Share

bab 5 Pengkhianat

Terdengar suara langkah kaki memasuki ruangannya. Jalu menoleh, terlihat Hasta masuk sambil membawa satu gendul tuak dan dua cawan.

Jalu memandang Hasta dengan pandangan menyelidik curiga.

"Mau apa kamu masuk kemari tanpa izinku?!"

Namun Hasta tak sedikitpun terlihat marah atau tersinggung. Dia tetap tersenyum sambil berjalan mendekati Jalu dan menepuk bahunya.

"Jangan marah dulu Kangmas Jalu. Aku hanya ingin merayakan keberhasilanmu merebut Kitab Sang Hyang Agni. Setelah ini Kangmas pasti bakal menjadi pendekar tanpa tanding."

Wajah Jalu mulai melunak, tampaknya dia senang mendengar pujian Hasta yang setinggi langit. Tapi sejurus kemudian dia menghela nafas panjang.

"Hasta, aku tidak sekedar ingin menjadi pendekar tanpa tanding, tapi aku juga ingin menjadi pejabat istana. Aku yakin setelah menguasai ilmu Sang Hyang Agni kemudian terkenal sebagai pendekar tanpa tanding, Gusti Ratu Tribuana pasti bersedia menjadikanku sebagai seorang pejabat."

Hasta tertegun dan membatin

Ternyata dia punya tujuan lain.

Jalu menatap Hasta penuh harap

"Jalu, bapakmu adalah pejabat istana, kuharap bapakmu bersedia membantuku masuk ke lingkungan istana."

Hasta tersenyum dan menganggukan kepala tanda bersedia

"Jangan kuatir Kangmas Jalu, setelah pengangkatanmu sebagai Ketua Perguruan Sekar Jagat, aku akan mengajakmu menemui Romoku. Nanti Romo akan mengajakmu menghadap Gusti Ratu Tribuana."

Wajah Hasta tampak sumringah, ternyata Hasta tidak hanya sekedar menemui pejabat biasa, tapi justru menjanjikannya bertemu langsung dengan Gusti Ratu Tribuana. Suatu hal yang melebihi ekspetasi Jalu.

"Terimakasih Hasta, kamu memang sahabatku yang terbaik,"ujar Jalu.

Hasta menuangkan tuak ke cawan yang dibawanya, lalu memberikan satu cawan kepada Jalu.

"Sekarang mari kita minum tuak dulu untuk merayakan keberhasilanmu mendapatkan kitab Sang Hyang Agni dan sebagai calon pejabat Majapahit."

Jalu tersenyum bangga mendengar pujian Jalu yang setinggi langit. Terbayang sudah kemegahan, kekayaan dan kehormatan yang bakal dia terima jika jadi pejabat.

Aroma tuak yang harum menggugah selera Jalu untuk segera meminumnya. Jalu meminum isi cawan menenggaknya sampai habis.

"Aaah...tuak ini enak sekali, darimana kamu mendapatkannya? Berikan aku secawan lagi!"perintah Jalu.

"Tentu saja, tuak ini buatan Gondo. Ternyata selama ini dia sering membuat tuak sendiri. Tidak hanya dari Nira tapi dia juga membuatnya dari aneka buah-buahan."

Hasta menuang tuak ke cawan lalu Jalu kembali meminumnya. Dia langsung menenggak tuak dengan hanya satu tenggakan saja.

Tiba-tiba mata Jalu terbelalak, tenggorokannya terasa terbakar, napasnya sesak, pandangannya mulai kabur. Cawan yang sedang dipegangnya jatuh kelantai pecah berkeping-keping. Tangannya menunjuk Hasta, menatapnya dengan pandangan penuh dendam.

"Hasta...biadab kamu! Teganya kamu menipuku!"

Hasta tertawa licik, rupanya dia tidak meminum tuaknya, hanya pura-pura menenggaknya.

"Ha ha ha ha Kangmas Jalu, apa bedanya dengan kamu yang tega membunuh guru sekaligus bapak angkatmu sendiri? Padahal dia sudah memungutmu ketika bayi dari pinggir hutan dan memeliharamu sampai dewasa."

Jalu masih melotot memandangi Hasta. Dadanya makin sesak pandangannnya mulai gelap.

"Kamu...kamu...awas ya, kelak...kamu... juga akan dikhianati temanmu. Celakalah kamu!"

Setelah itu Jalu roboh ke lantai dan tak bergerak lagi.

Hasta tersenyum puas melihat Jalu sudah tewas karena racun yang dibawanya.

"Huh...dasar bodoh, manusia gila pujian dan harta. Memangnya siapa yang mau menjadikanmu pejabat Majapahit." Hasta mengambil kitab Sang Hyang Agni yang tergeletak di samping Jalu, lalu menyembunyikannya di belakang lemari di ruangan itu.

Setelah itu dia mengeluarkan bungkusan yang digembolnya lalu membukanya.

Ada sebilah keris di dalamnya, Hasta mencabut keris lalu menusukan keris ke tubuh Jalu beberapa kali. Setelag itu dia menusuk pinggangnya sendiri.

"Aaarrrgh!"

Jalu berseru tertahan bagian pinggangnya sudah mengeluarkan banyak darah. Lalu dia meminum tuaknya sedikit.

Saat itu juga Hasta merasakan tenggorokannya mulai terbakar dan dadanya sesak.

"Aaaaghh...agghhh...nafasku...sesak."

Sambil menahan sakit dan sesak nafas, dia berteriak panik.

"Tolong...tolong...Rangga datang lagi balas dendam dan menyerang kita! Tolong...tolong!"

Sontak beberapa orang di padepokan masuk ke pondok Mpu Waringin. Tak lama kemudian terdengar suara teriakan beberapa orang di luar.

"Lihat itu Rangga...kejar dia!"

Beberapa murid padepokan menghunus keris dan pedang lalu berlari ke arah sungai.

Sementara itu beberapa orang yang sudah masuk ke pondok terkejut melihat Jalu tergeletak di lantai bersimbah darah bersama Hasta yang berada di sudut yang lain.

"Mpu Jalu...Hasta!"

Salah satu murid senior memeriksa Jalu. Dia menggelengkan kepala prihatin.

"Mpu Jalu sudah meninggal."

"Bagaimana dia bisa meninggal?"tanya salah satu murid padepokan.

"Dia terkena racun dan luka tusukan yang parah,"jawab seorang murid senior.

Seorang murid yang lain tiba-tiba berteriak ketika melihat tangan Hasta bergerak sedikit

"Kangmas Hasta masih hidup!"

Orang-orang merubung Hasta yang terkapar lemah dengan pinggang berdarah tertusuk keris.

Dengan suara serak dan lemah Hasta berkata

"Tolong...Rangga telah membunuh Kangmas Jalu."

Setelah itu Hasta pingsan.

"Bawa dia ke ruang pengobatan!"

******

Ketika malam tiba, Hasta tersadar dari pingsannya, luka tusukan di pinggangnya sudah diobati dan kini terasa perih dikulitnya.

Tangan Hasta bergerak mengambil bumbung bambu kecil di kantongnya. Perlahan dia membuka tutupnya dan mengeluarkan isinya.

Hasta mengambil 3 butir pil lalu menelannya. Seketika itu juga nafasnya mulai terasa lega.

Tak lama kemudian, Gembong salah satu anggota gengnya masuk ke kamar.

"Kangmas Hasta, bagaimana keadaanmu?"

"Tenang saja Mbong, aku sudah minum penawarnya. Setelah Gondo mati, aku mencari tuak buah kecubung yang dulu dipakainya untuk membuat kita ambruk. Tuak itu kucampur lagi dengan bisa ular kobra. Untung saja Gondo juga membuat penawar bisa ular."

Gembong tersenyum lega, ternyata racun di tuak masih bisa dilawan.

"Ooh, syukurlah kalau ada penawarnya."

"Bagaimana sandiwaramu saat pura-pura mengejar Rangga? Apakah pemeran Rangga berhasil meloloskan diri?"Hasta memastikan rencananya.

"Tenang saja Kangmas Hasta, Tunggul yang memerankan Rangga selamat dan berhasil lolos ke seberang sungai."

"Ha ha ha ha kerja yang bagus. Setelah ini Rangga pasti dicari para pendekar di dunia persilatan yang akan memperebutkan Kitab Sang Hyang Agni. Mereka tidak tahu kalau kitab ini sudah aku kuasai."

"Kangmas Hasta memang pintar merancang tipu daya. Kurasa Kangmas Hastalah yang lebih pantas jadi Ketua Perguruan Sekar Jagad,"puji Gembong.

Namun Hasta menukasnya

"Ooh, tidak Gembong, itu bukan tujuanku. Aku punya tujuan yang lebih besar lagi. Setelah sembuh, aku mau secepatnya keluar dari sini. Terlalu berbahaya bagiku jika berlama-lama di sini."

Gembong terkejut tak menyangka Hasta punya tujuan lain.

"Jadi Kangmas Hasta mau pergi dari sini? Lalu bagaimana nasib saya dan teman-teman yang lain?"

Hasta tersenyum dan menepuk pundak Gembong.

"Jangan kuatir, semua orang yang sudah membantuku akan kujadikan ajudanku. Kalian semua akan masuk Kasatrian sebagai prajurit Majapahit. Disana kalian akan mendapatkan upah, makanan, pakaian dan tempat tinggal."

Gembong terperangah mendengar janji Hasta. Dia menatap Hasta dengan pandangan tak percaya.

"Benarkah itu Kangmas Hasta?"

Hasta mengangguk meyakinkan Gembong.

"Tentu saja, jika kalian berprestasi, kalian bisa jadi Senopati bahkan bisa menjadi Rakaryan Tumenggung."

Wajah Gembong langsung sumringah

"Terimakasih Kangmas Hasta, aku pasti akan menjadi abdimu yang paling setia."

Tiba-tiba dari ruangan sebelah terdengar suara keras.

"Glodak glodak glodak!"

Seketika Hasta dan Gembong terdiam, wajah mereka berubah waspada.

"Apa itu? Apa ada yang menguping pembicaraan kita? Gembong, periksa ruangan sebelah dan laporkan padaku apa yang kamu temukan di sana!"perintah Hasta.

Gembong berdiri dan langsung berjalan cepat menuju ruangan sebelah.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status