“Saya ingin menawarkan pernikahan kontrak.” Duda tampan itu terkejut mendengar apa yang dikatakan oleh perempuan yang sebenarnya akan menjadi adik iparnya itu. “Erina, jangan bercanda sampai seperti itu.” “Saya tidak bercanda. Adik anda telah berselingkuh dan saya ingin memberinya rasa sakit yang lebih besar dari apa yang saya rasakan.” Sebenarnya Erin sudah diberitahu sejak lama oleh temannya, bahwa Nathan berselingkuh darinya. Namun gadis bermata coklat itu tidak mempercayai hal tersebut. Ia lebih mempercayai penjelasan Nathan yang selalu terdengar masuk akal. Namun baru-baru ini ia beberapa kali memergoki kekasihnya berciuman dengan perempuan lain. Hati Erin hancur begitu mengetahui bahwa perasaan tulusnya dikhianati semudah itu oleh laki-laki yang sudah dipacarinya selama 4 tahun itu. David menghela nafas panjang. Ia mengepalkan tangannya saat baru mengetahui alasan Erin menawarkan pernikahan kontrak padanya. ‘Hahh, sebenarnya apa yang sedang dilakukan Nathan bodoh itu?’ “Ja
Erin sudah mendengar banyak rumor yang menyebut kekasihnya berselingkuh darinya, namun gadis bermata coklat itu lebih memilih mempercayai Nathan. Hubungan Erin dengan Nathan sudah terjalin sejak SMA hingga ia kini memasuki semester 3 perkuliahan. Ia sangat mempercayai Nathan dan tidak pernah mendengarkan siapapun meski sahabatnya sendiri yang memberi tahu tentang perselingkuhan yang dilakukan kekasihnya. Rasa kepercayaan Erin kepada Nathan akhirnya hancur begitu saja setelah gadis bermata coklat itu menyaksikan sendiri bagaimana orang yang sangat dicintainya itu mencium seseorang yang juga ia percayai sebagai sahabat Nathan yang ia hormati. Hari ini pun Erin melihat adegan yang beberapa hari lalu ia saksikan. “Hei jangan melakukannya secara berlebihan, kita sedang ada di kampus.” “Tidak akan ada yang melihat kita disini karena semua sedang sibuk mempersiapkan acara,” ucap gadis berambut pendek itu. Cup… “Aku harus tetap berhati-hati kan,” balas Nathan dengan wajah memerah. Ia men
Drrrttt… Sebuah panggilan masuk dengan nama kontak Nathan Sayang muncul di layar ponsel pintarnya. Erin terdiam selama beberapa waktu, ia menghela nafas berkali-kali sebelum mengangkat telfon itu. “Sayang, sekarang kamu dimana? Maaf aku baru lihat chat mu.” “Ini aku udah di booth BEM, kamu dimana? Semuanya nyariin,” “Ehmm tadi ada urusan, ini udah mau jalan kesana.” “Oh gitu, oke.” Tuttt… Erin langsung mematikan ponselnya karena enggan berbicara lebih lama dengan laki-laki itu. Nathan mengernyitkan keningnya. ‘Aneh, biasanya dia terdengar ceria dan bersemangat, tapi tadi suaranya kayak dingin banget… .’ “Kenapa Nathan?” tanya Mina penasaran. Natahan tersenyum. “Nggak kenapa-kenapa kok.” Tidak lama kemudian Gerry muncul. “Woi Jonathan, lu kemana aja sih? Sebentar lagi mau mulai lagi nih acaranya.” “Sorry tadi ada urusan mendadak,” jawab Nathan dengan ekspresi tanpa dosa. Gerry melirik sekilas ke Mina yang ada di samping Nathan, ia hanya geleng-geleng kepala saat menebak uru
Erin menghentikan langkahnya saat ia sampai di bagian samping gedung Fakultas yang sepi. Ia menyenderkan punggungnya di tembok sambil menatap kosong ke arah langit yang cerah. Dulu gadis bermata coklat itu terlalu mabuk dengan perasaan cintanya hingga tidak pernah mau mendengarkan apa yang orang lain katakan tentang kekasihnya itu. Ia sangat mempercayai Nathan lebih dari siapapun. Ia selalu mengutamakan Nathan lebih dari siapapun. Sebesar itu rasa cintanya, sebesar itu pula rasa sakit yang dirasakan hatinya saat ini. Erin menginginkan pembalasan yang lebih menyakitkan. Ia ingin laki-laki itu merasakan rasa sakit dan rasa malu yang lebih besar dari apa yang ia rasakan saat ini. “Hahhh… kenapa dulu aku bisa jatuh cinta pada b*jingan seperti mu?” gumam Erin pelan. Seorang laki-laki yang ada di samping tembok hanya terdiam mendengar gumaman Erin. Ia tidak mendekat atau menunjukkan keberadaannya kepada gadis itu. ‘Ku kira kamu bahagia sama dia, tapi ternyata kamu malah jatuh cinta sam
Setelah kejadian hari itu, Erin tidak masuk kuliah selama beberapa hari. Ia justru sibuk membantu ayahnya memeriksa laporan tentang beberapa usaha yang dijalankan keluarganya. Gadis bermata coklat itu mengalihkan pikirannya dengan bekerja lebih banyak dari yang biasanya ia lakukan. Meski dikenal sebagai salah satu anak orang terkaya di Yogyakarta, ia tidak hanya bermalas-malasan dan menghamburkan uang. Ia justru belajar dan bekerja lebih banyak. Erin mematikan ponselnya dan hanya berkomunikasi dengan teman-temannya melalui I*******m yang dibukanya melalui PC. Ia mengetahui keadaan kacau di kampusnya juga dari teman-temannya. Nathan disebut akan menjalani sidang kode etik dan kemungkinan akan diturunkan dari jabatannya sebagai ketua BEM Fakultas. Jessie memberitahu Erin bahwa Mina mulai dijauhi oleh teman-teman di angkatannya. Gadis berkacamata itu juga membolos selama beberapa waktu untuk menunggu suasana mereda. Erin yang membaca informasi dari teman-temannya itu hanya tersenyum si
Usai menjalani sidang kode etik, Nathan resmi diturunkan dari jabatannya sebagai ketua BEM Fakultas. Layla pun mau tidak mau harus menjadi pengganti Nathan karena statusnya sebagai wakil ketua. Laki-laki bermata hitam yang sedang duduk di tengah ruangan itu tidak banyak bicara, ia hanya sesekali menjawab pertanyaan dari senat seperlunya dan tidak menolak penurunannya sebagai ketua BEM. Sidang kode etik itu dilihat oleh puluhan mahasiswa yang penasaran dengan kejadian saat itu. Banyak mahasiswa yang memotret berkali-kali meski dilarang. Kejadian tersebut tentu menjadi bahan pembicaraan panas karena ini pertama kalinya seorang ketua BEM diturunkan dari sebelum masa jabatannya berakhir. Erin maupun Mina tidak terlihat datang untuk melihat Nathan. Gosip yang beredar tentang perselingkuhan itu pun semakin memanas hingga membuat berbagai macam asumsi liar berkembang. Usai sidang kode etik selesai, Nathan keluar dari luar ruangan itu dengan memakai masker dan langsung pergi begitu saja.
“Apa maksud mu hamil? Kita tidak pernah melakukan hal seperti itu, Mina,” ucap Nathan bingung.“Aku tau… aku hanya ingin minta tolong kamu jelaskan kepada Andrian… ."“Jangan libatin aku sama kebodohan yang kamu lakukan.”“Hiks... Hiks… Aku udah coba hubungin Andrian dan ngabarin dia, tapi karena dia tau informasi tentang kejadian di kampus itu, dia ragu kalau ini anak dia… .”Nathan mengepalkan tangannya. “Dulu kenapa kamu nyangkal waktu ku tanya tentang rumor kamu punya pacar?”Suara di seberang telfon itu hening. Perempuan bernama Mina itu sebenarnya juga sedang bermain-main dengan Nathan saat merasa kesepian karena kekasihnya bekerja di luar kota. Meski begitu Nathan selalu menolak untuk melakukan hal lebih jauh dengannya.“Jangan hubungin aku lagi, aku nggak mau berurusan lagi sama kamu!” ucap Nathan dengan ekspresi kesal. Ia segera mematikan telfon tersebut.Klik…Nathan langsung mematikan ponselnya. Kepalanya terasa sakit, entah kenapa masalah datang secara bersamaan ketika hid
Esoknya pada jam yang sama, Nathan kembali menunggu di depan rumah Erin dengan membawa buket bunga tulip putih yang baru saja dibelinya dari toko. Namun lagi-lagi Erin tetap masih belum ingin menemui maupun berbicara dengannya. Gadis bermata coklat itu hanya mengirim pesan kepada Nathan untuk meminta laki-laki itu pulang.Pada hari berikutnya Nathan kembali melakukan hal serupa, namun respon Erin juga masih tetap sama. Erin akan langsung masuk ke dalam rumah tanpa menoleh meski Nathan memanggil namanya berkali-kali. Meski begitu hari ini laki-laki bermata hitam itu menunggu lebih lama daripada hari kemarin.Angin malam itu bertiup lebih kencang namun Nathan tetap menunggu dengan sabar di depan gerbang. Ia tidak masalah jika harus melakukan hal itu puluhan atau bahkan ratusan kali. Nathan ingin menunjukkan rasa bersalahnya dan kesungguhannya meminta maaf.Awan mendung dari arah utara mulai menyebar ke daerah tersebut. Tidak lama kemudian hujan turun dengan derasnya. Meski begitu Nathan
Suasana menjadi hening usai David membenarkan apa yang ditanyakan Erin. Pria tersebut tidak mengatakan hal lain dan membiarkan istrinya memahami pengakuannya. Erin tampak terkejut dengan apa yang didengarnya meski sudah mendengar hal tersebut dari Niki terlebih dahulu. Ia memandang ke arah cincin di jari kanannya dengan ekspresi cemas sekaligus lega. ‘Jadi, sebenarnya aku dan mas David saling menyukai?’ “Itu hanya akan membuat mu semakin bingung saat mengambil keputusan kan?” tanya Davis setelah terdiam dalam waktu yang cukup lama. Pandangan mata Erin beralih ke arah David. “Nggak… bukan begitu, aku hanya sedang berpikir.” “Jangan mempertimbangkan tentang ini, jangan pikirkan aku, kita bisa lakukan sesuai rencana.” “Nggak, tunggu dulu,” balas Erin dengan ekspresi cemas. Perempuan tersebut sejak tadi berusaha menyusun kalimat yang ingin dikatakan. Namun otaknya kali ini terasa sulit berfungsi sebagaimana mestinya. “Erin, dengar, aku mengatakan itu bukan untuk membuat mu bingung,
Semua asumsi dan pikiran buruk memenuhi kepalanya. David menghela nafas panjang lagi lalu memijat dahinya pelan. Ia berusaha tidak memikirkan semua itu lebih dulu. Setelah membereskan barang-barang milik Erin, pria tersebut langsung pergi berbelanja bahan masakan dan membeli buah-buahan kesukaan istrinya. Meski ia dalam keadaan tidak tenang, pria tersebut tetap memasak karena ingin menyambut kepulangan istrinya dengan hangat. Erin terbangun menjelang sore hari ketika Harsano sudah pulang ke rumah. Semua makanan yang dimasak David sudah tersedia lengkap di meja makan. “Sepertinya aku tidur sangat lama? Kenapa papa atau mas David nggak membangunkan ku?” “Perjalanan dari Italia kan sangat jauh, tentu saja kamu harus cukup istirahat,” balas Harsano dengan senyum yang dipaksakan. ‘Kenapa papa ekspresinya begitu?’ “Ayo makan,” ucap Harsano memperbaiki ekspresinya. Makan malam yang diselenggarakan lebih awal tersebut berlangsung cukup hangat. Namun Erin merasa ada yang lain dari eksp
Ekspresi Elisa masih tampak tetap teduh. Namun ada sedikit rasa cemas yang terpancar dari sorot matanya. “Lalu apa yang kamu inginkan?” “Aku hanya nggak mau membohongi semua orang lebih lama lagi, nek.” Wanita tua di sebelah Erin tersebut tersenyum. “Kali ini nenek tidak akan memaksakan satu hal, nenek akan mendukung apa pun keputusan mu.” “Aku akan coba berpikir lagi.” “Kamu bisa membicarakan itu dengannya, katakan secara jujur lalu ambil keputusan setelah kamu tidak lagi bimbang.” Elisa bangkit dari tempat duduknya lalu mengusap kepala Erin sebelum kemudian melangkah pergi meninggalkan kamar tersebut. Erin menghempaskan tubuhnya di kasur. Matanya menatap langit-langit kamar dengan ekspresi sendu. Semua perasaan yang muncul membuat ia semakin bingung. ‘Walau mendengar semuanya, kenapa aku tetap terus teringat kalau mas David membantu ku karena merasa berhutang budi?’ Ia bukannya tidak bisa melihat ketulusan Dav
“Ini tentang David kan?” tanya Elisa lagi. Pupil mata Erin membesar setelah mendengar ucapan sang nenek. Namun ia tidak mengiyakan secara langsung tebakan Elisa. “Kamu tidak perlu khawatir tentang itu, kali ini nenek tidak akan sembarangan berkomentar,” ucap Elisa meyakinkan. Tatapan mata tua itu tampak teduh, tapi tetap tidak berhasil meyakinkan Erin untuk bercerita lebih dulu. Erin sudah terlanjur menganggap sang nenek membenci David. Baginya menceritakan tentang pria tersebut hanya akan membawa hal yang lebih buruk. Elisa masih menunggu dengan tenang selama selama beberapa waktu. Namun Erin tetap diam dengan ekspresi ragu. “David beberapa kali menghubungi nenek untuk menanyakan keadaan mu...,” ucap Elisa setelah cukup lama terdiam di tempatnya. “Mas David menghubungi nenek?” “Ya.” “Kenapa? Mas David kan bisa bertanya langsung ke Erin…” “Kamu menghindarinya, jadi dia bertanya langsung ke nenek.” Pandangan mata Erin beralih ke arah lain dengan ekspreii gelisah. ‘Jadi mas D
Niki menatap Erin dalam waktu lama. Ia beberapa kali menghela nafas kemudian menggelengkan kepalanya pelan. “Sudahlah, itu bukan urusan ku juga. Semoga semua rencana mu berjalan lancar.” Wanita bermata hazel itu bermaksud melangkah pergi, tapi Erin menahan pergelangan tangannya. “Tunggu, jelaskan dulu.” “Untuk apa?” Erin melepaskan genggaman tangannya. “Tolong jelaskan dulu, paling nggak, aku bisa tau hal yang sebenarnya.” “Apa David nggak mengatakannya padamu?” Perempuan di seberang Niki itu menggenggam tangannya sendiri sambil berusaha mempertahankan ekspresi datarnya. “Sepertinya udah, tapi ku pikir itu hanya ucapan asal untuk menenangkan ku.” “Asal? Apa kamu nggak bisa membedakan bagaimana raut wajah seseorang saat mengatakan hal yang sesungguhnya?!” Intonasi suaranya meninggi. Niki tidak bisa menahan emosinya karena menghadapi Erin yang memilih buta akan semua hal di sekelilingnya. “Aku nggak mau salah paham…,” balas Erin beralasan. Ada jeda yang cukup panjang sebelum
Waktu berlalu cepat, tidak terasa Erin sudah berada di Italia selama hampir 4 bulan lamanya. Musim dingin kali ini datang lebih cepat dari tahun sebelumnya. Salju putih menyelimuti banyak kota sejak awal bulan. Erin tetap menjalani hari demi hari dengan baik. Belajar tentang bisnis, ikut memberi solusi pada masalah-masalah yang sedang terjadi pada perusahaan yang dikelola tante dan neneknya. Meski Erin sering teringat David, ia tetap melakukan semua kegiatannya dengan sempurna. Ia berusaha mengatur otaknya agar membedakan urusan pekerjaan dan urusan pribadi. Bertambahnya usia dan pertemuannya dengan berbagai orang dengan latar belakang berbeda juga membuat ia banyak belajar tentang kehidupan. Perempuan itu menyadari banyak hal. Semua yang sudah dilakukannya dan balas dendamnya yang tidak membawa manfaat apa pun pada akhirnya akan melukai banyak orang, termasuk dirinya sendiri. “Kamu beneran mau berangkat sendiri? Tidak perlu nenek temani?”
David langsung mengunjungi rumah orang tuanya setelah pulang kerja. Namun hanya ada Nicho karena saat itu Niki belum kembali.“Halo paman,” sapa Nicho sambil tersenyum begitu melihat David sampai di rumah tersebut.“Paman?”“Ya, mama sudah memberitahu ku dan melarang ku memanggil paman dengan sebutan daddy lagi…”Amelian menatap bocah kecil tersebut dengan ekspresi bingung. Ia juga cukup terkejut saat Nicho memanggil David dengan sebutan paman.Wanita tua itu memilih menyimpan rasa penasarannya lalu melangkah menuju dapur untuk meyiapkan makan malam.“Hmm begitu? Jadi Nicho tidak mau memanggil daddy lagi?” tanya David yang kemudian duduk di sebelah bocah tersebut.Bocah kecil itu menatap David dalam waktu lama lalu tersenyum. “Nicho tidak ingin merepotkan paman lebih banyak lagi.”Jawaban tersebut tidak menjawab pertanyaan David. Namun pria berkumis tipis itu tahu betul bahwa itu adalah keputusan yang sudah disepakati oleh Niki dan Nicho.Meski ada rasa tidak nyaman yang muncul dalam
Erin mematung di tempatnya saat mendengar pertanyaan David dari seberang telepon. Ia tidak menyangka akan ditanya tentang hal itu. ‘Kenapa mas David bertanya itu? Apa nenek mengatakan sesuatu? Tentu nggak, aku sudah memintanya untuk berpura-pura nggak tau…’ “Erin?” tanya David memastikan sambungan teleponnya tidak terputus. “Ya… aku masih disini…” “Jadi nenek mu tahu tentang itu?” tanya David lagi. “Nggak… kenapa mas David mikir begitu?” Hening, David yang tidak langsung menjawab semakin membuat Erin merasa cemas. ‘Apa mas David tau sesuatu?’ “Kamu udah janji mau jawab jujur…,” ucap David setelah terdiam cukup lama. “Aku sudah menjawab jujur, mas…” “Erin… kita udah sepakat untuk mengakhiri semua dengan cara baik, aku juga butuh mengetahui keadaan sebenarnya…” Perempuan bermata coklat itu menggenggam erat ponselnya. Matanya terpejam sedangkan ekspresinya tampak semakin cemas. “Kita bicarakan itu nanti ya? Aku sudah harus pergi ke kantor sebentar lagi…” /klik…/ Erin langsu
Penampilan Nathan terlihat berbeda dari biasanya. Itu pertama kalinya Emmy melihat Nathan memakai jas. Jas hitam tersebut membuat penampilan Nathan tampak lebih dewasa. Penataan rambutnya sekarang juga membuat pria itu terlihat semakin tampan. Kalau David memiliki tampilan pria matang yang menantang, Nathan justru terlihat sebagai pria muda segar yang tenang. “Emmy?” Perempuan berambut pendek itu langsung menggelengkan kepalanya pelan saat menyadari sudah terlalu lama menatap Nathan. “Ah maaf, aku sedang melamun…” “Tumben?” “Biasalah… ngomong-ngomong penampilan kak Nathan sekarang terlihat beda, aku sampai nggak mengenali…” “Aku nggak mau terus-terusan dibilang ngikutin penampilan mas David…” Emmy mengernyitkan keningnya. Tanpa sadar ia mulai membandingkan penampilan David dengan Nathan sebelumnya. Perempuan itu beberapa kali memang pernah melihat tampilan Nathan yang serupa dengan kakaknya. Namun ia tidak menilai buruk karena berpikir Nathan melakukan itu karena mengidolaka