Karina Atmajaya memutuskan untuk mengakhiri masa lajangnya pada usia 20 tahun dengan menikah bersama laki-laki yang lima tahun lebih tua darinya yang bernama Haris Ghaffari Dananjaya. Berawal dari sebuah perjodohan, keduanya menjalani rumah tangga yang harmonis. Namun, sayangnya. Setelah tujuh tahun usia pernikahan mereka, Karina baru mengetahui bahwa suaminya tak sebaik yang ia kenal selama ini. Haris berselingkuh dengan rekan sesama dokter di rumah sakit tempat pria bekerja. Dan karena pengkhianatan Haris, rumah tangga mereka menemukan akhir yang menyedihkan. Karina menggugat cerai dan bodohnya Haris menerima gugatan itu. Karina berpikir bahwa ia bisa segera memulai hidup baru setelah bercerai dengan Haris. Namun, takdir berkata lain. Beberapa hari setelah menyandang status baru, Karina dikejutkan dengan fakta bahwa dia tengah mengandung calon anak Haris. Di tengah kegelisahan hatinya, Karina memutuskan untuk pergi jauh dari Haris dan merawat calon anaknya itu sendirian. Namun, sekali lagi takdir berkata lain. Di saat Karina sudah menentukan jalan yang akan ia tuju, kala itu Haris justru berdiri di ujung jalan itu. Haris mengetahui tentang kehamilan Karina. Lalu apakah yang akan terjadi selanjutnya? Akankah Haris mengabaikan calon anaknya sendiri dan menjauh dari Karina? Bisakah Karina tetap pada keputusan awalnya?
View MoreKarina kembali ke hotel tempat ia menginap setelah mengurus berkas perceraiannya. Berdiri menghadap jendela, Karina memandang kota dengan hati yang kosong. Dalam sekejap, kebahagiaan yang ia anggap sempurna langsung hancur tak bersisa. Hingga detik ini Karina masih belum bisa berkata jujur pada sang ibu. Hatinya belum siap. Karena ia pasti akan menangis jika sampai ibunya tahu tentang rumah tangganya yang hancur. Dalam situasi ini, Karina tak ingin menangis sendirian lagi. Bel pintu berbunyi. Karina bergegas membuka pintu, berpikir bahwa pesanannya beberapa waktu yang lalu sudah datang. Namun, ketika pintu terbuka, sebuah kejutan kecil datang. Lisa tiba-tiba masuk dan langsung menampar wajah Karina. "Kurang ajar kamu! Begini cara kamu balas dendam?!" hardik Lisa. Karina menghela napas pelan. Sesaat kemudian ia menampar balik wajah Lisa. "akh!" pekik Lisa. "Harusnya aku yang datang ke tempat kamu, bukan kamu yang datang ke sini!" Karina balas menghardik. "Karina!" Lisa menggeram.
Julia mengobati luka yang didapatkan oleh Haris. Haris sepertinya tak lagi memiliki muka untuk muncul di hadapan Julia hingga ia terus menghindari kontak mata dengan wanita itu. Julia lantas menarik dagu Haris, berniat mengobati sisi yang disembunyikan oleh Haris dan hal itu membuat pandangan mereka sempat beradu."Syukurlah kalau kamu masih punya rasa malu," ujar Julia tak acuh.Haris menahan tangan Julia. "Kamu boleh pergi.""Semua orang udah tahu, apa yang akan kamu lakukan sekarang?"Haris melepaskan tangan Julia dan berpaling, mengambil kaca matanya dan mengenakannya kembali. Ia menyahut, "itu bukan urusan kamu.""Kamu masih nggak tahu atau hanya pura-pura?"Haris terdiam memandang Julia."Aku khawatir," ujar Julia."Aku bukan orang yang pantas untuk kamu khawatirkan."Sebuah panggilan masuk ke ponsel Haris, terlihat sang ayah memanggil. Ia pun bangkit dan berbicara pada Julia untuk kali terakhir."Kita hanya perlu menjadi orang asing waktu bertemu."Haris kemudian meninggalkan J
"Ceraikan aku, atau aku yang gugat kamu."Haris terdiam, sementara air mata Karina sudah mulai berjatuhan meski wanita itu berusaha untuk tetap terlihat kuat. Pandangan Haris sempat terjatuh, menghembuskan napas dalam dengan pelan sebelum ia kembali memandang Karina dan berbicara."Silakan lakukan apa yang kamu mau."Ucapan Haris berhasil menyentak batin Karina, seperti sebuah pukulan yang meruntuhkan dinding pertahanannya. Dan ketika Haris memutuskan untuk pergi, Karina tak bisa lagi berpura-pura baik-baik saja.Berpegangan pada meja, Karina membiarkan isak tangis keluar dari mulutnya. Tanpa ada kata maaf, seakan tak pantas untuk diperjuangkan. Karina ditinggalkan begitu saja. Sebenarnya siapa yang bersalah di sana?Tubuh Karina merosot ke lantai. Tak lagi peduli tentang apapun, ia menangis dengan suara yang keras. Memukul dadanya sendiri yang terasa sesak dan menyakitkan. Hanya dengan satu kesalahan yang dilakukan oleh suaminya, pria kaku berhati dingin itu membuangnya dengan cara y
Malam tiba, klinik kecantikan milik ibu Karina sudah tutup, tapi hingga detik ini Karina memutuskan untuk menetap di sana. Seharian ini ia terus menyiksa batinnya tanpa bisa membagikan apa yang ia lihat sebelumnya kepada sang ibu. Karina tidak ingin menyeret siapapun ke dalam masalahnya.Terduduk di depan meja resepsionis, Karina masih tidak bisa mempercayai apa yang kini terjadi di hidupnya. Rumah tangganya yang harmonis justru memiliki cacat yang bahkan tak ia sadari selama ini. Karina tidak menyangka, ia berpikir jika suaminya berselingkuh, maka wanita itu adalah Julia, bukannya Lisa—perempuan yang dahulu mendekatinya lebih dulu dan menawarkan hubungan baik. Wanita yang kini tengah hamil lima bulan. Itu benar-benar di luar dugaan. Di saat ia mewaspadai kehadiran wanita lain, dia justru mengabaikan orang yang menusuknya dari belakang."Kenapa harus Mbak Lisa? Kenapa bukan Julia? Kenapa aku harus kenal orang itu?" gumam Karina.Untuk kali pertama setelah ia memutuskan untuk menerima
Siang itu, saat jam makan siang tiba. Haris kembali ke ruangan Divisi Bedah Umum setelah melakukan pemeriksaan pada beberapa pasiennya. Ia hendak memeriksa ponselnya, tapi urung ketika seseorang membuka pintu ruangan dan menegurnya. "Kamu udah selesai?" Haris menoleh dan berbalik, mendapati Lisa yang berjalan ke tempatnya. "Udah makan siang?" tegur Lisa kembali. "Belum," sahut Haris tanpa menunjukkan ekspresi lain di wajah datarnya. "Kamu terlalu ceroboh kemarin," celetuk Lisa. "Tentang apa?" "Kamu dan Julia. Meskipun kalian akrab, kalian nggak perlu menunjukkan itu di depan istri kamu. Itu namanya bunuh diri." Haris tak memberikan respon. Lisa kemudian melangkah lebih dekat dan berdiri tepat di hadapan Haris. Perhatiannya langsung tertuju pada bagian leher Haris yang sebagian tertutupi oleh kerah kemeja. Ia mengangkat tangannya, menyingkap salah satu sisi kerah kemeja dan melihat apa yang kini menghiasi leher pria itu. Lisa tiba-tiba memberikan tatapan tajam, sedangkan Haris
Pesta berakhir, Haris dan Karina sudah kembali ke rumah dan bersiap untuk beristirahat. Keluar dari kamar mandi, Haris langsung menuju ruang kerjanya. Ia kembali mengenakan kaca matanya untuk mengecek sesuatu di layar komputernya.Sesaat kemudian Karina menyusul. Berdiri di ambang pintu, ia sejenak memperhatikan suaminya sebelum memutuskan untuk mendekatinya. Tak ingin mengganggu pekerjaan Haris, Karina berdiri di samping kursi yang diduduki oleh Haris dan memastikan apa yang saat ini dilakukan oleh suaminya."Kamu tidur aja dulu, sebentar lagi aku selesai," ujar Haris tanpa membagi perhatiannya dari layar komputer di hadapannya.Bukannya menjawab, Karina justru bergelayut pada sandaran sofa. Tak ada kalimat yang terucap, ia hanya menunggu. Hanya dengan cara itu Haris akan menjadi lebih peka dengan keadaan. Dan hal itu terbukti ampuh.Haris meraih tangan Karina, membawa Karina duduk di atas pangkuannya dengan posisi tubuh menghadap ke samping. Karina pun refleks mengalungkan tangann
Pintu kamar terbuka dari luar."Sayang," tegur Haris. Tak seperti pasangan lainnya yang menegur dengan suara yang manis, Haris menegur dengan wajah yang kaku dan sikap yang terkesan dingin.Karina langsung menoleh."Kita berangkat sekarang," ujar Haris kembali. Tapi bukannya langsung pergi, Haris justru menunggu Karina."Mas, aku cantik nggak?" tanya Karina, lengkap dengan senyum lebarnya ketika ia sudah berada di hadapan Haris.Tak langsung menjawab, Haris mengangkat tangan kirinya menyentuh wajah Karina. Memberikan usapan kecil dan berkata, "cantik."Seulas senyum tipis itu kembali di wajah Haris ketika ia menarik kembali tangannya. Dan dengan pujian kecil itu, senyuman lebar kembali menghiasi wajah Karina. Sudah tujuh tahun bersama, suaminya itu tetap irit berbicara. Dan bahkan hampir tidak pernah merayunya."Nggak ada yang ketinggalan?"Karina menggeleng. "Kita berangkat sekarang."Karina memberikan anggukan dan mereka pun bergegas meninggalkan rumah. Malam itu Haris mengajak Kar
Pintu kamar terbuka dari luar."Sayang," tegur Haris. Tak seperti pasangan lainnya yang menegur dengan suara yang manis, Haris menegur dengan wajah yang kaku dan sikap yang terkesan dingin.Karina langsung menoleh."Kita berangkat sekarang," ujar Haris kembali. Tapi bukannya langsung pergi, Haris justru menunggu Karina."Mas, aku cantik nggak?" tanya Karina, lengkap dengan senyum lebarnya ketika ia sudah berada di hadapan Haris.Tak langsung menjawab, Haris mengangkat tangan kirinya menyentuh wajah Karina. Memberikan usapan kecil dan berkata, "cantik."Seulas senyum tipis itu kembali di wajah Haris ketika ia menarik kembali tangannya. Dan dengan pujian kecil itu, senyuman lebar kembali menghiasi wajah Karina. Sudah tujuh tahun bersama, suaminya itu tetap irit berbicara. Dan bahkan hampir tidak pernah merayunya."Nggak ada yang ketinggalan?"Karina menggeleng. "Kita berangkat sekarang."Karina memberikan anggukan dan mereka pun bergegas meninggalkan rumah. Malam itu Haris mengajak Kar
Selamat datang di dunia fiksi kami - Goodnovel. Jika Anda menyukai novel ini untuk menjelajahi dunia, menjadi penulis novel asli online untuk menambah penghasilan, bergabung dengan kami. Anda dapat membaca atau membuat berbagai jenis buku, seperti novel roman, bacaan epik, novel manusia serigala, novel fantasi, novel sejarah dan sebagainya yang berkualitas tinggi. Jika Anda seorang penulis, maka akan memperoleh banyak inspirasi untuk membuat karya yang lebih baik. Terlebih lagi, karya Anda menjadi lebih menarik dan disukai pembaca.
Comments