Setelah ditinggal selingkuh kekasihnya, Erin nekat melamar kakak dari mantannya untuk menikah kontrak. Ia ingin membalas dendam atas sakit hati yang dirasakannya setelah dikhianati cinta pertama. Erin tidak peduli meski apa yang dilakukannya itu akan menyakiti dirinya sendiri maupun orang di sekitar yang disayanginya. Ia tidak keberatan membohongi semua orang hanya untuk balas dendam. Kakak dari mantan Erin menerima tawaran menikah kontrak karena suatu alasan khusus. Namun seiring waktu duda tampan itu terpikat oleh pesona Erin dan menjanjikannya untuk mengisi kekosongan hati gadis cantik itu. “Aku akan membuat mu melupakan dia dan mengisi hati mu yang kosong itu.” Apakah Erin akan jatuh cinta dengan suami kontraknya tersebut atau tetap bercerai setelah dendamnya selesai sesuai dengan perjanjian kontrak itu?
Узнайте больше“Saya ingin menawarkan pernikahan kontrak.”
Duda tampan itu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh perempuan yang sebenarnya akan menjadi adik iparnya itu.
“Erina, jangan bercanda sampai seperti itu.”
“Saya tidak bercanda. Adik anda telah berselingkuh dan saya ingin memberinya rasa sakit yang lebih besar dari apa yang saya rasakan.”
Sebenarnya Erin sudah diberitahu sejak lama oleh temannya, bahwa Nathan berselingkuh darinya. Namun gadis bermata coklat itu tidak mempercayai hal tersebut. Ia lebih mempercayai penjelasan Nathan yang selalu terdengar masuk akal. Namun baru-baru ini ia beberapa kali memergoki kekasihnya berciuman dengan perempuan lain. Hati Erin hancur begitu mengetahui bahwa perasaan tulusnya dikhianati semudah itu oleh laki-laki yang sudah dipacarinya selama 4 tahun itu.
David menghela nafas panjang. Ia mengepalkan tangannya saat baru mengetahui alasan Erin menawarkan pernikahan kontrak padanya. ‘Hahh, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Nathan bodoh itu?’
“Jangan libatkan saya dengan balas dendam mu itu,” ucap David dengan ekspresi datar.
“Anda harus bertanggung jawab karena dia adik anda,” ucap Erin dengan ekspresi dingin.
David memijat pelan dahinya. “Saya tidak bisa membantu kamu. Mungkin kamu salah paham, Nathan sangat menyanyangi mu.”
“Ya, dia sangat mencintai saya, saya juga mencintainya. Saya tidak pernah mempercayai sesuatu jika saya tidak melihatnya sendiri, saya tidak salah paham terhadap hubungan adik anda dengan perempuan bernama Mina itu.”
Mata gadis itu memang menatap tajam ke arah David, tapi ada juga luka yang terlihat jelas dalam pandangan matanya. Rasa sakit yang sangat besar, sebesar rasa cintanya ke Nathan sebelum ini.
“Saya mengerti rasa sakit hati yang sedang kamu rasakan, tapi melamar duda tua yang sudah pantas menjadi ayah mu ini bukan tindakan yang pantas.”
“Saya tidak peduli dengan semua itu.”
David menghela nafas panjang, mempertimbangkan banyak hal. Jika ia tidak menuruti gadis yang sedang ada dalam puncak amarah itu, bisa saja nanti ia akan melakukan hal yang lebih ekstrem lagi.
“Baiklah, kita bicarakan ini nanti.”
“Saya ingin ini langsung dibicarakan sekarang,” ucap Erin dengan ekspresi serius.
David memejamkan matanya sejenak. Sebenarnya saat ini ia juga ingin menghajar adiknya yang sudah bersikap kurang ajar itu. Pria bermata coklat itu bangkit dari tempat duduknya lalu menghampiri Erin yang sedang duduk di sofa.
“Jadi apa yang harus saya lakukan?” ucap David pasrah.
“Menikahlah dengan saya selama 3 tahun. Saya ingin memperlihatkan kepada adik anda, saya bisa hidup dengan baik dan bahagia bersama anda.”
“Erin, bukankah kamu masih kuliah?”
“Ya.”
David mengernyitkan dahinya. “Batalkan rencana mu ini. Selesaikan studi mu dan hidup dengan baik, bukankah itu juga balas dendam terbaik?”
“Saya tidak menginginkan balas dendam terbaik, yang saya inginkan adalah balas dendam terburuk.”
“Meski itu akan menghancurkan mu?”
“Pernikahan kontrak ini tidak akan menghancurkan saya.”
David menghela nafas panjang. Ia tidak tahu lagi harus mengatakan apa pada gadis yang sudah disayanginya sebagai adik sejak dulu itu.
“Baiklah, saya juga harus membalas budi,” gumam David pelan.
“Balas budi?” tanya Erin bingung.
“Lupakan itu, jadi karena sepertinya kamu sudah mempersiapkan semuanya secara matang di dalam kepala mu, tolong jelaskan kepada saya tentang rencana itu.”
Erin pun mengatakan semua rencananya tentang pernikahan kontrak itu. Mulai dari jangka waktu pernikahan itu hingga detail kapan mereka harus menikah serta aturan yang harus disepakati keduanya selama pernikahan kontrak itu.
“Saya menwarkan ini karena sudah mempertimbangkan hal lainnya. Saya juga akan memberikan manfaat ke anda,”ucap Erin dengan ekspresi serius.
“Saya sudah mengetahui beberapa hal tentang anda.”
Deg… David tampak terkejut dengan apa yang baru saja dikatakan Erin. “Jadi?”
“Saya akan membantu anda agar tidak lagi dibandingkan dengan sepupu anda yang lain. Jadi mari saling memanfaatkan.”
David terkejut dengan apa yang dikatakan Erin, tapi ia sudah bisa menebak itu. Mungkin saja Nathan menceritakan permasalahan keluarga kepada gadis bermata coklat itu. Ia menghela nafas lega karena Erin tidak mengatakan sesuatu yang ia takutkan akan diketahui orang lain.
“Ya, baiklah.”
“Jika ada hal lain yang ingin anda tambahkan, beritahu saya,” ucap Erin dengan ekspresi datar.
“Jadi kamu harus membatalkan pertunangan mu dengan Nathan kan?”
“Ya, pertama-tama saya ingin mempermalukannya hingga dia akan mengingatnya seumur hidup nanti,” ucap Erin dengan tatapan kosong.
David diam, ia tidak ingin membela adiknya karena Nathan memang sudah melakukan hal yang buruk kepada Erin. Laki-laki bermata coklat itu menerima tawawaran Erin bukan untuk memanfaatkan gadis yang sedang penuh marah itu. Ia justru ingin menjaganya agar Erin tidak melakukan hal yang lebih buruk dari apa yang sedang ia lakukan sekarang.
David paham betul saat seseorang berada dalam puncak amarah, logikanya tidak akan berfungsi dengan baik. Bisa saja seseorang melakukan tindakan ekstrem tanpa bisa memikirkan konsekuensinya.
Klekk…
“Erinnn sayang… .”
Ekspresi Erin langsung berubah, ia menoleh lalu mendekat ke arah kekasihnya dan memeluknya. “Hai Nathan, kamu kemana aja dari tadi aku nungguin.”
David hanya terdiam membeku melihat ekspresi Erin yang sekarang tampak sangat ceria seolah tidak terjadi apa-apa.
“Ehmm tadi aku nganter temen dulu sekalian makan siang.”
“Yahh, udah makan siang ya?”
“Iya, tadi sekalian, tapi kamu kenapa ke kantor kakak ku. Kan udah ku bilang aku jarang kesini,” ucap Nathan sambil melirik ke arah David yang masih duduk di sofa.
“Aku tadi lagi ada di deket sini, kata mu kalau lagi nggak ada kelas kamu kesini bantuin kakak mu?”
“Oh aku pernah bilang begitu ya? Aku lupa.”
David menghela nafas. “Kalau kalian mau pacaran di luar aja sana. Ini tempat untuk kerja.”
“Iya iya, ayo Erin pergi,” ucap Nathan dengan ekspresi kesal.
Erin melihat ke arah David sebentar lalu mengangguk kecil dan segera meninggalkan ruangan itu.
“Oh iya besok ada acara pengenalan organisasi mahasiswa ke maba, kayaknya aku nggak bisa jemput kamu deh,” ucap Nathan dengan ekspresi cemas.
“Aku tau kok, kamu kan ketua BEM jadi pasti sibuk, lagian kamu nggak harus anter jemput aku setiap saat.”
“Tapi kamu dateng nggak?”
“Dateng dong, aku kan mau lihat pacar ku yang keren lagi pidato.”
“Pidato apaan, cuma promosi biar nanti banyak yang mau masuk BEM, hehe.”
“Pasti besok ramai, kamu harus semangat.” ucap Erin sambil tersenyum.
“Tentu, kalau sayang yang nyemangatin pasti aku jadi semangat.”
Erin tersenyum menahan amarahnya. Adegan saat Nathan menciumi Mina dengan mesra membuatnya ingin menampar pria itu, namun ia menahannya dan tersenyum lebih manis. Nathan masih belum mengetahui apa yang sedang direncanakan Erin. Ia tidak akan pernah menyangka bahwa esok adalah hari yang akan diingatnya seumur hidup.
*****
Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,
Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp
Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav
“Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D
Niki menatap Erin dalam waktu lama. Ia beberapa kali menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Sudahlah, itu bukan urusan ku juga. Semoga semua rencana mu berjalan lancar.” Wanita bermata hazel itu bermaksud melangkah pergi, tapi Erin menahan pergelangan tangannya. “Tunggu, jelaskan dulu.” “Untuk apa?” Erin melepaskan genggaman tangannya. “Tolong jelaskan dulu, paling nggak, aku bisa tau hal yang sebenarnya.” “Apa David nggak mengatakannya padamu?” Perempuan di seberang Niki itu menggenggam tangannya sendiri sambil berusaha mempertahankan ekspresi datarnya. “Sepertinya udah, tapi ku pikir itu hanya ucapan asal untuk menenangkan ku.” “Asal? Apa kamu nggak bisa membedakan bagaimana raut wajah seseorang saat mengatakan hal yang sesungguhnya?!” Intonasi suaranya meninggi. Niki tidak bisa menahan emosinya karena menghadapi Erin yang memilih buta akan semua hal di sekelilingnya. “Aku nggak mau salah paham…,” balas Erin beralasan. Ada jeda yang cukup panjang sebelum
Waktu berlalu cepat, tidak terasa Erin sudah berada di Italia selama hampir 4 bulan lamanya. Musim dingin kali ini datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Salju putih menyelimuti banyak kota sejak awal bulan. Erin tetap menjalani hari demi hari dengan baik. Belajar tentang bisnis, ikut memberi solusi pada masalah-masalah yang sedang terjadi pada perusahaan yang dikelola tante dan neneknya. Meski Erin sering teringat David, ia tetap melakukan semua kegiatannya dengan sempurna. Ia berusaha mengatur otaknya agar membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Bertambahnya usia dan pertemuannya dengan berbagai orang dengan latar belakang berbeda juga membuat ia banyak belajar tentang kehidupan. Perempuan itu menyadari banyak hal. Semua yang sudah dilakukannya dan balas dendamnya yang tidak membawa manfaat apa pun pada akhirnya akan melukai banyak orang, termasuk dirinya sendiri. “Kamu beneran mau berangkat sendiri? Tidak perlu nenek temani?”
David langsung mengunjungi rumah orang tuanya setelah pulang kerja. Namun hanya ada Nicho karena saat itu Niki belum kembali.“Halo paman,” sapa Nicho sambil tersenyum begitu melihat David sampai di rumah tersebut.“Paman?”“Ya, mama sudah memberitahu ku dan melarang ku memanggil paman dengan sebutan daddy lagi…”Amelian menatap bocah kecil tersebut dengan ekspresi bingung. Ia juga cukup terkejut saat Nicho memanggil David dengan sebutan paman.Wanita tua itu memilih menyimpan rasa penasarannya lalu melangkah menuju dapur untuk meyiapkan makan malam.“Hmm begitu? Jadi Nicho tidak mau memanggil daddy lagi?” tanya David yang kemudian duduk di sebelah bocah tersebut.Bocah kecil itu menatap David dalam waktu lama lalu tersenyum. “Nicho tidak ingin merepotkan paman lebih banyak lagi.”Jawaban tersebut tidak menjawab pertanyaan David. Namun pria berkumis tipis itu tahu betul bahwa itu adalah keputusan yang sudah disepakati oleh Niki dan Nicho.Meski ada rasa tidak nyaman yang muncul dalam
Erin mematung di tempatnya saat mendengar pertanyaan David dari seberang telepon. Ia tidak menyangka akan ditanya tentang hal itu. ‘Kenapa mas David bertanya itu? Apa nenek mengatakan sesuatu? Tentu nggak, aku sudah memintanya untuk berpura-pura nggak tau…’ “Erin?” tanya David memastikan sambungan teleponnya tidak terputus. “Ya… aku masih disini…” “Jadi nenek mu tahu tentang itu?” tanya David lagi. “Nggak… kenapa mas David mikir begitu?” Hening, David yang tidak langsung menjawab semakin membuat Erin merasa cemas. ‘Apa mas David tau sesuatu?’ “Kamu udah janji mau jawab jujur…,” ucap David setelah terdiam cukup lama. “Aku sudah menjawab jujur, mas…” “Erin… kita udah sepakat untuk mengakhiri semua dengan cara baik, aku juga butuh mengetahui keadaan sebenarnya…” Perempuan bermata coklat itu menggenggam erat ponselnya. Matanya terpejam sedangkan ekspresinya tampak semakin cemas. “Kita bicarakan itu nanti ya? Aku sudah harus pergi ke kantor sebentar lagi…” /klik…/ Erin langsu
Penampilan Nathan terlihat berbeda dari biasanya. Itu pertama kalinya Emmy melihat Nathan memakai jas. Jas hitam tersebut membuat penampilan Nathan tampak lebih dewasa. Penataan rambutnya sekarang juga membuat pria itu terlihat semakin tampan. Kalau David memiliki tampilan pria matang yang menantang, Nathan justru terlihat sebagai pria muda segar yang tenang. “Emmy?” Perempuan berambut pendek itu langsung menggelengkan kepalanya pelan saat menyadari sudah terlalu lama menatap Nathan. “Ah maaf, aku sedang melamun…” “Tumben?” “Biasalah… ngomong-ngomong penampilan kak Nathan sekarang terlihat beda, aku sampai nggak mengenali…” “Aku nggak mau terus-terusan dibilang ngikutin penampilan mas David…” Emmy mengernyitkan keningnya. Tanpa sadar ia mulai membandingkan penampilan David dengan Nathan sebelumnya. Perempuan itu beberapa kali memang pernah melihat tampilan Nathan yang serupa dengan kakaknya. Namun ia tidak menilai buruk karena berpikir Nathan melakukan itu karena mengidolaka
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Комментарии