuknya? Apakah Garuda ini bodoh?”

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status