Share

Penyamaran Bos Miliarder
Penyamaran Bos Miliarder
Author: Cokelat Deby

Bab 1

Pahitnya Kehidupan

Suara musik yang menggelegar dari rumah itu adalah satu-satunya bukti yang perlu diketahui oleh Gilang bahwa pacarnya, Nora, benar-benar sedang merayakan ulang tahunnya.

Namun, dia bilang dia tidak akan merayakannya. Gilang tidak mengerti kenapa dia harus berbohong padanya. Mereka sudah berpacaran selama enam bulan sekarang.

Gilang membuka pintu dan Nora dan beberapa temannya sedang menari bersama.

Gilang merasa marah, dia memanggil nama Nora berkali-kali, tapi dia tidak mendengarnya karena suara musik yang terlalu keras.

Bergegas menghampirinya, Gilang memegang tangan Nora. Nora memegang tangannya juga dan berbalik menghadap Gilang sambil tersenyum manis.

Namun, ketika dia melihat wajah marah Gilang, senyumannya menghilang.

“Kenapa kamu ada di sini?” tanya Nora dengan tenang.

Gilang berkata, “Seingatku kamu bilang padaku kalau kamu tidak akan merayakan ulang tahunmu, jadi apa yang sedang kamu lakukan? Kenapa kamu membohongiku?”

Nora menjawab dengan nada mengejek. “Aku punya banyak teman. Mereka yang memutuskan untuk merayakan ulang tahunku. Itu bukan masalah besar, lagi pula kamu juga tidak punya uang untuk merayakannya untukku, ‘kan?”

Gilang terdiam. Dia telah menabung selama empat bulan untuk membelikannya hadiah yang akan dia sukai. Bekerja sebagai kurir merupakan pekerjaan paling melelahkan dan terkadang Gilang harus kelaparan terutama ketika dia ingin menyenangkan pacarnya.

Musiknya berhenti dan Gilang melihat-lihat apartemen itu. Apartemen itu merupakan hal pertama yang Gilang beli dengan gajinya. Namun, dia hampir tidak mengenali ruangan itu lagi. Temboknya telah dicat dengan warna krem. Ada juga sistem suara besar dan sebuah televisi besar. Kursinya juga telah diubah yang mengejutkan Gilang karena dia tidak ingat pernah membeli furnitur baru.

Semua teman-teman Nora melihat Gilang masuk ke dalam, tapi mereka sama sekali tidak memedulikannya. Mereka tahu Gilang hanyalah seorang kurir dan dia bahkan tidak memiliki uang untuk merayakan ulang tahun pacarnya.

“Lihatlah anak malang itu! Siapa yang mengundangnya ke sini?” Sebuah suara feminin mendesis tiba-tiba dan Gilang berbalik menghadap pengeras suara yang ada di sana.

“Kurir itu adalah pacarmu?” Wanita dengan riasan wajah yang tebal menatap Gilang, “Aku rasa dia tidak pantas mendapatkan wanita cantik sepertimu.”

Nora merasa canggung, tapi nyatanya dia benar-benar setuju dengan pendapat wanita itu. Dia adalah mahasiswi Universitas Hansa sekarang dan Gilang hanyalah seorang kurir.

Namun, Gilang-lah yang membayarkan semua biaya kuliah Nora dan dia baru saja bertemu dengannya setelah dia sendiri kesulitan kuliah.

Banyak hal yang yang ingin Gilang tanyakan, seperti kenapa dia tidak mau merayakan ulang tahunnya dengannya. Itu ulang tahun Nora dan Gilang adalah pacarnya.

Akan tetapi, Gilang membiarkannya. Dia selalu menerima cemoohan seperti itu sedari dulu, terutama ketika dia pertama kali memasuki Universitas Hansa untuk mengunjungi pacarnya. Walaupun begitu, Gilang cukup familier dengan Universitas Hansa. Namun, dia selalu dicemooh bahkan ketika dia masih merupakan mahasiswa Universitas Hansa.

Dia menyadari sesuatu dengan cepat. Bagaimana orang kaya selalu menginjak orang miskin, apa yang terjadi jika dia tidak kaya, atau ketika keluargamu jatuh bangkrut.

Itu adalah hal yang sudah biasa Gilang alami sejak dia terbangun di panti asuhan.

“Astaga! Satya datang!” Tia memekik gembira dan Gilang berbalik.

Mendengar nama Satya, Nora bergegas ke arah pintu. Gilang terkejut, kenapa dia bersemangat sekali akan kedatangan Satya?

Gilang memandangi pintu. Seorang pria tampan melangkah masuk. Dia mengenakan setelan jas Armani yang mewah sambil tersenyum. Setiap perempuan di ruangan itu memperhatikannya.

Satya masuk ke dalam, melihat Nora, dan memegang tangannya dengan luwes. Nora sedikit gugup karena Gilang masih ada di sana, tapi dia tidak menolak perlakuan Satya itu.

Tunggu sebentar! Siapa Satya itu baginya?

Nora mulai bekerja di Korporasi KK dan itu adalah perusahaan milik Satya. Nora bekerja di sana untuk menabung demi kuliah.

Gilang bertanya-tanya kenapa mereka bisa mengenal satu sama lain sampai mereka berpegangan tangan seperti itu.

Gilang tetap mendekati mereka dengan sebuah kotak di tangannya.

“Nora, selamat ulang tahun,” ucapnya sambil tersenyum, tidak mengindahkan tatapan dan gumaman orang-orang.

Nora menjadi kaku selama beberapa saat sebelum dia dan Satya menatapnya.

Ada tatapan jijik pada wajah Satya ketika dia menatap Gilang. “Kamu bilang kamu sudah putus dengan pria ini dan jelas-jelas aku sudah bilang padamu bahwa aku tidak ingin melihatnya di pesta ini,” komplain Satya. Dia terlihat lebih tua.

Gilang kira dia awalnya salah dengar. Dia menatap Nora, mengabaikan perkataan Satya. Mungkin saja itu hanya candaan.

Gilang menyodorkan kotak itu. “Aku ada hadiah untukmu.”

Nora menatap kotak itu sesaat, mengambilnya, dan langsung membuangnya. “Kamu buta atau tuli? Atau keduanya? Tidak bisakah kamu mendengar perkataannya?”

Gilang terdiam selama beberapa saat. Dia masih tidak menyangka seseorang memerintah pacarnya di rumah yang dia belikan untuknya. Hidup ini penuh candaan.

“Ya ampun, Nora, kenapa kamu membuang hadiahnya? Dia mungkin sudah menabung semua gajinya yang dia dapatkan selama dua bulan untuk membelinya,” ejek Tia.

“Sungguh?” Satya tertawa, “Bagaimana kamu bisa tinggal bersama orang miskin sepertinya? Orang ini tidak akan bisa menjagamu.”

“Aku tahu,” kata Nora, “Aku hanya kasihan padanya, makanya aku mempertahankan hubungan ini, tapi aku sudah muak. Aku butuh seseorang yang bisa merawatku.

Tia terkekeh, “Dia hanya jago di ranjang. Lagi pula, dia besar, ‘kan?” ujarnya sambil menatap Gilang.

Nora sedikit merona dan langsung mengalihkan pandangannya.

Gilang tidak bisa berkata apa-apa, dia bahkan tidak tahu apa yang seharusnya dia katakan. Dia tidak menyangka akan dipermalukan seperti itu.

Walaupun begitu, dia bisa menghidupi dirinya sendiri tanpa keluarga. Menurut para pengasuh di panti asuhannya, dia ditemukan terluka dan tidak ada tanda-tanda orang tuanya. Kehidupannya pun sudah dipenuhi kesulitan. Dia selalu dihina setiap saat. Satu-satunya harapannya adalah Nora. Hanya ketika bersama Nora dia akhirnya menemukan kedamaian, tapi dia tidak menyadari bahwa Nora tetap bersama dengannya hanya karena kasihan.

“Baiklah, aku akan membantunya kalau begitu,” kata Satya tiba-tiba dan Gilang menatapnya.

Sebenarnya, Gilang kurang lebih tiga sentimeter lebih tinggi daripada Satya.

“Kalau kamu menjilat sepatuku, aku akan mempekerjakanmu sebagai satpam di perusahaanku. Kamu bisa mendapatkan gaji 15 juta rupiah. Pernahkah kamu mendapatkan uang sebanyak itu, pecundang?” Dia menyombong.

“Ayolah, terima saja tawarannya, mungkin dalam 10 tahun mendatang gajimu akan naik menjadi 18 juta rupiah!” desak Tia dengan senyuman jahil.

Related chapters

Latest chapter

DMCA.com Protection Status