Share

Bab 3

Author: Bemine
last update Last Updated: 2024-07-02 21:32:20

“Lagi!” Aku membelalak melihat sepotong gaun malam berwarna merah muncul di keranjang baju kotor.

Seingatku, kemarin Fani sudah membersihkan semua cucian, tapi kenapa benda ini masih juga muncul?

Aku berdiri di depan keranjang baju kotor, memandangi isinya yang tidak banyak. Padahal, semenjak pulang dinas, aku dan Mas Hadri belum terlibat hubungan sama sekali, apa lagi sampai memakai baju seperti ini.

Perasaanku menjadi gelisah, semuanya jadi tidak karuan. Kenapa sesuatu yang tidak pernah kupakai selalu muncul di keranjang baju kotor? Berbau dan juga sedikit koyak.

“Fan!” seruku sembari melongok ke arah ruang keluarga. Sesaat lalu, Fani sedang menyapu di sana.

Ini sudah jam tujuh pagi, aku harus berangkat bekerja tapi malah berakhir memeriksa keranjang baju. Setelan kantor mewah di badan juga tidak cocok dengan apa yang kulakukan saat ini.

“Fani!” panggilku sekali lagi.

Perempuan muda itu muncul tergesa-gesa, wajahnya berpeluh dan tangannya masih memegang sapu hijau. Fani berdiri goyah, dia membenarkan letak kardigannya yang sedikit melorot. Saat itu, aku bisa melihat jika di bawah jilbab bergo dan kardigannya, Fani memakai tank top tipis.

“Bu, a-ada apa?”

Kuarahkan tatapan ke wajah Fani. Parasnya bersih, jika dirias dan dirawat maka penampilannya juga cukup cantik, tubuhnya bagus, tidak terlalu kurus sehingga cocok memakai baju apa pun.

Ah ... perasaanku semakin tidak karuan.

Tanpa sadar, aku mengambil gaun tidur itu dengan ujung jari, lalu mengarahkannya pada Fani. Aku mencoba mengukur ukuran baju tersebut dengan Fani, mencari kecocokan di antara keduanya.

“Gaun tidur ini aku beli khusus, sesuai dengan ukuran badanku!”

“I-ibu, maksudnya apa?” balas Fani.

Wajah perempuan itu semakin pucat saja. Jemarinya sibuk meremas ujung kardigannya yang berwarna cokelat.

“Kamu pernah lihat aku bawa gaun ini ke keranjang?”

“Bukannya Ibu yang taruh di situ biar saya cuci, Bu?” sahut Fani seraya menunjuk dirinya sendiri.

“Fan, kamu tahu ini baju apa?” Aku mengangkat benda itu sekali lagi ke depan Fani, lalu aroma tidak menyenangkan terendus hingga membuatku melemparnya begitu saja. Sesibuk apapun aku, tentu saja aroma tubuh sendiri bisa kukenali. Tapi, siapa yang akan memakai gaun malam ini di rumah selain aku?

“Ba-baju tidur, Bu.”

“Aku mau kamu jujur, Fani. Selama ini, berapa kali kamu cuciin baju ini?”

Fani kembali diam, perempuan itu memutar bola matanya, dia juga menghindari pertanyaanku dengan bersikap bingung. Hal itu membuatku semakin menaruh curiga padanya. Hanya saja ... apa mungkin Mas Hadri akan tertarik pada Fani? Selama ini Mas Hadri sangat menjaga jarak dengan perempuan yang tidak menarik untuknya.

“Bu, saya tidak pernah ambil atau pakai baju Ibu. Sa-saya juga tidak tahu cara pakai baju macam ini, semuanya terbuka, nampak badan.” Fani menjelaskan.

“Oke, kalau begitu, jawab saja pertanyaanku yang ini. Apa kamu pernah melihat sesuatu yang aneh di rumah ini saat aku tidak ada? Apa kamu pernah lihat Bapak mencurigakan?” selidikku dengan menatap ke dalam manik mata Fani.

Hal itu malah membuatnya semakin takut. Fani bergetar, padahal nada bicaraku tidak tinggi, hanya lebih tajam.

“Sa-saya ....”

Sejujurnya, aku hanya pernah melihat Fani mencuri pandang ke arah Mas Hadri, namun tidak pernah mendapatinya berusaha menggoda pria itu. Terlebih, selama Fani tinggal di sini, sering kudengar dia berbicara lewat telepon, saling melempar rayuan ringan seperti sepasang kekasih.

“Kirana, apa yang terjadi?”

Aku langsung menarik gaun tidur di lantai dengan ujung kaki dan mendorongnya ke belakang keranjang saat suara Mas Hadri terdengar. Pria itu sudah berpakaian rapi, parfumnya kuat dan terendus dari arah dapur.

“Tidak ada, Mas. Mau berangkat bareng?” tawarku padanya.

Mas Hadri tersenyum lagi. Dia menyugar rambutnya dengan tangan, kemudian berjalan mendekat ke arahku.

Lagi, Mas Hadri bersikap seperti itu. Entah apa yang terjadi dengannya, atau apakah sikapnya berubah beberapa hari terakhir?

“Tidak apa, Sayang. Mas bawa mobil saja!”

Aku tersenyum tipis, lalu membiarkan Mas Hadri pergi begitu saja seperti kemarin. Sudah kedua kalinya Mas Hadri minta jalan terpisah seperti ini.

“Tutup pintunya, Fan. Bakar saja gaun tidur itu, aku tidak sudi memakainya!” perintahku pada Fani.

Melihat Mas Hadri yang sudah berjalan lebih dulu membuatku jadi ingin melakukan sesuatu, yaitu mengintainya dari belakang. Mulai dari gelagatnya malam kemarin, perihal hantu perempuan yang selalu memakai pakaian seksi, sampai Mas Hadri yang tidak lagi mau semobil.

Awalnya, aku hendak mengekor dengan mobil sendiri. Namun, pilihanku jatuh pada taksi.

Aku bergegas menuju gerbang, menghentikan sebuah taksi yang baru saja melintas dan meminta driver-nya untuk mengekori mobil milik Mas Hadri. Semuanya harus dilakukan dengan tenang agar pria itu tidak menyadarinya.

Belokan demi belokan, persimpangan demi persimpangan, daerah demi daerah, Mas Hadri hanya fokus mengemudi sampai tiba di kantor. Pria itu tidak sekalipun terlihat mencurigakan, apalagi berhenti di jalanan dan memberi tumpangan pada orang asing.

Lantas ....

Perasaanku kian gelisah, apa lagi Della berbicara soal fantasi liar sang suami yang pada akhirnya menjadi pemicu utama dari perpisahan mereka. Mungkinkah Mas Hadri juga ....

Ah, sekarang aku bingung sekali. Harus bagaimana mencari tahu apa yang sebenarnya terjadi di rumahku?

Aku berpikir keras sembari turun dari taksi. Mobil Mas Hadri sudah tidak terlihat dari pintu gerbang perusahaan. Salah satu sekuriti yang terbiasa menyambutku berdiri bingung. Dia mencoba menyapa seraya memastikan jika sosok yang baru saja turun dari taksi adalah atasannya.

“Bu Kirana?”

“Iya, Pak. Saya masuk dulu!” ujarku tanpa menunda lebih lama.

Seharian aku bekerja keras di perusahaan yang telah membantuku mendapatkan kehidupan layak. Mas Hadri juga sangat tenang di kubikelnya. Tidak ada yang mencurigakan meski kami menghabiskan waktu dengan kesibukan masing-masing.

Sampai ... aku mendapatkan tiket penerbangan ke Makassar dari atasan. Pria pemarah itu kembali melempar tugasnya ke pundakku.  

“Dua minggu?” lirihku seraya memandangi tiket pesawat tersebut serta jadwal dinas yang dikirimkan via email. Ini artinya, aku harus meninggalkan Mas Hadri selama dua minggu, perasaanku kembali tidak menentu.

Aku masih duduk di balik meja kebesaran, memilin jari karena gelisah tanpa henti.

“Kirana, belum selesai? Ibu minta kita mampir ke rumah!” seru Mas Hadri.

Kuangkat dagu, menatap pria itu. Mas Hadri berjalan menghampiri mejaku dari luar ruangan.

“Makan malam di sana, Mas?”

“Iya.”

Setelahnya, fokus Mas Hadri langsung terganggu. Dia menemukan tiket pesawat di atas meja, kartu hotel serta beberapa materi yang harus aku presentasikan di depan klien nantinya.

“Mas, kita jalan sekarang. Aku numpang, ya? Aku tidak bawa mobil,” sergahku sebelum Mas Hadri mengetahuinya lebih jauh.

“Kirana, ini ....” Mas Hadri mengangkat tiket pesawat itu saat aku sibuk membereskan meja dan mengisi tas dengan gawai serta tablet.

Aku berharap, tatapan ini salah. Sebab, saat Mas Hadri melihat tiket itu, sudut bibirnya tersungging. Dia ... tersenyum.

“Kita bicarakan di rumah ibumu!” ujarku seraya mematikan komputer.

Related chapters

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 4

    “Jadi, Kirana mau dinas lagi?” Ibu mertuaku berujar sembari mengunyah makan malam.Perempuan dengan jilbab panjang menjuntai itu melirikku, lalu memastikan Mas Hadri sedang menikmati masakannya. Ibu mertua sangat menyayangi anak semata wayangnya itu, bahkan rela melepas Mas Hadri untuk menikah dengan perempuan super sibuk sepertiku hanya karena tidak tega menolak keinginan sang putra.“Iya, Bu. Kali ini ....” Aku ragu. Lidah ini berhenti bertutur, malah tatapanku jatuh pada Mas Hadri yang sibuk makan paha ayam.Pria itu bahkan bersenandung riang, terlihat jelas dia sangat puas dengan masakan ibunya. Tidak lupa Mas Hadri menambah beberapa lauk ke dalam piring sebelum kemudian menikmatinya berbarengan.“Biarkan saja, Bu. Kirana memang harus bekerja, Ibu kan tahu bagaimana sibuknya dia.”Mas Hadri membelaku lagi di depan ibu mertua. Sungguh, aku tidak mengerti kenapa sikapnya sangat mengayomi terhadapku, padahal dia adalah anak satu-satunya di keluarganya, seharusnya ....“Kamu juga sel

    Last Updated : 2024-07-02
  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 5

    “Kirana, kamu bicara apa? Suara apa yang kamu bahas dari tadi?” tegur ibu mertua ke arahku.Meski demikian, aku tidak bergeming. Jelas baru saja kudengar suara perempuan memekik dari dalam kamar Mas Hadri, ditambah lagi ada sesuatu yang terjatuh dengan keras. Bukankah itu berarti ada seseorang di sana?“Ibu enggak dengar? Mas, kamu juga enggak dengar?” tanyaku pada dua orang itu secara bergantian. Mana mungkin mereka tidak mendengar apa-apa saat suara yang muncul barusan memekakkan telinga. Kecuali keduanya punya masalah pendengaran, pasti mereka bisa mendengar suara itu.“Kamu halusinasi lagi, Kirana!” Mas Hadri berkata yakin. Dia menatap diriku, membujuk agar kami menjauh dari pintu kamarnya yang tetap saja tertutup rapat. “Di rumah ini hanya ada Ibu, beliau tinggal sendirian di rumah. Kalau memang ada orang lain di sini, mana mungkin kita tidak dikenalkan.”Aku menatap ke arah Mas Hadri, manik matanya tetap, tidak bergetar, parasnya juga tidak tanpa kegelisahan. Sepertinya, mereka

    Last Updated : 2024-07-02
  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 6

    Mas Hadri membawaku pulang dari rumah sakit setelah dua malam dirawat. Dia menjemputku, membantu memapahku yang sebenarnya sudah sangat bugar untuk berjalan sendirian.Kami masuk ke rumah, Mas Hadri menenteng tas yang kupakai saat ke rumah ibu mertua. Dia meletakkannya di meja, lalu bertanya, “Mau masuk ke kamar, Sayang?”Sejenak, aku diam. Sebenarnya bukan diam karena sakit atau lelah, aku diam seraya mengitari rumah dengan sorot mata. Dua malam tidur di luar, Mas Hadri terpaksa kutinggalkan di rumah ini lagi, bahkan tanpa meminta Fani pulang. Ditambah lagi, ada sepotong ingatan mengerikan yang terus berusaha kucari kebenarannya.“Tidak dulu, Mas. Aku mau duduk sebentar di sini,” jelasku pada Mas Hadri.“Ya sudah, Mas masuk dulu, Sayang. Kalau kamu butuh sesuatu, panggil Mas atau Fani!” balasnya seraya membantuku duduk di sofa.Tidak butuh waktu lama, setelah Mas Hadri memastikan aku aman di sana, dia beranjak pergi. Mas Hadri meninggalkanku, dia berjalan yakin menuju kamar kami seor

    Last Updated : 2024-08-09
  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 7

    “Kamu sakit apa? Aku dengar di kantor kalau kamu terluka dan harus dirawat,” ucap Della setelah aku membiarkan perempuan itu masuk ke dalam kamar. Tepat setelahnya, pintu segera kukunci kembali meski Mas Hadri berdiri di depannya dengan tatapan nanar penuh harap.Della datang seusai pulang bekerja. Perempuan cerita itu masih memakai setelan kantornya yang fashionable, bahkan tubuhnya masih dilekati oleh parfum. Dia menempati tepian ranjang, sangat dekat denganku.“Dell, soal suami kamu ....” Aku berlirih dengan suara halus, sangat tidak ingin Mas Hadri tahu perihal pernikahan Della yang telah kandas karena suaminya itu.Ekspresi Della langsung berubah. Dia menatapku dengan sorot mata yang lebih sayu, bahkan sedikit berbalik arah.“Pria itu, argh ... aku benar-benar muak kalau harus mengingatnya. Sudah bagus aku masih mau sabar dan memaafkan, malah kelakuannya makin bejat saja.” Della berkisah sembari mengepalkan tangan.Aku tersenyum tipis usai mendengar cerita Della. Timbul niat di d

    Last Updated : 2024-08-09
  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 8

    “Mas, aku jalan dulu, ya?” lirihku pada Mas Hadri dengan suara mendayu pagi itu.Mobil kantor yang bertugas menjemput sudah berhenti di depan pagar. Seorang pria duduk di dalamnya, memakai setelan sopir dari perusahaan.Mas Hadri tersenyum padaku. Dia mengulur tangan, aku sambut dengan mengecup punggung tangannya sebagai baktiku selaku istri.“Hati-hati, Sayang. Maaf Mas enggak bisa temenin kamu pergi sejauh itu. Kalau Mas pergi, kerjaan Mas bakalan berantakan, di rumah juga sepi.” Mas Hadri menjelaskannya lagi.Aku hanya mengiyakan ucapannya. Penjelasan itu sudah kudengar hingga muak rasanya. Dari awal, aku menawarkan banyak hal, termasuk menjamin cuti dan pekerjaannya di kantor agar Mas Hadri bersedia ikut denganku selama dua minggu. Nyatanya, Mas Hadri menang dan aku harus pergi sendiri.“Iya, Mas. Sampai jumpa dua minggu lagi!” ucapku padan

    Last Updated : 2024-09-15
  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 9

    “Kenapa kamu ada di sini?” Aku berteriak hingga urat leher bermunculan di balik kulit.Mata ini membelalak, tidak menyangka jika sosok yang selama ini terus membuatku gelisah benar-benar ada di rumah saat dia sudah kupastikan pulang. Sungguh, hal yang saat ini menyambut kepulanganku benar-benar membuat diri ini kehabisan kata-kata.“Kenapa kamu ada di rumah, Fan?” pekikku kembali.Meski kehadiran Fani sudah lebih dari cukup untuk menjawab semua kegundahanku. Namun, aku tetap berusaha untuk tenang, tidak terbalut emosi, apa lagi sampai bertindak anarkis.“Sayang, kenapa kamu teriak begini? Apa salahnya Fani kerja di rumah? Mas capek makan nasi warung, sedangkan kamu tidak pernah masak, selalu bekerja sampai meninggalkan Mas berminggu-minggu!” bantah Mas Hadri dari belakangku.“Mas, kamu diam dulu! Aku bicara sama Fani.” Lidahku berke

    Last Updated : 2024-09-16
  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 10

    “Kenapa memangnya, Bu?” balasku seraya mendekati kursi yang berlawanan dengan ibu mertua. Perempuan itu malah mencebik. Didorongnya mangkuk yang berisi potongan ayam goreng. Wajahnya bengis, persis seperti malam itu, saat aku tiba-tiba berakhir di rumah sakit.“Loh, kok kenapa, Kirana? Kamu ini tidak paham atau bagaimana? Fani itu sudah Ibu suruh kerja di sini, buat ngurusin Hadri. Semua ini penyebabnya ya karena kamu enggak bisa ngurus Hadri!” cecar ibu mertua ke arahku.Ucapannya itu tidak sepenuhnya salah. Memang kehadiran Fani sangat membantu. Aku tidak perlu pusing soal cucian, rumah yang berdebu atau menu makan setiap harinya. Pulang kerja, tugasku beristirahat lalu melayani Mas Hadri, sisanya di-handle oleh Fani.Hanya saja, aku tidak bisa lagi percaya sepenuhnya pada perempuan itu. Terlalu banyak hal mencurigakan darinya, terutama setelah aku menemukan Fani di dalam kamarnya saat aku dinas

    Last Updated : 2024-09-17
  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 11

    “Mas, kamu apa-apaan, sih?” Aku lebih dulu berbicara sebelum Mas Hadri kembali berkata.Pria yang kunikahi belum lama ini terus menerjang ke depan, memandang Alam sebagai musuh utama yang harus dituntaskan olehnya. Sungguh, kondisi ini di luar kendaliku, sebab selain kami masih di kantor, Mas Hadri dan Alam belum saling mengenal satu sama lain. Pertemuan pertama mereka dalam kondisi yang tidak menyenangkan hingga Mas Hadri langsung menganggapnya sebagai lawan.“Kamu yang kenapa, Kir! Aku lihat dia di rumah malam itu, kalian pulang bersama. Sekarang, pria ini juga ke kantor. Apa kalian punya hubungan yang tidak aku tahu? Semua teman-temanmu aku kenal, kecuali pria ini.”“Mas, kamu salah paham. Kenapa aku harus memperkenalkan kamu sama seseorang yang juga asing buat aku.”“Asing? Tapi pria yang kamu bilang asing ini sudah dua kali muncul sama kamu!”

    Last Updated : 2024-09-18

Latest chapter

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 22

    “Eh, itu ....”Aku melenggang di antara deretan kubikel-kubikel berwarna biru elektrik. Para penghuninya menoleh ke arahku, menyunggingkan mulut, mencolek teman sebelah atau bahkan mengirimkan pesan lewat aplikasi chat.Mereka melakukan ini semua bukan tanpa alasan. Sudah sebulan lamanya sejak aku melayangkan gugatan perceraian ke pengadilan. Pengacara yang kubayar mahal agar bisa membungkam Mas Hadri dan keluarganya sudah memastikan kalau pengadilan mendapatkan semua bukti perselingkuhan Mas Hadri, penipuan yang dilakukan olehnya dan ibunya, serta semua hal busuk yang mereka lakukan di belakangku.Seharusnya, aku cukup tenang sampai di titik itu. Tapi ....“Kudengar, memang Bu Kirana sih yang nge-godain Hadri. Maklum, umur sudah banyak tapi belum ada yang ngajak nikah. Sekalinya kenal sama brondong langsung dipikat!” cecar seorang perempuan yang mencepol rambutnya.Dia menutup mulut usai berkata demikian. Temannya yang menyimak terkikik geli, lalu buru-buru mengatur ekspresi karena a

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 21

    “Kamu kira, aku tidak akan pernah tahu, Mas? Dengan apa Ibumu memukul kepalaku malam itu?” Suaraku menukik tajam, aku berang hingga berteriak pada Mas Hadri.Sudah tidak ada lagi rasa hormatku pada pria ini, juga pada ibunya yang kini menatapku dengan sorot mata membelalak. Sudah pasti, perempuan itu tidak menyangka kalau aku menyadari apa yang dilakukan olehnya. Sayangnya, bukti tidak ada, hanya ingatan serta pantulan sosok ibu mertua dari jendela lemari yang menjadi saksinya.“Mana mungkin!” lirih ibu mertua sembari menutup mulut.Aku tersenyum, mengejeknya. “Bu, ada alasan kenapa aku bisa jadi pejabat perusahaan di usia muda!” sindirku.“Kirana, itu semua hanya kesalahpahaman. Kamu tahu kan akibatnya kalau perempuan meminta cerai? Apa kamu kira akan ada lelaki lain yang mau menerimamu?” ucap Mas Hadri.Perkataannya berhasil menorehkan segaris luka di dalam dadaku. Dia memperlakukanku seperti seorang perempuan hina yang hanya bisa bahagia di dalam kungkungan lelaki.“Mas, aku bukan

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 20

    “Bagus, Mas. Kamu sama dia memang sudah seharusnya pisah. Mau tunggu sampai kapan?” Ica berseru. “Aku mau segera kita daftarkan pernikahannya ke KUA, Mas.”Aku menyungging senyum mendengar ocehan dari perempuan itu. Umurnya jauh lebih muda dariku, tapi liciknya sudah tidak tertandingi. Dia minta Mas Hadri membuangku agar segera menjadikannya istri sah secara negara.“Sepakat. Kalau begitu masalahnya sudah selesai, kan?” imbuhku lagi tetap mengatur ekspresi.Kali ini, hanya aku yang berbicara. Bapak mengepal tangan di dalam pangkuannya, sedangkan ibu terus menggenggam erat tangan Della. Tentu saja hatinya hancur melihat pernikahanku berantakan seperti ini.Tapi, ini sudah akhirnya. Tidak ada alasan bagiku untuk bertahan, apa lagi sampai mengemis.“Kirana, kamu mau pisah dariku?”“Iya, mau apa lagi? Mumpung belum punya anak juga, Mas. Setidaknya yang kamu sakiti cuma aku, bukan anak-anak yang tidak tahu apa-apa,” balasku lagi. “Lagian, kamu kan sudah punya istri, jangan tamak ingin puny

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 19

    “Assalamualaikum, Bu?” ucapku sembari mengetuk pelan daun pintu.Ini hampir subuh dan aku baru saja tiba di rumah bapak dan ibu. Memakai gaun panjang, rambut acak-acakan dan wajah sembab karena beberapa kali melawan air mata yang terus mengalir tanpa izin. Entah bagaimana reaksi bapak dan ibu saat melihat hadirku di rumahnya membawa luka yang tidak pernah mereka duga.“Bapak? Ibu ... ini Kirana!” Aku berseru lagi.Suasana begitu sepi di luar rumah. Pedesaan ini tidak lagi ramai seperti saat aku kecil dulu. Banyak pemuda dan pemudinya memilih keluar dari desa, mencari rezeki ke kota, tidak ubahnya diriku.“Belum ada yang jawab juga, Kir?” Itu suara Della.Perempuan berhijab itu mengantarku ke desa. Sendirian? Tentu saja tidak. Ada Alam yang lagi-lagi bersedia direpotkan. Dia menyetir di tengah malam hingga akhirnya kami tiba ke rumah orang tuaku.“Waalaikumsalam! Siapa di luar?” sambut ibu.Mendengar suaranya, hatiku bergetar. Bagaimana kalau ibu syok melihatku? Haruskah aku pergi lagi

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 18

    “Apa maksudmu bocah? Aku bukan bocah!” Perempuan itu menyahut lagi.Sebelum aku menyambar perkataannya, Alam tiba-tiba saja melempar selimut tebal dari kamarku ke arah perempuan itu. Membuatnya terperangah, kesal dan juga tersinggung. Tapi, Alam tetap dengan pendiriannya sendiri.“Tutupi tubuhmu. Tidak ada yang akan tergoda dengan itu kecuali pria pengkhianat!” cela Alam yang membuat Della terkikik di sebelahku.Bahkan aku terkejut melihatnya. Sesaat lalu Alam masih duduk di sofa, entah kapan dia bangkit lalu membawa selimut dari kamarku.“Apa katamu? Jangan asal bicara padanya!” Mas Hadri menyalak. Jelas sekali jika dia tersinggung dengan perkataan Alam. “Pria pengkhianat? Lalu apa kata yang pantas untuk pria yang sibuk mengejar istri orang lain?”“Setidaknya, aku tidak bermain api di atas ranjang milik istriku sendiri!” Alam menyahut lagi.Hal itu membuatku menyadari sesuatu, jika selama ini Mas Hadri tidak pernah berdiri untuk membelaku. Dia membiarkan orang-orang mengomeliku, meng

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 17

    “Ini bukan suara hantu!” Alam berbicara. “Kalian di belakang, jangan mendahului,” ucapnya kemudian.Aku mencoba tegar, sudah bisa membayangkan apa yang akan terjadi sesaat lagi.Begitu Alam menerjang ke depan, sempat aku melirik ke arah dapur. Tempat di dekat dispenser itu selalu dihantui oleh sosok yang memakai gaun minim setiap kali aku pulang dari dinas dalam keadaan lelah. Tapi, malam ini posisi itu kosong. Tentu saja, sebab sosok itu sedang beradu erang dengan Mas Hadri di dalam kamarku.“Kir?” panggil Della. Dia meraih tanganku, menggenggamnya begitu erat.Della menyalurkan begitu banyak kata penguat, bahkan dia tidak beranjak meski hanya selangkah, tetap bersamaku di belakang Alam. Della juga berkata jika semuanya akan segera berlalu dan aku tidak akan remuk hanya karena hal seperti ini.“Tidak apa, aku bisa!” balasku dengan intonasi yang sangat rendah.Alam mendengarnya, hanya menoleh sedikit. Dia sudah berdiri di depan pintu kamar dengan dua tangan yang mengepal. Della di bel

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 16

    Ruangan ruas, ballroom yang menjadi tempat berlangsungnya acara ulang tahun perusahaan yang ke-50 terasa tenang. Beberapa kali terdengar denting pisau dan garpu, juga suara obrolan yang sangat kecil dari setiap meja berbentuk lingkaran.Ada puluhan, ah ... lebih dari dua ratus orang hadir malam ini. Perusahaan membuat perayaan yang jauh lebih megah dibanding sebelumnya. Aku melihat banyak sosok yang wajahnya mondar-mandir di layar tv di beberapa meja, mereka sepertinya sangat akrab dengan rekan satu meja.Kuhela napas, ini sudah yang kesekian kalinya. Mungkin gaun panjang, atau headpiece yang mengganggu, rasanya sangat menyesakkan.Steak dari daging terbaik hanya nganggur di piring, bahkan belum tersentuh oleh ujung pisau. Sedangkan Della, perempuan itu sudah menikmati dessertnya.Sret ...Aku melirik cepat, sebuah suara yang bahkan membuat duniaku teralihkan. Rupanya Alam pelakunya.“Alam, apa yang kamu lakukan?” tegurku sembari menarik piring agak menjauh.Tanpa izinku, dia sudah me

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 15

    Malam menjelang, aku tiba di rumah tepat jam tujuh. Sendirian, tidak ada yang menyambut.Aku masuk ke dalam rumah dengan kunci pegangan, berharap banyak agar tidak melihat hantu perempuan yang selalu mengganggu ketenanganku akhir-akhir ini. Syukurnya, begitu pintu terbuka, Fani muncul lebih dulu.“Bu?” panggilnya santun. Dia tersenyum tipis.Perempuan rajin yang memakai kardigan kesayangannya itu kikuk melihatku. Mungkin, mungkin saja ... aku juga tidak bisa membaca isi hatinya. Mungkin saja Fani khawatir aku akan marah karena dirinya kembali ke rumah sebelum kuberi perintah.“Baru sampai?” tanyaku sembari melepas sepatu, lalu tas yang menemani perjalanan mengantar ibu dan bapak ke desa.Fani menganggukkan kepala. Tindakannya membuat jilbab bergo biru gelapnya itu berguncang lembut. Lalu, jatuh kembali menutupi dada.Kulihat semuanya dalam diam. Lalu, sebersit tanya menembus angan.Apa rasanya berhijab? Apa rasanya berpakaian tertutup seperti ini?Kenapa aku masih belum bisa melakukan

  • Misteri Perempuan yang Memakai Gaun Tidurku    Bab 14

    “Hadri, Ibu dan Bapak balik dulu ke kampung. Ibu titip Kirana, ya? Anak Ibu satu-satunya.” Ibu berbicara lembut sembari menggenggam erat tangan Mas Hadri.Terlihat jelas pancaran harapan dari kedua manik matanya yang sayu. Ibu pasti benar-benar percaya dengan apa yang diucapkan Mas Hadri padanya, perihal rumah tangga kami yang baik-baik saja, yang penuh kebahagiaan dan kedamaian. Hal itulah yang membuat Ibu begitu yakin untuk segera kembali ke desa.Aku berdiri di belakang ibu dan bapak, melipat dua tangan di dada. Sudah berpakaian rapi, menyandang tas kecil serta mengikat rambut. Bibirku kelu, tidak berkata apa pun. Malah membuang muka ke arah pintu pagar karena jemputan kami sudah datang.Ya ... aku meminta bantuan dari sopir kantor untuk mengantar Ibu dan Bapak ke desa. Bukan tanpa alasan, ini semua karena Mas Hadri yang tiba-tiba banyak cerita.“Kir, aku harus ketemu teman l

Scan code to read on App
DMCA.com Protection Status