Home / Pendekar / PENDEKAR LEMBAH HANTU / Bab 4 Nenek Tua yang Aneh

Share

Bab 4 Nenek Tua yang Aneh

Author: Freya
last update Last Updated: 2024-11-08 17:30:42

Rangga telah siuman dari pingsannya, dia mendapati dirinya berbaring di tempat tidur batu. Kepalanya masih terasa pusing dan dadanya masih terasa sesak. Aroma ramuan herbal yang pekat menyergap hidungnya.

Rangga mencoba bangun, dia mengangkat kepala dan tubuhnya perlahan, tapi ternyata tubuhnya masih terasa sakit ketika bergerak.

"Aaargh!"Rangga berseru tertahan.

Tubuh Rangga kembali ambruk, pemuda itu merasakan rasa sakit yang luar biasa di dada dan perutnya serta sakit kepala yang luar biasa.

Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki masuk ke kamar.

"Aah...syukurlah kamu sudah bangun!"

Rangga terkejut dan menoleh, seorang nenek-nenek berdiri dihadapannya, dia membawa nampan yang penuh dengan guci-guci kecil dan cawan.

Tapi lagi-lagi Rangga terkejut ketika menyadari siapa nenek itu. Hampir saja dia berteriak ketakutan. Nenek itu adalah nenek yang membukakan pintu untuknya.

"Mbah, ternyata Simbah itu orang ya,"ujar Rangga dengan polosnya.

Nenek itu tertegun namun sedetik kemudian dia terkekeh.

"He he he he tentu saja aku orang. Lihat kakiku masih menapak tanah."

Suara tawanya terdengar menyeramkan di telinga Rangga seperti suara kuntilanak.

Nenek itu meletakan nampan di meja batu di dekat Rangga lalu duduk di tepi tempat tidur batu.

"Aku memang lebih mirip hantu daripada orang. Tak heran orang-orang memanggilku dengan panggilan Wanita Iblis Gunung. Tapi jangan kuatir, aku tidak akan mencabut nyawamu heh heh heh."

"Terimakasih Mbah, sudah menyelamatkan saya."

Usai berbicara dada Rangga terasa sesak.

"Uhuuk...uhuuk."

Darah kental berwarna merah kehitaman keluar dari mulutnya. Nenek itu mengambil kain lalu mengelap darah yang tersisa di mulutnya.

"Heeh keterlaluan sekali, mereka memukulimu sampai luka dalam parah. Ada pendarahan di paru-paru dan limpamu. Untung badanmu kuat menahannya, tapi kamu sudah lima hari tidak sadar.

Rangga terkejut menyadari dirinya ternyata sudah tidak sadarkan diri selama lima hari.

"Jadi saya pingsan selama lima hari?"

Si Nenek mengangguk

"Iya, tapi sudahlah tenangkan saja dirimu. Yang penting sekarang kamu selamat. Siapa namamu dan darimana asalmu Ngger?"

"Saya Rangga, murid Padepokan Sekar Jagad milik Mpu Waringin. Lalu siapa nama Nenek."

Tiba-tiba wajah nenek tampak tidak suka mendengar nama Mpu Waringin.

"Kamu bisa memanggilku Mbah Janti. Ternyata kamu murid Kancil Tua licik itu ya."

Rangga tak menyangka tanggapan Mbah Janti yang tampak tidak suka mendengar nama gurunya disebut.

"Tapi saya baru dua hari di tempat itu, setelah itu mereka mengusir saya karena saya dituduh membantu Kangmas Gondo, Kakak seperguruan saya membunuh Mpu Waringin."

"Hah, Kancil Tua itu sudah mati rupanya?"

Mbah Janti menghela nafas lalu berkata lagi "Yaah dia memang pantas mati tapi mengapa muridnya membunuh gurunya sendiri?"tanya si Nenek.

"Mungkin mereka mengincar kitab Sang Hyang Agni milik Mpu Waringin,"jawab Rangga.

"Apa...kitab itu dicuri muridnya sendiri? Huuh benar-benar keterlaluan mereka. Tapi walaupun kitab itu sudah mereka kuasai, belum tentu mereka bisa mempelajari isi kitab itu,"Mbah Janti berbicara dengan nada mengejek.

Rangga yang tadinya masa bodoh dengan Kitab Sang Hyang Agni mendadak tertarik setelah mendengar penjelasan Mbah Janti.

"Apa isi kitab itu? Sepertinya Simbah mengetahui segala hal tentang kitab itu."

Mbah Janti mulai bercerita

"Kitab itu sudah ada dimasa Kerajaan Medang dan menjadi incaran para pendekar di Jawa. Awalnya para Resi di kuil Sywagrha yang menyimpannya. Setelah itu entah bagaimana kitab itu bisa berpindah tangan ke orang lain."

"Jadi kitab itu sempat lama menghilang?" tanya Rangga.

"Ya, setelah keruntuhan Kerajaan Medang, kitab itu tidak terdengar lagi kabarnya. Sempat muncul kembali di masa kerajaan Kadiri saat Gusti Prabu Jayabaya memerintah, setelah itu menghilang lagi.

Mbah Janti mengambil bahan herbal dari guci-guci kecil, mencampurnya di cawan. Sambil bekerja Mbah Janti melanjutkan ceritanya.

"Tapi duapuluh tahun yang lalu, setelah lama menghilang, kabar tentang kitab ini muncul kembali. Para pendekar mulai mencari keberadaannya dan memperebutkan kitab itu,"ungkap Mbah Janti.

"Lalu siapa yang memegang kitab Sang Hyang Agni saat itu? Seharusnya kitab itu dikembalikan ke pemiliknya para Resi di kuil Sywagrha,"ujar Rangga.

Mbah Janti tak menjawab dia memeriksa luka lebam di tubuh Rangga, lalu mengolesinya dengan ramuan dari sebuah guci kecil dengan hati-hati.

Rangga meringis kesakitan ketika tangan Mbah Janti menyentuh luka lebam hitam di sekitar perutnya.

"Yang di sini sakitkah?"tangan Mbah Janti menyentuh bagian ulu hati.

"Aaarrgh!"

Rangga menjerit kesakitan.

"Masih sakit ya?"Mbah Janti menatap Rangga dengan pandangan iba.

Rangga mengangguk sambil meringis menahan sakit.

"Iya Mbah, rasanya seperti ditusuk ribuan jarum."

Nenek menghela nafas lalu melanjutkan cerita tentang Kitab Sang Hyang Agni untuk mengalihkan perhatian Rangga dari rasa sakitnya.

"Duapuluh tahun yang lalu terjadi pertarungan antar pendekar di Lembah Hantu ini memperebutkan Kitab Sang Hyang Agni."

"Tapi bagaimana para pendekar bisa tahu soal kitab ini? Bukankah kitab itu sudah lama menghilang?"tanya Rangga.

Baginya cerita ini menarik sehingga dia sejenak bisa melupakan rasa sakit di tubuhnya. Mbah Janti melanjutkan ceritanya.

"Kitab itu terakhir dikuasai oleh sekte Bhairawa pemuja Durga. Pemimpin sekte itu adalah Dewi Sekar. Dengan ilmu hitamnya, Sekar berhasil mengalahkan para pendekar yang memperebutkan kitab itu. Kamu tahu siapa Dewi Sekar?"

"Dewi Sekar? Tentu saja saya tidak mengenalnya,"jawab Rangga dengan raut wajah bingung.

"Huh keterlaluan kamu, itu kan isteri Mpu Waringin gurumu. Tapi dasar Waringin laki-laki licik, dia merayu Dewi Sekar agar bisa menguasai kitab itu dan sialnya Dewi Sekar mau saja diperdaya. Dasar perempuan bodoh,maki Mbah Janti.

Rangga kebingungan, di matanya sepertinya Mpu Waringin adalah seorang pendekar yang baik dari golongan putih. Tapi Mbah Janti sama sekali tak menganggap Mpu Waringin adalah orang yang layak dihormati.

"Pertarungan perebutan kitab Sang Hyang Agni itu benar-benar mengerikan. Tak peduli pendekar golongan hitam atau putih semua sama-sama berebut saling bunuh."

"Lalu bagaimana Dewi Sekar bisa mengalahkan para pendekar itu?"tanya Rangga.

"Saat malam tiba, Sekar menggunakan ilmu hitamnya membunuhi semua pendekar yang berkumpul di Lembah Hantu. Dia berhasil mempengaruhi pikiran para pendekar itu sehingga mereka kesurupan dan melakukan bunuh diri massal."

Bergidik Rangga mendengar cerita Mbah Janti. Membayangkan satu orang bunuh diri saja sudah seram apalagi jika yang bunuh diri banyak orang di saat yang sama secara serentak.

"Bagaimana Mbah Janti bisa tahu sejarah Kitab Sang Hyang Agni dari awal sampai akhir?"

Mbah Janti menatap tajam mata Rangga membuat Rangga sedikit takut. Sedetik kemudian nenek aneh itu terkekeh

"Heh heh heh heh rupanya kamu tertarik dengan dongeng ini ya?"

Rangga tersenyum malu dan kembali menatap wajah Mbah Janti berharap dia kembali melanjutkan ceritanya.

"Nanti kalau kamu sudah sembuh aku tunjukan sesuatu. Apa yang ingin kamu ketahui tentang sejarah kitab itu ada di suatu tempat."

"Saat terjadi pertarungan duapuluh tahun yang lalu apakah Mbah Janti berada di sini?"

Mbah Janti tertegun sejenak, dia menghentikan kegiatannya tapi tak menjawab pertanyaan Rangga. Setelah itu dia kembali menuangkan air panas ke cawan dan mengaduknya.

"Mbah...."

Rangga masih ingin bertanya lagi namun Mbah Janti keburu menukasnya.

" Ah sudahlah tidak usah dibahas lagi, sekarang minum jamu dulu, biar kamu lekas sembuh."

Mbah Janti menyorongkan cawan ke bibir Rangga. Pemuda itu menatap Mbah Janti dengan pandangan ragu.

Mbah Janti tampaknya memahami pikiran Rangga.

"Jangan takut, ini bukan racun."

Rangga akhirnya meminum isi cawan sampai habis. Dia merasakan ramuan herbal itu sangat pahit. Setelah cawan pertama habis, nenek memberikan cawan kedua

"Sekarang minum ini supaya lukamu tidak bernanah di dalam."

Rangga mengambil cawan kedua dan segera meminumnya. Ternyata ramuan di cawan kedua ini manis rasanya..

Setelah meminum 2 ramuan itu, Rangga mulai merasakan tubuhnya sudah mulai sedikit ringan.

"Madu ini enak sekali," Rangga berkomentar.

"Tentu saja madu ini berasal dari aneka bunga yang berkhasiat mencegah kuman berkembang biak di lukamu. Ada sari bunga Sambung Jiwa, Wijaya Kusuma, Mawar Hutan, Cendana dan banyak lagi. Madu ini ku ambil sendiri dari hutan."

Mbah Janti membereskan obat-obatan dan menatanya kembali di atas nampan.

"Kamu mau makan Ngger?"Mbah Janti menawarkan makanan.

Rangga tersadar,perutnya sudah lapar setelah lima hari tidak terisi makanan.

"Ya Mbah, saya lapar."

"Ya sudah, aku ambil makanan dulu ya,"Mbah Janti berlalu keluar kamar.

Rangga sebenarnya masih ingin bertanya lagi, tapi Mbah Janti sepertinya sibuk dengan kegiatannya sehingga Rangga tidak jadi bertanya.

*****

Sementara itu di Padepokan Sekar Jagad, para murid sedang mempersiapkan upacara pengangkatan Jalu sebagai Ketua Perguruan Sekar Jagad.

Di Ruang tengah kediaman Mpu Waringin Jalu mengeluarkan kitab Sang Hyang Agni dan mulai membuka lembarannya.

Kitab Sang Hyang Agni terbuat dari lembaran kulit kerbau yang ditulis dengan tinta hitam. Saat melihat isinya, Jalu mengerutkan keningnya. Huruf-huruf yang tertulis di dalamnya bukanlah tulisan huruf Jawa Kuno yang dikenalnya melainkan tulisan aneh yang dia tidak tahu darimana asalnya.

Dia melanjutkan membuka kitab itu ternyata ada kerusakan di lembar halaman paling belakang seolah ada orang yang sudah menyobeknya.

Jalu baru sadar, ternyata kitab itu sudah tidak lengkap lagi halamannya.

"Bangsat, ternyata aku cuma dapat separo dan hurufnyapun asing bagiku. Aku harus mencari orang yang bisa menerjemahkan tulisan ini,"gumamnya.

Related chapters

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 5 Pengkhianat

    Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangannya. Jalu menoleh, terlihat Hasta masuk sambil membawa satu gendul tuak dan dua cawan. Jalu memandang Hasta dengan pandangan menyelidik curiga. "Mau apa kamu masuk kemari tanpa izinku?!" Namun Hasta tak sedikitpun terlihat marah atau tersinggung. Dia tetap tersenyum sambil berjalan mendekati Jalu dan menepuk bahunya. "Jangan marah dulu Kangmas Jalu. Aku hanya ingin merayakan keberhasilanmu merebut Kitab Sang Hyang Agni. Setelah ini Kangmas pasti bakal menjadi pendekar tanpa tanding." Wajah Jalu mulai melunak, tampaknya dia senang mendengar pujian Hasta yang setinggi langit. Tapi sejurus kemudian dia menghela nafas panjang. "Hasta, aku tidak sekedar ingin menjadi pendekar tanpa tanding, tapi aku juga ingin menjadi pejabat istana. Aku yakin setelah menguasai ilmu Sang Hyang Agni kemudian terkenal sebagai pendekar tanpa tanding, Gusti Ratu Tribuana pasti bersedia menjadikanku sebagai seorang pejabat." Hasta tertegun dan membatin

    Last Updated : 2024-11-12
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Rahasia Makam Kuno 1

    Ruangan di sebelah kamar Hasta adalah tempat penyimpanan obat dan bahan-bahan obat. Gembong membuka pintu ruang penyimpanan bahan obat, situasi di dalam gudang begitu gelap. Dia mengambil lampu sentir yang tergantung di dinding lalu masuk dan memeriksa di dalamnya. Terdengar bunyi mencicit dan bunyi benda yang saling berbenturan di belakang lemari. "Cit cit cit! Glodak glodak glodak!" Gembong mendekati lemari, beberapa tikus bermunculan dari bawah lemari penyimpanan bahan obat, disusul dengan seekor kucing yang melompat dari atas lemari. Saat melompat, kucing itu menyenggol tangan Gembong yang sedang memegang sentir. "Sialan, tikus tikus !" Tikus-tikus berlarian dari balik lemari. Gembong yang tampak sangar dan perkasa ternyata takut dengan tikus. Karena terjangan kucing, lampu sentir yang dibawa Gembong terjatuh dan minyak kelapa bahan bakar lampu sentir tumpah ke lantai. Minyak yang terkena api langsung terbakar merembet ke tumpukan kayu, akar kering dan rak yang diatas

    Last Updated : 2024-11-16
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 7 Rahasia Makam Kuno2

    Suasana malam itu berubah, gundukan tanah dengan batu nisan itu menghilang. Sementara di depannya sedang berlangsung pertarungan yang sengit antar pendekar. Jarak Rangga dengan para pendekar itu cukup dekat hanya berjarak sekitar lima meter saja. Seorang pendekar yang berpakaian seperti seorang Resi berteriak lantang. Suaranya menggelegar bagai petir mengalahkan suara teriakan pertarungan. "Sekar kembalikan Kitab Sang Hyang Agni kepada kami. Najis jika kitab itu dipegang manusia sesat macam kalian!" Terdengar suara wanita yang melengking lantang menusuk telinga. Membuat para pendekar lainnya menutup telinga mereka. "Ha ha ha ha kamu mimpi Dharmaja, kalahkan dulu para pendekar di sini, baru aku ikhlas menyerahkan kitab ini kepadamu!" Setelah itu terdengar suara pertarungan sengit. "Siapa itu Mbah?" "Dia Resi Dharmaja, salah satu pendeta di Sywa Grha yang diutus merebut kembali kitab itu. Sekarang diamlah, kamu sedang melihat peristiwa duapuluh tahun yang lalu,"tukas Mbah

    Last Updated : 2024-11-17
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 8 Cakra Tenaga Dalam

    "Anda tidak usah membuka cakra tenaga dalam saya Lagipula saya tidak berminat belajar silat. Sebaiknya kita pulang saja Mbah, saya juga sudah lelah dan mengantuk.""Ya ya ya kita pulang, Simbah lupa kalau kamu sebenarnya masih sakit."Mereka berdua kembali menyusuri jalan setapak pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Rangga yang sudah lelah segera merebahkan dirinya di tikar. Namun udara gunung yang dingin membuatnya sulit tidur.Dicobanya memejamkan mata sambil berhitung sehingga lama kelamaan akhirnya dia mulai mengantuk. Antara sadar dan tidak sadar, saat dirinya sudah setengah terlelap, ada satu sosok pria berpakaian serba putih seperti seorang Resi menghampirinya.Resi itu membangunkannya dengan lembut. Saat Rangga membuka matanya, Resi itu tersenyum ramah lalu berkata "Ngger, tadi aku melihatmu bersama Janti di sana."Rangga mengucek-ucek matanya, dia merasa aneh dengan kehadiran seorang Resi secara tiba-tiba di kamarnya. Dia hantu apa manusia? Bagaimana dia bisa masuk kemari?

    Last Updated : 2024-11-18
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 9 Kalung Tujuh Batu Cakra

    "Mbah, saya kan tidak berbakat, kenapa Simbah malah memilih saya?" Mbah Janti tersenyum.memandang Rangga lalu menepuk bahunya. "Karena hatimu baik dan kamu cerdas. Simbah percaya setelah ini kamu mampu mengatasi kesulitanmu membuka cakra tenaga dalam. Sekarang duduklah dan ikuti perintahku, aku akan mencoba lagi membuka cakra tenaga dalammu." Rangga duduk bersila sedangkan Mbah Janti berdiri di depannya. "Sekarang kamu hirup udara dalam-dalam dan hembuskan melalui mulut perlahan." Ini persis seperti yang diajarkan Resi Dharmaja, batin Rangga. Karena sebelumnya sudah pernah melakukannya, Rangga tidak menemui kesulitan melakukannya. Mbah Janti lalu duduk di belakang Rangga menempelkan tangan di punggung Rangga. Tapi hanya dalam hitungan detik Mbah Janti menarik tangannya. "Cakra tenaga dalamu sudah terbuka, siapa yang membantumu membukanya?"tanya Mbah Janti dengan nada menyelidik. Rangga tertegun ternyata Mbah Janti sudah tahu, tapi dia masih tidak ingin menceritakan pert

    Last Updated : 2024-11-19
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Penunggu Sungai

    Rangga mendekapkan kitab Sang Hyang Agni ke dadanya lalu menatap Mbah Janti. "Mbah, saya berjanji akan mengembalikan kitab ini pada para pendeta di Sywa Grha setelah saya mempelajarinya. Tapi ajarkan saya membaca huruf Brahmi." Mbah Janti tampak lega mendengar pernyataan Rangga. Dia mengangguk lalu berkata. "Terimakasih Rangga sudah bersedia membantuku. Kitab ini memang sudah seharusnya berada di Sywa Grha. Jika kamu bertemu para pendeta Sywa Grha, sampaikan permintaan maaf kami dari sekte Bhairawa yang sudah menahan kitab itu di sini." Rangga mengangguk "Ya Mbah, saya akan sampaikan pada mereka." "Terimakasih Rangga, aku sudah lega. Sekarang aku akan mengajarkanmu cara membaca huruf Brahmi dan jurus-jurus Sang Hyang Agni." ***** Selama di Lembah Hantu, Rangga selain mempelajari ilmu sang Hyang Agni, Mbah Janti juga mengajarkan ilmu-ilmu dari sekte Bhairawa. "Rangga, aku juga mengajarkanmu ilmu dari Sekte Bhairawa. Bagi para pendekar golongan putih, ilmu ini adalah ilmu

    Last Updated : 2024-11-21
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 11 Minyak Bintang

    Rangga bergegas naik ke tepian sungai, sementara makhluk bersisik seperti ikan itu masih berada di dalam air. Seumur hidupnya belum pernah Rangga melihat wujud makhluk halus atau siluman apapun. Jadi ini adalah pengalamn pertamanya. Rangga berusaha membunuh rasa takut yang mulai menguasai dirinya. Dia mencoba menggertak makhluk di depannya. "Kalau kamu mencari gara-gara denganku, kamu bertemu dengan orang yang salah!" Usai berbicara, Rangga mulai menghimpun tenaga dalam di tangannya, lalu melontarkan sebuah pukulan jarak jauh ke arah makhluk itu. "Hyaaaa!"Rangga berteriak ketika melontarkan pukulan ke arah makhluk seram itu. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras seperti bom meledak "Blaaar!" Pecahan batu berhamburan di sungai. Makhluk seram itu ternyata tidak dapat dipukul, energi pukulan Rangga melesat menembus tubuh makhluk seram itu dan menghantam batu dibelakangnya. Terkesiap Rangga melihat upayanya gagal. "Ha ha ha ha ha, percuma saja kamu berusaha membunuhku man

    Last Updated : 2024-11-22
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 12 Jangan Buka Pintunya

    "Jadi Dewi Sekar sebenarnya masih hidup tetapi hanya berubah wujud? Tapi bukankah beliau sudah insyaf dan tidak lagi menganut aliran Bhairawa setelah menikah dengan Mpu Waringin?" Rangga serasa tak percaya, isteri Mpu Waringin menjadi budak iblis yang bisa menjelma sebagai siluman ikan. "Benar, memang dia sudah insyaf. Tapi sebelum dia mengenal Waringin, dia telah menggadaikan hidupnya pada Wastya, Raja Siluman Ikan yang menghuni sungai itu. Wastya menjanjikan kecantikan dan kehidupan abadi asal Sekar bersedia menjadi isterinya,"ungkap Mbah Janti. Mbah Janti menyorongkan cawannya yang sudah kosong pada Rangga "Ngger, tolong tuangkan wedhang jahenya." Rangga meraih poci lalu menuangkan wedhang jahe untuk Mbah Janti dan dirinya. Setelah menyeruput minumannya, Rangga bertanya, "Jadi Dewi Sekar akhirnya menikah dengan Wastya? Tapi bagaimana mungkin demit menikahi manusia? Bukankah Sang Hyang Widi melarang pernikahan antara manusia dengan demit?" Rangga hampir tak percaya ada man

    Last Updated : 2024-11-22

Latest chapter

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 62 Babi Hutan Misterius

    Rangga melirik Awehpati yang masih saja mengikutinya selama dalam perjalanan. Orang tua itu katanya ingin merantau ke wilayah Kerajaan Sunda Galuh untuk menghindari pasukan Majapahit yang memburunya. Tapi bukannya memikirkan cara untuk segera sampai ke wilayah Sunda Galuh, orang tua itu malah mengikutinya mencari Pasar Dieng di gunung Lawu."Ki Sanak, mungkin sebaiknya anda meneruskan perjalanan ke Sunda Galuh saja. Biar saya sendirian saja mencari Pasar Dieng,"Rangga menyarankan.Awehpati hanya tersenyum lalu menepuk bahunya dan berkata"Ngger, kamu adalah anak dari sahabat sekaligus guruku. Dia sudah kuanggap seperti Saudara sendiri. Setelah dia tiada, akulah yang bertanggungjawab terhadapmu. Lagipula untuk menuju ke arah barat aku tetap harus melewati gunung ini."Rangga diam-diam merasa terharu dengan kebaikan Awehpati. Namun ada satu hal yang mengganggu pikirannya. Di satu sisi dia gembira karena akhirnya dia mengetahui jati dirinya dan orangtua kandungnya. Namun dia juga sekalig

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 61 Pengantar Jenazah

    "Kedua isteri dan anak-anaknya masih tinggal di sana tapi para gundiknya sudah pergi meninggaklan tempat itu begitu mendengar Prawara bangkrut. Rumah yang mereka tempati sekarangpun hanya gubug sederhana,"ujar Ki Yasa.Rangga menghela nafas lalu berkata"Kasihan mereka, pastinya berat rasanya sudah terbiasa hidup mewah kini harus hidup miskin seperti leluhurnya dulu."Nyai Yasa masuk kamar dan mengabarkan."Ki Awehpati masih belum sadar sampai saat ini."Rangga mulai mencemaskan kondisi Awehpati."Kenapa dia masih belum sadar juga?""Tidak apa-apa, besok dia sudah bisa sadar. Energi buruk yang didapatnya dari Laut Kidul membuat tubuhnya lemah. Kita bisa minta tolong Pandhita Kasyiwan di pura desa untuk mendoakannya supaya energi buruknya bisa hilang,"Ki Yasa menenangkan Rangga.Ki Yasa lalu memanggil anaknya untuk memanggilkan Pandhita Kasyiwan di pura desa.Setelah anaknya pergi, terdengar pintu rumah diketuk dan suara seorang wanita memberi salam."Kulonuwun!"Nyai Yasa keluar kama

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 60 Labirin Tak Berujung

    Rangga terkejut, dia mengira Prawara akan kembali bersama-sama. Tapi ternyata dia justru mengorbankan dirinya demi membebaskan keluarganya dari korban tumbal Nyi Blorong. Namun Ranggabtetapmingin membawa Prawara pergi."Ki Prawara, anda tetap ikut dengan kami pulang ke rumah."Ratu Kidul dan Nyi Blorong menatap Rangga dengan pandangan mengejek"Semua sudah ada di perjanjian antara kami dengan dia!"tangan Nyi Blorong menunjuk orang tua tadi.Orang tua itu hanya menunduk dan menangis menyesali keputusannya yang membuat anak keturunannya menderita."Maafkan aku sudah membuat kalian menderita. Ya, aku memang sudah memberikan stempel darah untuk kontrak perjanjian dengan Nyi Blorong bahwa aku bersedia mengorbankan anak cucuku sebagai tumbal dengan imbalan kekayaan tanpa batas,"orang tua itu berbicara sambil terisak.Nyi Blorong tersenyum sinis lalu berkata"Nah, kalian sudah dengar sendiri kan? Kami selalu menepati janji memberi kekayaan. Tapi kalian manusia yang selalu ingkar janji. Bahka

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 59 Sisik-sisik Nyi Blorong

    Tapi para penagih itu tidak peduli, mereka tetap memukuli bapak itu hingga luka-luka. Lalu salah satu anak buahnya mengambil tiga anak gadis bapak itu, memperkosa mereka lalu membawanya pergi. Tayangan di cermin kemudian berganti, anak kecil yang sakit itu meninggal. Sedangkan tiga anak gadis yang diambil itu terlihat berada di sebuah rumah plesir, berdandan menor melayani berbagai laki-laki yang datang di sana. Prawara dan Pawana menangis melihat penderitaan leluhurnya. "Pawana, kamu lihat sendiri penderitaan leluhur kita. Betapa menyakitkan dan menderita menjadi orang miskin. Entahlah apa keluargaku nanti mampu menghadapi keadaan ketika aku meninggalkan ilmu pesugihan ini,"kata Prawara sambil terisak. "Sudahlah Kangmas Prawara, semuanya sudah terjadi. Semoga saja Sang Hyang Widi masih mengasihani kita dan memberikan kita kesempatan untuk terlahir kembali dengan keadaan yang lebih baik,"Pawana menghibur saudaranya. "Pantas saja dengan penderitaan karena kemiskinan yang sep

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 58 Kaca Benggala

    "Aku sudah sering berinteraksi dengan hantu, tapi yang ini benar-benar menjijikan, mana baunya amis dan busuk,"gerutu Rangga."Ssshh...jangan keras-keras, nanti dia ngamuk,"Awehpati memperingatkan.Namun Rangga tak peduli, sambil menutup hidung, Rangga mundur beberapa langkah"Hei...hantu busuk, menjauhlah dariku. Aku tidak takut denganmu tapi aku tidak tahan dengan baumu yang busuk."Penjaga Laut Kidul itu marah lalu kembali menyabetkan cambuknya ke arah Rangga. Dengan sigap spontan Rangga menghindar. Tangannya bergerak mengerahkan energi Sang Hyang Agni ke tangannya. Sejurus kemudian api sudah berkobar di telapak tangannya membentuk selendang api. Lalu dia melemparkan selendang api ke arah si penjaga."Wuuush!"Api berkobar menyambar penjaga itu. Teriakan memilukan keluar dari bibirnya yang sudah tinggal separuh karena busuk."Aaarrrgh!"Rangga terus menyerang, selendang api sudah membelit tubuh penjaga berwajah busuk itu. Tak lama kemudian tubuh penjaga itu musnah jadi abu. Para

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 57 Penebusan 2

    "Kangmas Prawara!"Pawana berlari gembira menyambut kakaknya. Pawana tidak menderita penyakit kulit seperti Prawara. Mungkin karena dia memang sudah dipilih jadi tumbal yang tentunya harus bersih dari penyakit. Tetapi tubuhnya tampak lebih kurus, dia hanya mengenakan celana gringsing yang sudah kumal, tangan dan kakinya dirantai.Kedua saudara kembar itu kemudian berbincang sementara Rangga dan Awehpati mengamati dari jauh."Kasihan Pawana, sukmanya terjebak di dunia demit dijadikan budak mereka sampai akhir jaman,"ujar Awehpati dengan suara lirih."Bisakah kita membebaskan sukmanya agar kematiannya bisa sempurna dan dia bisa terlahir kembali?""tanya Rangga."Entahlah, jika selama ini tidak ada yang mendoakan dia, mungkin sulit bagi sukmanya untuk kembali. Apalagi keluarganya adalah pemuja setan. Siapa lagi yang seharusnya mendoakannya kalau bukan dari keluarga sendiri,"ujar AwehpatiTak lama kemudian Pawana dan Prawara datang menghampiri Rangga lalu berkata"Ki Sanak sekalian, kita a

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 56 Penebusan

    "Bunuh pelaku pesugihan itu!"Para penduduk desa mulai maju masuk lebih jauh ke halaman rumah keluarga Prawara. Para pengawal Prawara tak tinggal diam. Mereka sudah melolos pedang berbaris menghadang warga yang mencoba masuk lebih dalam.Ki Yasa buru-buru maju menenangkan warganya"Sabar...tenangkan diri kalian, jangan emosi dulu, Rangga dan Ki Awehpati ternyata masih hidup. Jadi kita tidak perlu sampai harus saling berbunuhan.""Tapi keluarga mereka telah tega menumbalkan warga desa Dadapan sebagai tumbal. Ini tak bisa dibiarkan!"kata salah seorang warga.Rangga maju mendekati Ki Yasa lalu berseru pada para penduduk desa yang sudah dikuasai emosi."Kami kemari tidak hanya mengobati penyakit keluarga mereka, tapi kami juga membantu Ki Prawara memutus ilmu pesugihan yang sudah berlangsung secara turun temurun! Coba lihat dia, penyakit kulit tanda pelaku pesugihan itu sudah kami obati walaupun masih belum tuntas,"Rangga menunjuk Prawara.Para penduduk desa itu baru menyadari, benjolan-b

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 55 Balas Dendam

    Prawara tak menanggapi tawaran Rangga, dia menoleh ke arah gua dan berkata"Mungkin sudah saatnya aku sendiri yang harus mengakhirinya,"ujar Prawara lirih."Ya, anda harus segera mengakhirinya, karena anda juga sudah menumbalkan para penduduk desa pada Nyi Blorong,"ujar Rangga.Prawara menundukan kepala, matanya tampak berkaca-kaca"Bapakku bahkan pernah menumbalkan saudara kembarku Pawana, padahal dia begitu sayang padaku. Tapi bapakku tak berdaya menolak perintah Nyi Blorong,"Prawara menangis tersedu-sedu untuk beberapa saat.Rangga menanti dengan sabar sampai Prawara mulai tenang. Setelah menghapus air mata yang menitik di sudut matanya dan emosinya mulai stabil, Rangga memberanikan diri untuk bertanya"Jadi Bapak anda bahkan menumbalkan anaknya sendiri?"tanya Rangga.Prawara hanya menatap Rangga dengan pandangan kosong."Saat berusia sepuluh tahun, Pawana tiba-tiba menderita penyakit misterius dan tak sadarkan diri selama seminggu. Anehnya orangtuaku sama sekali tidak tampak sedih

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 54 Jalan Ke Dimensi Lain

    Mpu Sengkala tampak berpikir, sejurus kemudian, dia berkata "Bisa tapi berat untuk dilakoni." "Itu tidak masalah bagiku, yang penting ilmu pesugihan ini harus diputus agar tidak menyusahkan generasi berikutnya,"ujar Rangga. Mpu Sengkala menghela nafas "Kalau tidak bisa menyediakan tumbal pengganti, kalian harus bisa mengalahkan Nyi Blorong." "Bagiku itu tidak berat, asal ada kemauan pasti ada jalan. Tidak ada satupun makhluk di bumi ini yang sempurna dan sakti mandraguna. Karena hanya Sang Hyang Widi yang memiliki segala kesempurnaan itu." Mpu Sengkala tersenyum lalu berkata "Kamu betul Ngger dan aku yakin kamu bisa mengalahkannya." Suara deru air menghilang, cuaca kembali cerah. Awehpati keluar rumah mengecek keadaan di luar. Setibanya di luar dia melihat pohon-pohon kecil bertumbangan. Hanya pohon-pohon besar yang masih bisa bertahan. Dilihatnya bangunan rumah tempat mereka berlindung. Rumah kecil itu masih berdiri dengan kokohnya, tidak ada kerusakan yang berarti.

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status