Tidak Dapat DipercayaMata Aria menunjukkan betapa marahnya dia. Bahkan, kelihatannya dia sudah murka, matanya berubah merah.Dia meraih ponselnya dan berbalik untuk meninggalkan ruang tengah.Gilang mengikutinya. “Aku bisa membantumu dengan masalah yang sedang kamu hadapi,” ujarnya, tapi dia langsung menyesalinya.Aria berbalik untuk menatapnya lagi, matanya dipenuhi kebencian. “Berhenti mengatakan omong kosong, Gilang. Tidak ada sama sekali yang bisa kamu lakukan.”“Namun, aku sudah punya pekerjaan sekarang. Aku adalah manajer di perusahaan Alfa,” ucapnya.“Oh,” Aria menyeringai. “Apakah kamu pikir posisimu itu permanen? Alfa mungkin memperlakukanmu dengan baik hari ini, tapi dia bisa saja muak padamu besok. Dia bisa saja membuangmu seperti seonggok sampah! Apakah kamu paham?” jelasnya.Gilang menatapnya selama beberapa saat. “Dia tidak bisa membuangku,” katanya.Aria menghela nafas. “Bagaimana bisa aku berakhir bersamamu, Gilang? Bagaimana kamu bisa masuk ke dalam kamarku? B
Sertifikat PernikahanEmma cepat tersadar dari lamunannya dan memberi tahu Gilang bahwa tidak ada yang bisa dia lakukan untuk Aria, terutama karena haknya sebagai pewaris properti kakeknya telah diambil darinya.Ben masih terkejut dan walaupun dia sedikit memercayai Gilang, dia berharap Gilang benar-benar bisa membantunya.“Ayo,” Gilang berbalik ke arah Aria dan menyadari sebulir air mata di pipi Aria.Aria terdiam selama beberapa saat seperti sedang memikirkan sesuatu. Lalu, dia pelan-pelan menoleh padanya, tatapannya sangat dingin. “Pergi ke mana? Kamu pasti sudah gila!” bentaknya, meraih tasnya, dan melangkah pergi dari ruangan itu dengan marah.Gilang bergegas menyusulnya. “Hei, Aria!” panggilnya, lalu berhenti ketika Aria berhenti di depan mobil Gilang dan mengamatinya dengan lekat-lekat.“Ini mobilmu?” tanyanya kebingungan.Gilang tersenyum dan berjalan mendekatinya. “Iya, ini punyaku. Mau aku antar?”Aria mendengus. “Dengan barang ini? Yang terlihat seperti diambil dari
ReuniGilang memutuskan untuk tetap tenang sebisa mungkin. Itu pasti akan menjadi malam yang panjang dan dia tidak ingin membuat Aria makin sedih malam itu.“Yah, aku tidak bekerja di perusahaannya Aria. Bisakah kita masuk ke dalam? Apakah reuninya hanya seperti ini?” tanyanya dengan lembut.Pamungkas berdeham dan menyenggol tangan Cindy. “Ayo masuk. Kevin sudah tiba. Kita sedang menunggunya.” Dia menoleh ke belakang Gilang. “Hai, Kevin!”Gilang berbalik untuk melihat Kevin. Kevin adalah mahasiswa yang memiliki ketenaran dan ketampanan ketika mereka masih kuliah.“Halo, teman-teman!” sapa Kevin sambil tersenyum, lalu dia menatap Gilang. “Aku tidak tahu kamu akan hadir.”Dulu, Gilang pernah meminta tolong padanya ketika dia masih kuliah, tapi Kevin malah mempermalukannya di depan teman-temannya dan Gilang menjadi pembicaraan orang-orang seperti biasa.Gilang mengangguk. “Senang bertemu denganmu.”“Yah!” Pamungkas menepukkan tangannya. “Ayo masuk. Yang lainnya sudah masuk.”Mere
Garuda DibutuhkanGilang merasakan amarah mengambil alih dirinya seraya dia keluar dari lajur awalnya ke arah Aria.Tangan pria itu berada di pinggangnya ketika dia mendekat.“Hei! Apa yang kamu lakukan?” teriak Gilang pada pria itu. Ketika dia melakukannya, tiga orang muncul dari kursi-kursi di belakangnya dan berdiri dengan kokoh di belakangnya.“Ada masalah, Nak?”Gilang merasa jengkel. “Aku bukan anak-anak. Wanita yang sedang kamu pegang adalah istriku dan aku peringatkan kamu untuk melepaskannya sekarang juga atau kamu akan menghadapi konsekuensinya!” serunya.Pria yang menyentuh Aria terkekeh-kekeh dan orang-orang itu menghampiri Gilang dan menarik bahunya ke arah pintu.Gilang tahu mereka membawanya keluar untuk menghabisinya. Dia juga setuju karena dia tidak ingin berkelahi di dalam bar. Dia lebih memilih untuk menghabisi mereka di luar.Mereka bergerak begitu cepat seolah-olah tidak bisa menunggu lebih lama. Mereka melemparnya ke lantai tepat ketika mereka sudah keluar
Perkenalan Menantu Lainnya“Tidak bisa bayar? Terlalu banyak?” omel Cindy. “Aku yakin kamu tidak punya lebih dari 7,5 juta rupiah di rekeningmu,” ejeknya lagi.“Aku yakin begitu. Aku jamin dia sedang menyesali keputusannya sekarang,” kata Caca dari belakangnya.Gilang membalikkan badannya untuk menatap Caca sesaat dan melihat bahwa Kevin juga datang dan sedang berbicara dengan Pamungkas. Dia menoleh pada Cindy lagi dan mendapati senyuman licik dari bibirnya.Cindy pasti dengan sengaja memanggil mereka semua supaya mereka bisa menyaksikannya dipermalukan dan dia yakin mereka memesan makanan yang tidak bisa mereka makan. Perilaku seperti ini sering dilakukan oleh Cindy.“Hai, tidak mau bayar?” kata Pamungkas lagi.“Aku bisa membayarnya kalau kamu mau. Aku tidak pelit,” ejek Kevin. Dia tidak pelit, tapi dia menolak membantu Gilang ketika dia membutuhkannya. Orang-orang ini hanya menaruh garam pada lukanya.“Ini,” Gilang menyodorkan kartunya.Cindy mengambilnya dan menatap kartu hi
AncamanDengan marah, Gilang melangkah memasuki kamar Aria. Dia sedang tertidur ketika dia masuk ke dalam. Dia berhenti melangkah untuk memandangi dirinya terutama karena dia sedang mengenakan baju tidur transparan. Dia terlihat sangat cantik dan sempurna dari segala sisi.Dia meletakkan tasnya di pojok ruangan karena dia tidak ingin mengacak-acak barang Aria ketika dia sedang tidur, tahu betul jika dia terbangun dia akan membuat keributan.Dia masuk ke dalam selimut di sampingnya. Dia menggumamkan sesuatu yang tidak bisa dia dengar dan berbalik memunggunginya.Gilang menutup matanya seraya kejadian-kejadian hari itu terulang kembali di benaknya.Dia mendengar sebuah teriakan dan Gilang merasakan sesuatu yang keras mendorongnya dari kasur sampai badannya terjatuh dengan sakit ke lantai. Dia tahu penyebab keributan itu bahkan sebelum dia membalikkan badannya.“Apa yang kamu lakukan? Kenapa kamu ada di kasurku?” teriaknya.Gilang mengerang dan mengusap-usap belakang kepalanya. Sel
Memberi Sekretaris Sebuah Pelajaran“Terima kasih!” ucap Gilang pada penelepon itu dan mematikan teleponnya.Dia mulai lelah menerima telepon. Dia bangkit untuk makan siang. Sudah waktunya makan siang, tapi dia terus menerima telepon dari pelanggan.Satu-satunya alasan kenapa dia memikirkan ulang keputusannya untuk menyuruh Alfa untuk memindahkannya ke departemen lain adalah karena Alfa memberikannya ruangan kerja, jadi dia mendapatkan privasi.Dia memasuki kantin dan memesan burger dan kopi. Dia beranjak duduk untuk makan, lalu mengingat bahwa dia meninggalkan ponselnya di ruangannya.Dia belum melihat Jihan lagi sejak pagi itu dan bertanya-tanya apa yang sedang dia lakukan. Namun, dia tahu pasti Alfa akan menanganinya dengan baik.Dalam hitungan menit, dia telah selesai makan dan memutuskan untuk bergegas kembali ke ruangannya. Ketika dia memasuki lobi, dia melihat Cindy.Dia baru saja keluar dari ruangan manajer. Dia berhenti untuk menatap Gilang, terkejut. Gilang juga meliha
KehormatanGilang tersenyum dengan lembut. “Aku memerlukan beberapa setelan jas. Aku mau yang berkualitas tinggi.”Pramuniaga itu tersenyum dengan menawan. “Kami memiliki setelan jas berkualitas tinggi di sini. Berapa banyak anggaran Anda supaya bisa saya pilihkan untuk Anda?” tanyanya dengan sopan.“Pilihkan yang mana saja. Pastikan kamu memilih yang kualitasnya tinggi dan terbuat dari bahan yang mahal.”Mata pramuniaga itu berbinar-binar semangat. “Berapa banyak yang harus saya pilih?”Gilang memikirkannya. “Berapa banyak setelan jas yang aku perlukan supaya kamu mendapatkan komisi yang besar dari bosmu? Maksudku, komisi yang besar seperti 15 miliar rupiah.”Pramuniaga itu terkejut selama beberapa saat. “Untuk setelan jas, itu mudah. Mari saya antar.”Gilang mengangguk. “Baiklah.”Mereka berjalan melalui barisan baju-baju dan pramuniaga itu berhenti di depan beberapa setelan jas. “Ini adalah setelan jas yang santai. Kami juga memiliki tuksedo. Harganya mulai dari 150 juta rup
SekstiliunCakra menutup telepon sebelum Gilang sempat mengatakan apa pun.Gilang menatap Cakra. "Dia harus membatalkan kesepakatan itu!""Apa? Kenapa?" Cakra kebingungan.Gilang menghela nafas sambil mengusap keningnya pelan. "Sudahlah, aku akan melakukannya sendiri. Apa lagi yang perlu kamu serahkan padaku? Aku harus pulang."Ratih melirik jam tangannya. "Aku harus berangkat sekarang. Penerbanganku satu jam lagi."Gilang mengangguk. “Kalau begitu, kita akan bicara di telepon.”Ratih mengangguk dan menghampiri Alfa.Cakra menoleh ke arah Gilang. “Aku akan mengantarmu ke kota. Bagaimana kalau kita berangkat bersama agar aku bisa bercerita lebih banyak padamu dalam perjalanan?” sarannya.Gilang mengangguk. "Ide bagus."Cakra menaiki tangga untuk mengambil beberapa berkas. Dia ragu-ragu di depan pintu dan mencoba memikirkan apakah dia melewatkan sesuatu. Ketika dia yakin dia sudah membawa semuanya, dia berjalan ke bawah lagi.Gilang mengambil kotak berisi harta milik ayahnya d
Kebenaran“Kamu pikir kamu siapa? Kamu tidak bisa tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai Garuda! Ke mana saja kamu selama ini?” teriak Cakra.Gilang menatapnya selama beberapa saat, dia tidak tahu apakah dia marah karena Gilang akan mengambil kembali propertinya ataukah dia hanya khawatir.“Hei, Cakra. Tenanglah! Ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan semua ini!” kata Ratih.“Serius?” Cakra menyeringai. “Suruh dia untuk memberitahuku waktu yang tepat, karena aku tidak akan membiarkannya!”Ratih menghela nafas, sudah merasa lelah. Dia memutuskan untuk memanggil Alfa. Mungkin dia bisa menghentikan perkelahian antara Gilang dan Cakra. “Di mana Alfa? Apakah dia ada di dalam?”Cakra menatap Aria dan mengangguk pelan. “Dokumen dan hal-hal lainnya miliknya ada di dalam. Aku rasa aku tidak dibutuhkan lagi di sini dan aku akan pergi!” bentaknya.Ratih bergegas masuk ke dalam, meninggalkan kedua orang itu bertatap-tatapan dengan tajam.“Tidak ada yang bisa kamu katakan? Kamu kehabisan
TanahGilang menghela nafas seraya memasuki ruang kerjanya.Aria menolak mendengarkannya dan dia bahkan tidak tahu bagaimana keputusannya nanti.Jika saja dia tahu bahwa dia adalah Garuda dan dia akan membantunya.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu, menyadarkan Gilang dari lamunannya.Dia menengadahkan kepalanya. “Ya, masuklah.”Pintu itu terbuka dan Maria melangkah masuk. “Ini, Tuan.” Dia meletakkan dokumen besar di mejanya. “Aku telah membuat perkiraan jumlah yang kami perlukan dan aku tidak bisa menguranginya lagi,” katanya.Gilang mengambil dokumen itu dan memeriksanya. “Baiklah. Totalnya 90 miliar rupiah?”“Benar, Tuan, tapi menurutku kita tetap harus memilih untuk melakukan pinjaman.” Dia terlihat gelisah. “Tidak mungkin kita bisa membiayai itu. Kami pun tidak bisa kehilangan pekerjaan ini. Pekerjaan ini akan membantu perusahaan ini secara keuangan. Kita bisa mendapatkan pinjaman dan membayarnya kembali setelah kita mendapatkan pembayaran dari perusahaannya,” saran
TugasTidak ada siapa pun di ruang tengah ketika Gilang melangkah masuk.Dia membuka pintu kamar pelan-pelan supaya dia tidak membangunkan Aria. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia sudah terbangun ketika Gilang membuka pintunya.Gilang terbangun lebih awal daripada Aria. Dia tidak ingin Aria membuang-buang waktunya pagi hari itu. Bahkan, dia tiba di meja makan lebih dulu darinya.Walaupun begitu, Aria datang beberapa menit kemudian.“Ayah, bagaimana kabar perusahaan akhir-akhir ini?” Emma memulai perbincangan.Gilang menghela nafas. Keluarga itu terbiasa berbicara saat sedang sarapan. Mungkin karena mereka biasanya tidak memiliki waktu untuk makan malam bersama atau mungkin Kamala hanya tidak ingin berbincang di malam hari.“Baik. Memangnya bagaimana lagi? Ian menjalankannya dengan sempurna,” jawab Kamala dengan nada yang kasar. Itu menunjukkan bahwa dia masih marah pada Aria.Emma menghela nafas. “Jika saja Ayah bisa mempertimbangkannya kembali. Aria menjalankannya dengan lebi
BersemangatGilang begitu terkejut sampai dia melepaskan cengkeramannya pada Liam.“Apa-apaan?” umpat Liam dan dia berlari menjauh. Tangannya masih kesakitan dan dia takut akan apa yang Gilang akan lakukan padanya jika dia tidak pergi dengan cepat.Gilang merasakan kepalanya melayang. Dia tidak menyangka ciuman dari Cantika akan membuatnya seperti itu. Yah, dia tidak bisa menyalahkan dirinya sendiri. Kapan terakhir kali dia berciuman? Kapan terakhir kali dia menyentuh seorang wanita? Dia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menghindari terlibat dengan wanita setelah dia menjadi seorang menantu.Walaupun itu hanya perkataan dan istrinya tidak mengabdi padanya, dia masih merasa harus mematuhi peraturan itu.Gilang bergidik pelan dan ingin terus menikmatinya, hanya jika itu mungkin. Tangannya terangkat dan menyentuh Cantika, menyalakan api pada dirinya yang membuatnya bergidik pelan. Namun, Gilang tidak mengetahui ini.Dia bertengkar dengan pikirannya sendiri tentang apa yang akan d
Ciuman Tak Terduga“Maafkan aku, Gilang. Aku benar-benar meminta maaf. Semuanya salahku,” ujar Axel dengan perasaan menyesal yang mendalam.Gilang membalikkan badannya seraya menyeka air matanya yang tiba-tiba menetes. Dia tidak mengetahui banyak hal dulu. Dia tidak tahu alasan mengapa ayahnya sangat keras padanya adalah karena kelompok mafia yang dia pimpin. Namun, Gilang tidak pernah membenci ayahnya dan itu melukainya ketika dia menyadari bahwa dia telah tiada selamanya.“Aku sudah mencarimu ke mana-mana, Gilang. Aku benar-benar telah terlibat banyak masalah hanya untuk menemukanmu. Kukira kamu meninggal ketika mobil itu meledak,” jelasnya.Gilang menarik nafas dalam untuk menenangkan dirinya. Lalu, dia pelan-pelan berbalik untuk menghadap Axel. “Bangunlah,” katanya.Axel menatap Gilang. “Aku tidak bisa menebus dosa besarku,” ujarnya dengan getir.Gilang menghela nafas dan menghampirinya untuk menariknya bangun. “Jangan berlutut padaku. Kamu dulu adalah pamanku, dan yah, sekar
Pertemuan dengan Tetua Terakhir“Tuan, pria ini adalah Gilang dan orang paling tidak berguna di dunia. Dia dulu bekerja sebagai kurir dan dia sekarang tidak ada harganya,” jelas Satya.Axel menggeram, tidak menyukai penjelasannya. Dia masih menatap Gilang dengan tatapan penasaran yang tidak familier bagi Gilang.“Apakah kamu bilang namamu Gilang Farraz?” ulangnya.Gilang mengangguk singkat. “Aku seharusnya bertemu dengan seseorang di sini dan dia sedang dalam perjalanan.” Dia berusaha sebisa mungkin untuk bersikap sopan.“Tuan Axel,” potong Satya sebelum Axel bisa mengatakan sesuatu. “Tidak seharusnya Tuan berbicara dengan orang seperti ini. Tuan hanya akan membuang-buang waktu. Para satpam bisa menjelaskannya untukmu.”Axel menoleh pada Satya. “Maaf, kamu siapa?” Dia menaikkan salah satu alisnya.Satya tersenyum. “Aku Satya. Aku baru saja membeli semua kursi di bioskop ini dan…”“Kamu tidak bisa melakukannya. Orang lain telah memesannya,” potong Axel dengan cepat.Wajah Satya
Pertemuan dengan PasanganGilang telah membaca laporan dan dokumen selama berjam-jam. Dia menyadari bahwa angka-angkanya kacau sekali.Rekening milik perusahaan kosong dan hanya sedikit stok CCTV yang tersisa. Bahannya juga sangat sedikit. Hanya tersisa beberapa minggu lagi sebelum SU World akan hancur.Gilang menelepon ruang akuntan. “Halo, temui aku di ruanganku sekarang juga,” perintahnya lalu langsung mematikan telepon tanpa menunggu jawaban.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu.Gilang menegakkan badannya. “Ya, masuklah.”Maria masuk ke dalam. “Hai, Bos. Ini sudah waktunya pulang. Aku akan segera pulang, tapi aku memutuskan untuk menemuimu dulu. Apakah sudah selesai?”Sebelum Gilang bisa mengatakan apa-apa, sebuah ketukan lainnya terdengar dari pintu. John melangkah masuk, mengenakan setelan jas. Dia hampir terlihat seperti Gilang kecuali dia memiliki janggut tipis dan Gilang lebih tinggi darinya.“Kamu ingin bertemu denganku?”Gilang mengangguk dan memilih sebuah do
Manajer BaruGilang tidak bisa berhenti tertawa. Dia tahu ada sesuatu yang aneh sejak dia melangkah masuk ke lobi. Dia mengambil air dari wanita itu dan meminumnya.“Aku akan pergi dulu karena ada tempat yang harus aku datangi, tapi…” Gilang berbalik dan mendapati bahwa Marvin sudah berdiri dibantu yang lainnya.“Siapa kamu sebenarnya?” Ada ekspresi terkejut di wajahnya seraya dia menatap Gilang penasaran.Gilang tersenyum licik. “Mimpi terburukmu. Omong-omong, kalian semua yang akan membersihkan seluruh tempat ini. Aku harus pergi ke ruangan Kepala Sekretaris,” jelasnya.Orang-orang itu mengerang tidak rela.Gilang menatap mereka. “Kalian tidak mau membersihkannya?”“Kami akan membersihkannya,” jawab Marvin dengan cepat. “Apakah ada lagi yang kamu mau?”“Semua yang terjadi di ruangan itu tidak boleh sampai keluar dari ruangan ini. Kalian tidak boleh memberi tahu siapa-siapa. Bilang saja pada mereka bahwa kalian telah menanganiku.” Dia tersenyum lebar. “Seperti yang kalian laku