KehormatanGilang tersenyum dengan lembut. “Aku memerlukan beberapa setelan jas. Aku mau yang berkualitas tinggi.”Pramuniaga itu tersenyum dengan menawan. “Kami memiliki setelan jas berkualitas tinggi di sini. Berapa banyak anggaran Anda supaya bisa saya pilihkan untuk Anda?” tanyanya dengan sopan.“Pilihkan yang mana saja. Pastikan kamu memilih yang kualitasnya tinggi dan terbuat dari bahan yang mahal.”Mata pramuniaga itu berbinar-binar semangat. “Berapa banyak yang harus saya pilih?”Gilang memikirkannya. “Berapa banyak setelan jas yang aku perlukan supaya kamu mendapatkan komisi yang besar dari bosmu? Maksudku, komisi yang besar seperti 15 miliar rupiah.”Pramuniaga itu terkejut selama beberapa saat. “Untuk setelan jas, itu mudah. Mari saya antar.”Gilang mengangguk. “Baiklah.”Mereka berjalan melalui barisan baju-baju dan pramuniaga itu berhenti di depan beberapa setelan jas. “Ini adalah setelan jas yang santai. Kami juga memiliki tuksedo. Harganya mulai dari 150 juta rup
Pelelangan“Kumohon,” lanjut manajer itu dengan muram. “Anda harus menerima kartu ini atau saya akan kehilangan kartu saya,” pintanya dengan pelan.Gilang menghela nafas dan menghampirinya. “Baiklah, berikan padaku,” katanya sambil tersenyum.Manajer itu menyerahkan kartunya dan ketika Gilang menerimanya, dia tersenyum juga. “Terima kasih banyak, Tuan, terima kasih. Saya sangat menghargainya!” Dia menyerukan kebahagiaannya.Gilang mengangguk-angguk. “Aku akan melakukannya. “Seseorang dari Alfa akan datang untuk mencariku, antar dia kemari ketika dia sudah sampai.”Manajer itu mengangguk. “Saya akan melakukannya. Apakah ada lagi yang Anda perlukan?”“Iya,” Gilang mengangguk dan beranjak duduk. “Aku kelaparan. Jadi, bawakan aku makanan yang enak. Lalu, apakah kamu bisa mengambilkan sesuatu dari mobilku?”Manajer itu tertawa. “Tuan Gilang, Anda bisa mengirim saya ke mana pun dan saya akan pergi dengan senang hati. Jika bukan karena Anda, saya pasti sudah dipecat.”Gilang melihat b
Pertemuan dengan Bawahan GioPelelangan itu berakhir setelah penawaran terakhir, tapi Gilang tetap di sana bersama dengan Ratih. Gilang tidak tahu apa yang sedang dia pikirkan, tapi karena dia ingin berbicara dengannya, dia memutuskan untuk tidak pergi dulu.Gilang menoleh pada Surya. “Apakah kamu bisa menyuruh Alfa membayarkan perhiasan itu? Aku sedang tidak memegang uang sebanyak itu sekarang.”Surya tersenyum. “Baiklah,” katanya dan melangkah pergi dari aula.Gilang menoleh lagi pada Ratih, tepat ketika dia berdiri. Dia beranjak ke arah pintu.“Nona Ratih,” panggilnya dengan cepat. “Bisakah kamu meluangkan beberapa menit?” katanya dengan sopan dan berdiri juga.Ratih balik menatapnya dengan tatapan dingin. “Ada urusan apa denganku, Tuan Gilang?” Dia masih marah dan wajahnyalah buktinya.Gilang tersenyum dan berjalan beberapa meter lebih dekat dengannya. “Kamu terlihat cantik ketika marah,” godanya. Dia melakukan kebalikan dari apa yang Gilang katakan padanya untuk jangan pern
Pencapaian TersembunyiSebenarnya mengejutkan bahwa Cantika mengenal Marco. Yah, semua orang mengenal Gio, tapi tidak semua orang mengetahui tetua di kelompok mafia.Cantika turun dari mobil. “Ada apa ini?”Gilang turun dari mobil juga dan menatap orang-orang itu selama beberapa saat. Mereka tidak lebih dari apa yang bisa ditangani oleh Gilang dalam waktu yang terbatas.“Apakah ada masalah?” tanya Cantika pada mereka.Salah satu dari mereka melangkah maju dengan ekspresi yang tebal. “Marco telah meninggal…” katanya. “dan aku akan membalaskan dendamnya.”“Apa-apaan, Max? Kami bahkan tidak terlibat dengan kematiannya,” kata Cantika.Max mendengus. “Semua orang akan membayar karena telah membunuhnya. Lalu, pelakunya ada di sini.” Dia menatap Gilang seolah dia mengenalnya dari suatu tempat.“Kumohon, aku tidak mengenalmu dan aku tidak ingin mengenalmu. Bisakah kamu minggir saja?” teriak Aria pada mereka dengan marah.Max tertawa. “Serius? Dia merasa jengkel, tangkap dia!” perintah
Permata TersembunyiCantika tertawa. “Tentu saja aku melihatnya. Aku ingin melihat apa yang kamu lakukan dan aku melihatmu melawan orang-orang itu. Kenapa kamu tidak mengatakan yang sebenarnya pada Aria?”“Itu tidak akan mengubah apa pun,” ujarnya.“Tidak.” Cantika menggeleng kepalanya. “Itu akan mengubah banyak hal. Mungkin orang tuanya akan berhenti memandangmu sebagai orang tidak berguna.”Gilang memandangnya selama beberapa saat. Cantika terlalu ingin tahu dan tahu lebih banyak dari apa yang seharusnya dia ketahui. Jika seseorang seperti Cantika bisa mengenali Max, maka akan bahaya baginya jika dia mengetahui Gilang yang sebenarnya.“Aku benar-benar tidak berguna. Aku tidak cocok untuk Aria dan kami hanya bersama karena beberapa hal,” bantahnya. “Namun, aku sedang mencoba untuk menjadi yang terbaik baginya.”Cantika mengamatinya selama beberapa saat. “Apakah ada sesuatu yang kamu tidak ingin katakan padaku? Apa yang kamu sembunyikan, Gilang?”Gilang membersihkan tenggorokann
JanjiGilang menatap pintu selama beberapa saat. Dia tidak tahu tepatnya kenapa Aria marah. Apakah karena dia belum menghadiahinya apa pun sejak mereka menikah? Apakah karena dia berbohong tentang membeli setelan jas dengan bayaran di muka atau karena dia kita dia tidak perhatian? Dia memiliki banyak pertanyaan, tapi jawaban-jawaban dari semua pertanyaan itu seperti menghindarinya.Gilang menghabiskan malamnya di kamar pelayan. Dia bangun lebih pagi karena dia tidak ingin Kamala mengetahuinya. Itu bisa membuatnya dan Aria terlibat masalah.Dia mengetuk pintu, tapi Aria tidak menjawab. Dia tetap membuka pintunya dan memasuki kamar.Dia terhenti seketika saat pandangannya terpaku pada pemandangan di hadapannya. Aria sedang duduk di kursi dan memakai produk kecantikan pada kulitnya. Dia sedang mengenakan penyuara jemala di telinganya dan mungkin itulah mengapa dia tidak mendengar ketukan pintu tadi.Gilang bisa melihat kaki jenjang Aria yang tidak memiliki cela seraya dia memakai pel
Percikan di Tempat KerjaSeperti yang dia kira, sarapan telah berakhir ketika dia akhirnya tiba di sana.“Serius? Kalau begitu bergegaslah.” Emma terlihat sangat bahagia karena perubahan itu. Dia berpikir positif bahwa Kamala akan mengubah pikirannya.“Apakah David yang menyetir ataukah harus aku yang menyetir?” tanya Aria. Dia juga merasa bahagia dan Gilang memandangi senyumannya yang membuatnya terlihat semakin menawan.“Kita akan pergi dengan mobil yang berbeda. Kamu akan kembali ke perusahaanmu setelah kontraknya difinalisasi,” kata Kamala lalu dia berdiri dan beranjak pergi.Aria buru-buru mengikutinya.“Selamat pagi, para mertua,” salam Gilang dengan hormat.“Selamat pagi,” jawab Ben, tapi Emma mendesis dan beranjak pergi.Gilang tetap berjalan keluar. Beberapa pelayan berjalan masuk ketika dia sedang berjalan keluar. Mereka melewatinya tanpa memberikan sapaan.Salah satu pelayan berhenti di depan sebuah mobil. “Lihatlah, dia mengenakan setelan jas yang dibelikan Aria. D
TujuanGilang menaiki mobil itu, tapi dia tidak melewatkan tampang terkejut pada wajah Cindy.“Bisakah saya menyalakan musik, Tuan Gilang?” tanya si supir.Gilang menangguk. “Boleh. Omong-omong, kita akan ke mana?”“Vila Ratih.”Gilang mendapat dirinya menatap bangunan besar di hadapannya. Rumah itu tidak bisa dibandingkan dengan rumah Ganendra. Ratih sangatlah kaya. Namun, dari apa yang Alfa dan Gilang katakan, kekayaan bersih Garuda sudah seperti perkalian dari apa yang telah dia lihat akhir-akhir ini.Gilang tidak sabar menunggu untuk mengetahui seberapa kaya dirinya sebenarnya. Dia sangat menantikan Cakra kembali.“Bisakah kita pergi, Tuan Gilang?” tanya supir itu dengan sopan. Dia Dia tampak sangat menghormati Gilang dan dia penasaran alasannya apa.Gilang mengikutinya masuk ke dalam ruang tengah yang luas dan terlihat seperti tempat impiannya.Tiga wanita keluar dari ruangan di dalam. Mereka menghampiri Gilang dan berhenti untuk membungkuk padanya. Supir itu membalikkan
SekstiliunCakra menutup telepon sebelum Gilang sempat mengatakan apa pun.Gilang menatap Cakra. "Dia harus membatalkan kesepakatan itu!""Apa? Kenapa?" Cakra kebingungan.Gilang menghela nafas sambil mengusap keningnya pelan. "Sudahlah, aku akan melakukannya sendiri. Apa lagi yang perlu kamu serahkan padaku? Aku harus pulang."Ratih melirik jam tangannya. "Aku harus berangkat sekarang. Penerbanganku satu jam lagi."Gilang mengangguk. “Kalau begitu, kita akan bicara di telepon.”Ratih mengangguk dan menghampiri Alfa.Cakra menoleh ke arah Gilang. “Aku akan mengantarmu ke kota. Bagaimana kalau kita berangkat bersama agar aku bisa bercerita lebih banyak padamu dalam perjalanan?” sarannya.Gilang mengangguk. "Ide bagus."Cakra menaiki tangga untuk mengambil beberapa berkas. Dia ragu-ragu di depan pintu dan mencoba memikirkan apakah dia melewatkan sesuatu. Ketika dia yakin dia sudah membawa semuanya, dia berjalan ke bawah lagi.Gilang mengambil kotak berisi harta milik ayahnya d
Kebenaran“Kamu pikir kamu siapa? Kamu tidak bisa tiba-tiba muncul dan mengaku sebagai Garuda! Ke mana saja kamu selama ini?” teriak Cakra.Gilang menatapnya selama beberapa saat, dia tidak tahu apakah dia marah karena Gilang akan mengambil kembali propertinya ataukah dia hanya khawatir.“Hei, Cakra. Tenanglah! Ini bukan waktu yang tepat untuk melakukan semua ini!” kata Ratih.“Serius?” Cakra menyeringai. “Suruh dia untuk memberitahuku waktu yang tepat, karena aku tidak akan membiarkannya!”Ratih menghela nafas, sudah merasa lelah. Dia memutuskan untuk memanggil Alfa. Mungkin dia bisa menghentikan perkelahian antara Gilang dan Cakra. “Di mana Alfa? Apakah dia ada di dalam?”Cakra menatap Aria dan mengangguk pelan. “Dokumen dan hal-hal lainnya miliknya ada di dalam. Aku rasa aku tidak dibutuhkan lagi di sini dan aku akan pergi!” bentaknya.Ratih bergegas masuk ke dalam, meninggalkan kedua orang itu bertatap-tatapan dengan tajam.“Tidak ada yang bisa kamu katakan? Kamu kehabisan
TanahGilang menghela nafas seraya memasuki ruang kerjanya.Aria menolak mendengarkannya dan dia bahkan tidak tahu bagaimana keputusannya nanti.Jika saja dia tahu bahwa dia adalah Garuda dan dia akan membantunya.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu, menyadarkan Gilang dari lamunannya.Dia menengadahkan kepalanya. “Ya, masuklah.”Pintu itu terbuka dan Maria melangkah masuk. “Ini, Tuan.” Dia meletakkan dokumen besar di mejanya. “Aku telah membuat perkiraan jumlah yang kami perlukan dan aku tidak bisa menguranginya lagi,” katanya.Gilang mengambil dokumen itu dan memeriksanya. “Baiklah. Totalnya 90 miliar rupiah?”“Benar, Tuan, tapi menurutku kita tetap harus memilih untuk melakukan pinjaman.” Dia terlihat gelisah. “Tidak mungkin kita bisa membiayai itu. Kami pun tidak bisa kehilangan pekerjaan ini. Pekerjaan ini akan membantu perusahaan ini secara keuangan. Kita bisa mendapatkan pinjaman dan membayarnya kembali setelah kita mendapatkan pembayaran dari perusahaannya,” saran
TugasTidak ada siapa pun di ruang tengah ketika Gilang melangkah masuk.Dia membuka pintu kamar pelan-pelan supaya dia tidak membangunkan Aria. Dia tidak tahu bahwa sebenarnya dia sudah terbangun ketika Gilang membuka pintunya.Gilang terbangun lebih awal daripada Aria. Dia tidak ingin Aria membuang-buang waktunya pagi hari itu. Bahkan, dia tiba di meja makan lebih dulu darinya.Walaupun begitu, Aria datang beberapa menit kemudian.“Ayah, bagaimana kabar perusahaan akhir-akhir ini?” Emma memulai perbincangan.Gilang menghela nafas. Keluarga itu terbiasa berbicara saat sedang sarapan. Mungkin karena mereka biasanya tidak memiliki waktu untuk makan malam bersama atau mungkin Kamala hanya tidak ingin berbincang di malam hari.“Baik. Memangnya bagaimana lagi? Ian menjalankannya dengan sempurna,” jawab Kamala dengan nada yang kasar. Itu menunjukkan bahwa dia masih marah pada Aria.Emma menghela nafas. “Jika saja Ayah bisa mempertimbangkannya kembali. Aria menjalankannya dengan lebi
BersemangatGilang begitu terkejut sampai dia melepaskan cengkeramannya pada Liam.“Apa-apaan?” umpat Liam dan dia berlari menjauh. Tangannya masih kesakitan dan dia takut akan apa yang Gilang akan lakukan padanya jika dia tidak pergi dengan cepat.Gilang merasakan kepalanya melayang. Dia tidak menyangka ciuman dari Cantika akan membuatnya seperti itu. Yah, dia tidak bisa menyalahkan dirinya sendiri. Kapan terakhir kali dia berciuman? Kapan terakhir kali dia menyentuh seorang wanita? Dia sudah berusaha sekeras mungkin untuk menghindari terlibat dengan wanita setelah dia menjadi seorang menantu.Walaupun itu hanya perkataan dan istrinya tidak mengabdi padanya, dia masih merasa harus mematuhi peraturan itu.Gilang bergidik pelan dan ingin terus menikmatinya, hanya jika itu mungkin. Tangannya terangkat dan menyentuh Cantika, menyalakan api pada dirinya yang membuatnya bergidik pelan. Namun, Gilang tidak mengetahui ini.Dia bertengkar dengan pikirannya sendiri tentang apa yang akan d
Ciuman Tak Terduga“Maafkan aku, Gilang. Aku benar-benar meminta maaf. Semuanya salahku,” ujar Axel dengan perasaan menyesal yang mendalam.Gilang membalikkan badannya seraya menyeka air matanya yang tiba-tiba menetes. Dia tidak mengetahui banyak hal dulu. Dia tidak tahu alasan mengapa ayahnya sangat keras padanya adalah karena kelompok mafia yang dia pimpin. Namun, Gilang tidak pernah membenci ayahnya dan itu melukainya ketika dia menyadari bahwa dia telah tiada selamanya.“Aku sudah mencarimu ke mana-mana, Gilang. Aku benar-benar telah terlibat banyak masalah hanya untuk menemukanmu. Kukira kamu meninggal ketika mobil itu meledak,” jelasnya.Gilang menarik nafas dalam untuk menenangkan dirinya. Lalu, dia pelan-pelan berbalik untuk menghadap Axel. “Bangunlah,” katanya.Axel menatap Gilang. “Aku tidak bisa menebus dosa besarku,” ujarnya dengan getir.Gilang menghela nafas dan menghampirinya untuk menariknya bangun. “Jangan berlutut padaku. Kamu dulu adalah pamanku, dan yah, sekar
Pertemuan dengan Tetua Terakhir“Tuan, pria ini adalah Gilang dan orang paling tidak berguna di dunia. Dia dulu bekerja sebagai kurir dan dia sekarang tidak ada harganya,” jelas Satya.Axel menggeram, tidak menyukai penjelasannya. Dia masih menatap Gilang dengan tatapan penasaran yang tidak familier bagi Gilang.“Apakah kamu bilang namamu Gilang Farraz?” ulangnya.Gilang mengangguk singkat. “Aku seharusnya bertemu dengan seseorang di sini dan dia sedang dalam perjalanan.” Dia berusaha sebisa mungkin untuk bersikap sopan.“Tuan Axel,” potong Satya sebelum Axel bisa mengatakan sesuatu. “Tidak seharusnya Tuan berbicara dengan orang seperti ini. Tuan hanya akan membuang-buang waktu. Para satpam bisa menjelaskannya untukmu.”Axel menoleh pada Satya. “Maaf, kamu siapa?” Dia menaikkan salah satu alisnya.Satya tersenyum. “Aku Satya. Aku baru saja membeli semua kursi di bioskop ini dan…”“Kamu tidak bisa melakukannya. Orang lain telah memesannya,” potong Axel dengan cepat.Wajah Satya
Pertemuan dengan PasanganGilang telah membaca laporan dan dokumen selama berjam-jam. Dia menyadari bahwa angka-angkanya kacau sekali.Rekening milik perusahaan kosong dan hanya sedikit stok CCTV yang tersisa. Bahannya juga sangat sedikit. Hanya tersisa beberapa minggu lagi sebelum SU World akan hancur.Gilang menelepon ruang akuntan. “Halo, temui aku di ruanganku sekarang juga,” perintahnya lalu langsung mematikan telepon tanpa menunggu jawaban.Sebuah ketukan pelan terdengar dari pintu.Gilang menegakkan badannya. “Ya, masuklah.”Maria masuk ke dalam. “Hai, Bos. Ini sudah waktunya pulang. Aku akan segera pulang, tapi aku memutuskan untuk menemuimu dulu. Apakah sudah selesai?”Sebelum Gilang bisa mengatakan apa-apa, sebuah ketukan lainnya terdengar dari pintu. John melangkah masuk, mengenakan setelan jas. Dia hampir terlihat seperti Gilang kecuali dia memiliki janggut tipis dan Gilang lebih tinggi darinya.“Kamu ingin bertemu denganku?”Gilang mengangguk dan memilih sebuah do
Manajer BaruGilang tidak bisa berhenti tertawa. Dia tahu ada sesuatu yang aneh sejak dia melangkah masuk ke lobi. Dia mengambil air dari wanita itu dan meminumnya.“Aku akan pergi dulu karena ada tempat yang harus aku datangi, tapi…” Gilang berbalik dan mendapati bahwa Marvin sudah berdiri dibantu yang lainnya.“Siapa kamu sebenarnya?” Ada ekspresi terkejut di wajahnya seraya dia menatap Gilang penasaran.Gilang tersenyum licik. “Mimpi terburukmu. Omong-omong, kalian semua yang akan membersihkan seluruh tempat ini. Aku harus pergi ke ruangan Kepala Sekretaris,” jelasnya.Orang-orang itu mengerang tidak rela.Gilang menatap mereka. “Kalian tidak mau membersihkannya?”“Kami akan membersihkannya,” jawab Marvin dengan cepat. “Apakah ada lagi yang kamu mau?”“Semua yang terjadi di ruangan itu tidak boleh sampai keluar dari ruangan ini. Kalian tidak boleh memberi tahu siapa-siapa. Bilang saja pada mereka bahwa kalian telah menanganiku.” Dia tersenyum lebar. “Seperti yang kalian laku