Beranda / Pendekar / PENDEKAR LEMBAH HANTU / Bab 7 Rahasia Makam Kuno2

Share

Bab 7 Rahasia Makam Kuno2

Penulis: Freya
last update Terakhir Diperbarui: 2024-11-17 22:11:13

Suasana malam itu berubah, gundukan tanah dengan batu nisan itu menghilang. Sementara di depannya sedang berlangsung pertarungan yang sengit antar pendekar. Jarak Rangga dengan para pendekar itu cukup dekat hanya berjarak sekitar lima meter saja.

Seorang pendekar yang berpakaian seperti seorang Resi berteriak lantang. Suaranya menggelegar bagai petir mengalahkan suara teriakan pertarungan.

"Sekar kembalikan Kitab Sang Hyang Agni kepada kami. Najis jika kitab itu dipegang manusia sesat macam kalian!"

Terdengar suara wanita yang melengking lantang menusuk telinga. Membuat para pendekar lainnya menutup telinga mereka.

"Ha ha ha ha kamu mimpi Dharmaja, kalahkan dulu para pendekar di sini, baru aku ikhlas menyerahkan kitab ini kepadamu!"

Setelah itu terdengar suara pertarungan sengit.

"Siapa itu Mbah?"

"Dia Resi Dharmaja, salah satu pendeta di Sywa Grha yang diutus merebut kembali kitab itu. Sekarang diamlah, kamu sedang melihat peristiwa duapuluh tahun yang lalu,"tukas Mbah Janti.

Rangga terkejut mendengar penjelasan Mbah Janti.

"Tapi bukankah para pendekar itu sudah mati?"tanya

"Arwah mereka masih gentayangan di sini Rangga. Setiap malam Anggoro Kasih mereka akan menampakan diri seperti ini.

Rangga masih akan bertanya lagi, namun tiba-tiba sebilah pedang dari salah satu pendekar yang bertarung menyambar wajahnya.

"Sreeeet."

Rangga dapat merasakan kesiur angin yang menerpa wajahnya. Dia ingin menghindar namun jarak pedang dan wajahnya begitu dekat sehingga dia sudah tidak bisa menghindar lagi. Rangga memejamkan mata pasrah menghadapi sambaran pedang.

Sejurus kemudian Rangga membuka matanya, ternyata dia masih berada di komplek kuburan kuno.

Rangga tak percaya dengan kejadian yang baru saja dialaminya. Dipegangnya wajah dan tubuhnya lalu berseru gembira.

"Aku masih hidup...aku masih hidup!"

Mbah Janti tertawa melihat tingkah Rangga.

"Ha ha ha ha, jangan takut pedang mereka tidak akan bisa melukaimu. Mereka hanyalah bayangan yang hanya akan muncul pada malam-malam tertentu."

Rangga kembali menonton pertarungan, tiba-tiba sebilah pisau terbang melayang le arah wajahnya.

"Sreeet."

Sekarang Rangga tidak lagi memejamkan matanya. Dia dapat melihat pisau itu menembus kepalanya namun dia sama sekali tidak merasa sakit atau terluka. Pisau itu hanya seperti bayangan saja.

"Mbah, ternyata pisau ini tidak dapat melukaiku."

"Tentu saja Rangga, karena mereka hanya bayangan dari masa lalu. Bahkan jika kamu masuk di tengah mereka, kamu tidak akan tersentuh dan kamupun tidak dapat menyentuh mereka. Energi-energi mereka yang tersisa di sini masih sangat kuat. Hal itulah yang memudahkan kita untuk melihat kembali apa yang mereka alami di sini sebelum mati."

"Aku mau mencoba berada di tengah mereka!"

Rangga berdiri dari duduknya dan langsung berlari ke gelanggang. Saat di tengah gelanggang, para pendekar itu sama sekali tidak mempedulikan keberadaan Rangga.

Dia mencoba menyentuh salah satu pendekar, namun tangannya hanya menyentuh angin.

Benar kata Mbah Janti, mereka hanya bayangan. Pantas saja tempat ini dianggap angker, batin Rangga.

Tiba-tiba Rangga melihat kabut tipis mulai turun di tengah gelanggang pertempuran.

"Rangga, cepat kemari!"seru Mbah Janti.

"Ada apa Mbah?"

Rangga berlari menghampiri Mbah Janti yang memberi tanda untuk duduk di sebelahnya.

"Kamu lihat apa yang mereka lakukan setelah kabut itu turun."

Rangga dan Mbah Janti dengan berdebar menunggu apa yang terjadi. Saat gelanggang sudah dipenuhi kabut yang pekat, suasana makin mencekam. Suara pertarungan dan denting senjata mendadak berhenti. Suasana yang hening dan sepi membuat komplek pemakaman di tengah hutan itu semakin mencekam.

"Mbah, mengapa mereka berhenti bertarung, apa sudah selesai?"

"Ini belum selesai,"tukas Mbah Janti.

Tak lama kemudian dari gelanggang pertarungan yang tertutup kabut pekat, terdengar suara teriakan kesakitan bersahutan dari berbagai penjuru. Suara itu begitu memilukan seperti jeritan kematian membuat suasana malam itu semakin menyeramkan.

Rangga tidak dapat melihat dengan jelas apa yang terjadi di gelanggang pertarungan karena kabut yang turun begitu tebal.

"Mbah, apa yang mereka lakukan di dalam kabut?"tanya Rangga ketakutan.

"Nanti juga kamu tahu sendiri,"jawab Mbah Janti.

Setelah menunggu cukup lama, akhirnya suara teriakan itu semakin berkurang dan akhirnya lenyap. Suasana kembali hening dan kabut berangsur mulai menipis.

Seiring dengan menipisnya kabut, perlahan mulai terlihat pemandangan mengerikan di depan mata. Para pendekar itu semua sudah mati, darah menggenang membanjiri gelanggang pertarungan.

Rangga merasa takut sekaligus ngeri

"Mbah, mereka semua mati. Apa yang terjadi pada mereka?"

"Para pendekar itu bunuh diri karena kabut gaib yang dikirim oleh Dewi Sekar."

"Oh, jadi kabut gaib yang mempengaruhi pikiran mereka?"tanya Rangga.

Mbah Janti mengangguk

"Ya, dengan ilmu hitamnya Sekar mengundang demit piaraannya untuk mempengaruhi pikiran para pendekar sehingga mereka berpikir bahwa mereka telah menghabisi lawannya tapi sebenarnya mereka bunuh diri."

Sebuah bayangan putih berkelebat,seorang wanita berpakaian serba putih turun di tengah gelanggang. Dia memeriksa situasi di sekelilingnya, sesekali membungkuk memastikan apakah para pendekar itu sudah mati. Lalu dia berseru lantang dengan nada sombong.

"Huuh kalian para pendekar berilmu rendah bermimpi ingin merebut Kitab Sang Hyang Agni dariku. Sekarang rasakan akibatnya jika melawanku!"

"Itu Sekar,"bisik Mbah Janti.

Di bawah sinar bulan Rangga dapat melihat wanita itu cantik tapi ada aura menyeramkan yang melingkupinya.

Usai berujar memaki para pendekar itu, Dewi Sekar berkelebat pergi meninggalkan gelanggang.

Setelah Dewi Sekar pergi, perlahan penampakan jasad-jasad yang berserakan di komplek kuburan itu semakin kabur kemudian perlahan menghilang dari pandangan.

Mbah Janti memecah keheningan di antara mereka.

"Ngger, kamu sudah melihat peristiwa duapuluh tahun yang lalu saat mereka memperebutkan kitab Sang Hyang Agni. Jauh di masa sebelumnya ketika Gusti Prabu Jayabaya berkuasa, di tempat ini juga pernah terjadi perebutan kitab Sang Hyang Agni."

"Kenapa peristiwa itu selalu terjadi di tempat ini?"tanya Rangga.

"Tempat ini dulunya adalah padepokan Sekte Bhairawa. Pendirinya adalah Nyi Lendi salah satu murid Calon Arang yang melarikan diri ketika Calon Arang dibunuh oleh Mpu Barada penasehat Gusti Prabu Airlangga. Nyi Lendi punya kesaktian yang mampu mengubah liur menjadi api,"tutur Mbah Janti.

"Apakah Nyi Lendi menguasai ilmu Sang Hyang Agni?"tanya Rangga.

Mbah Janti mengangguk

"Kemungkinan begitu, setelah keruntuhan Kerajaan Medang, tidak ada lagi yang melindungi para pendeta di Sywa Grha. Bisa jadi mungkin pada akhirnya Calon Arang yang menguasai kitab itu dan diwariskan pada Nyi Lendi atau Nyi Lendi yang merebutnya dari orang lain aku tidak tahu persis. Yang aku tahu akhirnya Kitab Sang Hyang Agni dikuasai padepokan kami.

"Tapi bagaimana ceritanya kitab itu bisa dikuasai guru saya Mpu Waringin?"

Mbah Janti mendengus wajahnya terlihat kesal.

"Adik sepupuku Dewi Sekar adalah Ketua Padepokan Sekte Bhairawa yang terakhir. Tapi dia bodoh, mau saja dia dirayu Waringin licik. Sehingga akhirnya Waringin menguasai ilmu Sang Hyang Agni dan menjadi pendekar tanpa tanding lalu mendirikan padepokan Sekar Jagad."

Kali ini Rangga merasa gerah mendengar gurunya direndahkan Mbah Janti. Dia ingin marah tapi karena Mbah Janti sudah menolongnya dia tak enak hati jika harus melabrak Mbah Janti.

"Mbah, ada masalah apa antara anda dan guru saya sehingga anda begitu membencinya? Setahu saya Mpu Waringin adalah pendekar golongan putih, dia orang baik,"protes Rangga

Mbah Janti mendengus lalu menatap Rangga dengan pandangan mengejek

"Huuh kamu pikir Waringin itu orang baik? Dia itu dimasa mudanya dikenal sebagai Durjana Pemetik Bunga. Kamu tahu apa artinya itu?"

Rangga menggeleng.

"Saya tidak tahu."

"Itu artinya dia orang yang suka main perempuan. Asal ada yang cantik tak peduli isteri orang, pendeta atau gadis dia sikat setelah itu ditinggal."

Rangga seketika terdiam tak berani protes lagi. Malam semakin larut, udara malam semakin dingin membuat Rangga sedikit menggigil. Tapi anehnya Mbah Janti yang hanya memakai kain dan kemben penutup dada sama sekali tak terlihat kedinginan.

Mbah Janti tertawa melihat Rangga menggigil kedinginan.

"Ha ha ha baru di luar sebentar sudah kedinginan. Sini aku buka cakramu supaya kamu bisa menghangatkan tubuhmu dengan tenaga dalam."

Rangga mendekati Mbah Janti lalu duduk membelakanginya. Mbah Janti mulai menotok beberapa bagian di punggungnya. Tapi ketika menotok jalan darah di punggung bawah Mbah Janti menarik tangannya lalu berkata,

"Aku tidak bisa membuka cakra tenaga dalammu. Ada sesuatu yang menyumbatnya. dan aku tidak tahu cara membukanya."

Bab terkait

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 8 Cakra Tenaga Dalam

    "Anda tidak usah membuka cakra tenaga dalam saya Lagipula saya tidak berminat belajar silat. Sebaiknya kita pulang saja Mbah, saya juga sudah lelah dan mengantuk.""Ya ya ya kita pulang, Simbah lupa kalau kamu sebenarnya masih sakit."Mereka berdua kembali menyusuri jalan setapak pulang ke rumah. Setibanya di rumah, Rangga yang sudah lelah segera merebahkan dirinya di tikar. Namun udara gunung yang dingin membuatnya sulit tidur.Dicobanya memejamkan mata sambil berhitung sehingga lama kelamaan akhirnya dia mulai mengantuk. Antara sadar dan tidak sadar, saat dirinya sudah setengah terlelap, ada satu sosok pria berpakaian serba putih seperti seorang Resi menghampirinya.Resi itu membangunkannya dengan lembut. Saat Rangga membuka matanya, Resi itu tersenyum ramah lalu berkata "Ngger, tadi aku melihatmu bersama Janti di sana."Rangga mengucek-ucek matanya, dia merasa aneh dengan kehadiran seorang Resi secara tiba-tiba di kamarnya. Dia hantu apa manusia? Bagaimana dia bisa masuk kemari?

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-18
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 9 Kalung Tujuh Batu Cakra

    "Mbah, saya kan tidak berbakat, kenapa Simbah malah memilih saya?" Mbah Janti tersenyum.memandang Rangga lalu menepuk bahunya. "Karena hatimu baik dan kamu cerdas. Simbah percaya setelah ini kamu mampu mengatasi kesulitanmu membuka cakra tenaga dalam. Sekarang duduklah dan ikuti perintahku, aku akan mencoba lagi membuka cakra tenaga dalammu." Rangga duduk bersila sedangkan Mbah Janti berdiri di depannya. "Sekarang kamu hirup udara dalam-dalam dan hembuskan melalui mulut perlahan." Ini persis seperti yang diajarkan Resi Dharmaja, batin Rangga. Karena sebelumnya sudah pernah melakukannya, Rangga tidak menemui kesulitan melakukannya. Mbah Janti lalu duduk di belakang Rangga menempelkan tangan di punggung Rangga. Tapi hanya dalam hitungan detik Mbah Janti menarik tangannya. "Cakra tenaga dalamu sudah terbuka, siapa yang membantumu membukanya?"tanya Mbah Janti dengan nada menyelidik. Rangga tertegun ternyata Mbah Janti sudah tahu, tapi dia masih tidak ingin menceritakan pert

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-19
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Penunggu Sungai

    Rangga mendekapkan kitab Sang Hyang Agni ke dadanya lalu menatap Mbah Janti. "Mbah, saya berjanji akan mengembalikan kitab ini pada para pendeta di Sywa Grha setelah saya mempelajarinya. Tapi ajarkan saya membaca huruf Brahmi." Mbah Janti tampak lega mendengar pernyataan Rangga. Dia mengangguk lalu berkata. "Terimakasih Rangga sudah bersedia membantuku. Kitab ini memang sudah seharusnya berada di Sywa Grha. Jika kamu bertemu para pendeta Sywa Grha, sampaikan permintaan maaf kami dari sekte Bhairawa yang sudah menahan kitab itu di sini." Rangga mengangguk "Ya Mbah, saya akan sampaikan pada mereka." "Terimakasih Rangga, aku sudah lega. Sekarang aku akan mengajarkanmu cara membaca huruf Brahmi dan jurus-jurus Sang Hyang Agni." ***** Selama di Lembah Hantu, Rangga selain mempelajari ilmu sang Hyang Agni, Mbah Janti juga mengajarkan ilmu-ilmu dari sekte Bhairawa. "Rangga, aku juga mengajarkanmu ilmu dari Sekte Bhairawa. Bagi para pendekar golongan putih, ilmu ini adalah ilmu

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-21
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 11 Minyak Bintang

    Rangga bergegas naik ke tepian sungai, sementara makhluk bersisik seperti ikan itu masih berada di dalam air. Seumur hidupnya belum pernah Rangga melihat wujud makhluk halus atau siluman apapun. Jadi ini adalah pengalamn pertamanya. Rangga berusaha membunuh rasa takut yang mulai menguasai dirinya. Dia mencoba menggertak makhluk di depannya. "Kalau kamu mencari gara-gara denganku, kamu bertemu dengan orang yang salah!" Usai berbicara, Rangga mulai menghimpun tenaga dalam di tangannya, lalu melontarkan sebuah pukulan jarak jauh ke arah makhluk itu. "Hyaaaa!"Rangga berteriak ketika melontarkan pukulan ke arah makhluk seram itu. Tiba-tiba terdengar suara dentuman keras seperti bom meledak "Blaaar!" Pecahan batu berhamburan di sungai. Makhluk seram itu ternyata tidak dapat dipukul, energi pukulan Rangga melesat menembus tubuh makhluk seram itu dan menghantam batu dibelakangnya. Terkesiap Rangga melihat upayanya gagal. "Ha ha ha ha ha, percuma saja kamu berusaha membunuhku man

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 12 Jangan Buka Pintunya

    "Jadi Dewi Sekar sebenarnya masih hidup tetapi hanya berubah wujud? Tapi bukankah beliau sudah insyaf dan tidak lagi menganut aliran Bhairawa setelah menikah dengan Mpu Waringin?" Rangga serasa tak percaya, isteri Mpu Waringin menjadi budak iblis yang bisa menjelma sebagai siluman ikan. "Benar, memang dia sudah insyaf. Tapi sebelum dia mengenal Waringin, dia telah menggadaikan hidupnya pada Wastya, Raja Siluman Ikan yang menghuni sungai itu. Wastya menjanjikan kecantikan dan kehidupan abadi asal Sekar bersedia menjadi isterinya,"ungkap Mbah Janti. Mbah Janti menyorongkan cawannya yang sudah kosong pada Rangga "Ngger, tolong tuangkan wedhang jahenya." Rangga meraih poci lalu menuangkan wedhang jahe untuk Mbah Janti dan dirinya. Setelah menyeruput minumannya, Rangga bertanya, "Jadi Dewi Sekar akhirnya menikah dengan Wastya? Tapi bagaimana mungkin demit menikahi manusia? Bukankah Sang Hyang Widi melarang pernikahan antara manusia dengan demit?" Rangga hampir tak percaya ada man

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-22
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 13 Permintaan Sekar

    "Ngger, apa yang kamu lakukan di sungai tadi sampai Sekar dan Wastya harus turun tangan sendiri membereskan semuanya?"tanya Mbah Janti. Rangga berusaha mengingat semua peristiwa yang dialaminya saat berendam di sungai. Rangga mencoba mengingat kembali apa saja yang dia lakukan saat itu. Tiba-tiba dia teringat sesuatu. "Mbah, tadi waktu berendam di sungai aku...aku pipis," ucap Rangga lirih. "Haaah...kamu pipis di tengah sungai?" "Iya Mbah, aku pipis di tengah sungai," Rangga menundukan kepalanya. Dia merasa malu pada Mbah Janti. Mbah Janti menepuk jidatnya, "Astaga, kamu seharusnya tidak boleh pipis di tengah sungai krena di situlah kerajaan gaib Wastya berada. Aku lupa memberitahumu tadi, maafkan aku Ngger." Hadeeh Mbah...Mbah, Simbah yang lupa kasih tahu aku jadi kena masalah,pikir Rangga dengan hati kesal. "Lain kali kalau kebelet pipis, kamu pipis di tepi sungai, jangan di tengah. Ya sudah nggak apa-apa, besok akan kutemui Sekar untuk minta maaf dan membawakan se

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-23
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 14 Cakra Kundalini yang Dahsyat

    Pagi itu matahari bersinar cerah namun udaranya sejuk segar dan tidak terasa panas.. Di bawah pohon bambu Rangga duduk di tikar bersama Mbah Janti. Dia mendengarkan dengan seksama Mbah Janti yang sedang membacakan isi kitab Sang Hyang Agni di lembar terakhir yang kini dikuasai Hasta. Sesekali Mbah Janti berhenti lalu Rangga mengulang lagi kata-kata Mbah Janti. Sampai menjelang siang, Rangga dan Mbah Janti mengakhiri aktivitasnya. "Bagaimana Rangga, kamu sudah hafal isi kitab di halaman terakhir?" "Saya masih belum lancar, tapi sebagian saya sudah hafal. Sebagian isi dari kitab itu sudah saya catat di lontar. Beri saya waktu untuk menghafalndan mencatatnya,"ujar Rangga. Mbah Janti mengangguk puas, bibirnya tersenyum. "Bagus besok kita mulai latihan tahap akhir. Pada tahap ini kamu harus berhati-hati. Salah mempelajarinya bisa fatal akibatnya," Mbah Janti mengingatkan. Rangga tertegun sejenak kemudian bertanya dengan hati-hati "Memangnya kenapa Mbah?" "Kalau kamu salah

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-24
  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 15 Barisan Penyesat Sukma

    Mbah Janti kembali masuk kamar membawakan makanan dan secawan ramuan herbal yang mengepul panas. "Minumlah ramuan ini supaya perutmu tetap hangat. Ini akan menjaga agar energi Kundalini tidak bergerak liar dan membuatmu sakit." Rangga segera meminum ramuan herbalnya setelah itu perutnya terasa hangat dan tubuhnya terasa lebih baik. "Mbah, kepalaku sudah tidak pusing lagi dan punggungku sudah mulai mendingin." "Rangga, jika kamu kepanasan lagi, bersandarlah di batang pohon atau berbaring di tanah. Itu akan menetralkan panas akibat energi Kundalini." "Jadi tanah dan kayu dapat menetralkan energi Kundalini?"tanya Rangga. "Ya, itu cara yang termudah, dan jangan lupa jaga supaya perutmu tetap hangat." ****** Semenjak berita tentang keberadaan Kitab Sang Hyang Agni tersebar si dunia persilatan, para pendekar berbondong-bondong menuju Lembah Hantu. Hari itu ada sekitar 50 orang pendekar dari berbagai tempat datang ke Lembah Hantu. Siang hari, rombongan pendekar sudah tiba di tep

    Terakhir Diperbarui : 2024-11-25

Bab terbaru

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 89 Penguntit

    Rangga sesekali melirik ke arah dua orang tadi. Keduanya masih ada di sana sibuk dengan hidangan di depannya. "Kamu dan aku sama-sama pendatang baru di dunia persilatan. Tapi kalau ada kejadian seperti ini, siapa dan apa yang sebenarnya terjadi? Apakah dia mengincarku atau mengincarmu terkait dengan Bapakmu di masa lalu,"ucap Rangga."Entahlah, Bapak tidak pernah terbuka dengan masa lalunya.""Kami tidak pernah bertemu atau berseteru dengan sekte Bulan Sabit Emas. Aku curiga, setelah kejadian Nyai Wijil, bisa jadi mereka sedang mengincar pusaka yang kalian miliki. Pedang Inti Air dan Kapak Setan,"tambah Blandhong."Ya tapi kami kan bukan pendekar terkenal. Masa berita tentang pusaka ini sudah tersebar?"tanya Rangga.Blandhong terbahak mendengar pertanyaan Rangga.kalian"Ha ha ha ha kaliang ini lugu sekali. Rangga, berapa kali pedangmu kamu gunakan di depan banyak orang? Ketua, Kapak Setan dalam gembolanmu itu juga menarik perhatian para pemburu pusaka. Apalagi saat berada di pengina

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 88 Sekte Bulan Sabit Emas

    Hasta sedang minum tuak di kapalnya berdama Tunggul dan Gembong saat Rama datang melapor."Kangmas Hasta, sepertinya kali ini lawanmu berat. Rangga ternyata bersahabat dengan Gerombolan Kapak Setan, gerombolan perampok yang paling ditakuti di Pajang.Hasta mengerutkan keningnya, dia baru saja mendengar nama gerombolan Kapak Setan."Ah, masa sih aku belum pernah mendengar kehebatan mereka di Timur,"ucap Hasta dengan nada meremehkan.Rama tersenyum melihat sikap Hasta yang memang suka merendahkan orang."Tapi kalau kamu tahu ilmu andalan mereka, pasti kamu juga menginginkan pusaka Kapak Setan itu. Dulu Liman adalah pemimpin mereka dengan senjata andalannya kapak setan. Di tangan Liman, kapak itu menjadi sebuah kapak yang bahkan mampu membelah bumi,"ungkap Rama."Ah, itu pasti cuma dongeng saja. Memangnya kamu pernah melihat sendiri kehebatan kapak itu?"tanya Hasta sambil menenggak tuaknya.Rama menggeleng"Belum pernah, aku mendengarnya dari Bapakku. Saat itu Liman ketua mereka masih ma

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 87 Perjalanan ke Sywagrha

    Sebuah kapal besar dan mewah tampak bersandar di dermaga. Pemilik kapal itu pastilah seorang bangsawan atau pedagang kaya. Terlihat Hasta yang berdiri di geladak kapal, sedang melihat kesibukan di pelabuhan Pajang. Di sebelahnya kirinya berdiri Tunggul sahabat sekaligus pengikutnya. Sedangkan di sebelah Tunggul seseorang yang berpakaian seperti pendekar ikut berbincang bersama Hasta. Saat mereka sedang asyik berbincang, Gembong naik ke kapal dengan tergesa-gesa, sepertinya ada hal penting yang akan disampaikan."Gembong, kamu ini kenapa?"tanya Hasta heran."Huuh, aku melihat bocah itu berada di sini juga. Kukira dia sudah mati, tapi ternyata dia masih hidup."Hasta mengerutkan keningnya dan bertanya"Siapa bocah yang kamu maksud?""Rangga, dia ada di sini!""Lho, mau apa dia kemari?"tanya Hasta terkejut."Sudahlah Kangmas Hasta, kedatangan kita ke Pajang ini kan untuk menemui Bhre Pajang lalu menyampaikan surat perintah dari Gusti Ratu Tribuana agar Bhre Pajang mewakili Gusti Ratu T

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 86 Penawar Racun

    Rangga belum melihat sosok Nyai Wijil namun suaranya seolah-olah begitu dekat dengan mereka. Beberapa saat kemudian, terdengar lagi suara berkelebat di udara. Dari arah belakang perahu muncul Nyai Wijil. Kali ini Rangga terkagum-kagum dengan ilmu meringankan tubuhnya. Nyai Wijil melompat ke sungai. Saat akan mendarat di air, kakinya menutul air sungai laku melompat lagi, bagai berjalan di atas air.Setelah dengan perahu, wanita itu langsung melompat ke dalam perahu."Wijil, kenapa kamu tidak pernah berhenti mengganggu hidupku?"Nyai Wijil melihat ke arah Dhesta yang sedang terbaring di perahu dengan tatapan penuh kebencian."Itu anakmu dengan penari murahan itu kan?"Tapi Liman pura-pura tak mendengar, dia menghadang Nyai Wijil."Dia terkena racun Lali Jiwo milikmu, berikan obat penawarnya!""Aku mau memberikan penawarnya tapi dengan satu syarat!"Liman tertegun, matanya menatap curiga pada Nyai Wijil."Apa yang kamu inginkan dariku?""Tinggalkan penari murahan itu dan ikutlah dengank

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   bab 85 Senandung Nyai Wijil

    "Dhesta!"seru Rangga cemas."Rangga, Dhesta keracunan, aku sudah berusaha mengeluarkan racunnya dari paru-parunya.Tapi hanya sedikit yang berhasil keluarkan."Mendengar suara yang yang sangat dikenalnya, Rangga segera menghampiri orang itu menyapanya."Ki Liman, anda di sini?"Liman tersenyum dan mengangguk, lalu dengan nada cemas dia berkata."Anakku satu-satunya yang selama bertahun-tahun tidak pernah keluar kampung. Tiba-tiba saja meninggalkan rumah pergi merantau. Tentu saja aku sangat mencemaskannya. Jadi aku memutuskan untuk menyusulnya kemari. Ternyata firasatku benar, pantas saja hatiku tidak tenang. Racun ini hanya orang-orang dari sekte ular hijau yang punya obatnya.""Ya, biar saya coba mengobatinya semoga saja berhasil. Tadi dia terkena asap beracun yang ditiupkan dari lubang di jendela itu. Saya tidak tahu racun jenis apa itu."Rangga segera mengeluarkan peralatannya dan mulai memeriksa Dhesta. Pemuda itu masih pingsan, wajahnya sudah mulai membiru.Celaka, racun itu tel

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 84 Daging Manusia

    Para pengeroyoknya terperangah melihat Rangga yang dengan santainya berdiri di atas dahan pohon Hujan yang lemah. Rangga tampak anteng dan tenang di atas dahan pohon. Tak sekalipun dia terlihat kerepotan menjaga keseimbangan. Sesekali tubuhnya bergerak mengikuti gerakan dahan yang terkena angin. Orang-orang itu tersadar, kali ini lawan yang mereka hadapi bukanlah lawan sembarangan. Kini mereka semakin waspada terhadap lawannya. "Hei, jangan cari aman sendiri di atas pohon. Kalau kamu memang pemberani, turunlah lawan kami di bawah!" Rangga berkelebat turun dari pohon lalu berseru. "Ayo majulah, lawan aku!" Para pengeroyoknya langsung menyerang Rangga. Pedang Inti Air berkelebat menangkis serangan mereka. Tenaga dalam sudah dikerahkan ke tangan Rangga, lalu pedangnya membuat gerakan memotong. "Traang traang traang!" "Klontrang klontraang!" Terdengar bunyi besi jatuh disusul bunyi teriakan kematian. "Aaaarrrrghh....aaarrgh....aaargh!" "Bruuuk...bruuuk...bruuuk!" Tubuh para p

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 83 Asap Beracun di Nagagini

    Dhesta tampak kecewa, hidangan itu lezat tapi dia tidak bisa memakannya karena beracun. Dia meihat ke sekelilingnya, para tamu sedang makan dengan lahapnya, namun tidak terlihat tanda-tanda keracunan. Dhesta akhirnya duduk memeluk lutut sambil bersandar di tembok mencoba meredakan rasa laparnya.Rangga mengalihkan pandangan ke arah lain. Terlihat Nyai Wijil sudah kembali lagi menghampiri laki-laki lain, lalu duduk dipangkuannya. Sedangkan pria brewok yang tadi bersamanya sudah tak tampak lagi."Melihat tamunya hanya melihat situasi di sekitarnya dan tidak segera menyantap hidangannya, seorang pelayan mendatangi Rangga dan Dhesta lalu bertanya"Ki Sanak, kok makanannya tidak segera dimakan? Apa makanan ini tidak enak? Jika tidak berkenan kami akan menggantinya dengan yang lain.""Ooh, tidak bukan itu. Kami hanya kecapekan dan mengantuk. Bagaimana jika makanan ini kami bawa ke kamar saja."Wajah pelayan itu tampak berubah, senyum ramahnya lenyap seketika. Namun sejurus kemudian wajahnya

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 82 Penginapan Nagagini

    "Gruuudug gruudug gruudug!"bunyi tanah terbelah.Para penonton bubar ketakutan, sedangkan teman-teman si Kumis yang menonton pertarungan itu tertegun. Pria genderuwo pemimpin gerombolan itu langsung berseru"Itu jurus 'Kapak Pembelah Bumi'! Tidak salah lagi, hanya Liman yang bisa melakukannya. Bocah itu anaknya Liman!"Sementara itu si Kumis kelabakan melihat bumi merekah di bawahnya. Sontak dia menghentikan serangannya, melompat menghindar ke tempat yang aman. Rekahan tanah berhenti, pria genderuwo maju ke hadapan Dhesta sambil menunjuk"Tidak salah lagi, kamulah anaknya Liman!"Pria genderuwo memberi tanda pada anak buahnya untuk maju ke hadapan Dhesta."Kalian kemarilah, beri hormat pada ketua Kapak Setan yang baru!"Para perampok itu serta merta langsung mendatangi Dhesta lalu menundukan kepala memberi hormat di hadapannya."Terimalah hormat kami Ketua!"Dhesta hanya bisa bengong melihat para perampok itu memberi hormat kepadanya. Beberapa menit yang lalu mereka berlaku kasar kep

  • PENDEKAR LEMBAH HANTU   Bab 81 Tantangan Dhesta

    Mata Si Kumis terbelalak melihat kapak yang dipegang Dhesta. Namun dia mencoba menguasai diri."Baiklah, kapak itu tampaknya memang benar Kapak Setan. Tapi pesan kapak besar seperti itu di pande besi pembuat pisau dapur juga bisa. Kalau kamu memang benar-benar anaknya Liman, tunjukan jurus-jurus Kapak Setan itu!"tantang si Kumis.Dhesta tak mengiyakan atau menolaknya, dia balik bertanya."Lalu bagaimana seandainya aku bisa membuktikannya?"Si Kumis tertegun, dia menoleh pada kakaknya minta persetujuannya. Lalu pria genderuwo itulah yang menjawabnya."Kalau kamu bisa menunjukan jurus-jurus khas kapak setan, kami akan patuh kepadamu dan mengangkatmu sebagai pengganti Liman pemimpin kami!"Dhesta terkejut, orang-orang itu tidak dikenalnya tapi malah akan mengangkatnya sebagai pemimpin gerombolan perampok."Hei...apa-apaan ini? Aku tidak sudi melakukan kejahatan seperti kalian. Bapakku melarangku mengikuti jejaknya sebagai perampok. Sekarang dia sudah insyaf, mengasingkan diri dari dunia

Pindai kode untuk membaca di Aplikasi
DMCA.com Protection Status