Home / Pendekar / PENDEKAR LEMBAH HANTU / Bab 3 Lembah Hantu

Share

Bab 3 Lembah Hantu

Author: Freya
last update Last Updated: 2024-08-09 00:45:53

Setibanya di luar, mereka mengikat Rangga di sebuah tonggak, memukuli dan menendangnya sampai babak belur sambil memakinya.

“Ampun…tolong hentikan...sakiit! Bukan aku yang membunuhnya!”

“Bohong, buktinya sudah ada, kamu kan yang membantu Gondo membunuh Guru!” maki salah seorang murid.

Mereka kembali memukuli Rangga tanpa ampun hingga pemuda itu muntah darah. Rangga menderita luka dalam yang teramat parah.

“Sudah cukup, tenaga kalian masih diperlukan. Besok kita adili dia, jika terbukti dia bersalah, kalian boleh memukulinya sampai mati. Sementara biar dia di sini dulu, sekarang kita rawat jenazah Guru dan mempersiapkan upacara pemakaman,” perintah salah seorang sesepuh di padepokan.

Beberapa murid yang memukuli Rangga masuk ke pondok meninggalkan Rangga sendirian dalam keadaan terikat. Mereka akan merawat jenazah Mpu Waringin dan mempersiapkan upacara pemakaman.

Setelah semua orang pergi, suasana kembali sepi dan gelap. Lokasi padepokan yang terletak di hutan di lereng gunung terasa menyeramkan bagi Rangga.

Suasana gelap, dingin dengan pepohonan besar di sekelilingnya bagaikan monster-monster raksasa yang siap menerkam dirinya. Sementara suara-suara burung malam yang aneh menambah seramnya suasana.

Rangga mulai merasakan sakit di dalam tubuhnya dan menggigil kedinginan. Dia mulai menangis sesenggukan, tak menyangka nasibnya akan berakhir seperti ini.

“Jauh-jauh aku dikirim kemari oleh Romo untuk belajar silat, tapi ternyata malah difitnah membunuh. Padahal aku tidak pernah menyakiti mereka mengapa balasannya begini?”

Rangga mencoba menggerakan tubuhnya, namun hanya menggerakan satu lengannya saja dia sudah kesakitan.

“Aaargh, tanganku.”

Dadanya mendadak terasa sesak,

“Hooeek!”

Rangga kembali muntah darah, kepalanya mulai pusing, siksaan yang diterimanya membuatnya serasa di ambang kematian. Tiba-tiba terdengar suara memanggilnya lirih

“Rangga…Rangga…Rangga, ini aku Badra.”

Rangga menoleh terlihat Badra muncul dari balik semak-semak menghampirinya,

“Rangga, aku akan membantumu lari dari sini. Ini aku bawakan obat luka dalam. Obat ini setidaknya membantumu bertahan untuk sementara sambil mencari tempat persembunyian yang aman.”

Badra dengan sigap mengiris tali dadung pengikat lalu memberikan sebuah pil.

“Ini minumlah, larilah cepat sebelum mereka menyadari.”

Rangga langsung mengunyah pil itu, lalu duduk sejenak mengumpulkan kekuatan.

“Cepat pergilah, waktunya tidak banyak.”

Rangga berdiri perlahan lalu berpamitan pada Badra

“Badra terimakasih sudah membantuku, aku pergi dulu.”

Badra mengangguk lalu berbalik kembali ke pondok, sementara Rangga langsung menghilang di kegelapan malam. Kali ini dia merasa bingung harus lari kemana, dengan hanya dibantu sinar bulan yang bersinar temaram, Rangga terus berjalan tanpa arah. Dia berjalan melalui jalan setapak yang diketahuinya menuju ke arah sungai tempatnya berlatih kemarin.

“Aku tidak kenal dengan tempat ini, pokoknya aku harus lari secepat mungkin meninggalkan padepokan. Semoga saja di jalan ada orang yang menolongku,” gumam Rangga.

Karena luka yang dialaminya, Rangga tidak dapat berlari cepat. Tubuhnya terseok-seok jatuh bangun saat berjalan.

Ketika melewati jalan yang menurun ke arah sungai, tubuh Rangga tidak kuat menahan laju tubuhnya sehingga dia jatuh berguling sampai ke tepian sungai.

“Aaarrrgh.”

Rangga kesakitan ketika tubuhnya berguling melewati bebatuan. Tiba-tiba terdengar seruan dari para pengejarnya

“Bocah itu melarikan diri, kejar dia pasti dia masih belum jauh dari sini!”

Sesaat kemudian, suara ramai kembali terdengar di belakangnya disertai bunyi gonggongan anjing.

Sadarlah Rangga, orang-orang padepokan sudah menyadari kepergiannya dan kini mereka mengejarnya dengan bantuan anjing pemburu.

Rangga menoleh ke belakangnya, terlihat sinar lampu obor berkelebat di tengah kegelapan.

Rangga menggertakan giginya mengumpulkan semua kekuatannya untuk berlari lagi.

Suara gonggongan anjing semakin mendekat, nyala obor mulai menerangi lingkungan di sekitarnya. Rangga berlari sekuat tenaga menjauh tapi di depannya ada sungai.

Rangga sejenak ragu apakah dia harus masuk sungai menuju ke seberang atau berlari ke arah lain.

Namun suara teriakan dari pengejarnya membuat dia harus segera mengambil keputusan.

“Lihat, dia ada di tepi sungai, anak itu mau menyebrang sungai. Cepat tangkap dia…jangan sampai lolos!” Jalu memberi aba-aba.

Rangga semakin panik, dibelakangnya ada Jalu dan para murid padepokan, di depannya sungai.

Didorong keinginan untuk bertahan hidup, dia langsung memutuskan untuk menceburkan dirinya ke sungai.

“Byuuur!”

Tanpa mempedulikan tubuhnya yang sakit dan penuh luka, Rangga berenang menyeberangi sungai.

Untung saja sungai ini sedang tenang dan tidak terlalu dalam, batin Rangga.

Setibanya di seberang sungai, Rangga terkejut terlihat kilatan lampu obor mulai menerangi tepian sungai di seberangnya, para pengejarnya sudah dekat.

Namun anjing-anjing pemburu itu tidak berani menyeberangi sungai, mereka hanya menggonggong ribut di pinggir sungai.

“Dia di sana di seberang sungai! Hei pembunuh, mau lari kemana kamu?!” Kamu tidak akan bisa lolos dari kami!” seru orang-orang itu.

Sementara itu beberapa orang mulai turun ke sungai dan berenang menyeberanginya. Rangga terus berlari sekencang mungkin masuk hutan.

Berkali-kali tubuhnya terjatuh terpeleset ketika berlari, ranting-ranting pohon menggores kulit tubuhnya. Dia sudah tidak menghiraukan rasa sakit di tubuhnya lagi, yang ada dalam benaknya hanyalah bertahan hidup, lari sekuatnya menyelamatkan diri.

Sebuah jalan setapak terbentang didepannya, di kanan dan kirinya terdapat tanaman bambu Ori membentuk lorong dari tanaman bambu. Rangga sempat ragu karena jalan setapak itu sempit apalagi di kanan kirinya ada rumpun bambu Ori yang berduri.

Suara pengejarnya semakin dekat. Rangga akhirnya berjalan melewati jalan setapak itu dengan hati-hati agar tidak tergores duri bambu. Tiba-tiba langkahnya terhenti, di depannya terdapat beberapa gundukan tanah dengan batu di atasnya.

“Sial, aku terjebak masuk kuburan,” gumam Rangga, dia mulai merasa takut. Takut kalau melihat penampakan hantu, demit dan sejenisnya.

Ingin rasanya dia berbalik pergi namun suara para pengejarnya kembali terdengar

“Dia di sana!”

Dari kejauhan kilatan lampu obor mulai terlihat. Tak ada pilihan bagi Rangga selain masuk komplek kuburan. Dikuatkannya hatinya melewati gundukan-gundukan tanah itu sambil berkata.

“Permisi Eyang-eyang penghuni kuburan, saya cuma numpang lewat, tolong jangan diganggu.”

Rangga berhasil melewati kuburan-kuburan itu, ternyata ada jalan setapak lagi di depannya. Rangga kembali menoleh, dilihatnya para pengejarnya sudah tiba di pinggiran komplek makam di depan lorong rumpun bambu Ori.

Tapi anehnya mereka hanya berdiri tertegun tidak berani melewati jalan setapak tadi. Walaupun heran tapi dia merasa lega para pengejarnya sudah tidak memburunya lagi.

“Kangmas, kenapa berhenti?” tanya seorang murid pada Jalu.

“Kita sudah berada dekat dengan Lembah Hantu, tempat ini tempat kutukan, sebaiknya kita segera pergi dari sini sebelum hantu-hantu pendekar sesat itu menyerang kita!” jawab Jalu.

“Jadi kita hentikan pengejaran ini?” tanya Hasta dengan nada gusar.

“Biar saja dia mati di sana, paling besok kita akan menemukan mayatnya hanyut di sungai. Hantu-hantu pendekar sesat itu nantinya akan mengambil sukmanya jadi kita tidak usah bersusah payah membunuhnya,” kata Jalu.

"Tapi kita sudah di sini, kenapa tidak kita bunuh saja dia? Dia berbahaya, lagipula itu cuma kuburan biasa, masa kita takut sama hantu sih?"protes Hasta.

“Dasar bodoh, kita sekarang berada di pintu gerbang Lembah Hantu. Kalau kita masuk ke sana bisa-bisa kita tidak bisa kembali ke alam kita! Kalian mau seumur hidup berada di alam gaib menjadi budak para demit?!"maki Jalu.

Sontak semua orang mulai bergidik, mereka semua tahu kisah Lembah Hantu. Konon kabarnya setiap orang yang masuk kesitu tak ada yang bisa kembali lagi ke dunianya. Entah mati entah dibawa demit ke alam gaib.

"Ya sudah, sebaiknya kita pulang saja, bocah itu sudah masuk Lembah Hantu, dia tidak akan keluar dengan selamat dari tempat itu!”salah seorang murid ikut menimpali.

Perlahan rombongan kembali bergerak meninggalkan tepian sungai. Sementara itu Rangga masih terus berlari, lalu sampailah dia di sebuah pekarangan yang luas.

Di depannya ada sebuah pondok kayu dengan lampu sentir tergantung di terasnya. Rangga merasa lega akhirnya ada orang lain di tempat itu.

Dengan langkah terseok-seok Rangga menghampiri pondok dan mengetuk pintunya.

Rangga mengetuk pintu beberapa kali, namun belum ada tanda-tanda orang datang membukakan pintu.

Dia merasa tubuhnya semakin lemah dan akhirnya jatuh terduduk di depan pintu. Terdengar langkah kaki di seret dari dalam dan suara palang pintu yang dibuka.

"Kreeek!"

Suara derit pintu memecah keheningan malam. Saat pintu terbuka, Rangga terkejut, seorang nenek-nenek dengan rambut putih terurai panjang dan kusut seperti rumput liar sudah berdiri di depannya. Spontan Rangga berseru

“Hantu…hantu!”

Setelah itu pandangannya gelap, Rangga pingsan tak sadarkan diri.

Continue to read this book for free
Scan code to download App

Related chapters

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 4 Nenek Tua yang Aneh

    Rangga telah siuman dari pingsannya, dia mendapati dirinya berbaring di tempat tidur batu. Kepalanya masih terasa pusing dan dadanya masih terasa sesak. Aroma ramuan herbal yang pekat menyergap hidungnya. Rangga mencoba bangun, dia mengangkat kepala dan tubuhnya perlahan, tapi ternyata tubuhnya masih terasa sakit ketika bergerak. "Aaargh!"Rangga berseru tertahan. Tubuh Rangga kembali ambruk, pemuda itu merasakan rasa sakit yang luar biasa di dada dan perutnya serta sakit kepala yang luar biasa. Tak lama kemudian, terdengar suara langkah kaki masuk ke kamar. "Aah...syukurlah kamu sudah bangun!" Rangga terkejut dan menoleh, seorang nenek-nenek berdiri dihadapannya, dia membawa nampan yang penuh dengan guci-guci kecil dan cawan. Tapi lagi-lagi Rangga terkejut ketika menyadari siapa nenek itu. Hampir saja dia berteriak ketakutan. Nenek itu adalah nenek yang membukakan pintu untuknya. "Mbah, ternyata Simbah itu orang ya,"ujar Rangga dengan polosnya. Nenek itu tertegun

    Last Updated : 2024-11-08
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 5 Pengkhianat

    Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangannya. Jalu menoleh, terlihat Hasta masuk sambil membawa satu gendul tuak dan dua cawan. Jalu memandang Hasta dengan pandangan menyelidik curiga. "Mau apa kamu masuk kemari tanpa izinku?!" Namun Hasta tak sedikitpun terlihat marah atau tersinggung. Dia tetap tersenyum sambil berjalan mendekati Jalu dan menepuk bahunya. "Jangan marah dulu Kangmas Jalu. Aku hanya ingin merayakan keberhasilanmu merebut Kitab Sang Hyang Agni. Setelah ini Kangmas pasti bakal menjadi pendekar tanpa tanding." Wajah Jalu mulai melunak, tampaknya dia senang mendengar pujian Hasta yang setinggi langit. Tapi sejurus kemudian dia menghela nafas panjang. "Hasta, aku tidak sekedar ingin menjadi pendekar tanpa tanding, tapi aku juga ingin menjadi pejabat istana. Aku yakin setelah menguasai ilmu Sang Hyang Agni kemudian terkenal sebagai pendekar tanpa tanding, Gusti Ratu Tribuana pasti bersedia menjadikanku sebagai seorang pejabat." Hasta tertegun dan membatin

    Last Updated : 2024-11-12
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Rahasia Makam Kuno 1

    Ruangan di sebelah kamar Hasta adalah tempat penyimpanan obat dan bahan-bahan obat. Gembong membuka pintu ruang penyimpanan bahan obat, situasi di dalam gudang begitu gelap. Dia mengambil lampu sentir yang tergantung di dinding lalu masuk dan memeriksa di dalamnya. Terdengar bunyi mencicit dan bunyi benda yang saling berbenturan di belakang lemari. "Cit cit cit! Glodak glodak glodak!" Gembong mendekati lemari, beberapa tikus bermunculan dari bawah lemari penyimpanan bahan obat, disusul dengan seekor kucing yang melompat dari atas lemari. Saat melompat, kucing itu menyenggol tangan Gembong yang sedang memegang sentir. "Sialan, tikus tikus !" Tikus-tikus berlarian dari balik lemari. Gembong yang tampak sangar dan perkasa ternyata takut dengan tikus. Karena terjangan kucing, lampu sentir yang dibawa Gembong terjatuh dan minyak kelapa bahan bakar lampu sentir tumpah ke lantai. Minyak yang terkena api langsung terbakar merembet ke tumpukan kayu, akar kering dan rak yang diatas

    Last Updated : 2024-11-16
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 7 Rahasia Makam Kuno2

    Suasana malam itu berubah, gundukan tanah dengan batu nisan itu menghilang. Sementara di depannya sedang berlangsung pertarungan yang sengit antar pendekar. Jarak Rangga dengan para pendekar itu cukup dekat hanya berjarak sekitar lima meter saja. Seorang pendekar yang berpakaian seperti seorang Resi berteriak lantang. Suaranya menggelegar bagai petir mengalahkan suara teriakan pertarungan. "Sekar kembalikan Kitab Sang Hyang Agni kepada kami. Najis jika kitab itu dipegang manusia sesat macam kalian!" Terdengar suara wanita yang melengking lantang menusuk telinga. Membuat para pendekar lainnya menutup telinga mereka. "Ha ha ha ha kamu mimpi Dharmaja, kalahkan dulu para pendekar di sini, baru aku ikhlas menyerahkan kitab ini kepadamu!" Setelah itu terdengar suara pertarungan sengit. "Siapa itu Mbah?" "Dia Resi Dharmaja, salah satu pendeta di Sywa Grha yang diutus merebut kembali kitab itu. Sekarang diamlah, kamu sedang melihat peristiwa duapuluh tahun yang lalu,"tukas Mbah

    Last Updated : 2024-11-17
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 8 Cakra Tenaga Dalam

    "Anda tidak usah membuka cakra tenaga dalam saya Lagipula saya tidak berminat belajar silat. Sebaiknya kita pulang saja Mbah, saya juga sudah lelah dan mengantuk.""Ya ya ya kita pulang, Simbah lupa kalau kamu sebenarnya masih sakit."Mereka berdua kembali menyusuri jalan setapak pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Rangga yang sudah lelah segera merebahkan dirinya di tikar. Namun udara gunung yang dingin membuatnya sulit tidur.Dicobanya memejamkan mata sambil berhitung sehingga lama kelamaan akhirnya dia mulai mengantuk. Antara sadar dan tidak sadar, saat dirinya sudah setengah terlelap, ada satu sosok pria berpakaian serba putih seperti seorang Resi menghampirinya.Resi itu membangunkannya dengan lembut. Saat Rangga membuka matanya, Resi itu tersenyum ramah lalu berkata "Ngger, tadi aku melihatmu bersama Janti di sana."Rangga mengucek-ucek matanya, dia merasa aneh dengan kehadiran seorang Resi secara tiba-tiba di kamarnya. Dia hantu apa manusia? Bagaimana dia bisa masuk kemari?

    Last Updated : 2024-11-18
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 9 Kalung Tujuh Batu Cakra

    "Mbah, saya kan tidak berbakat, kenapa Simbah malah memilih saya?" Mbah Janti tersenyum.memandang Rangga lalu menepuk bahunya. "Karena hatimu baik dan kamu cerdas. Simbah percaya setelah ini kamu mampu mengatasi kesulitanmu membuka cakra tenaga dalam. Sekarang duduklah dan ikuti perintahku, aku akan mencoba lagi membuka cakra tenaga dalammu." Rangga duduk bersila sedangkan Mbah Janti berdiri di depannya. "Sekarang kamu hirup udara dalam-dalam dan hembuskan melalui mulut perlahan." Ini persis seperti yang diajarkan Resi Dharmaja, batin Rangga. Karena sebelumnya sudah pernah melakukannya, Rangga tidak menemui kesulitan melakukannya. Mbah Janti lalu duduk di belakang Rangga menempelkan tangan di punggung Rangga. Tapi hanya dalam hitungan detik Mbah Janti menarik tangannya. "Cakra tenaga dalamu sudah terbuka, siapa yang membantumu membukanya?"tanya Mbah Janti dengan nada menyelidik. Rangga tertegun ternyata Mbah Janti sudah tahu, tapi dia masih tidak ingin menceritakan pert

    Last Updated : 2024-11-19
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Penunggu Sungai

    Rangga mendekapkan kitab Sang Hyang Agni ke dadanya lalu menatap Mbah Janti. "Mbah, saya berjanji akan mengembalikan kitab ini pada para pendeta di Sywa Grha setelah saya mempelajarinya. Tapi ajarkan saya membaca huruf Brahmi." Mbah Janti tampak lega mendengar pernyataan Rangga. Dia mengangguk lalu berkata. "Terimakasih Rangga sudah bersedia membantuku. Kitab ini memang sudah seharusnya berada di Sywa Grha. Jika kamu bertemu para pendeta Sywa Grha, sampaikan permintaan maaf kami dari sekte Bhairawa yang sudah menahan kitab itu di sini." Rangga mengangguk "Ya Mbah, saya akan sampaikan pada mereka." "Terimakasih Rangga, aku sudah lega. Sekarang aku akan mengajarkanmu cara membaca huruf Brahmi dan jurus-jurus Sang Hyang Agni." ***** Selama di Lembah Hantu, Rangga selain mempelajari ilmu sang Hyang Agni, Mbah Janti juga mengajarkan ilmu-ilmu dari sekte Bhairawa. "Rangga, aku juga mengajarkanmu ilmu dari Sekte Bhairawa. Bagi para pendekar golongan putih, ilmu ini adalah ilmu

    Last Updated : 2024-11-21
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 11 Minyak Bintang

    Rangga bergegas naik ke tepian sungai, sementara makhluk bersisik seperti ikan itu masih berada di dalam air. Seumur hidupnya belum pernah Rangga melihat wujud makhluk halus atau siluman apapun. Jadi ini adalah pengalamn pertamanya. Rangga berusaha membunuh rasa takut yang mulai menguasai dirinya. Dia mencoba menggertak makhluk di depannya. "Kalau kamu mencari gara-gara denganku, kamu bertemu dengan orang yang salah!" Usai berbicara, Rangga mulai menghimpun tenaga dalam di tangannya, lalu melontarkan sebuah pukulan jarak jauh ke arah makhluk itu. "Hyaaaa!"Rangga berteriak ketika melontarkan pukulan ke arah makhluk seram itu. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras seperti bom meledak "Blaaar!" Pecahan batu berhamburan di sungai. Makhluk seram itu ternyata tidak dapat dipukul, energi pukulan Rangga melesat menembus tubuh makhluk seram itu dan menghantam batu dibelakangnya. Terkesiap Rangga melihat upayanya gagal. "Ha ha ha ha ha, percuma saja kamu berusaha membunuhku man

    Last Updated : 2024-11-22

Latest chapter

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 110 Galau

    Gajah Mada tercekat, berita itu membuatnya sedih sekaligus marah. Seseorang telah membunuh Rangga."Hasta...siapa dia?"tanya Gajah Mada."Saya mencari informasi ke salah satu murid Mpu Waringin yang selamat. Ketika dia menyebut nama Hasta, saya langsung menyelidiki soal Hasta. Dia adalah salah satu Senopati di pasukan Araraman dan Ra Kembar adalah pamannya,"jawab Tudjo.Gajah Mada terkejut, tak menyangka Hasta ternyata adalah seorang prajurit Majapahit keponakan Ra Kembar. Gajah Mada yang murka langsung berujar"Kurang ajar, prajurit rendahan saja beraninya dia mengganggu Rangga.""Sabar dulu Gusti Patih, kita harus memastikan dulu apakah Rangga memang sudah mati dibunuh Hasta atau dia sebenarnya masih hidup. Jangan sampai anda balas dendam ke orang yang salah,"Wasis mengingatkan."Tadi sewaktu acara selamatan di rumah Ra Kembar, saya menguping pembicaraan Hasta dan dua anak buah kepercayaannya Tunggul dan Gembong. Menurut informasi murid Mpu Waringin, Tunggul dan Gembong dulunya j

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 109 Shankara Lahir

    Tangisan bayi memecah ketenangan di Kasogatan Dharmasuci siang itu. Para bhiksuni di asrama bersuka cita menyambut kehadiran bayi laki-laki anak Siwi. Siwi tersenyum bahagia melihat anaknya terlahir selamat. Santini mendekatkan bayi yang sudah dibersihkan kepada Siwi. "Anaknya laki-laki, kamu sudah punya nama untuk dia?"tanya Santini Siwi menatap wajah anaknya lekat-lekat. Anak itu mirip dengan Hasta bapaknya. Kemudian dia berkata "Anak ini akan kunamai Shankara yang artinya pembawa keberuntungan. Semoga kelak hidupnya akan selalu beruntung." Senandung doa dari para bhiksuni menggema di seluruh relung Kasogatan Dharmasuci. Bersyukur atas kelahiran Shankara serta mendoakan Siwi dan Shankara. ***** Sementara itu Hasta sedang berada di kediaman keluarga Ra Kembar yang saat itu sedang dalam suasana duka. Sebuah acara selamatan sedang diselenggarakan oleh keluarga Ra Kembar. Saat itu rumah keluarga Ra Kembar dipenuhi oleh sanak saudara, teman dan rekan kerja Ra Kembar. Hast

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 108 Bhiksuni Santini

    Pedagang kue itu menjambak rambut Siwi dengan kasar hingga sanggulnya berantakan."Kamu mau bayar tidak? Kalau tidak kami akan membawamu ke Dhayksa!""Maaf saya lapar tapi saya tidak punya uang? Saya...saya tidak bisa bayar,"ucap Siwi lirih.Mata Siwi memandang ke sekelilingnya namun tak seorangpun yang membelanya.Salah seorang penonton berseru memprovokasi orang-orang disekitarnya."Dia bohong, mana ada maling mau ngaku!""Kita bawa dia ke Dhayksa!"penjual kue bersiap menyeret Siwi pergi."Tunggu!"Seorang laki-laki dengan pakaian yang indah dengan banyak perhiasan mendatangi Siwi. Laki-laki itu wajahnya tampan dan kulitnya bersih. Dia memakai selendang sutera berwarna hijau serasi dengan kipas dari bulu merak hijau di tangannya. Di belakangnya seorang abdi laki-laki berbadan gempal dan pendek mengikuti di belakangnya. Laki-laki itu meraih dagu Siwi dan meneliti wajahnya. Sejurus kemudian dia tersenyum, kecantikan Siwi masih memancar walaupun penampilannya kumal dan wajahnya kotor

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 107 Pencarian Siwi

    "Gusti Putri Alit adalah putri bungsu Bhre Pajang Sureswari. Dia menghabiskan masa kecilnya di goa Selarong di kediaman keluarga bapaknya,"ungkap Rama. Tertegun Hasta mendengar penjelasan Rama, sejurus kemudian raut wajahnya tampak menyesal. "Sial, urusanku dengan Hasta jadi tambah panjang ditambah lagi aku harus berurusan dengan dia. Bhre Pajang sudah mengusirku, besok aku sudah harus pulang ke Trowulan,"ujar Hasta dengan geram. Rama menenangkan Hasta yang kecewa karena diusir dari Pajang "Kangmas Hasta tidak usah kuatir, masalah Hasta biar aku yang mengurusnya. Bhre Pajang boleh saja minta Rangga dibawa dalam keadaan hidup. Tapi aku tidak terima, Rangga dan teman-temannya sudah membunuh saudara-saudara seperguruanku. Mereka harus menerima balasannya!" Seorang abdi tiba-tiba masuk ke ruangan Hasta dengan tergesa-gesa "Ndoro Hasta, Ki Tunggul ingin bertemu dengan anda. Katanya ada berita penting yang harus segera disampaikan." "Suruh dia masuk!"perintah Hasta. Abdi itu

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 106 Gusti Putri Alit

    Saraswati menatap Rangga dengan tatapan cemas, namun sejurus kemudian dia teringat sesuatu. Saraswati berdiri di belakang Rangga lalu menempelkan tangannya ke punggung Rangga. Nyai Bima dan suaminya terkejut melihat tindakan Saraswati. "Hei tunggu apa yang kamu lakukan?!"seru Nyai Bima. Nyai Bima berjalan mendekati Saraswati namun suaminya mencegahnya "Jangan...tunggu, gadis itu tidak bermaksud buruk, dia hanya ingin menolongnya." "Tapi Kangmas, kita tidak tahu apa dia melakukannya dengan cara yang benar atau tidak,"tukas Nyai Bima. Bima memperhatikan Rangga, terlihat wajah Rangga yamg semula merah seperti kepiting rebus, kini berangsur normal. "Dia sudah melakukannya dengan baik dan benar. Lihat wajah Rangga, dia sudah mulai berangsur normal,"ujar Bima. Nyai Bima memperhatikan dengan seksama, Rangga sekarang memang terlihat jauh lebih baik. Perempuan itu lega melihat kondisi Bima sudah mulai pulih. Tapi kemudian dia teringat sesuatu. Cepat sekali Rangga pulih, ilmu apa yang d

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 105 Energi Inti Api

    Saraswati berdiri di tengah mencegah pertarungan berulang kembali.Pemimpin prajurit mulai marah"Kalau kamu tidak minggir, aku akan membunuhmu!"Namun Saraswati tak gentar menghadapi ancaman orang itu, dia malah menantangnya,"Baiklah kalau kamu masih tetap mau menyerang, bersiaplah menghadapi resikonya! Bukankah Gusti Bhre Pajang meminta kalian membawa Rangga dalam keadaan selamat tanpa luka seujung ramputpun?! Tapi sekarang kalian malah mencoba melukainya!"Saraswati mengambil lencana emas dari setagennya lalu ditunjukan ke hadapan pemimpin prajurit.Sontak wajah pemimpin prajurit berubah, buru-buru dia menyarungkan kembali pedangnya dan memberi hormat."Maafkan saya Gusti Putri, baiklah kami akan pergi.""Siapa yang menyuruh kalian menyerang Rangga?"tanya Saraswati."Ndoro Hasta Senopati dari Majapahit itu yang menyuruh kami. Katanya Rangga adalah biang kerok kerusuhan yang terjadi di Sywagrha,"jawab pemimpin prajurit.Saraswati mendengus kesal"Huuh orang Majapahit itu, seenaknya

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 104 Penangkapan

    Semakin jauh dia berjalan, orang-orang yang lewat semakin berkurang. Tak ada lagi kebun atau rumah penduduk. Yang ada hanyalah hutan belantara atau lahan yang penuh semak belukar. *****Pagi-pagi sekali Rangga sudah bangun lalu bersiap pergi. Dia membereskan bawaannya dan merapikan tikar tempat dia tidur. Dari arah dapur sudah tercium aroma makanan yang menggugah selera. Rangga bergegas ke dapur untuk berpamitan dengan Nyai Bima.Di dapur Nyai Bima terlihat sibuk mengaduk makanan di kuali. Rangga menyapa Nyai Bima,"Nyai, saya mau pamit pergi."Nyai Bima menoleh, melihat Rangga yang datang Nyai Bima berkata"Ngger, makanlah dulu, ini aku membuat bubur ganyong,"Nyai Bima menunjuk ke kuali di depannya. Ini makanannya sudah matang, kamu makan dulu ya." Nyai Bima berdiri dari duduknya lalu mengambil mangkuk gerabah, menyendok jenang ke mangkuk kemudian menyodorkannya pada Rangga."Ini makanlah, kamu harus makan karena perjalananmu masih jauh."Rangga menyambut mangkok berisi jenang gan

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 103 Jiwo

    Terdengar suara anjing menggonggong di luar. Setelah itu, seorang pemuda masuk ke dalam rumah menyapa Bimo dan isterinya."Bapak Ibu, hari ini aku membawa kijang hasil berburu.""Aah...Jiwo kamu sudah pulang, hari ini kita ada tamu, dia Rangga murid Eyang Jolodhong,"Bima mengenalkan Rangga pada anaknya.Jiwo mengerutkan keningnya"Eyang Jolodhong? Tidak mungkin usianya masih muda dan Eyang Jolodhong sudah meninggal lama. Jika dia pernah menjadi murid Eyang Jolodhong seharusnya usianya sudah seusia Bapak,"ujar Jiwo sambil memandang Rangga dengan pandangan curiga.Bimo tampak tak enak hati melihat sambutan anak laki-lakinya yang dirasanya kurang ramah."Dia bisa mengamalkan ilmu Bayu Sumilir ilmu keluarga kita. Tidak ada orang di luar keluarga kita yang mampu mengamalkannya,"Bimo mencoba meyakinkan.Namun Jiwo masih saja menampakan sikap yang tidak bersahabat. Dari tatapan matanya terlihat dia mencurigai Rangga sebagai penipu."Bapak, ilmu Bayu Sumilir sudah lama ada sejak kerajaan Med

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 102

    "Siapa namamu Ngger?"tanya bapak-bapak tadi. "Saya Rangga dari Lembah Hantu. Lalu siapa nama Ki Sanak?" Mendengar tempat asal Rangga, wajah bapak itu tampak berubah. "Panggil saja aku Bima dan itu anakku Wening,"bapak itu menunjuk anaknya. Bapak itu mendekati Rangga lebih dekat lalu bertanya lagi "Benar kamu berasal dari Lembah Hantu?" Rangga mengangguk "Ya, apa Ki Sanak tahu tentang Lembah Hantu?" Bima menggeleng "Aku cuma dengar dari berita para pendekar yang datang dari Timur. Di tempat itu dulunya pernah terjadi perebutan Kitab Pusaka Sang Hyang Agni. Semua pendekar yang ada di situ mati dan jiwa mereka ditahan oleh Raja Iblis. Bapakku salah satu pendekar yang mati di sana." "Siapa nama Bapak Ki Sanak?" "Bapakku bernama Jolodhong." Rangga terkejut mendengarnya "Jolodhong? Apa dia memiliki ilmu meringankan tubuh Bayu Sumilir?" Wajah Bima seketika berubah "Darimana kamu tahu? Hanya pendekar-pendekar lama saja yang mengetahui tentang Bapakku,"ujar Bima.

Explore and read good novels for free
Free access to a vast number of good novels on GoodNovel app. Download the books you like and read anywhere & anytime.
Read books for free on the app
SCAN CODE TO READ ON APP
DMCA.com Protection Status