Share

Bab 2 Pembunuhan

Penulis: Freya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-08-08 22:50:49

Samar-samar Rangga mendengar suara langkah kaki menghampirinya dan suara teman-temannya memanggil namanya. Saat Rangga terbangun dia mendapati dirinya berada di kamar dan Mpu Waringin sudah duduk di sampingnya.

“Tak kusangka ternyata tubuhmu begitu lemah, baiklah besok kamu tidak usah belajar silat, kamu belajar ilmu pengobatan dengan Gondo,” ujar Mpu Waringin.

“Maafkan saya guru, mungkin tadi karena bangun kesiangan, saya tidak sempat sarapan dan langsung berlatih.”

“Tidak apa-apa, sekarang istirahatlah dulu. Besok aku mau bertapa selama 3 bulan. Jadi aku tidak dapat mengajar kalian, semua urusan telah kuserahkan pada Jalu dan para murid senior.”

Keesokan harinya, situasi bukannya membaik tapi justru semakin memburuk. Bukannya belajar ilmu pengobatan, Jalu menghukum Rangga dengan menyuruhnya bekerja di dapur menyiapkan makanan bersama para abdi yang bekerja di padepokan.

Sebelum subuh, Rangga sudah memulai kegiatannya lalu menghidangkan bubur sagu untuk sarapan pada para murid yang sudah duduk di tikar. Tiba-tiba Jalu memanggilnya

“Rangga, apa kamu yang memasak makanan ini?”

Rangga menggeleng dengan hati berdebar, perasaannya mulai tidak enak

“Bukan saya, para abdi yang memasaknya, saya hanya mencuci peralatan masak dan makan."

“Bohong, kamu pasti yang masak, bubur sagu ini rasanya tidak enak. Dasar bodoh, belajar silat tidak becus, masak juga nggak bisa. Rugi perguruan ini punya murid macam kamu!”

Tangan Jalu meraih mangkok lalu ditumpahkan ke kepala Rangga. Hasta dan teman-temannya tertawa terbahak-bahak mengejek Rangga, lalu beramai-ramai menumpahkan mangkok bubur itu ke kepala Rangga.

"Kami tak sudi makan bubur buatanmu yang macam pakan babi!"Hasta menuangkan secawan air ke kepala Rangga.

Beberapa murid lainnya termasuk Gondo dan Badra hanya memandangnya iba. Tiba-tiba Gondo berdiri dari duduknya lalu mendorong Hasta dan teman-temannya menjauhi Rangga.

"Pergilah kalian semua. Di sini kalian belajar silat bukan mengerjai orang!"bentak Jalu.

Hasta dan teman-temannya terkejut, wajah mereka tampak segan tak berani menyanggah Gondo. Jalu tampak tertegun namun dia juga tak berani menegur Gondo.

"Ayo kita segera berlatih!"Jalu mengajak para murid segera berlatih.

Namun sebelum keluar ruangan dia berpesan pada Rangga

“Setelah ini kamu kalau masak yang enak, kalau tidak enak kami akan menghajarmu!” Jangan lupa bersihkan lantai yang kotor ini, kami mau latihan dulu,” ujar Jalu sambil berlalu pergi.

Badra membantu membersihkan sisa-sisa bubur di kepala Rangga lalu berkata

“Sudahlah, nanti aku bantu membersihkan semuanya.”

“Tidak usah Badra, nanti kamu terlambat mengikuti pelajaran,” Rangga menolak halus.

Gondo mendengus kesal sambil berujar

"Mentang-mentang Mpu Waringin sedang bertapa seenaknya saja Jalu menyuruhnya memasak di dapur."

Rangga segera membersihkan diri, setelah itu dia bersiap mengikuti kelas pengobatan. Setibanya di ruang belajar pengobatam, hatinya lega karena pelajaran belum dimulai berarti dia masih belum terlambat.

Tak lama kemudian Gondo selaku murid senior menggantikan Mpu Waringin. Hari itu Rangga begitu bersemangat mengikuti materi pengobatan. Setidaknya dia tidak perlu berpanas-panas di luar berlatih silat atau menderita sakit akibat pukulan dan tendangan ketika berlatih silat.

Usai pelajaran di dalam kelas, Rangga dan teman-temannya sudah berada di kebun tanaman obat, Gondo memperkenalkan berbagai jenis tanaman obat yang ada di kebun.

Dia menunjukan sebuah tanaman berbunga indah berwarna krem seperti terompet dengan buah hijau bulat bergerigi pada Rangga

“Ini tanaman kecubung, kamu bisa menggunakannya untuk mengerjai Hasta dan teman-temannya.”

“Apa yang terjadi jika mereka memakan buah ini?” tanya Rangga.

“Ha ha ha, tentu saja kamu tidak akan menyajikan pada mereka seperti ini, kamu bisa membuatnya menjadi bubuk lalu campurkan dalam tuak,” jelas Gondo.

Rangga menatap Gondo dengan heran

“Tuak? Bukannya di sini kita tidak boleh minum tuak, arak dan minuman memabukan lainnya?”

“Hasta dan teman-temannya beda, mereka bisa mendapatkan tuak dengan mudah. Karena aku yang membuat sendiri tuak-tuak itu."

Rangga tertegun memandangi Gondo dengan takjub

"Jadi Kangmas sendiri yang membuat tuaknya?"

"Ya, jangan dikira tuak hanya melulu untuk minuman. Ada beberapa bahan obat yang hanya bisa dilarutkan dengan tuak."

Gondo tersenyum melihat Rangga yang masih bengong

"Rangga, kamu masih harus belajar banyak."

*****

Sorenya sehabis mandi, di dekat sumur tiba-tiba Hasta dan komplotannya mencegat

“Hei, anak baru, kamu punya uang nggak? Kami butuh uang buat beli tuak dan judi!"

“Aku tidak punya uang, lagipula di sini kan tidak boleh minum minuman yang memabukan apalagi berjudi.”

“Eeh…kurang ajar, ini anak baru sudah berani menceramahi kakak seperguruan! Teman-teman, hajar dia!” Hasta langsung menghampiri Rangga.

Tanpa banyak bicara lagi, mereka memukuli Rangga tanpa ampun . Wajah dan hidung Rangga sudah berdarah-darah, badannya sudah lebam, tiba-tiba terdengar suara

“Beraninya main keroyokan, namanya pendekar kalau berkelahi satu lawan satu. Ternyata ilmu kalian cuma ilmu cakar kucing yang cuma bisa dipakai untuk menakuti anak kecil.”

Sontak anak-anak itu berhenti memukuli Rangga, saat itu Rangga melihat Gondo menghampiri Hasta dan teman-temannya. Aneh sekali, wajah mereka tampak ketakutan ketika melihat Gondo.

“Ehmm…Kangmas Gondo, aku cuma sedikit bercanda saja dengan dia. Biasalah, malam ini kalau tidak minum tuak, mulut ini kecut rasanya,” dalih Hasta yang salah tingkah di depan Gondo.

Gondo mendengus kesal

"Huuh...dasar kalian gentong tuak tak berguna."

Gondo mengambil gendul tuak yang terbuat dari labu kering di pinggangnya lalu melemparnya kepada Gondo.

"Nih ambil, aku membuat arak dari buah Mangga. Pergilah jangan ganggu dia lagi!”

Hasta menangkap Gendul itu, matanya berbinar

"Waah...arak ini pasti enak. Terimakasih Kangmas Gondo!"

Setelah itu Hasta dan teman-teman berandalannya segera meninggalkan Rangga yang sudah babak belur.

Gondo memapah Rangga ke kamarnya lalu membersihkan lukanya dan memberinya obat.

"Rangga, apa yang terjadi debgan kamu?"tanya Badra yang terkejut melihat keadaan Rangga.

“Mereka meminta uang untuk beli tuak dan judi. Kangmas Gondo, kenapa Mpu Waringin dan para sesepuh di sini tidak ada yang menegur Hasta?”tanya Rangga.

“Siapa yang berani terhadap Hasta? Dia anak Syah Bandar di Tuban yang dekat dengan para pejabat tinggi di istana. Oleh orangtanya, dia disuruh belajar di sini karena Hasta anak yang kelakuannya paling nakal,” ujar salah satu murid.

“Sudahlah tak usah membahas mereka. Kalian tidur saja besok kita masih harus belajar lagi,"ujar Gondo.

Malam itu Rangga tidak bisa tidur karena pegal-pegal dan seluruh tubuhnya masih terasa sakit. Tiba-tiba perutnya mulas

“Ah sial, kenapa malam-malam begini aku malah pengen ke belakang,” gumam Rangga kesal.

Dia bangun mengambil lampu sentir yang tergantung di dinding lalu berjalan ke sungai di belakang rumah.

Usai menuntaskan hajatnya dia kembali ke kamarnya. Namun di dekat pondok Mpu Waringin, tiba-tiba dia melihat dua sosok bayangan berkelebat menuju kediaman Mpu Waringin.

Tak lama kemudian satu sosok bergerak cepat menyusul. Rangga tertegun dan mulai curiga

Jangan-jangan ada maling, coba aku ikuti mereka, pikir Rangga.

Dia mematikan nyala api lampu sentirnya agar keberadaannya tidak diketahui lawan lalu berjalan mengendap-endap mengikuti dua sosok tadi.

Tiba-tiba terdengar suara teriakan dan suara orang bertarung. Rangga berhenti melangkah, sejenak dia meragu apakah masih akan tetap melihat apa yang sedang terjadi atau kembali ke kamar.

Namun rasa ingin tahunya mengalahkan rasa takutnya, dia bergegas menyusul melihat apa yang terjadi.

Setibanya di kediaman Mpu Waringin, dalam temaramnya sinar bulan Rangga melihat ada dua sosok bayangan keluar dari pondok Mpu Waringin.

Instingnya mulai mengatakan ada bahaya, Rangga segera bersembunyi di semak-semak. Dua sosok bayangan itu berhenti di depan semak-semak tempat Rangga bersembunyi. Lalu bercakap-cakap.

“Kamu yakin tidak ada yang melihat kita?”

“Tenang saja tidak ada yang curiga pada kita, yang penting Kitab Sang Hyang Agni ini sudah kukuasai. Ayo kita segera pergi, besok mereka akan kaget melihat apa yang terjadi.”

Setelah kedua sosok itu pergi, Rangga merasa perasaannya mulai tak enak. Suara itu dia sangat mengenalnya.

Rangga segera masuk ke pondok Mpu Waringin yang tampak gelap dan sepi lalu mencari kamar Mpu Waringin.

Di pondok itu Mpu Waringin tinggal sendirian karena isterinya sudah meninggal dan mereka tidak dikaruniai anak.

Tiba-tiba terdengar suara merintih kesakitan, terkesiap Rangga mendengar suara yang sangat dikenalnya itu. Dia bergegas masuk kamar dan betapa terkejutnya Rangga melihat kamar Mpu Waringin yang sudah berantakan dan Mpu Waringin yang sudah tewas bersimbah darah.

Di sisi yang lain, terlihat Gondo dengan keadaan yang tak kalah mengenaskan. Di tangannya tergenggam keris yang berlumuran darah.

“Kangmas Gondo…apa yang terjadi?”

“Rangga..., Kitab Sang Hyang Agni... Jalu...Hasta....”

Setelah itu tubuh Gondo terkulai, Gondo kini telah tiada. Rangga berlutut menangisi kematian kakak seperguruanya. Terbayang sudah setelah kepergian Gondo tidak ada lagi.orang yang akan membelanya ketika Jalu, Hasta dan gengnya membullynya.

"Kangmas Gondo...Kangmas Gondo!"Rangga berseru panik memanggil nama kakak seperguruannya.

Tiba-tiba terdengar suara langkah-langkah kaki memasuki pondok. Rangga menoleh terkejut, tampaklah Jalu, Hasta bersama para sesepuh dan para murid lainnya memasuki ruangan Mpu Waringin.

Melihat Gondo dan Rangga, Jalu berseru

“Gondo telah membunuh guru. Untung aku dan Hasta bisa membunuh Gondo! Anak baru ini pasti yang membantu Gondo melakukan pembunuhan ini!”

“Kurang ajar sekali anak baru kok sudah berani bunuh gurunya!” seru orang-orang itu.

Salah seorang sesepuh berusaha melerai

“Tunggu dulu dia kan anak baru, mana mungkin dia berani masuk ke dalam urusan seperti ini.”

“Sejak pertama datang, dia dan Gondo sudah sangat akrab, pasti Gondo memperalat anak ini untuk membantunya membunuh guru. Usir saja Rangga dari perguruan ini!” seru Hasta dengan marah.

“Bawa dia keluar, nanti kita tanya dia kenapa Gondo tega membunuh gurunya!”

Rangga bertambah takut, badannya gemetar, orang-orang di sekelilingnya mulai memakinya. Lalu tubuhnya diseret dengan kasar keluar pondok.

“Tunggu, bukan Kangmas Gondo dan aku yang membunuh! Aku tadi habis buang air di sungai lalu ada suara keributan di pondok Guru. Aku masuk pondok dan ternyata Guru dan Kangmas Gondo sudah tewas!” seru Rangga.

“Bohong, mana ada maling mengaku, bawa dia keluar!”bentak Jalu.

Orang-orang itu menyeret Rangga keluar dan tidak mempedulikan teriakan Rangga yang ketakutan.

Lanjutkan membaca buku ini secara gratis
Pindai kode untuk mengunduh Aplikasi

Bab terkait

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 3 Lembah Hantu

    Setibanya di luar, mereka mengikat Rangga di sebuah tonggak, memukuli dan menendangnya sampai babak belur sambil memakinya. “Ampun…tolong hentikan...sakiit! Bukan aku yang membunuhnya!” “Bohong, buktinya sudah ada, kamu kan yang membantu Gondo membunuh Guru!” maki salah seorang murid. Mereka kembali memukuli Rangga tanpa ampun hingga pemuda itu muntah darah. Rangga menderita luka dalam yang teramat parah. “Sudah cukup, tenaga kalian masih diperlukan. Besok kita adili dia, jika terbukti dia bersalah, kalian boleh memukulinya sampai mati. Sementara biar dia di sini dulu, sekarang kita rawat jenazah Guru dan mempersiapkan upacara pemakaman,” perintah salah seorang sesepuh di padepokan. Beberapa murid yang memukuli Rangga masuk ke pondok meninggalkan Rangga sendirian dalam keadaan terikat. Mereka akan merawat jenazah Mpu Waringin dan mempersiapkan upacara pemakaman. Setelah semua orang pergi, suasana kembali sepi dan gelap. Lokasi padepokan yang terletak di hutan di lereng gu

    Terakhir Diperbarui : 2024-08-09
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 4 Nenek Tua yang Aneh

    Rangga telah siuman dari pingsannya, dia mendapati dirinya berbaring di tempat tidur batu. Kepalanya masih terasa pusing dan dadanya masih terasa sesak. Aroma ramuan herbal yang pekat menyergap hidungnya. Rangga mencoba bangun, dia mengangkat kepala dan tubuhnya perlahan, tapi ternyata tubuhnya masih terasa sakit ketika bergerak. "Aaargh!"Rangga berseru tertahan. Tubuh Rangga kembali ambruk, pemuda itu merasakan rasa sakit yang luar biasa di dada dan perutnya serta sakit kepala yang luar biasa. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki masuk ke kamar. "Aah...syukurlah kamu sudah bangun!" Rangga terkejut dan menoleh, seorang nenek-nenek berdiri dihadapannya, dia membawa nampan yang penuh dengan guci-guci kecil dan cawan. Tapi lagi-lagi Rangga terkejut ketika menyadari siapa nenek itu. Hampir saja dia berteriak ketakutan. Nenek itu adalah nenek yang membukakan pintu untuknya. "Mbah, ternyata Simbah itu orang ya,"ujar Rangga dengan polosnya. Nenek itu tertegun

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-08
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 5 Pengkhianat

    Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangannya. Jalu menoleh, terlihat Hasta masuk sambil membawa satu gendul tuak dan dua cawan. Jalu memandang Hasta dengan pandangan menyelidik curiga. "Mau apa kamu masuk kemari tanpa izinku?!" Namun Hasta tak sedikitpun terlihat marah atau tersinggung. Dia tetap tersenyum sambil berjalan mendekati Jalu dan menepuk bahunya. "Jangan marah dulu Kangmas Jalu. Aku hanya ingin merayakan keberhasilanmu merebut Kitab Sang Hyang Agni. Setelah ini Kangmas pasti bakal menjadi pendekar tanpa tanding." Wajah Jalu mulai melunak, tampaknya dia senang mendengar pujian Hasta yang setinggi langit. Tapi sejurus kemudian dia menghela nafas panjang. "Hasta, aku tidak sekedar ingin menjadi pendekar tanpa tanding, tapi aku juga ingin menjadi pejabat istana. Aku yakin setelah menguasai ilmu Sang Hyang Agni kemudian terkenal sebagai pendekar tanpa tanding, Gusti Ratu Tribuana pasti bersedia menjadikanku sebagai seorang pejabat." Hasta tertegun dan membatin

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-12
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Rahasia Makam Kuno 1

    Ruangan di sebelah kamar Hasta adalah tempat penyimpanan obat dan bahan-bahan obat. Gembong membuka pintu ruang penyimpanan bahan obat, situasi di dalam gudang begitu gelap. Dia mengambil lampu sentir yang tergantung di dinding lalu masuk dan memeriksa di dalamnya. Terdengar bunyi mencicit dan bunyi benda yang saling berbenturan di belakang lemari. "Cit cit cit! Glodak glodak glodak!" Gembong mendekati lemari, beberapa tikus bermunculan dari bawah lemari penyimpanan bahan obat, disusul dengan seekor kucing yang melompat dari atas lemari. Saat melompat, kucing itu menyenggol tangan Gembong yang sedang memegang sentir. "Sialan, tikus tikus !" Tikus-tikus berlarian dari balik lemari. Gembong yang tampak sangar dan perkasa ternyata takut dengan tikus. Karena terjangan kucing, lampu sentir yang dibawa Gembong terjatuh dan minyak kelapa bahan bakar lampu sentir tumpah ke lantai. Minyak yang terkena api langsung terbakar merembet ke tumpukan kayu, akar kering dan rak yang diatas

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-16
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 7 Rahasia Makam Kuno2

    Suasana malam itu berubah, gundukan tanah dengan batu nisan itu menghilang. Sementara di depannya sedang berlangsung pertarungan yang sengit antar pendekar. Jarak Rangga dengan para pendekar itu cukup dekat hanya berjarak sekitar lima meter saja. Seorang pendekar yang berpakaian seperti seorang Resi berteriak lantang. Suaranya menggelegar bagai petir mengalahkan suara teriakan pertarungan. "Sekar kembalikan Kitab Sang Hyang Agni kepada kami. Najis jika kitab itu dipegang manusia sesat macam kalian!" Terdengar suara wanita yang melengking lantang menusuk telinga. Membuat para pendekar lainnya menutup telinga mereka. "Ha ha ha ha kamu mimpi Dharmaja, kalahkan dulu para pendekar di sini, baru aku ikhlas menyerahkan kitab ini kepadamu!" Setelah itu terdengar suara pertarungan sengit. "Siapa itu Mbah?" "Dia Resi Dharmaja, salah satu pendeta di Sywa Grha yang diutus merebut kembali kitab itu. Sekarang diamlah, kamu sedang melihat peristiwa duapuluh tahun yang lalu,"tukas Mbah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-17
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 8 Cakra Tenaga Dalam

    "Anda tidak usah membuka cakra tenaga dalam saya Lagipula saya tidak berminat belajar silat. Sebaiknya kita pulang saja Mbah, saya juga sudah lelah dan mengantuk.""Ya ya ya kita pulang, Simbah lupa kalau kamu sebenarnya masih sakit."Mereka berdua kembali menyusuri jalan setapak pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Rangga yang sudah lelah segera merebahkan dirinya di tikar. Namun udara gunung yang dingin membuatnya sulit tidur.Dicobanya memejamkan mata sambil berhitung sehingga lama kelamaan akhirnya dia mulai mengantuk. Antara sadar dan tidak sadar, saat dirinya sudah setengah terlelap, ada satu sosok pria berpakaian serba putih seperti seorang Resi menghampirinya.Resi itu membangunkannya dengan lembut. Saat Rangga membuka matanya, Resi itu tersenyum ramah lalu berkata "Ngger, tadi aku melihatmu bersama Janti di sana."Rangga mengucek-ucek matanya, dia merasa aneh dengan kehadiran seorang Resi secara tiba-tiba di kamarnya. Dia hantu apa manusia? Bagaimana dia bisa masuk kemari?

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 9 Kalung Tujuh Batu Cakra

    "Mbah, saya kan tidak berbakat, kenapa Simbah malah memilih saya?" Mbah Janti tersenyum.memandang Rangga lalu menepuk bahunya. "Karena hatimu baik dan kamu cerdas. Simbah percaya setelah ini kamu mampu mengatasi kesulitanmu membuka cakra tenaga dalam. Sekarang duduklah dan ikuti perintahku, aku akan mencoba lagi membuka cakra tenaga dalammu." Rangga duduk bersila sedangkan Mbah Janti berdiri di depannya. "Sekarang kamu hirup udara dalam-dalam dan hembuskan melalui mulut perlahan." Ini persis seperti yang diajarkan Resi Dharmaja, batin Rangga. Karena sebelumnya sudah pernah melakukannya, Rangga tidak menemui kesulitan melakukannya. Mbah Janti lalu duduk di belakang Rangga menempelkan tangan di punggung Rangga. Tapi hanya dalam hitungan detik Mbah Janti menarik tangannya. "Cakra tenaga dalamu sudah terbuka, siapa yang membantumu membukanya?"tanya Mbah Janti dengan nada menyelidik. Rangga tertegun ternyata Mbah Janti sudah tahu, tapi dia masih tidak ingin menceritakan pert

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Penunggu Sungai

    Rangga mendekapkan kitab Sang Hyang Agni ke dadanya lalu menatap Mbah Janti. "Mbah, saya berjanji akan mengembalikan kitab ini pada para pendeta di Sywa Grha setelah saya mempelajarinya. Tapi ajarkan saya membaca huruf Brahmi." Mbah Janti tampak lega mendengar pernyataan Rangga. Dia mengangguk lalu berkata. "Terimakasih Rangga sudah bersedia membantuku. Kitab ini memang sudah seharusnya berada di Sywa Grha. Jika kamu bertemu para pendeta Sywa Grha, sampaikan permintaan maaf kami dari sekte Bhairawa yang sudah menahan kitab itu di sini." Rangga mengangguk "Ya Mbah, saya akan sampaikan pada mereka." "Terimakasih Rangga, aku sudah lega. Sekarang aku akan mengajarkanmu cara membaca huruf Brahmi dan jurus-jurus Sang Hyang Agni." ***** Selama di Lembah Hantu, Rangga selain mempelajari ilmu sang Hyang Agni, Mbah Janti juga mengajarkan ilmu-ilmu dari sekte Bhairawa. "Rangga, aku juga mengajarkanmu ilmu dari Sekte Bhairawa. Bagi para pendekar golongan putih, ilmu ini adalah ilmu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21

Bab terbaru

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 110 Galau

    Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga."Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada."Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo.Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar"Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga.""Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan."Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong dulunya j

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 109 Shankara Lahir

    Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 108 Bhiksuni Santini

    Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan."Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!""Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih.Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya.Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya."Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!""Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi."Tunggu!"Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal dan wajahnya kotor

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 107 Pencarian Siwi

    "Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 106 Gusti Putri Alit

    Saraswati menatap Rangga dengan tatapan cemas, namun sejurus kemudian dia teringat sesuatu. Saraswati berdiri di belakang Rangga lalu menempelkan tangannya ke punggung Rangga. Nyai Bima dan suaminya terkejut melihat tindakan Saraswati. "Hei tunggu apa yang kamu lakukan?!"seru Nyai Bima. Nyai Bima berjalan mendekati Saraswati namun suaminya mencegahnya "Jangan...tunggu, gadis itu tidak bermaksud buruk, dia hanya ingin menolongnya." "Tapi Kangmas, kita tidak tahu apa dia melakukannya dengan cara yang benar atau tidak,"tukas Nyai Bima. Bima memperhatikan Rangga, terlihat wajah Rangga yamg semula merah seperti kepiting rebus, kini berangsur normal. "Dia sudah melakukannya dengan baik dan benar. Lihat wajah Rangga, dia sudah mulai berangsur normal,"ujar Bima. Nyai Bima memperhatikan dengan seksama, Rangga sekarang memang terlihat jauh lebih baik. Perempuan itu lega melihat kondisi Bima sudah mulai pulih. Tapi kemudian dia teringat sesuatu. Cepat sekali Rangga pulih, ilmu apa yang d

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 105 Energi Inti Api

    Saraswati berdiri di tengah mencegah pertarungan berulang kembali.Pemimpin prajurit mulai marah"Kalau kamu tidak minggir, aku akan membunuhmu!"Namun Saraswati tak gentar menghadapi ancaman orang itu, dia malah menantangnya,"Baiklah kalau kamu masih tetap mau menyerang, bersiaplah menghadapi resikonya! Bukankah Gusti Bhre Pajang meminta kalian membawa Rangga dalam keadaan selamat tanpa luka seujung ramputpun?! Tapi sekarang kalian malah mencoba melukainya!"Saraswati mengambil lencana emas dari setagennya lalu ditunjukan ke hadapan pemimpin prajurit.Sontak wajah pemimpin prajurit berubah, buru-buru dia menyarungkan kembali pedangnya dan memberi hormat."Maafkan saya Gusti Putri, baiklah kami akan pergi.""Siapa yang menyuruh kalian menyerang Rangga?"tanya Saraswati."Ndoro Hasta Senopati dari Majapahit itu yang menyuruh kami. Katanya Rangga adalah biang kerok kerusuhan yang terjadi di Sywagrha,"jawab pemimpin prajurit.Saraswati mendengus kesal"Huuh orang Majapahit itu, seenaknya

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 104 Penangkapan

    Semakin jauh dia berjalan, orang-orang yang lewat semakin berkurang. Tak ada lagi kebun atau rumah penduduk. Yang ada hanyalah hutan belantara atau lahan yang penuh semak belukar. *****Pagi-pagi sekali Rangga sudah bangun lalu bersiap pergi. Dia membereskan bawaannya dan merapikan tikar tempat dia tidur. Dari arah dapur sudah tercium aroma makanan yang menggugah selera. Rangga bergegas ke dapur untuk berpamitan dengan Nyai Bima.Di dapur Nyai Bima terlihat sibuk mengaduk makanan di kuali. Rangga menyapa Nyai Bima,"Nyai, saya mau pamit pergi."Nyai Bima menoleh, melihat Rangga yang datang Nyai Bima berkata"Ngger, makanlah dulu, ini aku membuat bubur ganyong,"Nyai Bima menunjuk ke kuali di depannya. Ini makanannya sudah matang, kamu makan dulu ya." Nyai Bima berdiri dari duduknya lalu mengambil mangkuk gerabah, menyendok jenang ke mangkuk kemudian menyodorkannya pada Rangga."Ini makanlah, kamu harus makan karena perjalananmu masih jauh."Rangga menyambut mangkok berisi jenang gan

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 103 Jiwo

    Terdengar suara anjing menggonggong di luar. Setelah itu, seorang pemuda masuk ke dalam rumah menyapa Bimo dan isterinya."Bapak Ibu, hari ini aku membawa kijang hasil berburu.""Aah...Jiwo kamu sudah pulang, hari ini kita ada tamu, dia Rangga murid Eyang Jolodhong,"Bima mengenalkan Rangga pada anaknya.Jiwo mengerutkan keningnya"Eyang Jolodhong? Tidak mungkin usianya masih muda dan Eyang Jolodhong sudah meninggal lama. Jika dia pernah menjadi murid Eyang Jolodhong seharusnya usianya sudah seusia Bapak,"ujar Jiwo sambil memandang Rangga dengan pandangan curiga.Bimo tampak tak enak hati melihat sambutan anak laki-lakinya yang dirasanya kurang ramah."Dia bisa mengamalkan ilmu Bayu Sumilir ilmu keluarga kita. Tidak ada orang di luar keluarga kita yang mampu mengamalkannya,"Bimo mencoba meyakinkan.Namun Jiwo masih saja menampakan sikap yang tidak bersahabat. Dari tatapan matanya terlihat dia mencurigai Rangga sebagai penipu."Bapak, ilmu Bayu Sumilir sudah lama ada sejak kerajaan Med

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 102

    "Siapa namamu Ngger?"tanya bapak-bapak tadi. "Saya Rangga dari Lembah Hantu. Lalu siapa nama Ki Sanak?" Mendengar tempat asal Rangga, wajah bapak itu tampak berubah. "Panggil saja aku Bima dan itu anakku Wening,"bapak itu menunjuk anaknya. Bapak itu mendekati Rangga lebih dekat lalu bertanya lagi "Benar kamu berasal dari Lembah Hantu?" Rangga mengangguk "Ya, apa Ki Sanak tahu tentang Lembah Hantu?" Bima menggeleng "Aku cuma dengar dari berita para pendekar yang datang dari Timur. Di tempat itu dulunya pernah terjadi perebutan Kitab Pusaka Sang Hyang Agni. Semua pendekar yang ada di situ mati dan jiwa mereka ditahan oleh Raja Iblis. Bapakku salah satu pendekar yang mati di sana." "Siapa nama Bapak Ki Sanak?" "Bapakku bernama Jolodhong." Rangga terkejut mendengarnya "Jolodhong? Apa dia memiliki ilmu meringankan tubuh Bayu Sumilir?" Wajah Bima seketika berubah "Darimana kamu tahu? Hanya pendekar-pendekar lama saja yang mengetahui tentang Bapakku,"ujar Bima.

Jelajahi dan baca novel bagus secara gratis
Akses gratis ke berbagai novel bagus di aplikasi GoodNovel. Unduh buku yang kamu suka dan baca di mana saja & kapan saja.
Baca buku gratis di Aplikasi
Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status