Share

Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku
Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku
Penulis: Bemine

Bab 1

Gaun malam yang tidak terpakai karena sibuk dinas keluar kota sering kutemukan di keranjang baju kotor. Berbau busuk, bahkan koyak, seolah-olah ada yang memakainya. Lalu, rumah kami mendadak angker, seorang perempuan dengan gaun terbuka sering muncul di tengah malam, lalu menghilang tanpa jejak.

Ternyata ....

"Mas?" Aku memanggil lembut. Seisi rumah hanya diterangi oleh lampu remang kekuningan.

Sejujurnya, tubuh ini merinding setiap kali berjalan sendirian di malam hari meski di rumah sendiri. Mas Hadri selalu mengingatkanku jika ada sosok misterius yang berkeliaran saat malam, berpakaian terbuka dan selalu menutup wajah dengan rambut panjang.  

Rasanya ingin segera aku masuk ke kamar. Namun, langkah ini terpaksa berhenti dan beralih menuju dapur. Aku haus, pulang dari jauh dan kelelahan. Mas Hadri tidak kukabari karena ingin sekali memberinya kejutan. Kami masih tergolong pengantin baru, sudah pasti kepulanganku sangat ditunggu

Selangkah, dua langkah, aku mendekat ke dapur. Tiba-tiba, netra ini beradu dengan sosok samar yang berdiri di kejauhan. Tubuhnya kurus, berambut panjang nan lurus, persis seperti yang selalu diceritakan Mas Hadri.

Sontak aku membatu di tempat. Tidak lagi bisa bergerak karena ketakutan yang membunuh keberanian. Bahkan bibir ini terkatup rapat sampai tidak ada yang suara yang keluar.

Jarakku dengannya kurang dari tiga meter. Tapi, hadirnya jelas terlihat oleh mata.

Dia berdiri di dekat dispenser air, menundukkan kepala sampai seluruh rambutnya menutupi wajah. Kulitnya putih, cenderung pucat. Dia juga memakai gaun selutut yang berwarna senada dengan kulit.

“Siapa ….“

“Sayang?“ Aku lekas menolehkan wajah. Mas Hadri sudah berdiri di belakangku dengan ekspresi bingung.

Di bawah remangnya lampu rumah serta suasana mencekam yang baru saja kurasa, Mas Hadri muncul dengan bertelanjang dada. Pria itu melihat diriku, menatap dengan sorot mata yang sedikit ragu, serta sikap yang kikuk.

Aku mencoba mendekat padanya, masih mengandalkan kewarasan yang tersisa. “Mas, kenapa enggak pakai baju?” tuturku padanya sembari menunjuk dada bidang pria itu.

Seketika, seluruh tubuhku merinding. Di malam dingin ini, Mas Hadri bertelanjang dada. Padahal, selama menikah denganku, tidur pun tubuhnya tetap memakai pakaian lengkap karena tidak tahan dengan cuaca dingin.

“I-itu ... kamu baru pulang, Sayang? Harusnya kabarin aku!” balas Mas Hadri.

Pria itu mendekat, namun saat jarak kami hanya tersisa satu meter, aku mengendus aroma keringat darinya. Sontak aku melangkah mundur, kemudian mengangkat tangan.

“Mas, malam-malam begini kamu berkeringat?” desakku masih tidak mengerti. Seluruh rumah ada pendingin ruangannya, tidak mungkin dia gerah atau kepanasan.

Ada apa dengan Mas Hadri? Kenapa dia begitu kikuk padahal aku baru saja dihampiri setan penunggu rumah ini? Bukankah seharusnya dia juga kaget atau takut?

“Kamu bahas apa, sih? Kenapa selalu curiga sama suamimu sendiri!” sahutnya dengan suara keras.

Keningku mengernyit, bisikan di dalam hati tidak mungkin salah sama sekali. Ada sesuatu yang tidak beres di rumah ini telah terjadi tanpa sepengetahuanku.

“Mas, apa Mas tahu soal gaun-gaunku yang selalu kutemukan di keranjang baju kotor?” elakku sembari mengerling ke arah dapur. Tiba-tiba saja aku ingin mengungkit perihal penemuanku selama ini.

Benar saja dugaanku barusan, sosok yang entah nyata atau tidak itu sudah menghilang tanpa jejak. Berganti kesunyian di tempatnya berdiri sesaat lalu. Sekarang, tidak penting lagi bertanya pada Mas Hadri apakah dia melihat sosok itu atau tidak.

“Gaun? Kamu ngomong apa, Sayang?” Mas Hadri kembali mengajukan pembelaan.

Pria itu bergerak mendekat ke arahku, mengulurkan tangannya untuk meraih diriku. Namun, berkat itu aku juga bisa melihat karet pinggang celananya yang tidak rapi, sedikit turun di bagian pinggul.

Ada apa sebenarnya dengan Mas Hadri dan rumah ini?

“Bukan sekali aku nemuin gaun yang enggak aku pakai di keranjang baju kotor, Mas!” jelasku padanya.

Tapi, Mas Hadri malah mengernyit. Dia menganggapku aneh.

“Kamu capek kerja sampai halusinasi, Sayang. Aku sudah bilang, kan ... turun saja dari jabatanmu itu. Enggak baik kalau penghasilan istri terlalu besar dibanding suami!” papar Mas Hadri.

Ya, begitulah kenyataannya. Ini sudah enam bulan pernikahan. Aku adalah atasan Mas Hadri di kantor, gajiku lebih besar tiga kali lipat dari pria itu. Pernikahan ini, entah bagaimana awalnya.

“Mas ....”

“Kita istirahat dulu, Sayang. Aku capek.” Mas Hadri berbicara sembari menyugar rambutnya.

Aku terkejut, membelalakkan mata melihat gelagatnya barusan. Mas Hadri memang rupawan, dan dia menyadari karisma serta kelebihan yang ada pada dirinya itu. Menyugar rambut adalah salah satu kebiasaan yang dia lakukan setiap kali kami melepaskan penyatuan di ranjang. Mas Hadri puas, itulah tandanya!

“Kamu habis ngapain?” potongku sembari menatap ke arahnya.

Kemudian, aku terburu-buru beranjak menuju dapur, lalu ke ruang laundry yang terbuka. Mas Hadri berlari mengejar, pria itu bertanya apa yang aku lakukan di malam hari begini saat semua orang sudah tidur. Seharusnya aku juga beristirahat di kamar dengan tenang, bukannya membuat keributan.

“Kamu diam saja di situ, Mas!” tahanku seraya mengobrak-abrik keranjang baju kotor yang belum dibersihkan itu.

Tidak butuh waktu lama, setelahnya aku langsung menemukan gaun malam di sana. Secarik kain tipis yang sangat menggoda, aku beli belum lama dan seharusnya masih tersimpan rapi di lemari karena belum pernah kupakai. Harganya mahal, terbuat dari sutera bagus, sengaja kubeli untuk menyenangkan hati Mas Hadri.

“Jelaskan sama aku, Mas ... kenapa gaun-gaunku selalu ada di keranjang kotor? Apa yang sebenarnya kamu lakukan di belakang aku dan kenapa gaun-gaun ini beraroma busuk?” pekikku seraya melempar gaun itu ke arah Mas Hadri.

Jika sebelumnya aku bisa menerima semua penjelasan, kali ini aku tidak akan bisa dengan mudah dibodohi.

Apa yang sebenarnya terjadi di rumah ini? Kenapa gaun malam milikku selalu kotor saat aku berangkat dinas keluar kota? Apa Mas Hadri bermain api dengan pembantu di rumah kami? Tapi perempuan itu tidak pernah kuizinkan datang kalau aku sedang dinas. Lantas ....

“Sa-yang ....”

“Jelaskan atau aku buat kamu menderita, Mas!” ancamku kembali padanya. “Kamu tahu kan kalau aku bisa menghadiahimu neraka?

“Kirana, kenapa kamu teriak? Apa ....”

Aku memalingkan muka, sosok pria dengan tubuh tinggi menjulang sudah berdiri di ambang pintu. Dia menatap diriku dengan wajah khawatir.

“Kirana, siapa pria ini?” sahut Mas Hadri kemudian seraya menunjuk pria itu.

Bab terkait

Bab terbaru

DMCA.com Protection Status