Pelelangan“Kumohon,” lanjut manajer itu dengan muram. “Anda harus menerima kartu ini atau saya akan kehilangan kartu saya,” pintanya dengan pelan.Gilang menghela nafas dan menghampirinya. “Baiklah, berikan padaku,” katanya sambil tersenyum.Manajer itu menyerahkan kartunya dan ketika Gilang menerimanya, dia tersenyum juga. “Terima kasih banyak, Tuan, terima kasih. Saya sangat menghargainya!” Dia menyerukan kebahagiaannya.Gilang mengangguk-angguk. “Aku akan melakukannya. “Seseorang dari Alfa akan datang untuk mencariku, antar dia kemari ketika dia sudah sampai.”Manajer itu mengangguk. “Saya akan melakukannya. Apakah ada lagi yang Anda perlukan?”“Iya,” Gilang mengangguk dan beranjak duduk. “Aku kelaparan. Jadi, bawakan aku makanan yang enak. Lalu, apakah kamu bisa mengambilkan sesuatu dari mobilku?”Manajer itu tertawa. “Tuan Gilang, Anda bisa mengirim saya ke mana pun dan saya akan pergi dengan senang hati. Jika bukan karena Anda, saya pasti sudah dipecat.”Gilang melihat b
Pertemuan dengan Bawahan GioPelelangan itu berakhir setelah penawaran terakhir, tapi Gilang tetap di sana bersama dengan Ratih. Gilang tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi karena dia ingin berbicara dengannya, dia memutuskan untuk tidak pergi dulu.Gilang menoleh pada Surya. “Apakah kamu bisa menyuruh Alfa membayarkan perhiasan itu? Aku sedang tidak memegang uang sebanyak itu sekarang.”Surya tersenyum. “Baiklah,” katanya dan melangkah pergi dari aula.Gilang menoleh lagi pada Ratih, tepat ketika dia berdiri. Dia beranjak ke arah pintu.“Nona Ratih,” panggilnya dengan cepat. “Bisakah kamu meluangkan beberapa menit?” katanya dengan sopan dan berdiri juga.Ratih balik menatapnya dengan tatapan dingin. “Ada urusan apa denganku, Tuan Gilang?” Dia masih marah dan wajahnyalah buktinya.Gilang tersenyum dan berjalan beberapa meter lebih dekat dengannya. “Kamu terlihat cantik ketika marah,” godanya. Dia melakukan kebalikan dari apa yang Gilang katakan padanya untuk jangan pern
Pencapaian TersembunyiSebenarnya mengejutkan bahwa Cantika mengenal Marco. Yah, semua orang mengenal Gio, tapi tidak semua orang mengetahui tetua di kelompok mafia.Cantika turun dari mobil. “Ada apa ini?”Gilang turun dari mobil juga dan menatap orang-orang itu selama beberapa saat. Mereka tidak lebih dari apa yang bisa ditangani oleh Gilang dalam waktu yang terbatas.“Apakah ada masalah?” tanya Cantika pada mereka.Salah satu dari mereka melangkah maju dengan ekspresi yang tebal. “Marco telah meninggal…” katanya. “dan aku akan membalaskan dendamnya.”“Apa-apaan, Max? Kami bahkan tidak terlibat dengan kematiannya,” kata Cantika.Max mendengus. “Semua orang akan membayar karena telah membunuhnya. Lalu, pelakunya ada di sini.” Dia menatap Gilang seolah dia mengenalnya dari suatu tempat.“Kumohon, aku tidak mengenalmu dan aku tidak ingin mengenalmu. Bisakah kamu minggir saja?” teriak Aria pada mereka dengan marah.Max tertawa. “Serius? Dia merasa jengkel, tangkap dia!” perintah
Permata TersembunyiCantika tertawa. “Tentu saja aku melihatnya. Aku ingin melihat apa yang kamu lakukan dan aku melihatmu melawan orang-orang itu. Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya pada Aria?”“Itu tidak akan mengubah apa pun,” ujarnya.“Tidak.” Cantika menggeleng kepalanya. “Itu akan mengubah banyak hal. Mungkin orang tuanya akan berhenti memandangmu sebagai orang tidak berguna.”Gilang memandangnya selama beberapa saat. Cantika terlalu ingin tahu dan tahu lebih banyak dari apa yang seharusnya dia ketahui. Jika seseorang seperti Cantika bisa mengenali Max, maka akan bahaya baginya jika dia mengetahui Gilang yang sebenarnya.“Aku benar-benar tidak berguna. Aku tidak cocok untuk Aria dan kami hanya bersama karena beberapa hal,” bantahnya. “Namun, aku sedang mencoba untuk menjadi yang terbaik baginya.”Cantika mengamatinya selama beberapa saat. “Apakah ada sesuatu yang kamu tidak ingin katakan padaku? Apa yang kamu sembunyikan, Gilang?”Gilang membersihkan tenggorokann
JanjiGilang menatap pintu selama beberapa saat. Dia tidak tahu tepatnya kenapa Aria marah. Apakah karena dia belum menghadiahinya apa pun sejak mereka menikah? Apakah karena dia berbohong tentang membeli setelan jas dengan bayaran di muka atau karena dia kita dia tidak perhatian? Dia memiliki banyak pertanyaan, tapi jawaban-jawaban dari semua pertanyaan itu seperti menghindarinya.Gilang menghabiskan malamnya di kamar pelayan. Dia bangun lebih pagi karena dia tidak ingin Kamala mengetahuinya. Itu bisa membuatnya dan Aria terlibat masalah.Dia mengetuk pintu, tapi Aria tidak menjawab. Dia tetap membuka pintunya dan memasuki kamar.Dia terhenti seketika saat pandangannya terpaku pada pemandangan di hadapannya. Aria sedang duduk di kursi dan memakai produk kecantikan pada kulitnya. Dia sedang mengenakan penyuara jemala di telinganya dan mungkin itulah mengapa dia tidak mendengar ketukan pintu tadi.Gilang bisa melihat kaki jenjang Aria yang tidak memiliki cela seraya dia memakai pel
Percikan di Tempat KerjaSeperti yang dia kira, sarapan telah berakhir ketika dia akhirnya tiba di sana.“Serius? Kalau begitu bergegaslah.” Emma terlihat sangat bahagia karena perubahan itu. Dia berpikir positif bahwa Kamala akan mengubah pikirannya.“Apakah David yang menyetir ataukah harus aku yang menyetir?” tanya Aria. Dia juga merasa bahagia dan Gilang memandangi senyumannya yang membuatnya terlihat semakin menawan.“Kita akan pergi dengan mobil yang berbeda. Kamu akan kembali ke perusahaanmu setelah kontraknya difinalisasi,” kata Kamala lalu dia berdiri dan beranjak pergi.Aria buru-buru mengikutinya.“Selamat pagi, para mertua,” salam Gilang dengan hormat.“Selamat pagi,” jawab Ben, tapi Emma mendesis dan beranjak pergi.Gilang tetap berjalan keluar. Beberapa pelayan berjalan masuk ketika dia sedang berjalan keluar. Mereka melewatinya tanpa memberikan sapaan.Salah satu pelayan berhenti di depan sebuah mobil. “Lihatlah, dia mengenakan setelan jas yang dibelikan Aria. D
TujuanGilang menaiki mobil itu, tapi dia tidak melewatkan tampang terkejut pada wajah Cindy.“Bisakah saya menyalakan musik, Tuan Gilang?” tanya si supir.Gilang menangguk. “Boleh. Omong-omong, kita akan ke mana?”“Vila Ratih.”Gilang mendapat dirinya menatap bangunan besar di hadapannya. Rumah itu tidak bisa dibandingkan dengan rumah Ganendra. Ratih sangatlah kaya. Namun, dari apa yang Alfa dan Gilang katakan, kekayaan bersih Garuda sudah seperti perkalian dari apa yang telah dia lihat akhir-akhir ini.Gilang tidak sabar menunggu untuk mengetahui seberapa kaya dirinya sebenarnya. Dia sangat menantikan Cakra kembali.“Bisakah kita pergi, Tuan Gilang?” tanya supir itu dengan sopan. Dia Dia tampak sangat menghormati Gilang dan dia penasaran alasannya apa.Gilang mengikutinya masuk ke dalam ruang tengah yang luas dan terlihat seperti tempat impiannya.Tiga wanita keluar dari ruangan di dalam. Mereka menghampiri Gilang dan berhenti untuk membungkuk padanya. Supir itu membalikkan
Menantu KelaparanKetika Gilang pulang, hari sudah larut malam dan dia sangat kelaparan. Dia memanggil para pelayan tapi tidak ada yang menjawabnya. Dia menyimpulkan bahwa mereka pasti sudah tertidur.Dia memutuskan untuk membuat panekuk untuk dirinya sendiri.Ketika dia mengambil tepung, dia mendengar langkah kaki dari belakangnya. Dia membalikkan badannya dan menatap wajah Emma.“Apa yang kamu lakukan?” Suaranya tajam.“Aku mau masak makan malam,” jelasnya.“Kalau begitu, terimalah nasib burukmu. Ini adalah dapurku bukan dapurmu. Bantu aku dengan cara keluar darinya,” bentaknya.“Namun, aku kelaparan,” protesnya.“Aku akan panggil penjaga jika kamu tidak meninggalkan tempat ini sekarang!” Suaranya meninggi.Gilang menghela nafas dan meletakkan tepung itu lagi. Dia meraih ponselnya dan berjalan ke arah pintu.“Jangan pernah lupakan apa yang pernah aku katakan padamu,” kata Emma tiba-tiba, membuat Gilang terhenti. “Kamu bukan menantuku, tapi Chandra. Hanya butuh waktu sebelum