Rangga terlahir sebagai anak yang bertubuh lemah sehingga tidak becus belajar silat. Bapaknya mengirimnya belajar di Padepokan Mpu Waringin. Ketika belajar di Padepokan Mpu Waringin, terjadi peristiwa pembunuhan terhadap Mpu Waringin dan hilangnya Kitab pusaka perguruan Sang Hyang Agni. Rangga dituduh membantu Gondo Kakak seperguruannya melakukan pembunuhan dan mencuri Kitab Sang Hyang Agni. Terancam akan dibunuh oleh para murid Mpu Waringin, Rangga melarikan diri dari padepokan. Saat terjebak di tengah hutan, sampailah Rangga di komplek makam kuno disebuah tempat yang dikenal sebagai Lembah Hantu. Mbah Janti penunggu lembah hantu dan komplek makam itu telah menyelamatkan nyawanya. Kedatangannya di Lembah Hantu dan pertemuan dengan Mbah Janti pada akhirnya akan mengubah jalan hidupnya. Dalam pengembaraannya, pertemuannya dengan Pendekar Raja Racun akhirnya membuka tabir siapa dirinya sebenarnya.
View MoreLiman menghela nafas panjang lalu melanjutkan ceritanya"Aku sudah lelah jadi buronan dan penjahat. Orang-orang suruhan mantan kekasih ibumu terus memburu kami sampai ke lereng Lawu lalu menyerangku. Di saat aku sudah terdesak karena kalah jumlah dengan pengeroyokku, seorang Resi menolongku menyembunyikanku di Kampung Gaib di dekat Pasar Dieng.""Siapa Resi itu Bapak?""Dia adalah Mbah Jalak, dialah yang mengajakku meninggalkan dunia hitam. Hal lain yang membuatku ingin meninggalkan dunia hitam adalah karena ibumu bersedia menikah denganku asal tidak lagi menjadi perampok,"ungkap Liman."Baiklah Bapak, sekarang sudah jelas semuanya bagiku. Aku tidak peduli dengan masa lalu Bapak dan Ibu, tapi aku menyayangi kalian. Aku berharap setelah ini Bapak dan Ibu masih bersama,"kata Dhesta berharap."Ya Dhesta aku akan mengusahakannya. Tapi aku minta janganlah kamu membenci ibumu karena kesalahannya. Aku tahu dia melakukan hal itu karena dia ingin punya anak dari keturunan yang baik dari keluar
Tubuh Liman bergetar menahan amarah, kapak untuk menebang pohon yang dipanggulnya diangkat lalu diarahkan pada Nyai Liman. Melihat gelagat Liman yang hendak membunuh isterinya, Rangga berinisiatif mencegah. Saat menengadah, Nyai Liman terkejut melihat kapak suaminya sudah terangkat siap membelahnya. Perempuan itu berteriak ketakutan "Aaarrrgh!" "Ki Sanak...jangan!"Rangga maju mencegah Liman yang melayangkan kapak ke arah isterinya. "Jeeeb!"kapak menancap di lantai tanah. Rangga merasa lega, Liman tidak jadi membunuh isterinya. Mendengar ada keributan di luar, Dhesta keluar rumah melihat apa yang terjadi. Pemuda itu terkejut saat melihat ibunya menangis di samping kapak dan bapaknya yang termangu-mangu di depan ibunya. "Bapak, apa yang terjadi?" Dhesta memeluk ibunya yang masih menangis ketakutan. "Ibu, apa yang terjadi?" Mata Dhesta melirik ke arah kapak yang tertancap di tanah di samping ibunya, pikirannya langsung bergerak ke satu hal, wajahnya langsung berubah.
Melihat tingkah Burung Jalak yang aneh itu, Rangga merasa orang di depannya ini orang baik. Walaupun wajahnya terlihat sangar, dengan kulit yang hitam karena terbakar matahari dengan tubuh yang gempal dan besar. Pantas saja dia dinamakan Liman yang artinya Gajah. Badannya besar seperti gajah. Tapi sepertinya dia orang baik, batin Rangga. Akhirnya Rangga memutuskan untuk mengikuti orang itu. "'Baiklah, saya ikut kamu. Tapi siapa nama Ki Sanak?" "Panggil saja Liman, rumahku ada di lereng bawah. Mampir dululah ke rumahku. Kita bisa makan dan minum wedang jahe supaya badanmu hangat. Sepertinya kamu masuk angin,"Liman menunjuk lereng di bawahnya. "Siapa namamu?"tanya Liman lagi. "Aku Rangga." Liman tersenyum ramah, lalu memberi tanda pada Rangga untuk mengikutinya. "Ayo, kita pergi, sebentar lagi saatnya makan siang." ***** Setelah beberapa saat berjalan, sampailah mereka di sebuah rumah sederhana yang terbuat dari kayu beratapkan kulit kayu. Seorang wanita berusia
"Wuuurr wuurr wuurr." Beberapa Banaspati mulai menyambar-nyambar di dekat kepalanya namun mereka tidak dapat menyentuh Rangga. Suaranya yang seperti bunyi kompor pompa menderu-deru di dekat telinganya. Pemuda itu memejamkan mata sambil terus berjongkok dan menempelkan kedua telapak tangannya di tanah. Selama tangan dan kaki masih menyentuh tanah, Banaspati tak akan dapat menyentuhnya. Dengan hati-hati Rangga mencoba mengambil pedang yang digembol di punggungnya untuk berjaga-jaga jika ada Banaspati mendekat, dia akan menebasnya. Dari kejauhan mulai terdengar suara ayam jago berkokok. Bola api Banaspati yang semula mengelilingi kepala Rangga tiba-tiba saja berpencar menjauh. Pagi telah tiba, banaspati tidak bisa lagi berlama-lama di luar karena matahari sudah terbit. Suara deru api banaspati perlahan menjauh dan akhirnya menghilang dibalik pepohonan hutan. Rangga bernafas lega, dia melihat ke atas, langit gelap mulai terlihat terang, kicau burung hutan menyambut pagi mulai
"Menurutku kamu sudah terlalu lelah, kamu istirahat saja dulu,"ujar Rahu.Mendadak Rangga teringat sesuatu"Mbah Jalak, saya kehilangan teman saya Ki Awehpati. Saat anda membawa saya keluar dari Pasar Dieng, saya tidak bertemu lagi dengan Ki Awehpati."Mbah Jalak terdiam mengingat kembali peristiwa di Pasar Dieng."Saat itu aku juga menarik tangan Awehpati keluar dari pasar Dieng. Seharusnya dia sudah bersamamu atau mungkin dia masuk ke jalur lain. Yang jelas dia sudah tidak berada di Kampung Gaib,"kata Mbah Jalak.Rangga sedikit lega mengetahui Awehpati sudah tidak berada di Kampung gaib. "Ya, semoga saja Ki Awehpati keluar lewat jalur lain,"ujar Rangga."Setelah ini kamu mau pulang ke timur atau mau menyelesaikan urusanmu dengan Palupi?"tanya Rahu.Mendengar nama Palupi kembali disebut, sontak wajah Dumilah dan Pembayun berubah cemberut. Namun Rangga tidak menyadari perubahan itu."Ya, mumpung masih di sini, saya juga akan ke Sywagrha membereskan pengembalian kitab Sang Hyang Agni
Mbah Jalak kemudian menyambung cerita Rahu. "Nah itu dia, Pembayun kutemukan di Pasar Dieng, tapi adiknya Retno Palupi keburu diambil Yu Jamu. Sebenarnya Pembayun juga mau diambil Yu Jamu tapi Pembayun berhasil melarikan diri dan bersembunyi di kandang kambing belakang rumahku. Mungkin karena Pembayun sudah berada di halaman rumahku sehingga Yu Jamu segan dan menghentikan pengejarannya." "Aku masih ingat, perempuan penyihir itu menawari kami makanan. Saat itu kami memang kelaparan, tapi aku takut menerima makanan dari orang yang tak kukenal. Apalagi wajahnya menyeramkan bagiku. Cuma Palupi bodoh itu saja yang mau menerimanya. Setelah makan makanan perempuan penyihir itu, Palupi bersedia mengikuti perempuan itu pulang. Dia bahkan lupa bahwa aku adalah saudaranya,"ungkap Pembayun. "Tapi bukankah Mbah Jalak dan Mbah Jamu tinggal di alam sebelah. Bagaimana mungkin kalian bisa memelihara anak manusia bahkan dengan mudahnya keluar masuk ke dunia manusia?"tanya Rangga. Mbah Jalak terk
Mbah Jalak menggeleng "Tidak juga, Yu Jamu bukan ibu kandung mereka,"ujar Mbah Jalak. Rangga sejenak tertegun lalu bertanya "Jadi siapa ibu kandung mereka yang sebenarnya? Mengapa anak kembar tiga ini bisa terpisah?" Sebelum Mbah Jalak menjawab, Rahu menyela "Ceritanya panjang, mari silahkan ke rumahku. Kita ngobrol di sana saja, di rumahku ada tuak dan babi hutan panggang." Mereka lalu berjalan bersama-sama menembus gelapnya malam menuju rumah Rahu. Tak lama kemudian mereka sudah sampai di rumah Rahu. Rahu dan anaknya segera menyiapkan tuak dan babi panggang untuk para tamu. "Silahkan dinikmati, kalian pasti lapar setelah bertarung tadi,"Rahu mempersilahkan tamunya makan. Retno anak Rahu datang membawa sepiring buah Jeruk Bali yang sudah dikupas. "Ini hasil panen dari kebun, silahkan dinikmati,"Retno meletakan piring berisi buah Jeruk Bali di atas tikar. "Terimakasih Retno...." Rangga berhenti sejenak, sejurus kemudian dia tertawa "Kalian bertiga memiliki na
Retno anak Mbah Jalak menyilangkan sebilah keris di leher Retno pencuri yang masih tertelungkup di tanah."Baiklah, sekarang lebih berharga mana nyawa anakmu atau Bunga Ungu itu?"Mbah Jamu tertegun, dia tak menyangka Retno anak Mbah Jalak tega melakukannya."Kamu...kamu tega ya kamu mau bunuh saudaramu sendiri!"teriak Mbah Jamu panik.Retno anak Mbah Jalak mendengus dan berkata"Huuh...aku tidak sudi punya saudara jahat macam setan begini. Kalau anda menolaknya, terpaksa aku akan membunuhnya. Ga guna juga orang licik macam dia,"Retno anak Mbah Jalak menggoreskan ujung kerisnya ke leher Retno pencuri.Sontak Retno pencuri berteriak kesakitan, darah mengucur dari kulit lehernya."Aaarrrgh Ibu...lihat dia mau membunuhku! Ibu cepat lakukan sesuatu, aku sudah tidak tahan lagi!"Retno pencuri menangis keras membuat ibunya semakin bingung. Perlahan raut wajah Mbah Jamu mulai melunak, dia menoleh pada Mbah Jalak dan berkata."Kangmas Jalak, tolonglah bebaskan dia.""Masalah membebaskan anakm
Dua Retno menghadapi satu Retno yang pakaiannya sudah compang-camping."Kembalikan barang yang kamu curi dari tamuku!"bentak Retno anak Rahu."Tidak...dia sudah mengambil bunga Ungu milik ibuku. Dia harus membayarnya dengan harga yang pantas!"jawab Retno pencuri.Rangga menghampiri Retno pencuri lalu berkata"Aku sudah membayarnya dengan kain batik, apa itu kurang cukup?!"Retno pencuri hanya mendengus"Huuh, kain itu nilainya tidak sepadan dengan khasiat bunga itu. Bunga itu dapat menyambung nyawa orang yang sudah tidak mampu lagi melawan penyakitnya. Kami menyebutnya Bunga Sambung Nyawa, sayangnya bunga itu hanya berbunga seratus tahun sekali."Rangga tertegun tak menyangka nilai bunga itu begitu tinggi, bahkan menurutnya nilai bunga itu tidak bisa dinilai dengan uang."Baiklah kalau kamu keberatan, aku akan membayarnya dengan keris ini,"Rangga menyodorkan kerisnya."Keris ini keris istimewa, pemberian Bapak angkatku. Ambilah sebagai tambahan pembayaran bunga Ungu itu,"ujar Rangga.
Hari ini hari pertama Rangga datang ke Padepokan Sekar Jagad milik Mpu Waringin untuk belajar silat. Dengan diantar oleh Jalu murid senior di padepokan, tibalah mereka di sebuah ruangan besar berlantai paving terakota yang disusun rapi dengan tikar pandan tergelar di atasnya. Beberapa murid menoleh ke arah Jalu dan Rangga, sedangkan yang lainnya acuh tak acuh asyik rebahan bersantai di tikarnya setelah seharian beraktivitas. Jalu menunjuk ke sudut ruangan. "Ini ruang tidurnya, di pojok sana masih ada tempat kosong." "Baik Kangmas, terimakasih,"jawab Rangga. Rangga berjalan menuju pojok kamar sambil membawa buntelan pakaian ganti melewati beberapa murid yang sudah tiduran di atas tikar. "Permisi, permisi numpang lewat." Tiba-tiba, Rangga merasa keseimbangannya hilang. "Brruuuk," Rangga jatuh tersungkur, seseorang telah menjegal kakinya. "Ha ha ha ha....si anak manja jatuh. Aduuh kasian kamu...sakit ya," Hasta salah satu murid di padepokan dan teman-temannya menertawaka...
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments